Gambaran Pengertian Siksa Api Neraka Dalam Islam




”Three of five that must be believed by moeslem (to declare their faith) were based on metaphysics concept. The Concept of God, angels, here after, heaven or hell needed to be understood by the hearth and faithfull not brain and rasionality. In other to realize that purpose, and to run away from the deviating trusty, having a right information was very necessary. People had to see what the prophet informed. This paper will describe especially hell in the Islamic tradition’s views.”

Sebagaimana diketahui, elastisitas ilmu pengetahuan meniscayakan improvisasi pemahaman – pemahaman di dalamnya. Sehingga dalam diskursus ilmu – ilmu hadis yang terus menerus berkembang dari waktu ke waktu (baca : dinamis), kemunculan bermacam-macam anutan yang terkadang nyeleneh bukanlah hal yang tak seharusnya.

Ini juga terjadi dalam rangkaian pemahaman muslimin perihal hadis hadis eskatologi. Banyaknya informasi Nabi SAW perihal sifat hal – hal ghoib yang kesemuanya tak bisa disurvey, namun harus (dan memang seharusnya) diimani oleh kaum mukminin meniscayakan perlunya eksplorasi mendalam perihal sifat dan hakikat benda – benda maya tersebut dalam perspektif hadis nabi SAW. Tujuannya, membedakan antara kabar yang bersumber dari riwayat yang terang dan yang merupakan sempalan dari interpretasi para interpretator. Untuk itulah goresan pena ini dibuat, Selain untuk memenuhi kiprah mata kuliah “kajian kontemporer atas hadis” ampuan Dr. Agung Danarto, M.Ag, juga demi memenuhi kehausan penulis akan samudra keilmuan sunnah nabawiyyah.

Gambaran Pengertian Siksa Api Neraka dalam Islam Gambaran Pengertian Siksa Api Neraka dalam Islam

Dalam penyusunan artikel perihal neraka ini, penulis membatasi kajian pada deskripsi sifat dan hal ihwal neraka serta beberapa hal penting lain yang berkaitan dengannya. Di dikala menemukan sebuah hadis£, penulis berusaha (sesuai kadar kemampuannya) untuk meneliti otentisitas hadis dengan melaksanakan takhrij, untuk selanjutnya dirujukkan makna teks tersebut dengan beberapa pendapat ulama’ terdahulu, dan kalau memungkinkan, akan disimpulkan sebuah konklusi dari peneliti dengan bingkai ke-kini-annya. Metodologi ini disamping untuk mempermudah penelitian, juga untuk memfokuskan pembahasan sehingga tak terlalu melebar. Adapun sumber utama yang dipakai yaitu CD ROM. Mausuah al-Hadits al-Syarif, (Global Islamic Software, 1997).

Gambaran Hakikat neraka

Dalam bahasa arab, dikenal istilah al nar yang mempunyai makna dasar “elemen ringan yang (bisa) membakar”[2]. Akar katanya yaitu fi’il mujarrod nawaro. Ia mempunyai satu rumpun kata dengan nar yang berarti api, dan nur yang berarti cahaya atau sinar. ** Inilah (mungkin) lantaran dari penggambaran identik neraka dengan api.

Secara istilah, banyak versi perihal definisi neraka, Muhammad al syafahy menggambarkannya sebagai sebuah penjara di akhirat, didalamnya terdapat siksa – siksa dan aneka macam macam peristiwa yang tak tergambarkan (dahsyatnya) pada kecerdikan manusia... dan tak mempunyai sebesar atompun kesenangan.[3]

Al ghazaly mendiskripsikan neraka sebagai tempat dengan jalan – jalan yang gelap dan bayang – bayang kemalangan. Di sana insan dipenjara dan selamanya api dinyalakan. Minuman mereka yaitu api yang mendidih. Tempat tinggal mereka yaitu api yang bergolak... di depan mereka hanya terbayang kehancuran tanpa jalan keluar.[4]

Pastinya, Tak ada yang tahu bagaimana bentuk bekerjsama neraka. Beragam penggambaran (bahkan oleh kita sendiri) pastilah berdasarkan dengan informasi yang pernah didapat, dan sesuai dengan pengalaman – pengalaman yang pernah dilakukan. Tapi satu hal yang sama, kalau ditanya perihal neraka, tak kan ada yang mengingkari bahwa ia yaitu tempat pembalasan dan siksa bagi orang – orang yang ketika di dunianya tidak taat kepada tuhannya.

Proses penciptaan Neraka 

Dalam memahami bagaimana neraka diciptakan, beberapa ulama’[5] bersandarkan pada sebuah riwayat dalam sunan al tirmidzy. Matan beserta sanad hadis tersebut yaitu sebagai berikut :


حَدَّثَنَا عَبَّاسٌ الدُّورِيُّ الْبَغْدَادِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا شَرِيكٌ عَنْ عَاصِمٍ هُوَ ابْنُ بَهْدَلَةَ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُوقِدَ عَلَى النَّارِ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى احْمَرَّتْ ثُمَّ أُوقِدَ عَلَيْهَا أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى ابْيَضَّتْ ثُمَّ أُوقِدَ عَلَيْهَا أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى اسْوَدَّتْ فَهِيَ سَوْدَاءُ مُظْلِمَةٌ[6]

“Api neraka dipanaskan selama seribu tahun, sehingga ia me-merah, kemudian seribu tahun lagi hingga ia me-mutih, kemudian seratus tahun lagi, hingga meng-hitam. Karenanya api neraka itu hitam kelam”

Keterangan al tirmidzi mengenai “nilai” hadis tersebut, memperlihatkan bahwa dari sekian riwayat yang serupa matannya dengan hadis ini, hanya jalur transmisi inilah (yahya bin abi bukair-syarik-‘ashim bin bahdlah-abu sholih-abu huroiroh), yang tersambung hingga Nabi SAW. Sedangkan lainnya, hanya merupakan hadis – hadis yang mauquf.

Jalur ini juga sanggup ditemukan dalam sunan ibn majah tetapi dengan redaksi matan yang sedikit berbeda :

حَدَّثَنَا الْعَبَّاسُ بْنُ مُحَمَّدٍ الدُّورِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا شَرِيكٌ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُوقِدَتْ النَّارُ أَلْفَ سَنَةٍ فَابْيَضَّتْ ثُمَّ أُوقِدَتْ أَلْفَ سَنَةٍ فَاحْمَرَّتْ ثُمَّ أُوقِدَتْ أَلْفَ سَنَةٍ فَاسْوَدَّتْ فَهِيَ سَوْدَاءُ كَاللَّيْلِ الْمُظْلِمِ

Adapun kwalitas rawinya, yaitu tsiqot yang terpercaya kecuali ‘ashim bin bahdlah yang dinilai oleh Muhammad bin sa’ad dan beberapa ulama’ jarh sebagai tsiqot yang sering melaksanakan salah. Karenanya, hadis ini termasuk kategori hadis ‘aziz hasan.

Pengarang kitab Tuhfatul Afwadzi menyebutkan : Neraka itu berlapis - lapis, dan yang dipanasi yaitu kesemuanya, di mana satu lapisan dipanasi di bawah lapisan yang lain, dan seterusnya. Pemakaian wazn “if’alla” dalam penyebutan perubahan warna neraka memperlihatkan betapa sangat panasnya ia (lil mubalaghoh). Sedang berubahnya api itu hingga menjadi hitam sebagaimana malam, mengandung makna tahdzir, jangan hingga umat Islam melaksanakan pekerjaan yang menuju ke arah yang gelap.[7]

Jika hingga dikala sekarang, kita gres bisa menemukan api biru sebagai api terpanas, maka entah perlu ribuan atau bahkan jutaan kali lipat usahakah, untuk menghasilkan api yang warnanya menyerupai tertulis dalam hadis tersebut.

Gambaran Panasnya Siksa Api Neraka

Seberapa detail panasnya api neraka itu, kalau diserupakan dengan api dunia yang biasa diketahui, yaitu sebagaimana teriwayatkan :

حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي أُوَيْسٍ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نَارُكُمْ جُزْءٌ مِنْ سَبْعِينَ جُزْءًا مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ كَانَتْ لَكَافِيَةً قَالَ فُضِّلَتْ عَلَيْهِنَّ بِتِسْعَةٍ وَسِتِّينَ جُزْءًا كُلُّهُنَّ مِثْلُ حَرِّهَا[8]

”Apimu (api dunia yang biasaya kau jumpai) hanyalah satu belahan dari tujuh puluh belahan api jahannam, seseorang bertanya : bagaimana kalau seluruhnya ?, nabi menjawab : tambahlah 69 belahan yang masing – masing belahan sama panasnya”

Namun, dalam riwayat shahih lain, imam Ahmad menyebutkan sebuah hadis gharib, bahwa perbandingan api dunia dengan api neraka yaitu 1 : 100 dan bukan 1 : 70.

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ هَذِهِ النَّارُ جُزْءٌ مِنْ مِائَةِ جُزْءٍ مِنْ جَهَنَّمَ[9]

Mengenai dua perbedaan mencolok ini, Ibnu Hajar berkomentar : ”memahami dua hadis ini, kita harus menyatakan bahwa maksud utama dari hadis yaitu untuk menyatakan ”banyak” tanpa harus dibatasi dengan jumlah riil (70 atau 100)”[10]

Sebuah Hadis populer lain yang merujuk pada makna ”sangat panasnya api neraka” dan yang maknanya sering dijadikan referensi yaitu yang diriwayatkan oleh ibn majah :

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي وَيَعْلَى قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ أَبِي خَالِدٍ عَنْ نُفَيْعٍ أَبِي دَاوُدَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ نَارَكُمْ هَذِهِ جُزْءٌ مِنْ سَبْعِينَ جُزْءًا مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ وَلَوْلَا أَنَّهَا أُطْفِئَتْ بِالْمَاءِ مَرَّتَيْنِ مَا انْتَفَعْتُمْ بِهَا وَإِنَّهَا لَتَدْعُو اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ لَا يُعِيدَهَا فِيهَا[11]

Selain menyebut nash matan menyerupai hadis sebelumnya, Ibn Majah menambah kalimat “ dan kalau api itu dipadamkan dengan air dua kali maka, sungguh (pekerjaan itu) tak mempunyai kegunaan sama sekali (dan api itu akn tetap menyala), sesungguhnya api itu memohon kepada Allah biar agar Ia tak bisa dipadamkan olehnya.”

Hanya saja, ternyata riwayat ini tak bisa dipegangi sanadnya, ia yaitu hadis ‘aziz dho’if yang hanya diriwayatkan oleh imam Ibn majah.

Sesungguhnya membayangkan tujuh puluh (atau seratus) kali lipat rasa dari api yang pernah kita temui, sama dengan menyampaikan :”jika hanya dengan satu (kali) api, rumah, kampung, dan hutan bias terbakar, maka tak akan sesuatu di dunia yang tak kan bisa bertahan dari api yang panasnya seratus kali lipat dari api – api dunia.” Barangkali inilah makna yang lebih dalam dari dzahir hadis tersebut.

Klasifikasi neraka (tingkatan – tingkatan dan pintu – pintu Neraka)

Topik lainnya, berkenaan dengan hal – ihwal neraka yaitu bahwa ia tak hanya mempunyai satu pintu. makna ini secara eksplisit tersirat dalam banyak hadis shahih yang mengabarkan tertutupnya pintu – pintu neraka ketika bulan Ramadhan.[12]

Meskipun harus diakui ada beberapa ulama’ hadis yang menganggap hadis ini sebagai kiasan atas terbelenggunya nafsu insan sehingga terjauhkan dari hal – hal yang mengarah pada neraka, namun ada juga yang menentukan makna implisit dari dzahir teks hadis tersebut. An nawawy bahkan menganggap dua kemungkinan makna ini bisa dipakai dalam penafsiran.[13]

Al qur’an menjelaskan :

وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَمَوْعِدُهُمْ أَجْمَعِينَ , لَهَا سَبْعَةُ أَبْوَابٍ لِكُلِّ بَابٍ مِنْهُمْ جُزْءٌ مَقْسُومٌ (الحجر : 44)

”Jahannam itu mempunyai tujuh pintu. Tiap – tiap pintu (telah ditetapkan untuk golongan yang tertentu”

Ke-tujuh pintu tersebut, disebut oleh Imam Ali bin Abi Tholib sebagai jahannam (yang paling bawah), di atasnya ada ladza, kemudian hathomah, saqar, jahim, sa’ir, dan hawiyah.[14] Pernyataan ini, kalau dipadankan dengan sebuah atsar dari Ali (sebagaimana yang dikutip oleh al thobary) :

”حدثني يعقوب، قال: ثنا ابن علية، عن أبي هارون الغنوي، عن حطان بن عبد الله، قال: قال عليّ: تدرون كيف أبواب النار؟ قلنا: نعم كنحو هذه الأبواب ، فقال: لا ولكنها هكذا ، فوصف أبو هارون أطباقا بعضها فوق بعض”

Menghasilkan pemahaman bahwa neraka bertingkat tujuh tingkatan, dan masing – masing tingkatan mempunyai sebuah pintu.[15]

Keadaan insan di dalam Neraka

Sebagai sebuah perjuangan penggambaran perihal keadaan insan di dalam neraka, informasi – informasi seputarnya akan berkisar antara lantaran dan proses ”perolehan siksa”, ”kekejaman para penjaganya”, dan atau ”kondisi – kondisi sangat tak bersahabat” di dalamnya. Ini berafiliasi erat dengan, telah ditetapkannya neraka sebagai tempat ”pembagian siksa” sebagai tanggapan atas amal – amal buruk di dunia. Berikut penulis ketengahkan beberapa hadis perihal hal tersebut. Di bawah ini, yaitu sebuah deskripsi, kenapa seorang perempuan disiksa di dalam neraka :
حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ أَسْمَاءَ حَدَّثَنَا جُوَيْرِيَةُ بْنُ أَسْمَاءَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ عُذِّبَتْ امْرَأَةٌ فِي هِرَّةٍ سَجَنَتْهَا حَتَّى مَاتَتْ فَدَخَلَتْ فِيهَا النَّارَ لَا هِيَ أَطْعَمَتْهَا وَلَا سَقَتْهَا إِذْ حَبَسَتْهَا وَلَا هِيَ تَرَكَتْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ الْأَرْضِ[16]

“Ada seorang perempuan yang di’adzab lantaran seekor kucing yang ia belenggu hingga ia mati, kemudian tempat (wanita)itu dipenuhi dengan api. Ketika dalam belenggu itu, kucing itu tak diberinya makan dan minum, ia juga tak membiarkan kucing itu makan dari serangga bumi”

Makna yang lebih jelas, bisa didapatkan dalam syarah ibn hajar : “Wanita dalam hadis tersebut, dalam sebuah riwayat ia disebut Himriyyah, dan ada yang mensifatinya sebagai salah satu perempuan dari Bani Israil[17]…makna fi hirroh : lantaran ia suka menganiaya kucing dengan menarik – nariknya, sedang min khosyasy al ardh : serangga – serangga bumi menyerupai tikus dan sebagainya. Dzahir hadis ini memperlihatkan ada seorang perempuan dari Bani Israil yang disiksa (di neraka) dikarenakan ia pernah menyiksa kucing dalam kerangkeng. Banyak versi pemahaman perihal apakah perempuan itu seorang kafir ataukah muslim, Imam nawawy beropini bahwa ia yaitu seorang muslimah yang masuk neraka lantaran perbuatan ma’shiyahnya tersebut.[18]”

Contoh kedua perihal bagaimana wujud siksa di neraka, sanggup ditemukan dalam hadis semisal :

حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا إِسْحَاقَ قَالَ سَمِعْتُ النُّعْمَانَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ أَهْوَنَ أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَرَجُلٌ تُوضَعُ فِي أَخْمَصِ قَدَمَيْهِ جَمْرَةٌ يَغْلِي مِنْهَا دِمَاغُهُ[19]

“Sesungguhnya penghuni neraka yang paling rendah ‘adzabnya yaitu seseorang yang diletakkan pada setiap dari lima jari di kedua kakinya bara api yang memperabukan (hingga) otaknya”

Kehebohan siksa di neraka, juga sanggup dibaca dari perumpamaan dalam al qur’an :

إِذَا رَأَتْهُمْ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍ سَمِعُوا لَهَا تَغَيُّظًا وَزَفِيرًا (الفرقان : 12)

“Apabila neraka itu melihat mereka dari tempat yang jauh, mereka mendengar kegeramannya dan bunyi yang menyala – nyala”[20]

Bahkan sebelum orang – orang dimasukkan ke dalamnya pun, neraka telah menyambutnya dengan salam “panas” (tidak hangat), ayat ini seakan ingin menyampaikan “kalau belum masuk saja telah terasa panasnya, bagaimana panas yang terasa kalau kita benar – benar di dalamnya“

Adapun gambaran perihal betapa tidak bersahabatnya kondisi neraka, sanggup ditemukan dalam hadis :

حَدَّثَنَا عَلِيٌّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي وَائِلٍ قَالَ قِيلَ لِأُسَامَةَ لَوْ أَتَيْتَ فُلَانًا فَكَلَّمْتَهُ قَالَ إِنَّكُمْ لَتُرَوْنَ أَنِّي لَا أُكَلِّمُهُ إِلَّا أُسْمِعُكُمْ إِنِّي أُكَلِّمُهُ فِي السِّرِّ دُونَ أَنْ أَفْتَحَ بَابًا لَا أَكُونُ أَوَّلَ مَنْ فَتَحَهُ وَلَا أَقُولُ لِرَجُلٍ أَنْ كَانَ عَلَيَّ أَمِيرًا إِنَّهُ خَيْرُ النَّاسِ بَعْدَ شَيْءٍ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا وَمَا سَمِعْتَهُ يَقُولُ قَالَ سَمِعْتُهُ يَقُولُ يُجَاءُ بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُهُ فِي النَّارِ فَيَدُورُ كَمَا يَدُورُ الْحِمَارُ بِرَحَاهُ فَيَجْتَمِعُ أَهْلُ النَّارِ عَلَيْهِ فَيَقُولُونَ أَيْ فُلَانُ مَا شَأْنُكَ أَلَيْسَ كُنْتَ تَأْمُرُنَا بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَانَا عَنْ الْمُنْكَرِ قَالَ كُنْتُ آمُرُكُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَلَا آتِيهِ وَأَنْهَاكُمْ عَنْ الْمُنْكَرِ وَآتِيهِ رَوَاهُ غُنْدَرٌ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ[21]

“pada hari kiamat, seseorang akan dimasukkan ke dalam neraka, kemudian keluar usus – usunya, usus itu kemudian berputar – putar sebagaimana keledai yang berguling dan berputar, kemudian para penghuni neraka berkumpul dan mereka bertanya : hai… ada apa denganmu, bukankah kau dulu menyeru kami pada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar ?, ia menjawab : saya menyeru yang ma’ruf dan saya tak melaksanakannya, (pun pula) saya mencegah insan berbuat munkar namun saya sendiri melaksanakannya.”

Begitulah, keadaan insan – insan di dalamnya. Entahlah, barangkali kalau kumpulan – kumpulan dongeng perihal neraka dan siksa serta keadaan di dalamnya dibukukan, ia akan sangat lebih mengerikan dari buku ber-genre thriller horor manapun.

Syafa’at bagi Manusia di neraka, Adakah?

Persoalan pelik, yang biasanya saling dipertanyakan antara andal kalam, yaitu bagaimana kelanjutan nasib dari pra penghuni neraka tersebut. Secara garis besar penulis membagi pendapat – pendapat yang beredar menjadi dua kelompok besar, yang mempercayai adanya syafa’at dari nabi Muhammad SAW, dan yang tidak. Bermuara dari hadis yang sama :

حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ حَدَّثَنَا مَعْبَدُ بْنُ هِلَالٍ الْعَنَزِيُّ قَالَ اجْتَمَعْنَا نَاسٌ مِنْ أَهْلِ الْبَصْرَةِ فَذَهَبْنَا إِلَى أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ وَذَهَبْنَا مَعَنَا بِثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ إِلَيْهِ يَسْأَلُهُ لَنَا عَنْ حَدِيثِ الشَّفَاعَةِ فَإِذَا هُوَ فِي قَصْرِهِ فَوَافَقْنَاهُ يُصَلِّي الضُّحَى فَاسْتَأْذَنَّا فَأَذِنَ لَنَا وَهُوَ قَاعِدٌ عَلَى فِرَاشِهِ فَقُلْنَا لِثَابِتٍ لَا تَسْأَلْهُ عَنْ شَيْءٍ أَوَّلَ مِنْ حَدِيثِ الشَّفَاعَةِ فَقَالَ يَا أَبَا حَمْزَةَ هَؤُلَاءِ إِخْوَانُكَ مِنْ أَهْلِ الْبَصْرَةِ جَاءُوكَ يَسْأَلُونَكَ عَنْ حَدِيثِ الشَّفَاعَةِ فَقَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ مَاجَ النَّاسُ بَعْضُهُمْ فِي بَعْضٍ فَيَأْتُونَ آدَمَ فَيَقُولُونَ اشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ فَيَقُولُ لَسْتُ لَهَا وَلَكِنْ عَلَيْكُمْ بِإِبْرَاهِيمَ فَإِنَّهُ خَلِيلُ الرَّحْمَنِ فَيَأْتُونَ إِبْرَاهِيمَ فَيَقُولُ لَسْتُ لَهَا وَلَكِنْ عَلَيْكُمْ بِمُوسَى فَإِنَّهُ كَلِيمُ اللَّهِ فَيَأْتُونَ مُوسَى فَيَقُولُ لَسْتُ لَهَا وَلَكِنْ عَلَيْكُمْ بِعِيسَى فَإِنَّهُ رُوحُ اللَّهِ وَكَلِمَتُهُ فَيَأْتُونَ عِيسَى فَيَقُولُ لَسْتُ لَهَا وَلَكِنْ عَلَيْكُمْ بِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَأْتُونِي فَأَقُولُ أَنَا لَهَا فَأَسْتَأْذِنُ عَلَى رَبِّي فَيُؤْذَنُ لِي وَيُلْهِمُنِي مَحَامِدَ أَحْمَدُهُ بِهَا لَا تَحْضُرُنِي الْآنَ فَأَحْمَدُهُ بِتِلْكَ الْمَحَامِدِ وَأَخِرُّ لَهُ سَاجِدًا فَيَقُولُ يَا مُحَمَّدُ ارْفَعْ رَأْسَكَ وَقُلْ يُسْمَعْ لَكَ وَسَلْ تُعْطَ وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ فَأَقُولُ يَا رَبِّ أُمَّتِي أُمَّتِي فَيَقُولُ انْطَلِقْ فَأَخْرِجْ مِنْهَا مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ شَعِيرَةٍ مِنْ إِيمَانٍ فَأَنْطَلِقُ فَأَفْعَلُ ثُمَّ أَعُودُ فَأَحْمَدُهُ بِتِلْكَ الْمَحَامِدِ ثُمَّ أَخِرُّ لَهُ سَاجِدًا فَيُقَالُ يَا مُحَمَّدُ ارْفَعْ رَأْسَكَ وَقُلْ يُسْمَعْ لَكَ وَسَلْ تُعْطَ وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ فَأَقُولُ يَا رَبِّ أُمَّتِي أُمَّتِي فَيَقُولُ انْطَلِقْ فَأَخْرِجْ مِنْهَا مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ أَوْ خَرْدَلَةٍ مِنْ إِيمَانٍ فَأَخْرِجْهُ فَأَنْطَلِقُ فَأَفْعَلُ ثُمَّ أَعُودُ فَأَحْمَدُهُ بِتِلْكَ الْمَحَامِدِ ثُمَّ أَخِرُّ لَهُ سَاجِدًا فَيَقُولُ يَا مُحَمَّدُ ارْفَعْ رَأْسَكَ وَقُلْ يُسْمَعْ لَكَ وَسَلْ تُعْطَ وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ فَأَقُولُ يَا رَبِّ أُمَّتِي أُمَّتِي فَيَقُولُ انْطَلِقْ فَأَخْرِجْ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ أَدْنَى أَدْنَى أَدْنَى مِثْقَالِ حَبَّةِ خَرْدَلٍ مِنْ إِيمَانٍ فَأَخْرِجْهُ مِنْ النَّارِ فَأَنْطَلِقُ فَأَفْعَلُ فَلَمَّا خَرَجْنَا مِنْ عِنْدِ أَنَسٍ قُلْتُ لِبَعْضِ أَصْحَابِنَا لَوْ مَرَرْنَا بِالْحَسَنِ وَهُوَ مُتَوَارٍ فِي مَنْزِلِ أَبِي خَلِيفَةَ فَحَدَّثْنَاهُ بِمَا حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ فَأَتَيْنَاهُ فَسَلَّمْنَا عَلَيْهِ فَأَذِنَ لَنَا فَقُلْنَا لَهُ يَا أَبَا سَعِيدٍ جِئْنَاكَ مِنْ عِنْدِ أَخِيكَ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ فَلَمْ نَرَ مِثْلَ مَا حَدَّثَنَا فِي الشَّفَاعَةِ فَقَالَ هِيهْ فَحَدَّثْنَاهُ بِالْحَدِيثِ فَانْتَهَى إِلَى هَذَا الْمَوْضِعِ فَقَالَ هِيهْ فَقُلْنَا لَمْ يَزِدْ لَنَا عَلَى هَذَا فَقَالَ لَقَدْ حَدَّثَنِي وَهُوَ جَمِيعٌ مُنْذُ عِشْرِينَ سَنَةً فَلَا أَدْرِي أَنَسِيَ أَمْ كَرِهَ أَنْ تَتَّكِلُوا قُلْنَا يَا أَبَا سَعِيدٍ فَحَدِّثْنَا فَضَحِكَ وَقَالَ خُلِقَ الْإِنْسَانُ عَجُولًا مَا ذَكَرْتُهُ إِلَّا وَأَنَا أُرِيدُ أَنْ أُحَدِّثَكُمْ حَدَّثَنِي كَمَا حَدَّثَكُمْ بِهِ قَالَ ثُمَّ أَعُودُ الرَّابِعَةَ فَأَحْمَدُهُ بِتِلْكَ الْمَحَامِدِ ثُمَّ أَخِرُّ لَهُ سَاجِدًا فَيُقَالُ يَا مُحَمَّدُ ارْفَعْ رَأْسَكَ وَقُلْ يُسْمَعْ وَسَلْ تُعْطَهْ وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ فَأَقُولُ يَا رَبِّ ائْذَنْ لِي فِيمَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فَيَقُولُ وَعِزَّتِي وَجَلَالِي وَكِبْرِيَائِي وَعَظَمَتِي لَأُخْرِجَنَّ مِنْهَا مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ[22]

“… … Pada hari kiamat, orang – orang berbondong bondong mendatangi adam, dan berkata : mintakan syafa’at pada Allah untuk kami, Adam menjawab : saya tak berhak, cobalah minta ke Ibrahim dialah kholilullah, kemudian mereka mendatangi Ibrahim, Ia menjawab : saya (pun) tak berhak, pergilah kalian ke Musa, ia yaitu kalimullah, Kata Musa : saya (juga) tak berhak, menghadaplah ke Isa, dialah ruh Allah dan kalimahnya. Isa berkata : saya tak berhak, datangilah Muhammad SAW. Kemudian mereka mendatangiku, kemudian (akan )ku jawab : saya berhak (atas apa yang kalian minta). Kemudian saya meminta izin kepada Allah dan Dia mengizinkanku, Ia mengilhamkan puja-puji kepadaku, saya memujiNya dengan itu, kemudian saya bersujud hingga Allah berkata : wahai Muhammad, angkat kepalamu, katakanlah (permintaanmu) maka (permintaan itu) akan Kudengarkan, mintalah, dan kau akan diberi (dikabulkan pen.), berilah syafa’at, maka akan Ku kabulkan. Aku (Muhammad) kemudian berkata : Tuhan, umatku, umatku, Allah menjawab : pergilah, dan keluarkan dari neraka (umatmu) yang di dalam hatinya terdapat dogma seberat biji dzarroh, kemudian saya pergi dan mengeluarkan mereka. Setelah itu saya kembali, dan memujiNya (lagi), kemudian (kembali) bersujud hingga Allah berkata : wahai Muhammad, angkat kepalamu, katakanlah (permintaanmu) maka (permintaan itu) akan Kudengarkan, mintalah, dan kau akan diberi (dikabulkan pen.), berilah syafa’at, maka akan Ku kabulkan. Aku (Muhammad) kemudian berkata : Tuhan, umatku, umatku, Allah menjawab :pergilah dan keluarkan mereka yang di hatinya ada setitik saja dari berat biji dzarroh, kemudian saya mengeluakan mereka…(Abu sa’id) menambah) . Setelah itu saya kembali,(untuk kesekian kalinya) dan memujiNya (lagi), kemudian (kembali) bersujud hingga Allah berkata : wahai Muhammad, angkat kepalamu, katakanlah (permintaanmu) maka (permintaan itu) akan Kudengarkan, mintalah, dan kau akan diberi (dikabulkan pen.), berilah syafa’at, maka akan Ku kabulkan. Aku (Muhammad) kemudian berkata : Tuhan,izinkan saya mengeluarkan mereka yang pernah mengucapkan la ilaha illallah, Tuhan menjawab : demi kemuliaan dan keagunganKu, keluarkanlah mereka yang pernah mengucapkan la ilaha illalloh.”

Sebagian ulama’ (seperti al ghazaly) meyakininya sebagai dalil adanya syafa’at bagi kaum Muhammad SAW. Di mana pada saatnya, sehabis mendapatkan balasannya, Muhammad akan menggiring umatnya pergi dari neraka. Sedangkan umat nabi lain, Tak bisa memperoleh syafa’at. Inilah kekhususan yang diberikanNya kepada Muhammad SAW.[23]

Sedang sebagian yang lain (di antaranya fazl el rohman), menganggap bahwa makna terpenting hadis ini yaitu penanaman teologis atas nabi Muhammad SAW. Karen kalau menganggap syafa’at ada, maka akan berimplikasi pada pengendoran keketatan nilai moral. Dengan meyakininya, seseorang sanggup memodifikasi moralitas keagamaannya sesuai dengan kehendak yang ia kehendaki.[24]

Gambaran Pengertian Siksa Api Neraka dalam Islam Gambaran Pengertian Siksa Api Neraka dalam Islam

Mencoba bersikap moderat, penulis menyampaikan :”Meyakini syafa’at sebagai belahan dari kepercayaan aas kemuliaan nabi Muhammad bukanlah hal yang terlarang. Keyakinan ini harusnya diejawantahkan dalam sebuah upaya positif untuk senantiasa ber-ittiba’ dengan rambu – rambu Muhammad sebagai Rasul Allah. Hanya, kalau pada akhirnya, timbul kemerosotan moral keagamaan sebagaimana kekhawatiran beberapa cendekia di atas. Seseorang seharusnya berpikir seribu kali meskipun hanya untuk ”berniat merasakan kedaluwarsa anyir neraka”

Beberapa hasil yang verifikasi hadis perihal Neraka

Sebagaimana yang penulis paparkan pada awalnya, bahwa tujuan pembuatan artikel ini diantaranya yaitu untuk menyaring informasi – informasi perihal neraka sehingga tidak bercampur antara yang berasal dari hadis dan yang bukan, dalam belahan ini penulis berinisiatif untuk memaparkan hasil penelitian sederhana dari CD Rom Mausu’ah al kutub al tis’ah.

Sebuah hadis yang telah masyhur menyatakan ”jika sepotong pakaian dari pakaian – pakaian para andal neraka dipajang antara langit dan bumi, pastilah binasa para penghuni bumi lantaran panas serta baunya”

"لو أن سربلا نت سرابيل أهل النار علق بين السماء و الأرض لمات أهل الأرض من رائحته ووهجه"

Sayangnya, dengan mencocokkan (hampir) semua kata dalam hadis tersebut, penulis tidak menemukannya dalam al kutub al tis’ah.

Begitu juga ketika mencari lafal zabaniyyah, untuk mencari informasi perihal bagaimana kekejaman malaikat penjaga neraka. Penulis hanya menemukan delapan buah hadis. Satu hadis bercerita perihal ifrit, dan satu lagi perihal tafsir firman Allah : sanad’u al zabaniyyah.

Inti sari artikel islam ini kiranya sanggup ditemukan dalam point – point berikut :

1. Dalam memahami hadis – hadis eskatologis, harus difahami adanya perjuangan Muhammad SAW untuk untuk mengungkapkan sesuatu yang ajaib dan tak terindera, dengan metafora – metafora terlacak yang telah ada padanan gambarnya dalam otak. Sehingga makna yang terkandungpun ganda, hakiki dan majazy.

2. Penerapan kedua makna ini tak akan berimplikasi negatif dalam konstruk pemahaman yang dihasilkan. Asalkan tak menyimpang dari kaidah – kaidah bahasa dan penafsiran, makna – makna lain akan semakin memperkaya nalar eskatologis, sehingga tak melahirkan pemahaman yang sempit dan absurb. Di sisi lain, bahasa kepercayaan keagamaan selalu diwarnai oleh realitas kultural di mana ia diturunkan.

3. Dalam bahasa arab, dikenal istilah al nar yang mempunyai makna dasar “elemen ringan yang (bisa) membakar” Ia mempunyai satu rumpun kata dengan nar yang berarti api, dan nur yang berarti cahaya atau sinar. Nar secara istilah yaitu : tempat pembalasan bagi orang – orang yang ketika di dunianya tidak taat kepada tuhannya.

4. Penciptaan api neraka sanggup dibaca dari sebuah hadis shahih : “Api neraka dipanaskan selama seribu tahun, sehingga ia me-merah, kemudian seribu tahun lagi hingga ia me-mutih, kemudian seratus tahun lagi, hingga meng-hitam. Karenanya api neraka itu hitam kelam”

5. sedangkan hadis yang menggambarkan seberapa panas neraka itu : ”Apimu (api dunia yang biasaya kau jumpai) hanyalah satu belahan dari tujuh puluh belahan api jahannam, seseorang bertanya : bagaimana kalau seluruhnya ?, nabi menjawab : tambahlah 69 belahan yang masing – masing belahan sama panasnya”

6. Merujuk ke beberapa atsar dan penafsiran dari Ali bin abi tholib, Neraka itu bertingkat tujuh tingkatan, dan masing – masing tingkatan mempunyai sebuah pintu.

7. Adapun keadaan insan yang masuk ke dalam neraka, sangatlah menderita. Riwayat – riwayat seputar keadaan ini akan banyak menginformasikan kepada kita perihal : lantaran dan proses ”perolehan siksa”, ”kekejaman para penjaganya”, dan atau ”kondisi – kondisi sangat tak bersahabat” di dalamnya. Ini berafiliasi erat dengan, telah ditetapkannya neraka sebagai tempat ”pembagian siksa” sebagai tanggapan atas amal – amal buruk di dunia. Sehingga, barangkali kalau kumpulan – kumpulan dongeng perihal neraka dan siksa serta keadaan di dalamnya dibukukan, ia akan sangat lebih mengerikan dari buku ber-genre thriller horor manapun.

8. Syafa’at berdasarkan penulis :”boleh diyakini dan harus diejawantahkan dalam sebuah upaya positif untuk senantiasa ber-ittiba’ dengan rambu – rambu Muhammad sebagai Rasul Allah. Hanya, kalau pada akhirnya, timbul kemerosotan moral keagamaan sebagaimana kekhawatiran beberapa cendekia di atas. Seseorang seharusnya berpikir seribu kali meskipun hanya untuk ”berniat merasakan kedaluwarsa anyir neraka”

9. Bersikap hati – hati dalam mendapatkan sebuah hadis, terutama yang menyangkut hal – hal yang harus diimani harus diterapkan oleh segenap akademisi ilmu – ilmu hadis. Tidak bersikap ceroboh akan mengantarkan kita pada pemahaman komprehensif yang bisa dipertanggungjawabkan.

Pada akhirnya, menyadari bahwa goresan pena ini masih sangat jauh dari kata sempurna, saran dan kritik pembaca sangat dibutuhkan demi perbaikan karya semisal ke depan.

Catatan Kaki

[1] Lihat : An nawawy, Syarh an nawawy ‘ala muslim CD ROM. al-Maktabah al-Syamilah, Kutub el-Barnamij fi syuruh al hadis.vol. 4 hal. 464

* Apa yang penulis maksud yaitu sebagaimana yang sanggup dipelajari dari pen-sifatan nirwana dengan ”kebun yang mengalir di bawahnya sungai – sungai”,pada hakikatnya, pengungkapan kepercayaan agama secara kebahasaan selalu diwarnai oleh realitas kultural. Suasana kebun yang indah dengan sungai yang mengalir di bawahnya, misalnya, yaitu symbol kehidupan ideal bagi masyarakat padang pasir, masyarakat muslim dominant kala ayat ini diturunkan di tanah tandus Arabia, dan (mungkin) tidak bagi muslim di kawasan tropis. Baca : Sibawaih, Eskatologi al ghazaly dan fazlur rahman : studi komparatif spistimologi klasik kontemporer (Yogyakarta : Islamika, 2004 ) hal 131

[2] Al jurjany, al ta’rifat, CD ROM. al-Maktabah al-Syamilah, Kutub el-Barnamij fi lugoh wal ma’ajim.vol. 1 hal.79

** bukan nayaro. Bagi yang memperhatikan bentuk jama’ dari versi bahasa arab kata neraka yang kita kenal, akan ditemukan niron, dengan ya’ di antara nun dan ro’, dan ini sekilas akan membingungkan, tetapi dengan merujuk beberapa kamus, akan didapati bahwa nar yang berarti neraka yaitu derivasi makna dari nawaro (lihat : Ahmad Warson Munawwir, kamus Al Munawwir (Yogyakarta : Pustaka Progresif, 1997) hal 1474)

[3] Baca : Majdi Muhammad al syahawy, Kemana kita melangkah : kiamat, surga, neraka berdasarkan al qur’an dan al hadis terj. Achmad Sunarto dan Irwan kurniawan ( Bandung : Pustaka Madani, 1998) hal 89

[4] Sibawaih, Eskatologi al ghazaly… (Yogyakarta : Islamika, 2004 ) hal140

[5] Lihat : ‘Abdurrohin Bin Ahmad, daqoiq al akhbar fi dzikr al jannah wa al nar, (Beirut : dar al kutub al’ilmiyyah, 1984) hal. 62 Dalam kitab ini, pembaca akan menemukan banyak sekali dongeng perihal hal ihwal alam ghaib. Termasuk neraka. Hanya saja, pengarang kitab tidak menawarkan jeda dan menandai dongeng mana yang bersumber dari hadis ataupun yang merupakan klarifikasi atau interpretasi dari dirinya dan interpretator lain. Karenanya, untuk obyektivitas hasil, penulis hanya mencantumkan dalam goresan pena ini data – data yang sanggup dipertanggungjawabkan, yaitu yang rujukannya melalui jalur riwayat yang terpercaya.

[6]CD ROM. Mausuah al-Hadits al-Syarif, al tirmidzi, sunan al tirmidzi hadits k-2516 (Global Islamic Software, 1997).

[7] Dalam penafsiran ini, juga tampak perjuangan dari pengarang kitab untuk men-sinkretis-kan pemahaman secara dzahir dan bathin. Lihat : Tuhwatul ahwadzy fi syarh al bukhory, CD ROM. al-Maktabah al-Syamilah, Kutub el-Barnamij fi syuruh al hadis. Vol 6, hlm 378

[8] Takhrij : Muslim : 5077/ Tirmidzi : 2514/7025/7778/9650/9811/ Malik : 1579/ Darimy : 2723. hadis ini shahih, walaupun satu dari sembilan sanadnya (yang diriwayatkan oleh Ibrohim bin Muslim dari ‘amr bin al aswad dari Abu huroiroh) bernilai dha’if lantaran Ibrohim bin Muslim yaitu seorang yang ceroboh dalam periwayatan hadis.Lihat : CD ROM. Mausuah al-Hadits al-Syarif, Abu Abdillah Muhammad Ibn Isma'il al-Bukhari, Shahih Bukhari hadits k-3025 (Global Islamic Software, 1997).

[9] Lihat : CD ROM. Mausuah al-Hadits al-Syarif, Ahmad bin hanbal, Musnad Ahmad, hadits k-8568 (Global Islamic Software, 1997).

[10] Ibn Hajar al ‘asqolany, fath al bary fi syarh al bukhory CD ROM. al-Maktabah al-Syamilah, Kutub el-Barnamij fi syuruh al hadis. Vol 10, hlm 50

[11] Lihat : CD ROM. Mausuah al-Hadits al-Syarif, Ibn Majah, sunan ibn majah, hadits k-4309 (Global Islamic Software, 1997).

[12] Contoh : Menurut penulis, takhrij hadis ini tak perlu dicantumkan, lantaran dengan gampang (dalam CD mausu’ah) sanggup dilihat banyaknya riwayat shahih tentangnya. Penggunaan kata abwab sebagai jama’ dari kita belahan mnengindikasikan pluralitas maknanya. Adapun matan utamanya yaitu :

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ وَابْنُ حُجْرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ وَهُوَ ابْنُ جَعْفَرٍ عَنْ أَبِي سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ

Lihat : CD ROM. Mausuah al-Hadits al-Syarif, Muslim bin Hajjaj, shahih muslim, hadits ke-1793 (Global Islamic Software, 1997)

[13] Lihat : An nawawy, Syarh an nawawy ‘ala muslim CD ROM. al-Maktabah al-Syamilah, Kutub el-Barnamij fi syuruh al hadis.vol. 4 hal. 464

[14] Majdi Muhammad al syahawy, Kemana kita melangkah...( Bandung : Pustaka Madani, 1998) hal 92

[15] Lihat : Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Amili, Abu Ja'far Al-Thabari. 'Tafsir al-Thabari'. CD ROM. al-Maktabah al-Shamilah. Kutub el-Barnamij fi al-Tafsir, Vol 17, hlm. 106

[16] Takhrij : Muslim : 4160/ 4739/ 4750/ Darimy : 2639 Lihat : CD ROM. Mausuah al-Hadits al-Syarif, Al Bukhori, shohih al bukhory, hadits k-3223 (Global Islamic Software, 1997). Hadis ini shahih, dari 7 riwayatnya, tak ada yang diriwayatkan oleh rowi dho’if

[17] Tak ada kontradiksi dalam dua riwayat ini, lantaran suku himyar telah masuk agama Yahudi, sehingga terkadang ia dinisbahkan kepada agamanya, dan terkadang kepada kabilah asalnya.

[18] Ibn Hajar al ‘asqolany, fath al bary fi syarh al bukhory CD ROM. al-Maktabah al-Syamilah, Kutub el-Barnamij fi syuruh al hadis. Vol 10, hlm 96

[19] Takhrij : Muslim : 313/ 314/ Tirmidzi : 2529/ Ahmad : 17664/17687, nilainya shahih meskipun dalam thobaqoh sobat hanya diriwayatkan oleh satu sobat : nu’man bin basyir bin sa’d, lihat : CD ROM. Mausuah al-Hadits al-Syarif, Al Bukhori, shohih al bukhory, hadits ke-6076 (Global Islamic Software, 1997)

[20] Terjemahan ini sesuai dengan makna yang dipegangi oleh banyak ulama’ tafsir, al thobary contohnya menunjukan : kalau neraka yang dijanjikan itu melihat kepada para pembohong (agama) dari tempat yang jauh, neraka itu akan menyala – nyala dan memanas. Lihat : Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Amili, Abu Ja'far Al-Thabari. 'Tafsir al-Thabari'. CD ROM. al-Maktabah al-Shamilah. Kutub el-Barnamij fi al-Tafsir, Vol 19, hlm. 243

[21] Takhrij : Muslim : 5305/ Ahmad : 20785/20795/20801/ 20818, sanad shahih, dan hanya bersumber dari sobat usamah bin zaid, lihat : CD ROM. Mausuah al-Hadits al-Syarif, Al Bukhori, shohih al bukhory, hadits ke-3027 (Global Islamic Software, 1997)

[22] Takhrij : muslim : 284/ 285/ 286/ Tirmidzi : 2518/ Tirmidzi : 4302/4303/ Ahmad : 11710/12013/12310/13073/ 13100/ 13419/ darimy : 52, hadis ini shahih, semua jalurnya besumber dari imam malik bin anas. Lihat : CD ROM. Mausuah al-Hadits al-Syarif, Al Bukhori, shohih al bukhory, hadits ke-6956 (Global Islamic Software, 1997).

[23] Sebagaimana tersirat dalam :

حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ أَخْبَرَنِي أَخِي عَبْدُ الْحَمِيدِ عَنْ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَلْقَى إِبْرَاهِيمُ أَبَاهُ آزَرَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَى وَجْهِ آزَرَ قَتَرَةٌ وَغَبَرَةٌ فَيَقُولُ لَهُ إِبْرَاهِيمُ أَلَمْ أَقُلْ لَكَ لَا تَعْصِنِي فَيَقُولُ أَبُوهُ فَالْيَوْمَ لَا أَعْصِيكَ فَيَقُولُ إِبْرَاهِيمُ يَا رَبِّ إِنَّكَ وَعَدْتَنِي أَنْ لَا تُخْزِيَنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ فَأَيُّ خِزْيٍ أَخْزَى مِنْ أَبِي الْأَبْعَدِ فَيَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى إِنِّي حَرَّمْتُ الْجَنَّةَ عَلَى الْكَافِرِينَ ثُمَّ يُقَالُ يَا إِبْرَاهِيمُ مَا تَحْتَ رِجْلَيْكَ فَيَنْظُرُ فَإِذَا هُوَ بِذِيخٍ مُلْتَطِخٍ فَيُؤْخَذُ بِقَوَائِمِهِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ

Ini yaitu hadis ghorib hasan, hanya diriwayatkan oleh bukhory, dan dalam sanadnya terdapat Isma’il bin ‘Abdillah yang dinilai oleh beberapa ulama’ jarh (Ahmad bin Hanbal, Abu Hatim Ar rozy) sebagai rowi yang tak tsiqoh. Lihat : CD ROM. Mausuah al-Hadits al-Syarif, Al Bukhori, shohih al bukhory, hadits ke-3101 (Global Islamic Software, 1997)

[24] Baca : Sibawaih, Eskatologi al ghazaly dan fazlur rahman : studi komparatif spistimologi klasik kontemporer (Yogyakarta : Islamika, 2004 ) hal 293 - 294

Daftar Pustaka

Ahmad, ‘Abdurrohin Bin, daqoiq al akhbar fi dzikr al jannah wa al nar, Beirut : dar al kutub al’ilmiyyah, 1984
Al syahawy, Majdi Muhammad, Kemana kita melangkah : kiamat, surga, neraka berdasarkan al qur’an dan al hadis terj. Achmad Sunarto dan Irwan kurniawan, Bandung : Pustaka Madani, 1998
CD ROM. al-Maktabah al-Syamilah, Al jurjany, al ta’rifat, Kutub el-Barnamij fi lugoh wal ma’ajim.vol. 1
_________, Al-Thabari, Abu Ja’far. 'Tafsir al-Thabari'. Kutub el-Barnamij fi al-Tafsir, Vol 17
_________, al ‘asqolany, ibn hajar, fath al bary fi syarh al bukhory Kutub el-Barnamij fi syuruh al hadis. Vol 10
_________, Tuhwatul ahwadzy fi syarh al bukhory, Kutub el-Barnamij fi syuruh al hadis. Vol 6
CD ROM. Mausuah al-Hadits al-Syarif, (Global Islamic Software, 1997).
Munawwir, Ahmad Warson, kamus Al Munawwir, Yogyakarta : Pustaka Progresif, 1997
Sibawaih, Eskatologi al ghazaly dan fazlur rahman : studi komparatif spistimologi klasik kontemporer, Yogyakarta : Islamika, 2004

Demikianlah artikel Gambaran Pengertian Siksa Api Neraka dalam Islam. Mudahan kita semua terhindar dari siksaan tersebut. Amin
Buat lebih berguna, kongsi:

Trending Kini: