Tongkronganislami.net, Dasar Hukum Asuransi Syariah- Sejak awal asuransi syari’ah dimaknai sebagai wujud dari bisnis pertanggungan secara syar’i, yang didasarkan pada nilai-nilai yang ada dalam fatwa Islam yaitu al-Qur’an dan sunnah rasul (baca: Pengertian Asuransi Syariah). Menurut M. Syakir Sula at- ta’min diambil dari kata amana mempunyai arti memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut.1
Artinya: “…..dan tolong menolonglah kau dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kau kepada Allah, bekerjsama Allah amat berat siksa-Nya”. (QS. al-Maidah :2)
Ayat ini memuat perintah tolong menolong antara sesama manusia. Dalam bisnis asuransi, nilai ini terlihat dalam praktek kerelaan anggota (nasabah) perusahaan asuransi untuk menyisihkan dananya semoga digunakan sebagai dana sosial.
c. Perintah Allah untuk saling melindungi dalam keadaan susah.
Allah SWT sangat concern dengan kepentingan keselamatan dan keamanan dari setiap umat-Nya. Karena itu, Allah memerintahkan untuk saling melindungi dalam keadaan susah satu sama lain.6 Sebagai mana firman Allah:
Menurut M. Hasan Ali landasan yang digunakan oleh sebagian hebat aturan Islam dalam memberi nilai ratifikasi dalam praktek bisnis asuransi yaitu al-Qur’an dan Sunnah Nabi.2
1. Asuransi Sya riah dalamAl-Qur’an
Apabila dilihat sepintas ke seluruh ayat al-Qur’an, tidak terdapat satu ayat pun yang menyebutkan istilah asuransi menyerupai yang dikenal kini ini. Walaupun tidak menyebutkan secara tegas, namun terdapat ayat yang menjelaskan wacana konsep asuransi dan yang mempunyai muatan nilai-nilai dasar yang ada dalam praktek asuransi.3 Di antara adalah:
a. Perintah Allah untuk mempersiapkan hari depan.
Allah SWT dalam al-Qur’an memerintahkan kepada hamba-Nya untuk senantiasa melaksanakan persiapan untuk menghadapi hari esok.4 Allah berfirman dalam surat al-Hasyr ayat 18:
Artinya: “Yusuf berkata, supaya kau bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa. Maka, apa yang kau tuai, hendaklah kau biarkan di bulirnya kecuali sedikit untuk kau makan. Kemudian setelah itu akan tiba tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kau simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kau simpan. Kemudian, akan tiba tahun yang padanya insan diberi hujan (dengan cukup) dan di masa itu mereka memeras anggur.” (QS. Yusuf:47-49)
b. Perintah Allah untuk saling menolong dan kerja sama. Allah berfirman dalam Surat al-Maidah ayat 2.5
Apabila dilihat sepintas ke seluruh ayat al-Qur’an, tidak terdapat satu ayat pun yang menyebutkan istilah asuransi menyerupai yang dikenal kini ini. Walaupun tidak menyebutkan secara tegas, namun terdapat ayat yang menjelaskan wacana konsep asuransi dan yang mempunyai muatan nilai-nilai dasar yang ada dalam praktek asuransi.3 Di antara adalah:
a. Perintah Allah untuk mempersiapkan hari depan.

Artinya: “Yusuf berkata, supaya kau bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa. Maka, apa yang kau tuai, hendaklah kau biarkan di bulirnya kecuali sedikit untuk kau makan. Kemudian setelah itu akan tiba tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kau simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kau simpan. Kemudian, akan tiba tahun yang padanya insan diberi hujan (dengan cukup) dan di masa itu mereka memeras anggur.” (QS. Yusuf:47-49)
b. Perintah Allah untuk saling menolong dan kerja sama. Allah berfirman dalam Surat al-Maidah ayat 2.5
Artinya: “…..dan tolong menolonglah kau dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kau kepada Allah, bekerjsama Allah amat berat siksa-Nya”. (QS. al-Maidah :2)

c. Perintah Allah untuk saling melindungi dalam keadaan susah.
Allah SWT sangat concern dengan kepentingan keselamatan dan keamanan dari setiap umat-Nya. Karena itu, Allah memerintahkan untuk saling melindungi dalam keadaan susah satu sama lain.6 Sebagai mana firman Allah:
Artinya: “Yang telah memberi masakan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan. (QS. Quraisy: 4)
d. Perintah Allah untuk bertawakkal dan optimis berusaha Allah berfirman:
Artinya: “Tidak ada suatu tragedi alam pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah…. “ (QS. at-Taaghabun:11).
Allah swt telah memberi penegasan dalam ayat diatas bahwa segala tragedi alam atau insiden kerugian (peril) yang akan terjadi di masa mendatang tidaklah sanggup diketahui kepastiannya oleh manusia.
Akan tetapi, terdapat nilai implisit dari ayat di atas, yaitu dorongan bagi insan untuk selalu menghindari kerugian dan berusaha meminimalisasikannya sedikit mungkin. Salah satu metodenya yaitu dengan memperbanyak do’a kepada Allah SWT sebagai pengatur kehidupan di alam, semoga terhindar dari tragedi serta kerugian ekonomi.7
2. Asuransi Syariah dalam Sunnah Nabi
Artinya: “Diriwayatkan dari Amir bin Sa’ad bin Abi Waqasy, telah bersabda rasulullah saw: “lebih baik jikalau engkau meninggalkan bawah umur kau (ahli waris) dalam keadaan kaya raya, dari pada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin (kelaparan) yang meminta-minta kepada insan lainnya.” (H.R Bukhari).
Nabi Muhammad saw sangat memperhatikan kehidupan yang akan terjadi di masa mendatang, yaitu dengan cara mempersiapkan semenjak dini bekal yang harus dibutuhkan untuk kehidupan di masa yang akan datang. Hal ini sejalan dengan pelaksanaan operasional dari asuransi, organisasi asuransi mempraktekkan nilai yang terkandung dalam hadits di atas dengan cara mewajibkan anggotanya untuk membayar uang iuran (premi) yang digunakan sebagai tabungan dan sanggup dikembalikan ke hebat warisnya jikalau pada suatu ketika terjadi insiden yang merugikan, baik dalam bentuk janjkematian nasabah atau kecelakaan diri.8
Selain itu Rasulullah saw juga menawarkan tuntunan kepada insan semoga selalu bersikap waspada terhadap kerugian atau tragedi alam yang akan terjadi, bukannya pribadi menyerahkan segalanya (tawakal) kepada Allah swt.
Praktek asuransi yaitu bisnis yang bertumpu pada bagaimana cara mengelola resiko itu sanggup diminimalisasi pada tingkat yang sedikit (serendah) mungkin. Resiko kerugian tersebut akan terasa ringan jikalau ditanggung gotong royong oleh semua anggota (nasabah) asuransi. Sebaliknya, jikalau resiko kerugian tersebut hanya ditanggung oleh pemiliknya, maka akan terasa berat bagi pemilik resiko tersebut.9 Dengan merujuk dalil-dalil di atas, maka sanggup disimpulkan bahwa praktek asuransi syari’ah sama sekali tidak bertentangan fatwa agama Islam, bahkan kita sanggup memetik beberapa manfaat darinya. Di antaranya:
a. Tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa sepenanggungan di antara anggota.
b. Implementasi dari proposal Rasulullah saw semoga umat Islam saling menolong.
c. Jauh dari bentuk-bentuk muamalah yang dihentikan syari’at.
d. Secara umum sanggup menawarkan perlindungan-perlindungan dari resiko kerugian yang diderita satu pihak.
e. Meningkatkan efisiensi, alasannya yaitu tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan yang memakan banyak tenaga, waktu, dan biaya.
f. Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu, dan tidak perlu mengganti atau membayar sendiri kerugian yang timbul, yang jumlahnya tidak tertentu dan tidak pasti.
g. Sebagai tabungan, alasannya yaitu jumlah yang dibayar pada pihak asuransi akan dikembalikan ketika terjadi insiden atau berhentinya akad.
h. Menutup loss of corning power seseorang atau tubuh perjuangan pada ketika ia tidak sanggup berfungsi (bekerja).10
d. Perintah Allah untuk bertawakkal dan optimis berusaha Allah berfirman:
Artinya: “Tidak ada suatu tragedi alam pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah…. “ (QS. at-Taaghabun:11).
Allah swt telah memberi penegasan dalam ayat diatas bahwa segala tragedi alam atau insiden kerugian (peril) yang akan terjadi di masa mendatang tidaklah sanggup diketahui kepastiannya oleh manusia.

2. Asuransi Syariah dalam Sunnah Nabi
Artinya: “Diriwayatkan dari Amir bin Sa’ad bin Abi Waqasy, telah bersabda rasulullah saw: “lebih baik jikalau engkau meninggalkan bawah umur kau (ahli waris) dalam keadaan kaya raya, dari pada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin (kelaparan) yang meminta-minta kepada insan lainnya.” (H.R Bukhari).
Nabi Muhammad saw sangat memperhatikan kehidupan yang akan terjadi di masa mendatang, yaitu dengan cara mempersiapkan semenjak dini bekal yang harus dibutuhkan untuk kehidupan di masa yang akan datang. Hal ini sejalan dengan pelaksanaan operasional dari asuransi, organisasi asuransi mempraktekkan nilai yang terkandung dalam hadits di atas dengan cara mewajibkan anggotanya untuk membayar uang iuran (premi) yang digunakan sebagai tabungan dan sanggup dikembalikan ke hebat warisnya jikalau pada suatu ketika terjadi insiden yang merugikan, baik dalam bentuk janjkematian nasabah atau kecelakaan diri.8

Praktek asuransi yaitu bisnis yang bertumpu pada bagaimana cara mengelola resiko itu sanggup diminimalisasi pada tingkat yang sedikit (serendah) mungkin. Resiko kerugian tersebut akan terasa ringan jikalau ditanggung gotong royong oleh semua anggota (nasabah) asuransi. Sebaliknya, jikalau resiko kerugian tersebut hanya ditanggung oleh pemiliknya, maka akan terasa berat bagi pemilik resiko tersebut.9 Dengan merujuk dalil-dalil di atas, maka sanggup disimpulkan bahwa praktek asuransi syari’ah sama sekali tidak bertentangan fatwa agama Islam, bahkan kita sanggup memetik beberapa manfaat darinya. Di antaranya:
a. Tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa sepenanggungan di antara anggota.
b. Implementasi dari proposal Rasulullah saw semoga umat Islam saling menolong.
c. Jauh dari bentuk-bentuk muamalah yang dihentikan syari’at.
d. Secara umum sanggup menawarkan perlindungan-perlindungan dari resiko kerugian yang diderita satu pihak.
e. Meningkatkan efisiensi, alasannya yaitu tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan yang memakan banyak tenaga, waktu, dan biaya.

g. Sebagai tabungan, alasannya yaitu jumlah yang dibayar pada pihak asuransi akan dikembalikan ketika terjadi insiden atau berhentinya akad.
h. Menutup loss of corning power seseorang atau tubuh perjuangan pada ketika ia tidak sanggup berfungsi (bekerja).10
Catatan Kaki
1. Muhammad Syakir Sula, AAIJ. FIIS, Asuransi Syariah, Jakarta: Gema Insani Press, hlm. 28
2. A.M. Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam: Suatu Tinjauan Analisis Historis, Teoritis dan Praktis, Cet. I, Jakarta: Kencana, 2004, hlm. 104-105
3. Widyaningsih, et. all., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Cet. I, Jakarta: Prenada Media, 2005, hlm. 236
4. Muhammad Syakir Sula, AAIJ. FIIS, Asuransi Syariah... hlm. 86
5. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, Semarang: Kumudasmoro Grafindo, 1994, hlm. 156
6. Muhammad Syakir Sula, AAIJ. FIIS, Asuransi Syariah... hlm. 90.
7. A.M. Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif.... hlm. 109
8. Widyaningsih, et. all., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Cet. I, Jakarta: Prenada Media, 2005. 239
9. A.M. Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif... hlm. 109
10. Widyaningsih, et. all., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Cet. I, Jakarta: Prenada Media, 2005, hlm. 239
Buat lebih berguna, kongsi: