Muqaddimah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus dengan beberapa tujuan besar. Diantara tujuan diutusnya ia ialah untuk memenangkan Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
“Dia-lah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar biar dimenangkannya di atas segala agama meskipun orang-orang musyrik membenci.” (QS. At Taubah [9]: 33 dan Ash Shaff [61]: 9)
Memperjuangkan Islam hingga mencapai kemenangannya dan mengungguli semua agama yang ada tentulah membutuhkan kekuatan dan diantara bentuk kekuatan yang dibutuhkan selain kekuatan keyakinan ialah kekuatan rijal dalam jumlah dan kualitas serta kekuatan persaudaraan dan persatuan diantara mereka.
Bangsa Arab – yang di tengah-tengah mereka diutus Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam – sebelum Islam menjadi agama mereka ialah bangsa yang tidak pernah diperhitungkan dan dikhawatirkan ancamannya oleh bangsa-bangsa lain di masa itu. Itu disebabkan lantaran bangsa Arab ialah bangsa yang berpecah belah yang disibukkan dengan peperangan dan permusuhan diantara mereka yang mengakibatkan lemahnya mereka.
Setelah Islam mewarnai kehidupan mereka tiba-tiba mereka menjadi bangsa yang kuat. Surat-surat yang dikirimkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada raja-raja besar di zaman itu pada awalnya mengagetkan mereka, bagaimana mungkin bangsa yang lemah mengajak mereka untuk mengikuti agamanya dan tunduk kepada pemimpinnya? Mereka tidak menyangka bahwa bangsa Arab yang telah memeluk Islam sekarang menjadi bangsa yang besar lengan berkuasa dengan keyakinan mereka dan dengan ukhuwah serta persatuan diantara mereka hingga pada gilirannya pusat-pusat kekuasaan besar di dunia saat itu – Persia di timur dan Romawi di barat – tumbang dan jatuh ke tangan kaum muslimin. Negeri Persia dikuasai kaum muslimin di zaman kekhalifahan Umar bin Khattab radliyallahu ‘anhu dan Konstantinopel ibu kota kerajaan Romawi jatuh ke tangan kaum Muslimin pada periode ke 8 Hijriyah di tangan Muhammad Al Fatih. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Memperjuangkan Islam hingga mencapai kemenangannya dan mengungguli semua agama yang ada tentulah membutuhkan kekuatan dan diantara bentuk kekuatan yang dibutuhkan selain kekuatan keyakinan ialah kekuatan rijal dalam jumlah dan kualitas serta kekuatan persaudaraan dan persatuan diantara mereka.
Bangsa Arab – yang di tengah-tengah mereka diutus Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam – sebelum Islam menjadi agama mereka ialah bangsa yang tidak pernah diperhitungkan dan dikhawatirkan ancamannya oleh bangsa-bangsa lain di masa itu. Itu disebabkan lantaran bangsa Arab ialah bangsa yang berpecah belah yang disibukkan dengan peperangan dan permusuhan diantara mereka yang mengakibatkan lemahnya mereka.
Setelah Islam mewarnai kehidupan mereka tiba-tiba mereka menjadi bangsa yang kuat. Surat-surat yang dikirimkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada raja-raja besar di zaman itu pada awalnya mengagetkan mereka, bagaimana mungkin bangsa yang lemah mengajak mereka untuk mengikuti agamanya dan tunduk kepada pemimpinnya? Mereka tidak menyangka bahwa bangsa Arab yang telah memeluk Islam sekarang menjadi bangsa yang besar lengan berkuasa dengan keyakinan mereka dan dengan ukhuwah serta persatuan diantara mereka hingga pada gilirannya pusat-pusat kekuasaan besar di dunia saat itu – Persia di timur dan Romawi di barat – tumbang dan jatuh ke tangan kaum muslimin. Negeri Persia dikuasai kaum muslimin di zaman kekhalifahan Umar bin Khattab radliyallahu ‘anhu dan Konstantinopel ibu kota kerajaan Romawi jatuh ke tangan kaum Muslimin pada periode ke 8 Hijriyah di tangan Muhammad Al Fatih. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلاَ تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Dan ta'atlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kau berbantah-bantahan, yang mengakibatkan kau menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al Anfaal [8]: 46)
Ukhuwah Islamiyah
1. Asas Ukhuwah
Dasar dari ukhuwah ialah keimanan alasannya ikatan persaudaraan yang paling besar lengan berkuasa ialah yang diikat
oleh iman, dia bahkan lebih besar lengan berkuasa dari persaudaraan yang diikat oleh darah dan nasab
Dasar dari ukhuwah ialah keimanan alasannya ikatan persaudaraan yang paling besar lengan berkuasa ialah yang diikat
oleh iman, dia bahkan lebih besar lengan berkuasa dari persaudaraan yang diikat oleh darah dan nasab
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
“Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara.” (QS. Al Hujuraat [49]: 10).
Iman akan tepat kalau dibangun di atas pondasi saling menyayangi lantaran Allah, dengan demikian ukhuwah yang besar lengan berkuasa ialah ukhuwah yang didasari atas dasar saling menyayangi lantaran Allah Subhanahu wa Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ
“Kalian tidak akan masuk nirwana hingga kalian beriman dan tidak akan tepat keyakinan kalian hingga kalian saling mencintai. Maukah saya tunjukkan kepada kalian sesuatu yang kalau kalian lakukan kalian akan saling menyayangi ? Sebarkanlah salam diantara kalian.” (HR. Muslim, Kitab Iman Bab Penjelasan bahwa sesungguhnya tdiak akan masuk surge kecuali orang-orang yang beriman, menyayangi orang-orang beriman merupakan pecahan dari keimanan dan menebarkan salam merupakan salah satu alasannya untuk mewujudkan hal tersebut, no. 54).
“Kalian tidak akan masuk nirwana hingga kalian beriman dan tidak akan tepat keyakinan kalian hingga kalian saling mencintai. Maukah saya tunjukkan kepada kalian sesuatu yang kalau kalian lakukan kalian akan saling menyayangi ? Sebarkanlah salam diantara kalian.” (HR. Muslim, Kitab Iman Bab Penjelasan bahwa sesungguhnya tdiak akan masuk surge kecuali orang-orang yang beriman, menyayangi orang-orang beriman merupakan pecahan dari keimanan dan menebarkan salam merupakan salah satu alasannya untuk mewujudkan hal tersebut, no. 54).
2. Keutuman ukhuwah dan mahabbah fillah
Syarat sempurnanya iman. Dari Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu sebenarnya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Syarat sempurnanya iman. Dari Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu sebenarnya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidak tepat keimanan salah seorang dari kalian hingga dia menyayangi untuk saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Mendapatkan cinta Allah.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ رَجُلاً زَارَ أَخًا لَهُ فِي قَرْيَةٍ أُخْرَى فَأَرْصَدَ اللَّهُ عَلَى مَدْرَجَتِهِ مَلَكًا فَقَالَ لَهُ أَيْنَ تَذْهَبُ قَالَ أَزُورُ أَخًا لِي فِي اللَّهِ فِي قَرْيَةِ كَذَا وَكَذَا قَالَ هَلْ لَهُ عَلَيْكَ مِنْ نِعْمَةٍ تَرُبُّهَا قَالَ لاَ وَلَكِنَّنِي أَحْبَبْتُهُ فِي اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ فَإِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكَ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَبَّكَ كَمَا أَحْبَبْتَهُ فِيهِ
Dari Abu Hurairah radliyallahu‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebenarnya seorang pria menziarahi (mengunjungi) saudaranya di kampung lain kemudian Allah mengutus seorang malaikat untuk mengikutinya di jalannya. Ketika malaikat itu mendatanginya dia berakata: “Mau kemana engkau?” Orang itu menjawab: “Saya ingin menziarahi saudaraku fillah di kampung fulan.” Malaikat berkata: “Apakah lantaran satu kebaikan yang ingin kau balas?” Orang itu berkata: “Tidak, akan tetapi saya mencintainya lantaran Allah Azza wa Jalla.” Malaikat berkata: “Sesungguhnya saya ialah utusan Allah kepadamu untuk memberikan sebenarnya Allah mencintaimu sebagaimana engkau menyayangi saudaramu karenaNya.” (HR. Muslim, Bab Keutamaan cinta lantaran Allah, no 2567).
Berada di atas mimbar-mimbar cahaya yang diinginkan oleh para Nabi dan syuhada. Dari Mu’adz bin Jabal radliyallahu ‘anhu sebenarnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
الْمُتَحَابُّونَ فِي جَلاَلِي لَهُمْ مَنَابِرُ مِنْ نُورٍ يَغْبِطُهُمْ النَّبِيُّونَ وَالشُّهَدَاءُ
“Orang yang saling menyayangi dalam keagunganKu bagi mereka mimbar-mimbar (tempat-tempat yang tinggi) dari cahaya. Para Nabi dan para syuhada sangat menginginkan (keadaan seperti) mereka.” (HR. Tirmidzi, no. 2390 dan dishahihkan oleh Al Albani).
Mendapat naungan Allah di hari kiamat.
Mendapat naungan Allah di hari kiamat.
Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu sebenarnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَيْنَ الْمُتَحَابُّونَ بِجَلالِي الْيَوْمَ أُظِلُّهُمْ فِي ظِلِّي يَوْمَ لا ظِلَّ إِلاَّ ظِلِّي
“Sesungguhnya Allah berfirman pad hari kiamat: Mana orang yang saling menyayangi lantaran keagunganKu? Pada hari ini Aku akan menaungi mereka dengan naunganKu di hari yang tidak ada naungan kecuali naunganKu.” (HR. Muslim, no. 2566).
Juga hadits perihal 7 golongan yang mendapakan naungan Allah pada hari simpulan zaman yang salah satunya ialah “dua orang yang saling menyayangi lantaran Allah, mereka bertemu lantaran Allah dan berpisah lantaran Allah.”
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ تَعَالَى فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ إِمَامٌ عَدْلٌ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللَّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
(HR. Bukhari, no 1423 dan Muslim, no. 1031. Lafadz Bukhari).
Ikatan keyakinan yang paling kuat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Ikatan keyakinan yang paling kuat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَوْثَقُ عُرَى الإِيمَانِ: الْمُوَالاةُ فِي اللَّهِ، وَالْمُعَادَاةُ فِي اللَّهِ، وَالْحُبُّ فِي اللَّهِ، وَالْبُغْضُ فِي اللَّهِ.
“Ikatan keyakinan yang paling besar lengan berkuasa ialah saling memberikan loyalitas lantaran Allah dan memusuhi lantaran Allah dan cinta lantaran Allah dan benci lantaran Allah.” (HR. Thabrani dan dihasankan oleh Al Albani dalam Silsilah al Ahaadits ash Shohiha, no. 998 dan 1728).
3. Tahapan – tahapan dalam merajut ukhuwah yang kuat
Untuk melahirkan ukhuwah yang besar lengan berkuasa diharapkan langkah-langkah berikut: dimulai dengan
perkenalan dari perkenalan akan terjadi interaksi dan pergaulan. Sering berinteraksi akan melahirkan
saling memahami akan aksara dan sifat masing-masing sehingga masing-masing berinteraksi
dengan saudaranya dengan memperhatikan aksara dan sifat yang terdapat pada diri saudaranya
tersebut. Pergaulan dan muamalah hasanah akan melahirkan ta-aluf (ikatan hati) dan kalau hati telah
dekat dan bersatu akan melahirkan kerjasama dan saling menolong bahkan hingga pada tingkat rela
berkorban untuk saudaranya.
Untuk melahirkan ukhuwah yang besar lengan berkuasa diharapkan langkah-langkah berikut: dimulai dengan
perkenalan dari perkenalan akan terjadi interaksi dan pergaulan. Sering berinteraksi akan melahirkan
saling memahami akan aksara dan sifat masing-masing sehingga masing-masing berinteraksi
dengan saudaranya dengan memperhatikan aksara dan sifat yang terdapat pada diri saudaranya
tersebut. Pergaulan dan muamalah hasanah akan melahirkan ta-aluf (ikatan hati) dan kalau hati telah
dekat dan bersatu akan melahirkan kerjasama dan saling menolong bahkan hingga pada tingkat rela
berkorban untuk saudaranya.
4. Tingkatan-tingkatan ukhuwah
Kelapangan dada terhadap saudara, diantara bentuk kelapangan dada:
Tidak ada iri dan dengki terhadap saudara. Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu bahwasnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لا يجتمعان في قلب عبد الإيمان والحسد
“Tidak akan berkumpul dalam hati seorang hamba keyakinan dan kedengkian.” (HR. Ahmad, Al Hakim dan Nasai. Hadits ini disahihkan oleh Al Albani dalam Shahih al Jaami’ ash Shoghir, no. 7620).
– Memaafkan kesalahan-kesalahan saudara
Dalam insiden haditsah al-ifk Misthah radliyallahu ‘anhu termasuk salah seorang dari kaum mu’minin yang tergoda fitnah yang ditiupkan oleh orang-orang munafik. Dia seorang muhajir dan jago Badar sebagaimana juga miskin sehingga kehidupannya ditangung oleh Abu Bakar radliyallahu ‘anhu. Ketika Allah menurunkan ayat yang menjelaskan kesucian Aisyah radliyallahu ‘anhu dari segala fitnah tersebut, Abu Bakar bersumpah untuk memutuskan bentuannya kepada Misthah yang ikut tergoda fitnah terhadap putrinya, maka Allah menurunkan ayat perihal itu:
وَلا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Dan janganlah orang-orang yang memiliki kelebihan dan kelapangan di antara kau bersumpah bahwa mereka tidak akan memberi kepada kaum kerabat, orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kau tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah ialah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. 24:22) maka Abu Bakar pun pribadi membatalkan sumpahnya dengan membayar kaffarah sumpah.
– Tidak ada dendam.
ú Murid-murid Imam Ahmad pernah berkata kepadanya: “Bolehkah kami mengambil hadits dari Abu Manshur Ath Thusi?” berkata Ahmad: “Kalau bukan darinya dari siapa lagi kalian akan mengambil hadits?” Mereka berkata: “Sesungguhnya dia telah berbicara perihal (keburukan) anda.” Berkata Ahmad: “Dia ialah seorang yang shaleh namun kita menjadi ujian baginya.”
ú Pernah terjadi sesuatu antara Hasan bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib dengan Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib sehingga Hasan bin Hasan mendatangi Ali bin Husain di majelisnya dihadapan murid-muridnya dan menghujatnya. Ali bin Husain hanya membisu mendengar hujatan saudaranya terhadapnya hingga dia menuntaskan apa yang ingin dikatakannya kemudian pergi. Tak usang kemudian Ali bin Husain mendatangi Hasan bin Hasan di rumahnya dan berkata: “Jika semua yang engkau katakan tadi benar adanya semoga Allah mengampuniku dan kalau semua yang engkau katakan tadi tidak benar semoga Allah mengampunimu.” Maka Hasan bin Hasan mengejar Ali bin Husain dan meminta maaf kepadanya.
2) Suka untuk saudaranya apa yang dia suka untuk dirinya, perwujudannya:
– Membantu saudara, ada dua tingkatan:
ú Memberikan pinjaman saat diminta dan bisa untuk membantu disertai dengan wajah yang cerah (tidak memperlihatkan rasa berat).
ú Memberikan pinjaman tanpa diminta.
– Memberikan nasehat, disebutkan dalam perkataan hikmah “saudaramu ialah orang yang berkata benar kepadamu (jika engkau benar dia katakan benar dan kalau engkau salah dia katakan salah) bukan orang yang selalu membenarkan segala tindakanmu.”
– Mendoakan. Dari Abu Darda radliyallahu ‘anhu sebenarnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ
“Doa seorang muslim untuk saudaranya dalam keadaan tidak diketahuinya dikabulkan, di sisi kepalanya ada malaikat yang diwakilkan, setiap kali dia doakan saudaranya maka malaikat itu mengucapkan “amin, dan untukmu ibarat itu pula”. (HR. Muslim, no. 2733).
– Menjaga kehormatannya yaitu dengan tidak mengghibahnya, memfitnahnya bahkan kalau ada orang yang mencela saudaranya dia akan membelanya. Dalam perjalanan ke perang Tabuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencari Ka’ab bin Malik,
فَقَالَ وَهُوَ جَالِسٌ فِي الْقَوْمِ بِتَبُوكَ: "مَا فَعَلَ كَعْبٌ؟" فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي سَلِمَةَ: "يَا رَسُولَ اللَّهِ حَبَسَهُ بُرْدَاهُ وَنَظَرُهُ فِي عِطْفِهِ". فَقَالَ مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ: "بِئْسَ مَا قُلْتَ، وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا عَلِمْنَا عَلَيْهِ إِلاَّ خَيْرًا"، فَسَكَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
maka seorang pria dari Bani Salimah berkata: “Berat atasnya pakaiannya ya Rasulullah.” (maksudnya dia tidak bisa meninggalkan kenikmatan di Madinah untuk pergi berjihad). Mendengar itu Mu’adz bin Jabal berkata orang tersebut: “Alangkah jelek apa yang engkau katakan, kami tidak mengetahui darinya kecuali kebaikan (mungkin dia terhalang udzur). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terdiam.” (HR Bukhari, no. 4418 dan 2769).
3) Mengutamakan saudaranya di atas dirinya sendiri.
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh harapan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.” (QS. Al Hasyr [59]: 9).
– Bukhari (3798,4889), Muslim (2054) dan Baihaqi dalam Syu’abul Iman (3203) meriwayatkan
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: أَتَى رَجُلٌ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَصَابَنِي جَهْدٌ، فَأَرْسَلَ إِلَى نِسَائِهِ فَلَمْ يَجِدْ عِنْدَهُنَّ شَيْئًا، قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " أَلا رَجُلٌ يُضَيِّفُهُ هَذِهِ اللَّيْلَةَ رَحِمَهُ اللهُ"، فَقَامَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ، فَقَالَ: أَنَا يَا رَسُولَ اللهِ، فَذَهَبَ إِلَى أَهْلِهِ، فَقَالَ لامْرَأَتِهِ: ضَيْفُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لا تَدَّخِرِيهِ شَيْئًا، قَالَتْ: وَاللهِ مَا عِنْدِي إِلاّ قُوتُ الصِّبْيَةِ، قَالَ: فَإِذَا أَرَادَ الصِّبْيَةُ الْعَشَاءَ فَنَوِّمِيهِمْ وَتَعَالَيْ، فَأَطْفِئِي السِّرَاجَ، وَنَطْوِي بُطُونَنَا اللَّيْلَةَ، فَفَعَلَتْ ثُمَّ غَدَا الرَّجُلُ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "لَقَدْ عَجِبَ اللهُ - أوْ ضَحِكَ اللهُ - مِنْ فُلانٍ وَفُلانَةٍ، فَأَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: {وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ} [الحشر: 9] "
Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam pernah kedatangan tamu yang kelaparan pada suatu malam maka ia bertanya kepada istri-istri ia kalau-kalau diantara mereka ada yang memiliki makanan, saat ia tahu bahwa tidak ada seorang pun diantara istri ia yang memiliki kuliner ia memperlihatkan kepada para sahabat untuk melayanai tamu ia tersebut. Abu Thalhah kemudian memperlihatkan dirinya, diapun segera ke rumahnya dan munyampaikannya kepada istrinya, istrinya berkata bahwa mereka hanya punya kuliner untuk bawah umur mereka malam itu. Abu Thalhah kemudian menyuruh istrinya untuk menidurkan anak-anaknya saat waktu makan malam tiba dan mematikan pelitanya kemudian mengajak tamu Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam makan dalam kegelapan sementara Abu Thalhah dan istrinya sendiri tidak makan. Keesokan harinya Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh Allah kagum dengan apa yang dilakukan fulan dan fulanah (semalam).” Dan Allah menurunkan ayat: “dan mereka mengutamakan saudara mereka di atas diri mereka sendiri meskipun mereka sendiri dalam keadaan sempit” (QS. Al Hasyr [59]: 9).
– Setelah perang Yarmuk selesai berkecamuk tergeletak 3000 prajurit muslim diantara mereka ada yang terluka dan ada pula yang syahid. Diantara yang terluka terdapat Al Harits bin Hisyam, ‘Ikrimah bin Abi Jahl dan ‘Ayyasy bin Abi Rabi’ah. Maka Al Harits meminta air untuk minum, saat air dibawakan kepadanya dia melihat ‘Ikrimah memandang kepadanya maka diapun berisyarat biar itu diberikan kepada ‘Ikrimah, saat air dibawa kepada Ikrimah dia melihat ‘Ayyasy memandang kepadanya maka diapun berisyarat biar air itu dibawa kepada ‘Ayyasy, saat air itu dibawakan kepada ‘Ayyasy ternyata dia telah meninggal sebelum sempat meneguknya dan ternyata al Harits dan ‘Ikrimah pun juga telah meninggal dunia. Tidak seorangpun diantara mereka yang meminum air tersebut hingga mereka syahid lantaran mengutamakan saudaranya.
5. Kesimpulan
Saling menyayangi lantaran Allah akan melahirkan ukhuwah (persaudaraan) di jalan |Allah kemudian ukhuwah dan persatuan akan melahirkan kekuatan untuk selanjutnya mendapat komitmen Allah di dunia yaitu kemenangan sehingga tercapailah salah satu tujuan diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu mengakibatkan Islam sebagai agama tertinggi di atas seluruh agama, nilai dan fatwa yang ada di muka bumi ini.
Buat lebih berguna, kongsi: