Sejarah Perang Mut'ah - Pengaruh penolakan raja-raja di luar Jazirah Arab terhadap surat Rasul sesudah para delegasinya kembali dari penyampaian dakwah (surat) membuat Rasul segera menyiapkan pasukan untuk jihad di luar Jazirah Arab. Beliau kemudian mendeteksi berita-berita perihal kerajaan Romawi dan Persi.
Pasukan berangkat dan Khalid bin Walid bersama mereka. Dia telah masuk Islam sesudah perjanjian Hudaibiyyah. Rasul ikut mengantarkan mereka sampai tiba di luar Madinah dan sebelum pasukan berangkat, dia berpesan lagi supaya mereka tidak memerangi wanita, tidak membunuh anak-anak, orang buta, bayi-bayi, dihentikan merobohkan rumah-rumah, dan tidak menebang pohon-pohon. Kemudian wejangan-wejangan ditutup dengan doa bersama: "Semoga Allah selalu menemani kalian, mempertahankan kalian, dan mengembalikan kalian kepada kami dalam keadaan selamat."
Pasukan berangkat. Para komandannya menyusun seni administrasi dengan menerapkan perang kilat, yaitu dengan membentuk sekelompok pasukan dari penduduk Syam di bawah seorang komandan dari kesatuan mereka. Cara ini mencontoh kebiasaan Nabi dalam beberapa peperangannya. Pasukan ini diberi kiprah untuk menyerang musuh dengan cepat dan kembali menghilang. Mereka harus tetap berjalan di atas garis ini. Akan tetapi, ketika tiba di Ma'an, pasukan Islam gres menyadari bahwa Malik bin Zafilah telah mengumpulkan 100.000 tentara dari kabilah-kabilah Arab, sementara Hiraqlius sendiri tiba dengan 100.000 pasukan.
Perbatasan Romawi melekat dengan batas wilayah Rasul. Karena itu, dia menyidik kabar-kabar mereka. Beliau berpandangan bahwa dakwah Islam akan tersebar luas dan banyak ketika sudah keluar dari Jazirah Arab sehingga semua insan sanggup mengetahuinya. Karena itu, dia juga melihat bahwa Syam ialah jendela pertama untuk kanal dakwah.
Ketika Yaman sudah kondusif dengan ketundukan penguasa bawahan Kisra terhadap dakwah Islam, maka dia mulai berpikir mengirim pasukan ke negeri Syam untuk memerangi mereka. Pada bulan Jumadil Ula tahun ke-8 sesudah hijrah, yakni sesudah perjanjian Hudaibiyyah dalam beberapa bulan, Rasul menyiapkan 3000 pasukan pejuang pilihan dari pahlawan-pahlawan Islam.
Ketika Yaman sudah kondusif dengan ketundukan penguasa bawahan Kisra terhadap dakwah Islam, maka dia mulai berpikir mengirim pasukan ke negeri Syam untuk memerangi mereka. Pada bulan Jumadil Ula tahun ke-8 sesudah hijrah, yakni sesudah perjanjian Hudaibiyyah dalam beberapa bulan, Rasul menyiapkan 3000 pasukan pejuang pilihan dari pahlawan-pahlawan Islam.
Beliau mengangkat Zaid bin Haritsah sebagai komandan pasukan. Pada waktu mengangkat Zaid, dia berpesan, "Jika Zaid gugur, maka Ja'far bin Abi Thalib menggantikan posisinya. Jika Ja'far pun gugur, maka 'Abdullah bin Ruwaahah mengambil posisinya memimpin pasukan."
Pasukan berangkat dan Khalid bin Walid bersama mereka. Dia telah masuk Islam sesudah perjanjian Hudaibiyyah. Rasul ikut mengantarkan mereka sampai tiba di luar Madinah dan sebelum pasukan berangkat, dia berpesan lagi supaya mereka tidak memerangi wanita, tidak membunuh anak-anak, orang buta, bayi-bayi, dihentikan merobohkan rumah-rumah, dan tidak menebang pohon-pohon. Kemudian wejangan-wejangan ditutup dengan doa bersama: "Semoga Allah selalu menemani kalian, mempertahankan kalian, dan mengembalikan kalian kepada kami dalam keadaan selamat."
Pasukan berangkat. Para komandannya menyusun seni administrasi dengan menerapkan perang kilat, yaitu dengan membentuk sekelompok pasukan dari penduduk Syam di bawah seorang komandan dari kesatuan mereka. Cara ini mencontoh kebiasaan Nabi dalam beberapa peperangannya. Pasukan ini diberi kiprah untuk menyerang musuh dengan cepat dan kembali menghilang. Mereka harus tetap berjalan di atas garis ini. Akan tetapi, ketika tiba di Ma'an, pasukan Islam gres menyadari bahwa Malik bin Zafilah telah mengumpulkan 100.000 tentara dari kabilah-kabilah Arab, sementara Hiraqlius sendiri tiba dengan 100.000 pasukan.
Berita ini tentu mengejutkan pasukan Islam dan sempat tinggal di Ma'an selama dua malam untuk memikirkan duduk kasus ini. Mereka berpikir langkah apa yang harus dilakukan dalam menghadapi pasukan besar yang jumlah dan kekuatannya amat menggiriskan. Pendapat yang terkuat di antara mereka mengusulkan semoga menulis surat kepada Rasul untuk mengabarkan jumlah pasukan musuh yang begitu besar. Ada juga yang beropini semoga segera meminta proteksi Rasul untuk menambah pasukan atau memerintahkan mereka dengan apa yang dilihat. Namun, Abdullah bin Ruwahah justru beropini lain.
Dia maju lebih ke depan kemudian berkata lantang di hadapan kaum muslimin, "Hai kaum, demi Allah, sebetulnya yang kalian benci justru yang kalian cari, yaitu syahid! Kita keluar tidak memerangi insan alasannya ialah jumlah pasukan [yang besar], jikalau tidak dengan kekuatan, dan tidak juga dengan pasukan yang banyak. Kita tidak berperang kecuali dengan agama yang Allah memuliakan kita dengannya. Marilah kita berangka! Sesungguhnya di tengah kita akan ada satu di antara dua kebaikan: menang atau mati syahid!"
Kata-kata ini memperabukan semangat pasukan Islam. Kekuatan iktikad yang mendorong bertempur menjalar dan menembus jantung pasukan, sehingga mereka dipacu untuk melanjutkan perjalanan sampai tiba di Desa Masyarif. Di daerah ini, pasukan adonan Romawi bertemu mereka, kemudian mereka menyingkir dari Masyarif dan turun ke Mu'tah. Di daerah ini, pasukan Islam membuat pertahanan. Di daerah ini pula (Mu'tah) peperangan yang paling dahsyat dan angker mulai terjadi.
Kata-kata ini memperabukan semangat pasukan Islam. Kekuatan iktikad yang mendorong bertempur menjalar dan menembus jantung pasukan, sehingga mereka dipacu untuk melanjutkan perjalanan sampai tiba di Desa Masyarif. Di daerah ini, pasukan adonan Romawi bertemu mereka, kemudian mereka menyingkir dari Masyarif dan turun ke Mu'tah. Di daerah ini, pasukan Islam membuat pertahanan. Di daerah ini pula (Mu'tah) peperangan yang paling dahsyat dan angker mulai terjadi.
Pasukan Islam dan Romawi bertempur untuk saling mengalahkan. Maut mengangakan mulutnya yang merah. 3000 pasukan Islam yang mencari syahid harus bertempur mati-matian melawan 100.000 atau 200.000 pasukan kafir yang bersatu untuk membinasakan pasukan kaum muslimin. Api peperangan bergelombang dan bergulung-gulung ibarat gulungan tungku api. Zaid bin Haritsah, komanda tempur pasukan Islam, membawa bendera Nabi dan bergerak maju ke jantung pertahanan musuh. Dia melihat janjkematian membayang di hadapannya, namun dia tidak takut alasannya ialah dia memang mencari syahid di jalan Allah.
Zaid terus merangsek ke tengah pertahanan musuh dengan keberanian yang melampaui batas citra khayalan alasannya ialah dia bertempur dengan mencari syahid. Hingga akhirnya, sebatang tombak musuh berhasil merobek tubuhnya. Zaid tersungkur dan bendera segera diambil Ja'far bin Abi Thalib. Dia seorang cowok tampan dan pemberani. Umurnya masih 33 tahun. Hidupnya sudah dipasrahkan pada Allah. Laki-laki gagah, adik Ali bin Abi Thalib ini berperang dengan mencari syahid.
Ketika musuh telah mengepung kudanya dan melukai tubuhnya, Ja'far justru semakin maju ke tengah musuh dengan memukulkan pedangnya memutar. Tiba-tiba seorang tentara Romawi menyerang dan memukulnya dari arah samping. Pukulan itu berhasil membelah tubuhnya menjadi dua dan Ja'far gugur. Lalu bendera disambar 'Abdullah bin Ruwahah, kemudian membawanya maju dengan menunggang kuda.
Namun, untuk beberapa saat, 'Abdullah sempat ragu dan maju-mundur, akan tetapi kesudahannya dia melesat ke depan dan berperang sampai kesudahannya terbunuh juga di pedang musuh. Bendera diambil Tsabit bin Aqram seraya berteriak lantang, "Hai kaum muslimin, pilihlah seorang komandan yang patut di antara kalian!" Tidak berapa lama, mereka menentukan Khalid bin Walid.
Khalid memegang bendera dan bergerak memutar sehingga berhasil merapatkan barisan pasukannya, kemudian membawanya berhenti untuk bertahan sampai memasuki malam. Pada waktu itu dua pasukan saling menahan diri untuk tidak berbenturan sampai waktu subuh. Di tengah malam, sesudah melihat pasukan musuh yang sangat besar dan pasukannya yang semakin menyusut dan lemah, Khalid mengambil keputusan untuk menarik mundur pasukannya dengan tanpa berperang. Dengan pertimbangan ini, Khalid membagi-bagi pasukannya dalam beberapa kesatuan kecil dan memerintahkan mereka membuat asap (kepulan debu) dan keributan di waktu subuh yang sekiranya akan menjadikan citra pada musuh bahwa pasukan Islam telah mendatangkan pasukan proteksi dari Nabi saw. Ketika taktik ini dilakukan, musuh benar-benar cemas dan mereka segera mengurungkan niat menyerang kaum muslimin.
Khalid memegang bendera dan bergerak memutar sehingga berhasil merapatkan barisan pasukannya, kemudian membawanya berhenti untuk bertahan sampai memasuki malam. Pada waktu itu dua pasukan saling menahan diri untuk tidak berbenturan sampai waktu subuh. Di tengah malam, sesudah melihat pasukan musuh yang sangat besar dan pasukannya yang semakin menyusut dan lemah, Khalid mengambil keputusan untuk menarik mundur pasukannya dengan tanpa berperang. Dengan pertimbangan ini, Khalid membagi-bagi pasukannya dalam beberapa kesatuan kecil dan memerintahkan mereka membuat asap (kepulan debu) dan keributan di waktu subuh yang sekiranya akan menjadikan citra pada musuh bahwa pasukan Islam telah mendatangkan pasukan proteksi dari Nabi saw. Ketika taktik ini dilakukan, musuh benar-benar cemas dan mereka segera mengurungkan niat menyerang kaum muslimin.
Pasukan Islam bergembira alasannya ialah tanpa Khalid melanjutkan serangan, musuh sudah mengambil keputusan mundur, dan perang yang tidak berimbang tidak terjadi. Kemudian diputuskan pasukan kaum muslimin kembali ke Madinah meninggalkan medan dengan selamat berkat garis kebijakan yang diletakkan Khalid. Dengan demikian, mereka kembali dengan tanpa dikalahkan dan dihancurkan. Akan tetapi, dalam peperangan ini, mereka menerima cobaan yang mengandung pelajaran yang baik.
Telah diketahui bahwa para komandan dan pasukan perang ini ialah pahlawan-pahlawan sejati. Mereka maju perang menyongsong maut. Bahkan, janjkematian yang dilihat di depannya malah diterjang. Mereka terjun ke medan perang dan siap terbunuh, dan memang terbunuh. Mereka berani melaksanakan demikian alasannya ialah Islam memerintah tiap muslim berperang di jalan-Nya sehingga mereka berhasil membunuh atau dibunuh. Sesungguhnya perang ialah perdagangan yang menguntungkan alasannya ialah perang ialah jihad di jalan Allah. "Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memperlihatkan nirwana unuk mereka.
Telah diketahui bahwa para komandan dan pasukan perang ini ialah pahlawan-pahlawan sejati. Mereka maju perang menyongsong maut. Bahkan, janjkematian yang dilihat di depannya malah diterjang. Mereka terjun ke medan perang dan siap terbunuh, dan memang terbunuh. Mereka berani melaksanakan demikian alasannya ialah Islam memerintah tiap muslim berperang di jalan-Nya sehingga mereka berhasil membunuh atau dibunuh. Sesungguhnya perang ialah perdagangan yang menguntungkan alasannya ialah perang ialah jihad di jalan Allah. "Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memperlihatkan nirwana unuk mereka.
Mereka berperang pada jalan Allah; kemudian mereka membunuh aau erbunuh. (Itu elah menjadi) komitmen yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kau lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar" (QS At-Taubah: 111). Karena itu, mereka berperang meski janjkematian menjemput mereka. Semua muslim berperang hanya ketika harus berperang dengan tanpa melihat apakah janjkematian akan menjadi mengakhirinya ataukah tidak?
Dalam peperangan dan jihad semua kasus tidak bisa diukur dengan jumlah musuh, banyak dan sedikitnya. Akan tetapi, hanya diukur dengan hasil-hasil yang dihasilkan darinya dengan tanpa melihat tuntutan-tuntutan mengenai aneka macam pengorbanan dan kesuksesan apapun yang menjadi keinginan perang. Kaum muslimin berperng dengan pasukan Romawi di Mu'tah yang memang wajib bagi kaum muslimin untuk berperang, wajib bagi komandan-komandan pasukan untuk terjun ke medan perang yang mereka tiba memang karenanya, meski janjkematian merah sedang jongkok di hadapan mereka.
Karena itu, wajib bagi setiap muslim untuk tidak takut mati dan tidak harus bagi mereka memperhitungkannya dengan satu perhitungan alasannya ialah adanya sesuatu di jalan Allah. Rasulullah mengetahui bahwa pengiriman pasukannya ke Negara Romawi berada dalam keterbatasan-keterbatasan yang tentu mengkhawatirkan dan penuh bahaya. Akan tetapi, kekhawatiran dan ancaman ini harus menjadikan rasa takut pada pasukan Romawi ketika mereka melihat semangat tempur pasukan kaum muslimin dan kegilaan mereka mencari mati, meski jumlah mereka sedikit.
Karena itu, wajib bagi setiap muslim untuk tidak takut mati dan tidak harus bagi mereka memperhitungkannya dengan satu perhitungan alasannya ialah adanya sesuatu di jalan Allah. Rasulullah mengetahui bahwa pengiriman pasukannya ke Negara Romawi berada dalam keterbatasan-keterbatasan yang tentu mengkhawatirkan dan penuh bahaya. Akan tetapi, kekhawatiran dan ancaman ini harus menjadikan rasa takut pada pasukan Romawi ketika mereka melihat semangat tempur pasukan kaum muslimin dan kegilaan mereka mencari mati, meski jumlah mereka sedikit.
Kekhawatiran ini harus bisa merumuskan (menciptakan) jalan bagi kaum muslimin untuk membuatkan Islam dan menerapkannya di negara-negara yang hendak dimasukinya. Kekhawatiran atau ancaman ini justru menguntungkan kaum muslimin alasannya ialah menjadi jalan pembuka perang Tabuk dan untuk selanjutnya berhasil memukul Romawi yang membawa akhir ketakutan mereka dalam menghadapi kaum muslimin, sehingga Syam sanggup ditaklukkan Negara Islam.
Baca Juga: Dampak Perang Salib terhadap Dunia Islam
Baca Juga: Dampak Perang Salib terhadap Dunia Islam
Artikel Kronologi Singkat Terjadinya Perang Mut'ah di salin dan diterjemahkan dari buku al-Daulah al-Islaamiyyah karangan Taqiyyuddin al-Nabhani Sejarah Perang Mut'ah
Buat lebih berguna, kongsi: