Peristiwa Banjir pada Zaman Nabi Nuh AS - Banjir Nuh, yang disebutkan hampir di seluruh kebudayaan, yaitu satu pola yang paling banyak diuraikan dalam Al Qur-an. Keengganan umat Nabi Nuh terhadap pesan yang tersirat dan peringat-annya, reaksi mereka terhadap risalah Nabi Nuh, serta peristiwa banjir selengkapnya, semua diceritakan secara rinci dalam banyak ayat Al Quran.
Nabi Nuh diutus untuk mengingatkan umatnya yang telah mening-galkan ayat-ayat Allah dan menyekutukan-Nya, dan mengajak mereka menyembah Allah semata dan menghentikan pembangkangan mereka. Meskipun Nabi Nuh telah berkali-kali menasihati umatnya supaya menaati perintah Allah serta mengingatkan akan kemurkaan Allah, mereka masih saja menolak dan terus menyekutukan Allah. Dalam Surat Al Mu'mi-nuun, perkembangan peristiwa itu dilukiskan sebagai berikut:
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya. Lalu ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah oleh kau Allah, (karena) sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Maka mengapa kau tidak bertakwa (kepada-Nya)?
Maka pemuka-pemuka orang yang kafir di antara kaumnya men-jawab: “Orang ini tidak lain hanyalah insan ibarat kamu, yang bermaksud hendak menjadi seorang yang lebih tinggi dari kamu. Dan kalau Allah menghendaki, tentu Dia mengutus beberapa orang malaikat. Belum pernah kami mendengar seruan (seruan yang seperti) ini pada masa nenek moyang kami yang dahulu.
Ia tidak lain hanyalah seorang pria yang berpenyakit gila, maka tunggulah (sabarlah) terhadapnya hingga suatu waktu. Nuh berdoa, “Ya Tuhanku, tolonglah saya lantaran mereka mendusta-kanku.” (QS. Al Mu’minuun, 23: 23-26)
Sebagaimana dikemukakan dalam ayat-ayat tersebut, pemuka ma-syarakat di sekitar Nabi Nuh menuduh Nabi Nuh berusaha meraih ke-unggulan atas kaumnya, yakni, mencari laba langsung ibarat status, kekuasaan, dan kekayaan, dan mereka mencoba menunjuk ia sebagai “kesurupan”, dan mereka menetapkan untuk membiarkannya sementara waktu, dan menekannya.
Karena itulah, Allah memberikan pada Nuh bahwa mereka yang menolak kebenaran dan melaksanakan kesalahan akan dieksekusi dengan ditenggelamkan, dan mereka yang beriman akan diselamatkan.
Maka, pada ketika sanksi datang, air dan aliran yang sangat deras muncul dan menyembur dari dalam tanah, dibarengi dengan hujan yang sangat lebat, mengakibatkan banjir dahsyat. Allah memerintahkan kepada Nuh untuk “menaikkan ke atas perahu pasangan-pasangan dari setiap jenis, jantan dan betina, serta keluarganya, kecuali mereka yang menen-tang apa yang telah dinyatakan wahyu”. Seluruh insan di daratan tersebut ditenggelamkan, termasuk “anak laki-laki” Nabi Nuh yang semula berpikir bahwa ia sanggup selamat dengan berlindung ke gunung terdekat. Semuanya karam kecuali yang naik ke perahu bersama Nabi Nuh. Ketika air surut di final banjir, dan “kejadian telah berakhir”, perahu terdampar di Judi, yaitu sebuah tempat yang tinggi, sebagaimana yang diinformasikan Al Alquran kepada kita.
Studi arkeologis, geologis, dan historis memperlihatkan bahwa peris-tiwa tersebut terjadi sebagaimana diceritakan Al Quran. Banjir tersebut juga digambarkan secara hampir serupa pada banyak catatan peradaban-peradaban masa kemudian dan dalam banyak dokumen sejarah, meski ciri-ciri dan nama-nama tempat beragam, dan “semua yang terjadi pada insan yang salah” disajikan untuk insan ketika ini sebagai peringatan.
Di samping dikemukakan dalam Perjanjian Lama dan Baru, kisah perihal banjir Nuh ini diungkap secara serupa dalam catatan-catatan sejarah Sumeria dan Asiria-Babilonia, dalam legenda-legenda Yunani, dalam epik Shatapatha Brahmana dan Mahabarata dari India, dalam beberapa legenda Wales di Kepulauan Inggris, dalam Nordic Edda, dalam legenda-legenda Lithuania, dan bahkan dalam cerita-cerita yang berakar dari Cina.
Jawabannya jelas: Fakta bahwa peristiwa yang sama dituturkan dalam aneka macam catatan sejarah aneka macam bangsa tersebut, yang kecil kemungkinan saling berkomunikasi, merupakan bukti kasatmata bahwa mereka mendapatkan pengetahuan dari sebuah sumber ilahiah. Tampak bahwa Banjir Nuh, salah satu peristiwa terbesar dan paling destruktif dalam sejarah, telah diwartakan oleh banyak nabi yang diutus ke pelbagai peradaban dengan tujuan untuk memberi contoh. Dengan demikian, isu perihal banjir Nuh tersebar ke aneka macam kebudayaan.
Namun, walau banyak diriwayatkan dalam aneka macam budaya dan sumber aliran aneka macam agama, dongeng perihal banjir dan Nabi Nuh itu telah banyak berubah dan membias dari kisah aslinya lantaran kepalsuan sumber, kekeliruan penyampaian, atau bahkan mungkin lantaran tujuan yang tidak benar. Riset memperlihatkan bahwa di antara sekian banyak riwayat yang menuturkan peristiwa tersebut dengan aneka macam perbedaan, penggambaran paling konsisten hanya terdapat dalam Al Quran.
Baca Juga:
Penyebab Banjir pada Zaman Nabi Nuh AS
Mereka yang menolak terjadinya Banjir Nuh mendukung pendirian mereka dengan menyatakan bahwa banjir atas seluruh dunia yaitu mus-tahil. Namun, penyangkalan mereka atas banjir apa pun juga ditujukan untuk menyerang Al Quran. Menurut mereka, semua kitab yang diwah-yukan, termasuk Al Quran, tampaknya mempertahankan terjadinya banjir global dan karenanya keliru.
Namun, penolakan terhadap Al Alquran ini tidak benar. Al Alquran di-wahyukan oleh Allah, dan merupakan satu-satunya kitab suci yang tidak terubah. Al Alquran memandang Banjir dengan sudut pandang yang sangat berbeda dibandingkan Pentateuch dan legenda-legenda lain perihal banjir yang diriwayatkan dalam aneka macam kebudayaan.
Penta-teuch, yakni lima kitab pertama dalam Perjanjian Lama, menyatakan bahwa banjir tersebut bersifat global; menutupi seluruh bumi. Namun, Al Alquran tidak menawarkan keterangan ibarat itu, sebaliknya ayat-ayat perihal peristiwa ini membawa pada kesimpulan bahwa banjir itu bersi-fat regional dan tidak menutupi seluruh bumi, namun hanya meneng-gelamkan umat Nabi Nuh saja yang telah diberi peringatan, kemudian dihu-kum.
Ketika riwayat-riwayat perihal Banjir dalam Perjanjian Lama dan Al Alquran diuji, perbedaannya sederhana saja. Perjanjian Lama, yang telah mengalami banyak perubahan dalam penambahan sepanjang sejarah-nya, sehingga tidak sanggup dinilai sebagai wahyu yang orisinil, menggam-barkan bagaimana banjir berawal dalam uraian berikut:
Dan Tuhan melihat bahwa kejahatan insan di bumi yaitu besar, dan bahwa setiap imajinasi dari pikiran-pikiran dalam hatinya hanya selalu perbuatan jahat. Dan ini mengakibatkan Allah meratapi bahwa Dia telah membuat insan di bumi, dan ini menyedih-kan hati-Nya. Dan Tuhan berkata, “Aku akan membinasakan manu-sia yang telah kuciptakan dari permukaan bumi; kedua jenis yang ada, insan dan binatang, dan segala yang merayap, dan unggas-unggas di udara, yang alasannya yaitu sudah mengecewakan-Ku yang telah membuat mereka. Akan tetapi, (Nabi) Nuh mendapatkan kasih sayang di mata Tuhan. (Kejadian, 6: 5-8)
Nabi Nuh diutus untuk mengingatkan umatnya yang telah mening-galkan ayat-ayat Allah dan menyekutukan-Nya, dan mengajak mereka menyembah Allah semata dan menghentikan pembangkangan mereka. Meskipun Nabi Nuh telah berkali-kali menasihati umatnya supaya menaati perintah Allah serta mengingatkan akan kemurkaan Allah, mereka masih saja menolak dan terus menyekutukan Allah. Dalam Surat Al Mu'mi-nuun, perkembangan peristiwa itu dilukiskan sebagai berikut:
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya. Lalu ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah oleh kau Allah, (karena) sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Maka mengapa kau tidak bertakwa (kepada-Nya)?
Maka pemuka-pemuka orang yang kafir di antara kaumnya men-jawab: “Orang ini tidak lain hanyalah insan ibarat kamu, yang bermaksud hendak menjadi seorang yang lebih tinggi dari kamu. Dan kalau Allah menghendaki, tentu Dia mengutus beberapa orang malaikat. Belum pernah kami mendengar seruan (seruan yang seperti) ini pada masa nenek moyang kami yang dahulu.
Ia tidak lain hanyalah seorang pria yang berpenyakit gila, maka tunggulah (sabarlah) terhadapnya hingga suatu waktu. Nuh berdoa, “Ya Tuhanku, tolonglah saya lantaran mereka mendusta-kanku.” (QS. Al Mu’minuun, 23: 23-26)
Sebagaimana dikemukakan dalam ayat-ayat tersebut, pemuka ma-syarakat di sekitar Nabi Nuh menuduh Nabi Nuh berusaha meraih ke-unggulan atas kaumnya, yakni, mencari laba langsung ibarat status, kekuasaan, dan kekayaan, dan mereka mencoba menunjuk ia sebagai “kesurupan”, dan mereka menetapkan untuk membiarkannya sementara waktu, dan menekannya.
Karena itulah, Allah memberikan pada Nuh bahwa mereka yang menolak kebenaran dan melaksanakan kesalahan akan dieksekusi dengan ditenggelamkan, dan mereka yang beriman akan diselamatkan.
Maka, pada ketika sanksi datang, air dan aliran yang sangat deras muncul dan menyembur dari dalam tanah, dibarengi dengan hujan yang sangat lebat, mengakibatkan banjir dahsyat. Allah memerintahkan kepada Nuh untuk “menaikkan ke atas perahu pasangan-pasangan dari setiap jenis, jantan dan betina, serta keluarganya, kecuali mereka yang menen-tang apa yang telah dinyatakan wahyu”. Seluruh insan di daratan tersebut ditenggelamkan, termasuk “anak laki-laki” Nabi Nuh yang semula berpikir bahwa ia sanggup selamat dengan berlindung ke gunung terdekat. Semuanya karam kecuali yang naik ke perahu bersama Nabi Nuh. Ketika air surut di final banjir, dan “kejadian telah berakhir”, perahu terdampar di Judi, yaitu sebuah tempat yang tinggi, sebagaimana yang diinformasikan Al Alquran kepada kita.
Studi arkeologis, geologis, dan historis memperlihatkan bahwa peris-tiwa tersebut terjadi sebagaimana diceritakan Al Quran. Banjir tersebut juga digambarkan secara hampir serupa pada banyak catatan peradaban-peradaban masa kemudian dan dalam banyak dokumen sejarah, meski ciri-ciri dan nama-nama tempat beragam, dan “semua yang terjadi pada insan yang salah” disajikan untuk insan ketika ini sebagai peringatan.
Di samping dikemukakan dalam Perjanjian Lama dan Baru, kisah perihal banjir Nuh ini diungkap secara serupa dalam catatan-catatan sejarah Sumeria dan Asiria-Babilonia, dalam legenda-legenda Yunani, dalam epik Shatapatha Brahmana dan Mahabarata dari India, dalam beberapa legenda Wales di Kepulauan Inggris, dalam Nordic Edda, dalam legenda-legenda Lithuania, dan bahkan dalam cerita-cerita yang berakar dari Cina.
Bagaimana mungkin cerita-cerita yang begitu rinci dan relevan sanggup dikumpulkan dari aneka macam daratan yang jauh secara geografis dan budaya, saling berjauhan sesamanya, juga dengan wilayah banjir?
Jawabannya jelas: Fakta bahwa peristiwa yang sama dituturkan dalam aneka macam catatan sejarah aneka macam bangsa tersebut, yang kecil kemungkinan saling berkomunikasi, merupakan bukti kasatmata bahwa mereka mendapatkan pengetahuan dari sebuah sumber ilahiah. Tampak bahwa Banjir Nuh, salah satu peristiwa terbesar dan paling destruktif dalam sejarah, telah diwartakan oleh banyak nabi yang diutus ke pelbagai peradaban dengan tujuan untuk memberi contoh. Dengan demikian, isu perihal banjir Nuh tersebar ke aneka macam kebudayaan.
Namun, walau banyak diriwayatkan dalam aneka macam budaya dan sumber aliran aneka macam agama, dongeng perihal banjir dan Nabi Nuh itu telah banyak berubah dan membias dari kisah aslinya lantaran kepalsuan sumber, kekeliruan penyampaian, atau bahkan mungkin lantaran tujuan yang tidak benar. Riset memperlihatkan bahwa di antara sekian banyak riwayat yang menuturkan peristiwa tersebut dengan aneka macam perbedaan, penggambaran paling konsisten hanya terdapat dalam Al Quran.
Baca Juga:
- Bukti Arkeologis Peristiwa Banjir Nabi Nuh AS
- Banjir Nabi Nuh As dalam Perspektif Agama dan Kebudayaan
- Lokasi dan Ketinggian Banjir Nabi Nuh yang sering Diperbincankan
Penyebab Banjir pada Zaman Nabi Nuh AS
Mereka yang menolak terjadinya Banjir Nuh mendukung pendirian mereka dengan menyatakan bahwa banjir atas seluruh dunia yaitu mus-tahil. Namun, penyangkalan mereka atas banjir apa pun juga ditujukan untuk menyerang Al Quran. Menurut mereka, semua kitab yang diwah-yukan, termasuk Al Quran, tampaknya mempertahankan terjadinya banjir global dan karenanya keliru.
Namun, penolakan terhadap Al Alquran ini tidak benar. Al Alquran di-wahyukan oleh Allah, dan merupakan satu-satunya kitab suci yang tidak terubah. Al Alquran memandang Banjir dengan sudut pandang yang sangat berbeda dibandingkan Pentateuch dan legenda-legenda lain perihal banjir yang diriwayatkan dalam aneka macam kebudayaan.
Penta-teuch, yakni lima kitab pertama dalam Perjanjian Lama, menyatakan bahwa banjir tersebut bersifat global; menutupi seluruh bumi. Namun, Al Alquran tidak menawarkan keterangan ibarat itu, sebaliknya ayat-ayat perihal peristiwa ini membawa pada kesimpulan bahwa banjir itu bersi-fat regional dan tidak menutupi seluruh bumi, namun hanya meneng-gelamkan umat Nabi Nuh saja yang telah diberi peringatan, kemudian dihu-kum.
Ketika riwayat-riwayat perihal Banjir dalam Perjanjian Lama dan Al Alquran diuji, perbedaannya sederhana saja. Perjanjian Lama, yang telah mengalami banyak perubahan dalam penambahan sepanjang sejarah-nya, sehingga tidak sanggup dinilai sebagai wahyu yang orisinil, menggam-barkan bagaimana banjir berawal dalam uraian berikut:
Dan Tuhan melihat bahwa kejahatan insan di bumi yaitu besar, dan bahwa setiap imajinasi dari pikiran-pikiran dalam hatinya hanya selalu perbuatan jahat. Dan ini mengakibatkan Allah meratapi bahwa Dia telah membuat insan di bumi, dan ini menyedih-kan hati-Nya. Dan Tuhan berkata, “Aku akan membinasakan manu-sia yang telah kuciptakan dari permukaan bumi; kedua jenis yang ada, insan dan binatang, dan segala yang merayap, dan unggas-unggas di udara, yang alasannya yaitu sudah mengecewakan-Ku yang telah membuat mereka. Akan tetapi, (Nabi) Nuh mendapatkan kasih sayang di mata Tuhan. (Kejadian, 6: 5-8)
Namun, dalam Al Quran, terang ditunjukkan bahwa tidak seluruh du-nia, tetapi hanya umat Nabi Nuh yang dihancurkan. Sebagaimana Nabi Hud diutus hanya untuk kaum ‘Ad (QS. Huud, 11:50), Nabi Shalih diutus untuk kaum Tsamud (QS. Huud, 11:61), serta seluruh nabi sebelum Mu-hammad hanya diutus untuk umat mereka saja, Nabi Nuh hanya diutus kepada umatnya dan banjir tersebut hanya memusnahkan umat Nabi Nuh:
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata): “Sesungguhnya saya yaitu pemberi peringatan yang kasatmata bagi kamu, supaya kau tidak menyembah selain Allah. Sesung-guhnya saya khawatir kau akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedihkan.” (QS. Huud, 11: 25-26)
Mereka yang dimusnahkan yaitu orang-orang yang sepenuhnya menolak pernyataan kerasulan Nuh dan berkeras menentang. Ayat-ayat yang senada cukup gamblang: “Maka mereka mendustakan Nuh, kemudian kami selamatkan ia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka yaitu kaum yang buta (mata hatinya).” (QS. Al A’raaf, 7: 64)
Di samping itu, dalam Al Quran, Allah menegaskan bahwa Dia tidak akan menghancurkan suatu umat kecuali telah diutus seorang rasul kepada mereka. Penghancuran hanya terjadi kalau seorang pemberi per-ingatan telah hingga kepada suatu kaum, dan ia didustakan. Allah me-nyatakan dalam Surat Al Qashash:
“Dan tidak yaitu Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melaksanakan keza-liman.” (QS. Al Qashash, 28: 59)
Allah tidak akan menghancurkan suatu kaum sebelum menurunkan rasul kepada mereka. Sebagai pemberi peringatan, Nuh hanya diutus untuk kaumnya. Karena itu, Allah tidak menghancurkan kaum-kaum yang belum diutus rasul, hanya umat Nabi Nuh.
Dari pernyataan-pernyataan dalam Al Quran, kita sanggup memastikan bahwa banjir Nuh yaitu peristiwa regional, bukan global. Penggalian-penggalian pada daerah-daerah arkeologis yang diperkirakan sebagai lo-kasi terjadinya banjir yang akan kita bahas berikutnya memperlihatkan bah-wa banjir tersebut bukanlah sebuah peristiwa global yang menghipnotis seluruh bumi, akan tetapi merupakan sebuah peristiwa yang sangat luas yang menghipnotis penggalan tertentu dari wilayah Mesopotamia.
Binatang di Perahu Nabi Nuh
Para penafsir Injil yakin bahwa Nabi Nuh memasukkan seluruh spesies hewan di muka bumi ke atas perahu dan binatang-binatang itu sanggup selamat dari kepunahan berkat Nabi Nuh. Menurut keyakinan ini, sepasang dari tiap spesies penghuni daratan dibawa bersama ke atas pe-rahu.
Mereka yang mempertahankan pernyataan ini sudah tentu harus menghadapi banyak kejanggalan serius dalam aneka macam hal. Pertanyaan perihal bagaimana hewan yang diangkut itu diberi makan, bagaimana mereka ditempatkan di dalam perahu itu, atau bagaimana mereka diPisahkan satu sama lain tidak mungkin sanggup terjawab. Lagi pula, masih ada pertanyaan: Bagaimana binatang-binatang dari aneka macam benua yang berbeda sanggup dibawa bersamaan – aneka macam mamalia di kutub, kanguru dari Australia, atau bison yang ada di Amerika?
Juga, lebih banyak lagi pertanyaan menyusul, ibarat bagaimana hewan yang sangat berba-haya – yang berbisa ibarat ular, kalajengking, dan binatang-binatang buas sanggup ditangkap, serta bagaimana mereka sanggup bertahan terpisah dari habitat alamiahnya hingga banjir itu surut?
Banjir Nuh disebutkan dalam banyak ayat di dalam Al Quran. Di bawah ini sanggup dilihat ayat-ayat yang disusun menurut urut-urutan peristiwa banjir tersebut:
Ajakan atas Kaumnya
“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, kemudian ia berkata: ‘Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya (kalau kau tidak menyembah Allah), saya takut kau akan ditimpa azab pada hari yang besar (kiamat)’.” (QS. Al A’raaf, 7: 59)
"Sesungguhnya saya yaitu seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan saya sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam. Maka ber-takwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.” (QS. Asy-Syu’araa’, 26: 107-110)
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya. Lalu ia berkata “Hai kaumku, sembahlah oleh kau Allah, (karena) sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Maka mengapa ka-mu tidak bertakwa (kepada-Nya)?” (QS. Al Mu’minuun, 23: 23)
Peringatan kepada Kaumnya
“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan memerintahkan): “Berilah kaummu peringatan sebelum tiba ke-padanya azab yang pedih.” (QS. Nuh, 71: 1)
“Kelak kau akan mengetahui siapa yang akan ditimpa oleh azab yang menghinakannya dan yang akan ditimpa azab yang kekal.” (QS. Huud, 11: 39)
Agar kau tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya saya kha-watir kau akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedih-kan. (QS. Huud, 11: 26)
Pembangkangan Kaum Durhaka
“Pemuka-pemuka dari kaumnya berkata: ‘Sesungguhnya kami memandang kau berada dalam kesesatan yang nyata’.” (QS. Al A’raaf, 7: 60)
“Mereka berkata: ‘Hai Nuh, sesungguhnya kau telah berbantah de-ngan kami, dan kau telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kau ancamkan kepada kami, kalau kau termasuk orang-orang yang benar’.” (QS. Huud, 11: 32)
“Dan mulailah Nuh membuat bahtera. Dan setiap kali pemimpin ka-umnya berjalan melewati Nuh, mereka mengejeknya. Berkata Nuh: ‘Jika kau mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) menge-jekmu sebagaimana kau sekalian mengejek (kami)’.” (QS. Huud, 11: 38)
“Maka pemuka-pemuka orang yang kafir di antara kaumnya men-jawab: ‘Orang ini tidak lain hanyalah insan ibarat kamu, yang bermaksud hendak menjadi seorang yang lebih tinggi dari kamu. Dan kalau Allah menghendaki, tentu Dia mengutus beberapa orang malaikat. Belum pernah kami mendengar seruan (seruan yang seperti) ini pada masa nenek moyang kami yang dahulu. Ia tidak lain hanyalah seorang pria yang berpenyakit gila, maka tunggulah (sabarlah) terhadapnya hingga suatu waktu’.” (QS. Al Mu’minuun, 23: 24-25)
“Sebelum mereka, telah mendustakan (pula) kaum Nuh, maka mere-ka mendustakan hamba Kami (Nuh) dan mengatakan: ‘Dia seorang gila dan ia sudah pernah diberi ancaman’.” (QS. Al Qamar, 54: 9)
Penghinaan terhadap Nabi Nuh
“Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: ‘Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang insan (biasa) ibarat kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kau memi-liki sesuatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami yakin bah-wa kau yaitu orang-orang yang dusta’.” (QS. Huud, 11: 27)
“Mereka berkata: “Apakah kami akan beriman kepadamu, padahal yang mengikuti kau ialah orang-orang yang hina?” Nuh menja-wab: “Bagaimana saya mengetahui apa yang telah mereka kerjakan?” Perhitungan (amal perbuatan) mereka tidak lain hanyalah kepada Tuhanku, kalau kau menyadari. Dan saya sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang beriman. Aku (ini) tidak lain melainkan pemberi peringatan yang menjelaskan.” (QS. Asy-Syu’araa’, 26: 111-115)
Peringatan Tidak Bersedih
“Dan diwahyukan kepada Nuh, sebenarnya sekali-kali tidak akan beriman di antara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja), lantaran itu janganlah kau bersedih hati perihal apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Huud, 11: 36)
Doa Nabi Nuh
“Maka itu adakanlah suatu keputusan antaraku dan antara mereka, dan selamatkanlah saya dan orang-orang yang mukmin besertaku.” (QS. Asy-Syu’araa’, 26: 118)
“Maka ia mengadu kepada Tuhannya: ‘Bahwasanya saya ini yaitu orang yang dikalahkan, oleh alasannya yaitu itu tolonglah (aku)’.” (QS. Al Qamar, 54: 10)
“Nuh berkata: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya saya telah menyeru kaum-ku malam dan siang. Maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran)’.” (QS. Nuh, 71: 5-6)
“Nuh berdoa: ‘Ya Tuhanku, tolonglah aku, lantaran mereka mendusta-kan aku’.” (QS. Al Mu'minuun, 23: 26)
“Sesungguhnya Nuh telah menyeru Kami: Maka sesungguhnya seba-ik-baik yang memperkenankan (adalah Kami).” (QS. Ash-Shaaffaat: 75)
Pembuatan Bahtera
“Dan buatlah perahu itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kau bicarakan dengan Aku perihal orang-orang zalim itu, sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.” (QS. Huud, 11: 37) !
Umat yang Ditenggelamkan
“Maka mereka mendustakan Nuh, kemudian Kami selamatkan ia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami teng-gelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesung-guhnya mereka yaitu kaum yang buta (mata hatinya).” (QS. Al A’raaf, 7: 64)
“Kemudian setelah itu Kami tenggelamkan orang-orang yang tinggal.” (QS. Asy-Syu’araa’, 26: 120)
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka yaitu orang-orang yang zalim.” (QS. Al Ankabuut, 29: 14)
Putra Nabi Nuh yang Durhaka
Sehubungan dengan obrolan antara Nabi Nuh dan putranya, pada permulaan banjir, Al Alquran mengungkapkan:
“Dan perahu itu berlayar membawa mereka dalam gelombang lak-sana gunung, dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kau berada bersama orang-orang yang kafir.” Anaknya menjawab: “Aku akan mencari sumbangan ke gunung yang sanggup memeliharaku dari air bah!” Nuh berkata: “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang”. Dan gelombang menjadi penghalang antara ke-duanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang diteng-gelamkan.” (QS. Huud, 11: 42-43)
Orang-Orang yang Selamat
“Maka Kami selamatkan Nuh dan orang-orang yang besertanya di dalam kapal yang penuh muatan.” (QS. Asy-Syu’araa’, 26: 119)
“Maka kami selamatkan Nuh dan penumpang-penumpang perahu itu dan kami jadikan peristiwa itu pelajaran bagi semua umat manusia.” (QS. Al Ankabuut, 29: 15)
Bentuk Fisik dari Banjir yang Terjadi
“Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan intel air, maka bertemulah air-air itu untuk satu urusan yang sungguh te-lah ditetapkan. Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku.” (QS. Al Qamar, 54: 11-13)
“Hingga apabila perintah Kami tiba dan 'dapur' (permukaan bu-mi yang memancarkan air hingga mengakibatkan timbulnya taufan) telah memancarkan air, Kami berfirman: “Muatkanlah ke dalam perahu itu dari masing-masing hewan sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu, kecuali orang yang telah terdahulu kete-tapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman.”
Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit. Dan Nuh berkata: “Naiklah kau sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya. Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Dan perahu itu berlayar membawa mereka dalam gelombang lak-sana gunung, dan Nuh memanggil anaknya sedang anak itu berada di tempat jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kau berada bersama orang-orang yang kafir.” (QS. Huud, 11: 40-42)
“Lalu Kami wahyukan kepadanya: “Buatlah perahu di bawah peni-likan dan petunjuk Kami, maka apabila perintah Kami telah tiba dan 'tannur' telah memancarkan air, maka masukkanlah ke dalam perahu itu sepasang dari tiap-tiap (jenis), dan (juga) keluargamu, kecuali orang yang telah lebih dahulu ditetapkan (akan ditimpa azab) di antara mereka. Dan janganlah kau bicarakan dengan Aku perihal orang-orang yang zalim, lantaran sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.” (QS. Al Mu’minuun, 23: 27)
Perahu Terdampar di Tempat yang Tinggi
“Dan difirmankan: “Hai bumi tahanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,” dan air pun disurutkan, perintah pun diselesaikan dan perahu itu pun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: ‘Binasa-lah orang-orang yang zalim’.” (QS. Huud, 11: 44)
Pelajaran dari Peristiwa Banjir
“Sesungguhnya Kami, tatkala air telah naik (sampai ke gunung), Kami bawa (nenek moyang) kau ke dalam bahtera, supaya Kami jadi-kan peristiwa itu peringatan bagi kau dan supaya diperhatikan oleh pendengaran yang mau mendengar.” (QS. Al Haaqqah, 69:11-12)
Pujian Allah terhadap Nabi Nuh
“Kesejahteraan dilimpahkan atas Nuh di seluruh alam”. Sesungguh-nya demikianlah Kami memberi tanggapan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Ash-Shaaffaat, 37: 79-81)
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata): “Sesungguhnya saya yaitu pemberi peringatan yang kasatmata bagi kamu, supaya kau tidak menyembah selain Allah. Sesung-guhnya saya khawatir kau akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedihkan.” (QS. Huud, 11: 25-26)
Mereka yang dimusnahkan yaitu orang-orang yang sepenuhnya menolak pernyataan kerasulan Nuh dan berkeras menentang. Ayat-ayat yang senada cukup gamblang: “Maka mereka mendustakan Nuh, kemudian kami selamatkan ia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka yaitu kaum yang buta (mata hatinya).” (QS. Al A’raaf, 7: 64)
Di samping itu, dalam Al Quran, Allah menegaskan bahwa Dia tidak akan menghancurkan suatu umat kecuali telah diutus seorang rasul kepada mereka. Penghancuran hanya terjadi kalau seorang pemberi per-ingatan telah hingga kepada suatu kaum, dan ia didustakan. Allah me-nyatakan dalam Surat Al Qashash:
“Dan tidak yaitu Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melaksanakan keza-liman.” (QS. Al Qashash, 28: 59)
Allah tidak akan menghancurkan suatu kaum sebelum menurunkan rasul kepada mereka. Sebagai pemberi peringatan, Nuh hanya diutus untuk kaumnya. Karena itu, Allah tidak menghancurkan kaum-kaum yang belum diutus rasul, hanya umat Nabi Nuh.
Dari pernyataan-pernyataan dalam Al Quran, kita sanggup memastikan bahwa banjir Nuh yaitu peristiwa regional, bukan global. Penggalian-penggalian pada daerah-daerah arkeologis yang diperkirakan sebagai lo-kasi terjadinya banjir yang akan kita bahas berikutnya memperlihatkan bah-wa banjir tersebut bukanlah sebuah peristiwa global yang menghipnotis seluruh bumi, akan tetapi merupakan sebuah peristiwa yang sangat luas yang menghipnotis penggalan tertentu dari wilayah Mesopotamia.
Binatang di Perahu Nabi Nuh
Para penafsir Injil yakin bahwa Nabi Nuh memasukkan seluruh spesies hewan di muka bumi ke atas perahu dan binatang-binatang itu sanggup selamat dari kepunahan berkat Nabi Nuh. Menurut keyakinan ini, sepasang dari tiap spesies penghuni daratan dibawa bersama ke atas pe-rahu.
Mereka yang mempertahankan pernyataan ini sudah tentu harus menghadapi banyak kejanggalan serius dalam aneka macam hal. Pertanyaan perihal bagaimana hewan yang diangkut itu diberi makan, bagaimana mereka ditempatkan di dalam perahu itu, atau bagaimana mereka diPisahkan satu sama lain tidak mungkin sanggup terjawab. Lagi pula, masih ada pertanyaan: Bagaimana binatang-binatang dari aneka macam benua yang berbeda sanggup dibawa bersamaan – aneka macam mamalia di kutub, kanguru dari Australia, atau bison yang ada di Amerika?
Juga, lebih banyak lagi pertanyaan menyusul, ibarat bagaimana hewan yang sangat berba-haya – yang berbisa ibarat ular, kalajengking, dan binatang-binatang buas sanggup ditangkap, serta bagaimana mereka sanggup bertahan terpisah dari habitat alamiahnya hingga banjir itu surut?
Inilah aneka macam pertanyaan yang dihadapi Perjanjian Lama. Dalam Al Quran, tidak ada pernyataan yang mengindikasikan bahwa seluruh spe-sies hewan di muka bumi dinaikkan ke atas perahu. Dan sebagaimana telah ditegaskan sebelumnya, banjir tersebut hanya terjadi pada suatu wi-layah tertentu, sehingga hewan yang dinaikkan ke perahu pun hanya-lah yang hidup di wilayah umat Nabi Nuh tinggal.
Meski demikian, terang tidak mungkin sekalipun hanya untuk mengumpul-kan seluruh jenis hewan yang hidup di wilayah tersebut. Sukar mem-bayangkan bahwa Nabi Nuh beserta sejumlah kecil orang-orang beriman yang menyertainya (QS. Huud, 11: 40) menyebar ke segala penjuru untuk mengumpulkan masing-masing dua ekor dari ratusan spesies hewan di sekitar mereka. Bahkan, lebih tidak mungkin lagi bagi mereka untuk mengumpulkan aneka macam tipe serangga yang hidup di wilayah mereka, apatah lagi untuk memisahkan antara yang jantan dan betina! Inilah alasan mengapa lebih memungkinkan kalau yang dikumpulkan itu hanya hewan yang gampang ditangkap dan dipelihara, dan karenanya, merupa-kan hewan ternak yang secara khusus berkhasiat bagi manusia.
Nabi Nuh agaknya menaikkan ke atas perahu hewan homogen itu, ibarat sapi, biri-biri, kuda, unggas, unta, dan sejenisnya, lantaran inilah binatang-binatang yang diharapkan untuk menyangga kehidupan gres di wilayah yang telah kehilangan sejumlah besar prasarana hidup lantaran Banjir tersebut.
Poin penting di sini yaitu bahwa budi ilahiah dalam pe-rintah Allah kepada Nabi Nuh untuk mengumpulkan aneka macam hewan yaitu untuk menunjang kehidupan gres setelah banjir berakhir, bukan untuk kepentingan mempertahankan genus aneka macam hewan (baca: Penyebab Timbulnya Banjir). Selama banjir itu bersifat regional, maka kepunahan aneka macam jenis hewan tidak akan mungkin terjadi.
Besar kemungkinan, setelah banjir, aneka macam hewan dari wilayah-wilayah lain perlahan-lahan akan bermigrasi ke wilayah tersebut dan kembali memadati tempat itu sebagaimana sebe-lumnya. Yang penting yaitu kehidupan yang akan dirintis kembali begi-tu banjir berakhir, dan binatang-binatang yang dikumpulkan dimaksud-kan untuk tujuan ini.
Nabi Nuh AS dan Banjir yang Tertuang dalam Al Quran
Banjir Nuh disebutkan dalam banyak ayat di dalam Al Quran. Di bawah ini sanggup dilihat ayat-ayat yang disusun menurut urut-urutan peristiwa banjir tersebut:
Ajakan atas Kaumnya
“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, kemudian ia berkata: ‘Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya (kalau kau tidak menyembah Allah), saya takut kau akan ditimpa azab pada hari yang besar (kiamat)’.” (QS. Al A’raaf, 7: 59)
"Sesungguhnya saya yaitu seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan saya sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam. Maka ber-takwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.” (QS. Asy-Syu’araa’, 26: 107-110)
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya. Lalu ia berkata “Hai kaumku, sembahlah oleh kau Allah, (karena) sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Maka mengapa ka-mu tidak bertakwa (kepada-Nya)?” (QS. Al Mu’minuun, 23: 23)
Peringatan kepada Kaumnya
“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan memerintahkan): “Berilah kaummu peringatan sebelum tiba ke-padanya azab yang pedih.” (QS. Nuh, 71: 1)
“Kelak kau akan mengetahui siapa yang akan ditimpa oleh azab yang menghinakannya dan yang akan ditimpa azab yang kekal.” (QS. Huud, 11: 39)
Agar kau tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya saya kha-watir kau akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedih-kan. (QS. Huud, 11: 26)
Pembangkangan Kaum Durhaka
“Pemuka-pemuka dari kaumnya berkata: ‘Sesungguhnya kami memandang kau berada dalam kesesatan yang nyata’.” (QS. Al A’raaf, 7: 60)
“Mereka berkata: ‘Hai Nuh, sesungguhnya kau telah berbantah de-ngan kami, dan kau telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kau ancamkan kepada kami, kalau kau termasuk orang-orang yang benar’.” (QS. Huud, 11: 32)
“Dan mulailah Nuh membuat bahtera. Dan setiap kali pemimpin ka-umnya berjalan melewati Nuh, mereka mengejeknya. Berkata Nuh: ‘Jika kau mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) menge-jekmu sebagaimana kau sekalian mengejek (kami)’.” (QS. Huud, 11: 38)
“Maka pemuka-pemuka orang yang kafir di antara kaumnya men-jawab: ‘Orang ini tidak lain hanyalah insan ibarat kamu, yang bermaksud hendak menjadi seorang yang lebih tinggi dari kamu. Dan kalau Allah menghendaki, tentu Dia mengutus beberapa orang malaikat. Belum pernah kami mendengar seruan (seruan yang seperti) ini pada masa nenek moyang kami yang dahulu. Ia tidak lain hanyalah seorang pria yang berpenyakit gila, maka tunggulah (sabarlah) terhadapnya hingga suatu waktu’.” (QS. Al Mu’minuun, 23: 24-25)
“Sebelum mereka, telah mendustakan (pula) kaum Nuh, maka mere-ka mendustakan hamba Kami (Nuh) dan mengatakan: ‘Dia seorang gila dan ia sudah pernah diberi ancaman’.” (QS. Al Qamar, 54: 9)
Penghinaan terhadap Nabi Nuh
“Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: ‘Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang insan (biasa) ibarat kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kau memi-liki sesuatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami yakin bah-wa kau yaitu orang-orang yang dusta’.” (QS. Huud, 11: 27)
“Mereka berkata: “Apakah kami akan beriman kepadamu, padahal yang mengikuti kau ialah orang-orang yang hina?” Nuh menja-wab: “Bagaimana saya mengetahui apa yang telah mereka kerjakan?” Perhitungan (amal perbuatan) mereka tidak lain hanyalah kepada Tuhanku, kalau kau menyadari. Dan saya sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang beriman. Aku (ini) tidak lain melainkan pemberi peringatan yang menjelaskan.” (QS. Asy-Syu’araa’, 26: 111-115)
Peringatan Tidak Bersedih
“Dan diwahyukan kepada Nuh, sebenarnya sekali-kali tidak akan beriman di antara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja), lantaran itu janganlah kau bersedih hati perihal apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Huud, 11: 36)
Doa Nabi Nuh
“Maka itu adakanlah suatu keputusan antaraku dan antara mereka, dan selamatkanlah saya dan orang-orang yang mukmin besertaku.” (QS. Asy-Syu’araa’, 26: 118)
“Maka ia mengadu kepada Tuhannya: ‘Bahwasanya saya ini yaitu orang yang dikalahkan, oleh alasannya yaitu itu tolonglah (aku)’.” (QS. Al Qamar, 54: 10)
“Nuh berkata: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya saya telah menyeru kaum-ku malam dan siang. Maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran)’.” (QS. Nuh, 71: 5-6)
“Nuh berdoa: ‘Ya Tuhanku, tolonglah aku, lantaran mereka mendusta-kan aku’.” (QS. Al Mu'minuun, 23: 26)
“Sesungguhnya Nuh telah menyeru Kami: Maka sesungguhnya seba-ik-baik yang memperkenankan (adalah Kami).” (QS. Ash-Shaaffaat: 75)
Pembuatan Bahtera
“Dan buatlah perahu itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kau bicarakan dengan Aku perihal orang-orang zalim itu, sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.” (QS. Huud, 11: 37) !
Umat yang Ditenggelamkan
“Maka mereka mendustakan Nuh, kemudian Kami selamatkan ia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami teng-gelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesung-guhnya mereka yaitu kaum yang buta (mata hatinya).” (QS. Al A’raaf, 7: 64)
“Kemudian setelah itu Kami tenggelamkan orang-orang yang tinggal.” (QS. Asy-Syu’araa’, 26: 120)
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka yaitu orang-orang yang zalim.” (QS. Al Ankabuut, 29: 14)
Putra Nabi Nuh yang Durhaka
Sehubungan dengan obrolan antara Nabi Nuh dan putranya, pada permulaan banjir, Al Alquran mengungkapkan:
“Dan perahu itu berlayar membawa mereka dalam gelombang lak-sana gunung, dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kau berada bersama orang-orang yang kafir.” Anaknya menjawab: “Aku akan mencari sumbangan ke gunung yang sanggup memeliharaku dari air bah!” Nuh berkata: “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang”. Dan gelombang menjadi penghalang antara ke-duanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang diteng-gelamkan.” (QS. Huud, 11: 42-43)
Orang-Orang yang Selamat
“Maka Kami selamatkan Nuh dan orang-orang yang besertanya di dalam kapal yang penuh muatan.” (QS. Asy-Syu’araa’, 26: 119)
“Maka kami selamatkan Nuh dan penumpang-penumpang perahu itu dan kami jadikan peristiwa itu pelajaran bagi semua umat manusia.” (QS. Al Ankabuut, 29: 15)
Bentuk Fisik dari Banjir yang Terjadi
“Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan intel air, maka bertemulah air-air itu untuk satu urusan yang sungguh te-lah ditetapkan. Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku.” (QS. Al Qamar, 54: 11-13)
“Hingga apabila perintah Kami tiba dan 'dapur' (permukaan bu-mi yang memancarkan air hingga mengakibatkan timbulnya taufan) telah memancarkan air, Kami berfirman: “Muatkanlah ke dalam perahu itu dari masing-masing hewan sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu, kecuali orang yang telah terdahulu kete-tapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman.”
Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit. Dan Nuh berkata: “Naiklah kau sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya. Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Dan perahu itu berlayar membawa mereka dalam gelombang lak-sana gunung, dan Nuh memanggil anaknya sedang anak itu berada di tempat jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kau berada bersama orang-orang yang kafir.” (QS. Huud, 11: 40-42)
“Lalu Kami wahyukan kepadanya: “Buatlah perahu di bawah peni-likan dan petunjuk Kami, maka apabila perintah Kami telah tiba dan 'tannur' telah memancarkan air, maka masukkanlah ke dalam perahu itu sepasang dari tiap-tiap (jenis), dan (juga) keluargamu, kecuali orang yang telah lebih dahulu ditetapkan (akan ditimpa azab) di antara mereka. Dan janganlah kau bicarakan dengan Aku perihal orang-orang yang zalim, lantaran sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.” (QS. Al Mu’minuun, 23: 27)
Perahu Terdampar di Tempat yang Tinggi
“Dan difirmankan: “Hai bumi tahanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,” dan air pun disurutkan, perintah pun diselesaikan dan perahu itu pun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: ‘Binasa-lah orang-orang yang zalim’.” (QS. Huud, 11: 44)
Pelajaran dari Peristiwa Banjir
“Sesungguhnya Kami, tatkala air telah naik (sampai ke gunung), Kami bawa (nenek moyang) kau ke dalam bahtera, supaya Kami jadi-kan peristiwa itu peringatan bagi kau dan supaya diperhatikan oleh pendengaran yang mau mendengar.” (QS. Al Haaqqah, 69:11-12)
Pujian Allah terhadap Nabi Nuh
“Kesejahteraan dilimpahkan atas Nuh di seluruh alam”. Sesungguh-nya demikianlah Kami memberi tanggapan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Ash-Shaaffaat, 37: 79-81)
Buat lebih berguna, kongsi: