Makalah Keyakinan Dan Nilai-Nilai Sosial

Pendahuluan
Islam sebagai agama mengajarkan hal  yang berbeda dengan agama lain. Perhatian Islam tidak hanya menyangkut hubungan antara insan akan tetapi juga memperhatikan bagaimana seharusnya antara insan satu dengan yang lain sanggup berinteraksi dengan baik.

Berbagai macam criminal yang menghiasi media massa menyerupai perzinaan, pencurian, khomr, pembinuhan dll. Kita sebagai umat insan yang masih mempunyai hati nurani merasa prihatin. Perlu diketahui penyebab dasar dari semua criminal-kriminal di atas lantaran adanya kemerosotan iman. Dari sini kita sanggup menyimpulkan bahwa adanya tugas besar iman dalam menegakkan nilai-nilai sosial serta kita mengetahui bahwa iman itu tidak hanya bersifat teologi akan tetapi juga bersifat individual yamg seterusnya akan berimplikasi pada ranah sosial. 

Maka dari itu pemakalah akan menkaji hal-hal yang berkenaan dengan tugas iman dalam masyarakat serta menampilkan kasus-kasus yang ada dalam ranah sosial sehingga sanggup kita pahami bahwa ada imbas yang besar lengan berkuasa dari iman dalam membentuk masyarakat yang sejahtera yang dilandasi dengan iman.

Adapun masalah-masalah yang akan pemakalah bahas dalam makalah ini antara lain
1. Korelasi Iman dan Amal
2. Iman dan Cabang-Cabangnya sebagai refleksi sosial
3. Analisis Hadits
4. Korelasi iman dengan perkara-perkara sosial 

IMAN DAN NILAI-NILAI SOSIAL

a. Korelasi Iman dan Amal

Sebelum penulis mengkaji bagaimana iman berperan dalam masyarakat terlebih dahulu mengkaji menyerupai apa  korelasi iman dan amal sehingga kita sanggup lebih memahami peranan iman dikala terjun ke ranah sosial. Hubungan antara iman dengan amal ialah menyerupai hubungan antara budi dengan perangai. Jika iman telah tertanam dalam jiwa seseorang maka iman tersebut akan mendorongnya untuk mencari ridho Tuhannya serta mempersiapkan diri untuk menemuiNya serta menempuh jalan lurusNya. Contohnya saja menyerupai orang yang jujur maka dia tidak akan pernah berbohong dalam ucapan-ucapannya.

Dewasa ini banyak yang mengaku dirinya beriman akan tetapi belum berameorang tial sholeh maka keimanannya dikatakan “ iman KTP’’. Tidak ada satu ayat kitabullah yang menyebutkan iman secara tersendiri akan tetapi selalu dihubungkan dengan amal sholeh.  Bahkan dalam agama Islam dikala seseorang tidak mengerjakan amal sholeh maka dikatakan dia sedang dalam kekosongan jiwa dari aqidah dan lowongnya hati dari kelemahan.

Dengan amal tersebut kita sanggup mengaplikasikan keimanan yang telah kita yakini dalam hati serta terucapkan oleh lesan. Dan adakalanya iman itu dilihat sebgai suatu sifat yang menghubungi perbuatan dan mengiringi perangai insan demi untuk memperbaikinya dan menghubungkannya dengan Allah. Maka dari itu yang pertama disebutkan ialah amal sholeh sebagai tingkat permulaan dari wujud iman, barulah disebutkan iman sebagai syarat sah dan diterimanya amal. 

b. Iman dan Cabang-Cabangnya sebagai Refleksi Sosial

Seperti yang kita ketahui bahwa pengertian Iman ialah menyakini dalam hati, mengucapakan dengan verbal dan merealisasikan dalam bentuk amal perbuatan, tanpa bukti amal perbuatan maka iman hanya omong kosong. Kadar keimanan seseorang sanggup dilihat dari interaksi mereka dalam masyarakat. Sesuai yang dijelaskan dalam QS. An-Nahl ayat 97 : “Barang siapa yang mengerjakan amal sholih, baik pria maupun wanita dalam keadaan beriman,maka bekerjsama akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik “[1]. Pengaruh iman itu berawal dari setiap individu akan tetapi lama-kelamaan akan berdampak pada sosial. Sehingga iman tidak hanya berdampak sesuatu yang  bersifat teologis akan juga sangat berafiliasi dengan aspek sosiologis, lantaran antara aspek teologis , aspek sosiologis serta aspek individual  tidak sanggup dipisahkan

Iman dirasa penting dalam ranah sosial lantaran antara insan satu dengan insan lainnya tidak terlepas satu sama lainnya. Maka sanggup dipastikan bahwa dalam menjalani kehidupan insan akan melaksanakan interaksi sosial. Adanya interaksi sosial ini tidak akan berjalan dengan lancar tanpa dilandasi dengan iman. Iman memperlihatkan imbas yang sangat besar dalam membuat interaksi sosial yang berdasarkan syari’at agama.

Peranan iman dalam imteraksi sosial antara lain sebagai pendidik, pengangkat kehidupan, pengantar menuju kebudayaan yang hakiki, sebagai sarana untuk mencapai suatu kebaikan dan kemajuan serta mendekatkan pada kebenaran dan keadilalan. Orang ynag telah beriman maka mereka akan memegang teguh serta menjunjung tinggi nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyrakat selama nilai-nilai tersebut sesuai syariat Islam.

Dibawah ini hadits pendukung yang sanggup menjelaskan iman sebagai refleksi sosial:

“اتَّقِ الله حَيْثُمَا كُنْتَ وَخَالِقْ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ وَإِذَا عَمِلْتَ سَيِّئَةً فَاعْمَلْ حَسَنَةً تَمْحُهَا ”

c. Analisis Hadits

Segi Sanad
Hadits tersebut tedapat perbedaan susunan redaksi. Dalam kitab musnad Ahmad ditemukan ada empat redaksi matan yang berbeda akan tetapi maknanya sama. Empat redaksi tersebut antara lain:

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ سُفْيَانَ حَدَّثَنِي حَبِيبٌ عَنْ مَيْمُونِ بْنِ أَبِي شَبِيبٍ عَنْ أَبِي ذَرٍّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّ الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اتَّقِ الله حَيْثُمَا كُنْتَ وَخَالِقْ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ وَإِذَا عَمِلْتَ سَيِّئَةً فَاعْمَلْ حَسَنَةً تَمْحُهَا[
2]
Hadits lain di dalam Musnad Imam Ahmad:

حَدَّثَنَا وَكِيعٌ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ حَبِيبٍ عَنْ مَيْمُونٍ عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ أَوْصِنِي قَالَ اتَّقِ الله حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ قَالَ أَبِي وَكَانَ حَدَّثَنَا بِهِ وَكِيعٌ عَنْ مَيْمُونِ بْنِ أَبِي شَبِيبٍ عَنْ مُعَاذٍ ثُمَّ رَجَعَ[3]

Di temukan pula hadits yang serupa:

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ سُفْيَانَ حَدَّثَنِي حَبِيبٌ عَنْ مَيْمُونِ بْنِ أَبِي شَبِيبٍ عَنْ أَبِي ذَرٍّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّ الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اتَّقِ الله حَيْثُمَا كُنْتَ وَخَالِقْ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ وَإِذَا عَمِلْتَ سَيِّئَةً فَاعْمَلْ حَسَنَةً تَمْحُهَا[4]

Terdapat juga:

حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ عَنْ مَيْمُونِ بْنِ أَبِي شَبِيبٍ عَنْ مُعَاذٍ أَنَّ رَسُولَ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ يَا مُعَاذُ أَتْبِعْ السَّيِّئَةَ بِالْحَسَنَةِ تَمْحُهَا وَخَالِقْ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ فَقَالَ وَقَالَ وَكِيعٌ وَجَدْتُهُ فِي كِتَابِي عَنْ أَبِي ذَرٍّ وَهُوَ السَّمَاعُ الأوَّلُ قَالَ أَبِي وَقَالَ وَكِيعٌ قَالَ سُفْيَانُ مَرَّةً عَنْ مُعَاذٍ[5]

Sanad yang terdapat dalam Hadits mempunyai beberapa variasi sanad. Namun dalam Thabaqat Ula hanya terdapat satu syahid dan satunya ialah perawi. Yaitu Mu’adz ibn Jabal dan Abi Dzar Berbeda halnya dengan jalur periwayatan (sanad) yang lain, dijelaskan bahwasannya Hadits tersebut mukhatabnya ialah Mu’adz ibn Jabal, bahkan dalam musnad Imam Ahmad, sebelum Rasulullah saw menyabdakan Hadits tersebut ada sebuah percakapan antara Rasulullah saw dengan Mu’adz ibn Jabal. Mu’adz meminta Rasulullah untuk memperlihatkan wasiat kepadanya, kemudian barulah Rasulullah bersabda Hadits di atas.

Segi matan ( tektualisasi)

“اتَّقِ الله حَيْثُمَا كُنْتَ وَخَالِقْ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ وَإِذَا عَمِلْتَ سَيِّئَةً فَاعْمَلْ حَسَنَةً تَمْحُهَا“

Dalam kitab syarah riyadl as-shalihin diterangkan bahwasannya haidts ini mengandung tiga perintah prinsip

Pertama, lafafdz اتق الله حيثما كنت ialah perintah supaya senantiasa bertaqwa kepada allah di manapun dan kapanpun seorang mukmin berada.
Kedua,  أتبع السيئة الحسنة , yakni terjemah tekstual ialah “dan iringilah (ikutilah) sebuah kasus (perbuatan) jelek dengan kasus (perbuatan) yang baik”.

Dalam kitab tersebut diterangkan bahwasannya kebaikan sanggup menghapus (menghilangkan) kasus yang buruk, menyerupai pada firman Allah swt dalam QS. Hud [11] ayat 114 :

وَأَقِمِ الصَّلاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِين

Ketiga, perintah yang terkandung dalam hadits terebut ialah خالق الناس بخلق حسن, dalam perintah yang ketiga ini, merupakan bahasan paling pokok dalam kajian hadits. Dengan adanya iman maka akan mendorong seseorang akan berakhlak mulia dalam masyarakat sebagai mana yang telah dicontohkan oleh Rasullah.

d. Contoh hubungan iman dengan realita sosial

    Untuk lebih jelasnya penulis memaparkan hubungan iman dengan realita-realita yang ada dalam masyarakat diantaranya :

Ø  Korelasi antara iman dengan mengucapkan salam serta shadaqah

عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما : ان رجلا سال النبي صلي الله عليه و سلم اي الاسلام خير
قال تطعم الطعام و تقرا السلامة علي من عرف و من لم يعرف[6]

Dari Abdulloh ibn Umar ra. :Bahwa ada seorang pria bertanya kepada Nabi Muhammad SAW.Beliau berkata : Memberi makan dan mengucapkan salam kepada orang yang dikenal dan orang yang tidak dikenal

Dari hadits di atas sanggup kita tarik nilai-nilai sosial bahwa karekteristik orang yang beriman ialah gemar memperlihatkan shadaqah. Keikhlasan memperlihatkan shadaqah tidak akan timbul bila tidak ada imbas besar lengan berkuasa dari iman. Menigkatnya rasa gemar memberi tersebut sanggup bersumber pada nilai-nilai puasa yang tertanam dalam diri mukmin lantaran dengan puasa seorang mukmin sanggup mencicipi apa yang dirasakan oleh orang miskin menyerupai kurang maka atau minum[7].Semakin banyak orang yang bershadaqah maka akan mengurangi angka kemiskinan, sehingga tanpa tidak sengaja kita juga mengurangi tingkat kejahatan serta kekufuran yang lebih banyak didominasi disebabkan lantaran adanya kemiskinan.

Dengan adanya shadaqah ini maka akan membuat suatu hubungan yang erat dalam masyarakat. Antara satu individu dengan individu lainnya akan sanggup mencicipi betapa indahannya sebuah persaudaraan dalam Islam dan hal ini tidak akan dicapai tanpa adanya interaksi yang dilandasi oleh iman. Seperti halnya shadaqah, mengucapakan salam ternyata mempunyai imbas besar dalam masyarakat. Sering mengucapakan salam memperlihatkan tanda bahwa orang tersebut senang dalam menjalin hubungan silaturrohim. Orang yang sering mengucapakan salam baik kepada orang yang dia kenal ataupun tidak akan lebih banyak mempunyai teman serta mereka akan merasa gampang dalam menjalin sebuah interaksi. Bisa kita buktikan biasanya orang yang jarang mengucapkan salam akan dianggap sombong sehingga sering kali timbul gunjingan yang mana gunjingan inilah yang menjadi pemicu adanya kejahatan dalam masyarakat. Sehingga dengan kita sering mengucapkan salam berarti kita telah berupaya untuk mengurangi angka kejahatan dalam masyarakat.

Ø  Korelasi antara iman dengan cinta kepada orang lain

عن اناس قال :قال النبي صلي الله عليه و اله و سلم لا يؤمن احدكم حتي ان اكون احب اليه من والده و ولده و الناس اجمعين (رواه البخاري )
Dari Anas berkata :Nabi bersabda “ tidak beriman salah seorang sehingga dia menyayangi dirinya, orang tuanya, anaknya dan semua orang

عن انس عن النبي صلى الله عليه و اله و سلم قال : لا يؤمن احد كم حتي يحب لاخيه ما يحب لنفسه (رواه البخاري )

Dari Anas dari Nabi SAW bersabda : tidak akan beriman salah seorang sehinnga dia menyayangi saudaranya menyerupai dia menyayangi dirinya sendiri

عن ابي هريرة رضي الله عنه رسول الله صلى الله عليه و سلم قال: من كان يؤمن بالله و اليوم الأخر فليكرم جاره ومن كان يؤمن بالله و اليوم الأخر فليكرم ضيفه[8] (رواه مسلم)   

Dari Abi Hurairoh ra. Rasulloh bersabda : Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari final maka akam memulyakan tetangganya dan barang siapa yang beriman maka akan memulyakan tamunya.

Dari ketiga hadits di atas pada pada dasarnya sama bahwa salah satu karakteristik orang yang beriman ialah menyayangi orang lain menyerupai dia menyayangi dirinya sendiri. Maka akan terlihat terang dikala mereka berusaha menghormati tetangga serta tamunya semata-mata demi mengharapkan keridhoan dari Allah. Mengharapkan keridhoan Allah tidak akan timbul bila tidak ada keimanan bahwa Allah itu ada. Dengan adanya iman, mereka akan menyayangi orang lain menyerupai mereka menyayangi dirinya sendiri. Hal ini akan mengakibatkan dampak yang positif yaitu mereka akan berfikir dua kali bila ingin melaksanakan kejahatan kepada orang lain lantaran mereka akan merasa terdholimi bila sesuatu tersebut terjadi pada dirinya. Mereka akan beranggapan bahwa menyakiti orang lain berarti menyakiti diri sendiri.

Dengan adanya menyayangi orang lain menyerupai menyayangi diri sendiri juga akan membentuk jiwa yang terhindar dari keegoisan serta ketamakan yang mengakibatkan hancurnya kesejahteraan dalam bermasyarakat

Ø  Korelasi antara iman dengan zina, mengkonsumsi khomr serta mencuri

عن ابي هريرة قال ان النبي قال : لا يزني الزاني حين يزن وهو مؤمن ولا يشرب الخمر حين يشربها و هو مؤمن ولا يسرق السارق حين يسرق و هو مؤمن ( رواه البحاري مسلم (

Dari itu Hurairoh berkata : Bahwa Nabi bersabda :Tidak berzina seorang pezina dan dia ialah mukmin dan tidak minum khomr dikala dia minum dan dia ialah mukmin dan seorang pencuri tidak akan mencuri dikala dia mencuri dan dia ialah mukmin.

       Dari hadits diatas sanggup ditarik kesimpulan :
Ø  Tidak akan melaksanakan zina dikala pezina mempunyai iman
Ø Tidak akan mengkonsumsi khomr atau di zaman kini sanggup dikatakan narkoba lantaran di zaman kini barang- barang yang memabukan tidak hanya arak saja tapi semua obat-obat terlarang.
Ø Tidak akan mencuri dikala pencuri mempunyai iman

Dalam Al-Qur’an surat Al-Mumtahah : 177 :

Hai Nabi, apabila tiba kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan komitmen setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah komitmen setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang

Ketiga kasus tersebutlah yang sering mewarnai masyarakat di Indonesia bahkan di seluruh dunia. Ketiga kasus tersebut mempunyai hubungan yang sama dengan dongeng di atas. Sebuah perzinaan akan mengakibatkan garis keturunan menjadi tidak terang bahkan hingga terjadinya pembunuhan.

Dewasa ini banyak kasus perceraian yang disebabkan adanya perselingkuhan bahkan perzinaan yang membuat kesejahteraan kita dalam bermasyarakat terusik. Semakin banyak prezinaan maka semakin banyak tingkat belum dewasa terlantar. Maka adanya iman sanggup menjadi sarana awal kita untuk berjuang menyelamatkan insan di muka bumi ini supaya terhindar dari kemiskinan serta perampasan hak-haknya

Adapun minum khomr dalam konteks kini tidak hanya bermakna arak, akan tetapi bermakna juga obat-obatan terlarang. Minum khomr ialah pemicu kejahatan lainnya. Minum khomr merupakan raja dari semua kemaksiatan. Hal ini terbukti bila seseorang telah mabuk maka dia akan melaksanakan kasus di luar kesadarannya serta bila uang mereka habis maka tidak menutup kemungkinan mereka akan mencuri sehingga  keamanan di lingkungan menjadi terganggu. Dengan modal iman maka setiap individu akan terdidik serta akan terantarkan kepada kebudayaan yang hakiki.

Ø  Korelasi antara iman dan Amanat

عن انس رضى الله عنه قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : لا ايمان لمن لا امانة  ,
ولا دين لمن لا عهد له ( رواه احمد )                                                               

Dari Anas ra. Rosulloh bersabda : tidak ada iman bagi orang yang tidak amanat dan ada agama bagi orang yang tidak menepati komitmen (HR. Ahmad )

Sifat amanat ini juga dijelaskan dalan Al-Qur’an surat Al-Anfal : 27

 Hai orang-orang yang beriman, janganlah kau mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kau mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kau mengetahui. Konsep Amanat ialah adanya kesesuaian kebenaran baik secara dzahir maupun batin. Amanat merupakan sesuatu yang harus dijaga dan disampaikan kepada yang berhak. Mempertahankan dan memelihara iman supaya tumbuh jadi kekal merupakan amanat. Ditinjau dari segi harfiyahnya lafadz iman dan amanat hampir sama, hal ini menjadi bukti adanya hubungan antara iman dengan amanat. Apabila seseorang mempunyai iman maka mereka merasa takut kepada Allah apabila berbuat sesuatu yang mengakibatkan kemurkaanNya, dari sinilah akan tumbuh perilaku amanat lantaran dalam diri mereka sudah terdoktrin bahwa setiap akan dimintai pertanggungan jawab oleh Allah.

Dalam suatu negara, perilaku amanat dan jujur sangatlah penting. Di Indonesia contohnya,dari tahun ke tahun angka kemiskinan selalu meningkat. Salah satu faktornya ialah kurangnya iman dalam diri para pemerintah. Mereka tanpa rasa takut menggerogoti uang rakyat demi kepentingan pribadi. Di tinaju dari segi balasannya satu kebohongan sanggup mengakibatkan kebohongan- kebohongan lainnya sehingga mau tidak mau harus melibatkan orang lain demi menutupi aibnya tersebut. Hal inilah yang akan mengakibatkan semakin banyaknya tingkat kejahatan dalam ranah sosial.

Ironisnya di zaman kini orang yang amanat juga sanggup dibenci. Contohnya saja Gus Dur, walaupun dia jujur dalam menjalankan pemerintahan akan tetapi bagi mereka yang sudah tidak beriman dan tidak punya hati nurani maka dia dianggap penghalang mereka demi mencapai tujuan yang hanya mementingkan sebelah pihak saja.

Dalam lingkup kecil saja begitu tampak hubungan antara iman dengan sosial. Kita contohkan saja menjaga diam-diam juga merupakan amanat. Banyak kita temukan kasus permusuhan itu disebabkan lantaran kurang amanat dalam suatu rahasia. Maka imanlah yang akan mencover insan supaya tetap mempunyai rasa amanat dalam berinteraksi dengan masyarakat sehingga keharmonisan dalam sebuah interaksi akan abadi.

Ø  Korelasi antara iman dengan malu

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : الحياء من الايمان و الايمان في الجنة و البذاء من الحفاء والجفاء في النار (رواه احمد و الترمذي )[9]

Rasulloh bersabda : Malu itu cuilan dari iman dan iman tempatnya di syurga. Sedangkan tidak malu ialah cuilan dari kekerasan dan kebekuaan hati yang akan menghantarkan seseorang masuk neraka”   
  
Sifat malu merupakan salah satu unsur pendorong yang besar lengan berkuasa untuk berbuat kebajikan serta menjauhi perbuatan yang jelek dan jahat, sehingga perilaku dan tingkah laris mereka dalam pergaulan menjadi bersih, sopan dan ramah. Dalam percakapan mereka akan jujur, tidak menuruti hawa nafsu serta malu bila melaksanakan perbuatan yang bertentangan norma- norma serta adat yang luhur .

Adapun yang termasuk malu yang harus dijaga baik-baik ialah orang harus benar-benar merasa malu pada dirinya sendiri bila ia melaksanakan sesuatu yang mengakibatkan kesan jelek mengenai dirinya. Sedangkan yang termasuk malu terhadap orang lain ialah mengenal kedudukan masing-masing orang yang berhak dihormati sesuai dengan keutamaannya. Tidaklah patut bila seorang bawahan atau murid berbicara dengan bunyi yang lebih keras daripada bunyi atasan atau gurunya, dan tidak sopan pula bila murid atau bawahan berjalan mendahului atasan atau gurunya walau satu langkah.

Rasa malu bukanlah tanda-tanda pengecut, adakalanya seorang pemalu lebih suka meneteskan darah daripada kehilangan muka. Itu merupakan keberanian dalam bentuknya yang tertinggi!. Rasa malu adakalanya mengandung rasa khawatir. Orang berbudi luhur hanya khawatir akan kehilangan keluhurannya akhir suatu perbuatan yang tidak baik. Dalam hal itu, kekhawatiran menyertai keberanian, tepat pada tempatnya, dan patut dipuji. Sehingga, tidak diragukan lagi bahwa rasa malu yang tepat terbentuk berdasarkan persiapan fitrah yang dipupuk sebelumnya

Dengan landasan iman, seseorang sanggup mencapai tingkatan malu yang paling tinggi yaitu malu bila tidak memenuhi hak- hak Allah. Dengan selalu memenuhi hak- hak Allah maka jiwa insan akan terlatih untuk selalu menghargai hak- hak hamba Allah, sehingga sanggup menghilangkan sifat keegoisan seseorang dikala berinteraksi dalam ranah sosial. 

KESIMPULAN

Iman selain memperlihatkan dampak positif pada setiap individu ternyata juga berdampak positif pada sosial lantaran keberhasilan dalam sosial itu tergantung pada setiap individu yang ada dalam masyarakat tersebut. Dalam ranah sosial maupun individual, iman berperan sebagai pendidik, pengangkat kehidupan, pengantar menuju kebudayaan yang hakiki, sebagai sarana untuk mencapai suatu kebaikan dan kemajuan serta mendekatkan pada kebenaran dan keadilalan.

Iman akan tumbuh dalam jiwa setiap orang sehingga kelompok insan akan berbahagia, hidup dalam naungan kesejahteraan. Ranah sosial merupakan media orang yang beriman dalam mengapresiasikan keimanan mereka, lantaran belum dikatakan iman apabila seseorang belum melaksanakan amal sholeh, begitu juga amal tanpa iman yang benar maka tidak sah dan tidak diterima.

Adapun karakter- huruf orang yang beriman antara lain menjauhi zina, menghindari konsumsi khorm, menahan diri dari mencuri, banyak bershodaqah, sering mengucapakan salam baik kepada orang yang dikenal maupun tidak dikenal, mecintai prang lain menyerupai menyayangi dirinya sendiri, serta amanat dan jujur dalam segala hal. Apabila karakter- huruf tersebut benar- benar tertanam dalam diri orang muslim maka secara otomatis akan tercipta interaksi yang sangat serasi dalam lingkungan sosial.


DAFTAR PUSTAKA
Al- Bukhari, Abi Abdillah Muhammad Ibnu Ismail. Matan Al- Bukhori. Jeddah : Al-Haromain.
Baqi, Muhammad Fuad ‘Abdul. 1995. Al-lu’lu’ Wal Marjan. Surabaya : P.T. Bina Ilmu.
CD al-Maktabah al-Syamilah, Pustaka Ridawana. 2008.
CD Al-Qur’an al-Karim, Global Islamic Software. 2003.
CD Mausu`ah al-Hadits al-Syarif. Global Islamic Software.1991-1997.
Mas’ud, Abdurrahman. 2003. Menuju Paradigma Islam Humanis. Yogyakarta : Gama Media.
Sabiq, Sayyid.1988. Islamuna: Nilai- Nilai Islam 1. Yogyakarta : Sumbangsih Offset.
Sabiq, Sayyid.1988. Islamuna: Nilai- Nilai Islam 2. Yogyakarta : Sumbangsih Offset. 

[1] ,Sayyid Sabiq. Islamuna: Nilai- Nilai Islam 1.( Yogyakarta : Sumbangsih Offset.1988)hal. 50 
[2]Musnad Imam Ahmad no. 20556 kitab: Musnad al-Anshor bab: Hadits Abi Dzar al-Ghafary. CD Mausu`ah al-Hadits al-Syarif.
[3]Musnad Imam Ahmad no. 20435 kitab: Musnad al-Anshor bab: Hadits Abi Dzar al-Ghafary. CD Mausu`ah al-Hadits al-Syarif.
[4]Musnad Imam Ahmad no. 20556 kitab: Musnad al-Anshor bab: Hadits Abi Dzar al-Ghafary. CD Mausu`ah al-Hadits al-Syarif.
[5]Musnad Imam Ahmad no. 20984 kitab: Musnad al-Anshor bab: Hadits Abi Dzar al-Ghafary. CD Mausu`ah al-Hadits al-Syarif.
[6] Al- Bukhari, Abi Abdillah Muhammad Ibnu Ismail. Matan Al- Bukhori. Jeddah : Al-Haromain.
[7] Mas’ud, Abdurrahman. Menuju Paradigma Islam Humanis. (Yogyakarta : Gama Media.2003)hal. 2 
[8]  Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi. Al-lu’lu’ Wal Marjan.( Surabaya : P.T. Bina Ilmu.1995) hal.18 
[9] Sayyid Sabiq. Islamuna: Nilai- Nilai Islam 2.( Yogyakarta : Sumbangsih Offset.1988)hal.61


Sumber Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga ditulis oleh Ika Husnul Khotimah : 09532016


Buat lebih berguna, kongsi:

Trending Kini: