Hukum Mengungkit-Ungkit Kebaikan dalam Islam
Tongkronganislami.net - Agama menuntut kita tidak saja untuk menjadi orang baik, tetapi juga berbuat baik dan menebar kebaikan kepada orang lain. Menjadi orang baik merupakan hal baik, tetapi tidak cukup hingga di situ saja, alasannya yaitu orang baik masih dituntut untuk melaksanakan kebaikan dan menebarkan kebaikan kepada orang lain. Artinya, Islam menuntut kita untuk tampil menjadi orang baik yang aktif, bukan yang pasif.
Pengertian berbuat baik mempunyai dua sisi: pertama, melaksanakan suatu perbuatan baik sesuai dengan anutan agama; dan kedua, tulus dalam berbuat baik. Artinya, suatu perbuatan tidak dikatakan baik bila perbuatan tersebut menyalahi prinsip-prinsip anutan agama. Demikian pula, suatu perbuatan baik tidak dianggap sebagai perbuatan baik bila tidak dilakukan dengan tulus meskipun itu di masa lalu.
Pengertian berbuat baik mempunyai dua sisi: pertama, melaksanakan suatu perbuatan baik sesuai dengan anutan agama; dan kedua, tulus dalam berbuat baik. Artinya, suatu perbuatan tidak dikatakan baik bila perbuatan tersebut menyalahi prinsip-prinsip anutan agama. Demikian pula, suatu perbuatan baik tidak dianggap sebagai perbuatan baik bila tidak dilakukan dengan tulus meskipun itu di masa lalu.
Sebab, perbuatan baik yang tidak didasari oleh ketulusan atau keikhlasan, biasanya mengandung kepalsuan alasannya yaitu tersembunyi motif-motif yang bergotong-royong tidak ada sangkut-pautnya dengan perbuatan baik tersebut. Jadi, berbuat baik harus tulus, tulus dan tanpa pamrih.
![]() |
Kebaikan / Majalahembun.com |
Misalnya, seseorang telah berjasa dengan telah membangun madrasah untuk orang-orang miskin. Suatu saat, alasannya yaitu faktor-faktor tertentu, terjadi insiden yang kurang menyenangkan hatinya, kemudian beliau mengungkit-ungkit jasanya itu di hadapan orang banyak, bahwa tanpa bantuannya orang-orang miskin mustahil mengenyam dingklik sekolah.
Orang menyerupai ini, sanggup diduga bahwa kesediaannya menyumbang untuk pembangunan madrasah bukan didasari oleh panggilan nurani dan agamanya, melainkan alasannya yaitu pamrih-pamrih tertentu yang sifatnya keduniawiahan.
Suatu ketika kita memberi suatu dukungan kepada orang lain yang kebetulan sangat membutuhkannya, tetapi kemudian kita tahu bahwa ternyata orang yang kita bantu itu tidak mengucapkan terimakasih kepada kita, lantas kita murka kepadanya. Ini namanya membantu tetapi tidak tulus, alasannya yaitu masih mengharap terimakasih.
Suatu ketika kita memberi suatu dukungan kepada orang lain yang kebetulan sangat membutuhkannya, tetapi kemudian kita tahu bahwa ternyata orang yang kita bantu itu tidak mengucapkan terimakasih kepada kita, lantas kita murka kepadanya. Ini namanya membantu tetapi tidak tulus, alasannya yaitu masih mengharap terimakasih.
Ada juga dongeng bahwa seseorang membantu memberi modal kepada orang lain untuk menyebarkan usahanya. Ternyata, di kemudian hari orang yang dibantunya itu sukses. Setelah diperhatikan bahwa kesuksesannya semakin menjadi-jadi, orang yang membantu itu kemudian timbul rasa iri dan cemburu: ia tidak siap melihat kenyataan bahwa orang yang dahulu dibantunya sekarang meraup sukses besar. Ini namanya perbuatan baik yang tidak tulus.
Karena secara tidak disadari ia ingin biar orang yang dibantunya itu tetap bergantung kepadanya, sehingga ia sanggup memberinya lagi, dengan demikian ia akan dianggap sebagai seorang gemar memberi atau seorang yang telah berjasa.
Membantu orang lain tanpa didasari oleh ketulusan dan keikhlasan, seringkali mendorong kita untuk melaksanakan tindakan yang justru sanggup melukai perasaan orang lain. Mengungkit-ungkit jasa baiknya kepada orang lain, tentu saja akan menciptakan orang yang bersangkutan terluka perasaannya. Dan yang demikian dihentikan oleh agama. Surat al-Baqarah ayat 262-264 menegaskan hal ini:
Membantu orang lain tanpa didasari oleh ketulusan dan keikhlasan, seringkali mendorong kita untuk melaksanakan tindakan yang justru sanggup melukai perasaan orang lain. Mengungkit-ungkit jasa baiknya kepada orang lain, tentu saja akan menciptakan orang yang bersangkutan terluka perasaannya. Dan yang demikian dihentikan oleh agama. Surat al-Baqarah ayat 262-264 menegaskan hal ini:
ٱلَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ ثُمَّ لاَ يُتْبِعُونَ مَآ أَنْفَقُواُ مَنّاً وَلاَ أَذًى لَّهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ (البقرة : 262)
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan umpatan dan cercaan (yang menyakiti perasaan si penerima), mereka akan memperoleh pahala dari Allah. Mereka tidak akan khawatir dan tidak (pula) bersedih hati. (Q, s. al-Baqarah / 2 : 262)
قَوْلٌ مَّعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِّن صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَآ أَذًى وَاللَّهُ غَنِيٌّ حَلِيمٌ (البقرة : 263)
Perkataan yang baik dan pemberian maaf jauh lebih baik dari sedekah yang diiringi cercaan (yang menyakiti perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun. (Q, s. al-Baqarah / 2 : 263)
يأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تُبْطِلُواْ صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَالأَذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَآءَ النَّاسِ وَلاَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْداً لاَّ يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُواْ وَاللَّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ (البقرة : 264)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kau hilangkan pahala sedekahmu dengan mengungkit-ungkitnya dan hal yang menyakitkan (perasaan si penerima), menyerupai orang yang menafkahkan hartanya dengan maksud pamer (riya’) dan beliau tidak didorong oleh iman kepada Allah dan Hari Akhir. Maka perumpamaan orang itu menyerupai kerikil licin yang di atasnya ada tanah, kemudian kerikil itu ditimpa hujan lebat, kemudian menjadilah beliau higienis mengkilat. Mereka tidak berdaya untuk mempertahankan pahala amalnya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (Q, s. al-Baqarah / 2 : 263)
Maka, berbuat oke semata-mata untuk mencari ridha Allah. Belajarlah untuk melupakan kebaikan yang pernah kita lakukan, serahkanlah semuanya kepada Allah, alasannya yaitu Allah tidak akan mensia-siakan perbuatan baik para hamba-Nya yang ikhlas.
وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَآءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ وَتَثْبِيتاً مِّنْ أَنْفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِن لَّمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (البقرة : 265)
Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya alasannya yaitu mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, menyerupai sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kau perbuat. (Q, s. al-Baqarah / 2:265)
Buat lebih berguna, kongsi: