Strategi Pengembangan Profesionalitas Guru



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Sejak tahun 2005, informasi mengenai profesionalitas guru gencar dibicarakan di Indonesia. Profesionalitas guru sering dikaitkan dengan tiga faktor yang cukup penting, yaitu kompetensi guru, sertifikasi guru, dan tunjangan profesi guru. Ketiga faktor tersebut merupakan latar yang disinyalir berkaitan erat dengan kualitas pendidikan. Guru profesional yang dibuktikan dengan kompetensi yang dimilikinya akan mendorong terwujudnya proses dan produk kinerja yang sanggup menunjang peningkatan kualitas pendidikan. Guru kompeten sanggup dibuktikan dengan perolehan sertifikasi guru berikut tunjangan profesi yang memadai berdasarkan ukuran Indonesia. Sekarang ini, terdapat sejumlah guru yang telah tersertifikasi, akan tersertifikasi, telah memperoleh tunjangan profesi, dan akan memperoleh tunjangan profesi. Fakta bahwa guru telah tersertifikasi merupakan dasar perkiraan yang kuat, bahwa guru telah mempunyai kompetensi. Kompetensi guru tersebut meliputi empat jenis, yaitu (1) kompetensi pedagogi (2) kompetensi profesional, (3) kompetensi sosial, dan (4) kompetensi kepribadian.

Persoalan yang muncul kemudian, bahwa guru yang diasumsikan telah mempunyai kompetensi yang hanya berlandaskan pada perkiraan bahwa mereka telah tersertifikasi, sepertinya dalam jangka panjang sulit untuk sanggup dipertanggungjawabkan secara akademik. Bukti tersertifikasinya para guru yaitu kondisi sekarang, yang secara umum merupakan kualitas sumber daya guru sesaat setelah sertifikasi. Oleh lantaran sertifikasi erat kaitannya dengan proses belajar, maka sertifikasi tidak bisa diasumsikan mencerminkan kompetensi yang unggul sepanjang hayat. Pasca sertifikasi seyogyanya merupakan tonggak awal bagi guru untuk selalu meningkatkan kompetensi dengan cara berguru sepanjang hayat. Untuk memfasilitasi peningkatan kompetensi guru, dibutuhkan manajemen pengembangan kompetensi guru. Hal ini perlu dipikirkan oleh banyak sekali pihak yang berkepentingan, lantaran peningkatan kompetensi guru merupakan indikator peningkatan profesionalitas guru itu sendiri.

B.       Rumusan Masalah
1.      Apakah hakekat profesionalitas guru ?
2.      Bagaimanakah model pengembangan atau peningkatan profesionalitas guru ?
3.      Bagaimanakah taktik pengembangan atau peningkatan profesionalitas guru ?

C.      Tujuan Makalah
1.      Untuk mengetahui hakekat profesionalitas guru
2.      Untuk mengetahui model pengembangan dan peningkatan profesionalitas guru
3.      Untuk mengetahui taktik pengembangan dan peningkatan profesionalitas guru















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Hakekat Profesionalitas Guru
Profesi keguruan mempunyai kiprah utama melayani masyarakat dalam dunia pendidikan. Profesionalisasi dalam bidang keguruan mengandung arti peningkatan segala daya dan perjuangan dalam rangka pencapaian secara optimal layanan yang akan diberikan kepada masyarakat. Untuk meningkatkan mutu pendidikan dikala ini, maka profesionalisasi guru merupakan suatu keharusan. Pengembangan profesionalisme guru dimaksudkan untuk merangsang, memelihara, dan meningkatkan kompetensi guru dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran yang berdampak pada peningkatan mutu hasil berguru siswa.
Profesionalitas berakar pada kata profesi yang berarti pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian. Profesionalitas itu sendiri sanggup berarti mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional. Profesionalitas guru sanggup berarti guru yang profesional, yaitu  seorang guru yang bisa merencanakan aktivitas berguru mengajar, melaksanakan dan memimpin Proses Belajar Mengajar, menilai kemajuan Proses Belajar Mengajar dan memanfaatkan hasil penilaian kemajuan berguru mengajar dan informasi lainnya dalam penyempurnaan Proses Belajar Mengajar (Sahabuddin,1993:6 dalam http://mawar19.blogspot.com/2012/ 05/makalah-cara-meningkatkan.html).
Dengan demikian, sanggup disimpulkan bahwa guru profesional yaitu guru yang mempunyai keahlian, tanggung jawab, dan rasa kesejawatan yang didukung oleh etika profesi yang berpengaruh serta kualifikasi kompetensi yang memadai. Untuk menjadi profesional seorang guru dituntut untuk mempunyai lima hal, yaitu:
1.    Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya,
2.    Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada siswa,
3.    Guru bertanggung jawab memantau hasil berguru siswa melalui banyak sekali cara evaluasi,
4.    Guru bisa berfikir sistematis perihal apa yang dilakukannya dan berguru dari pengalamannya,
5.    Guru seyogyanya merupakan potongan dari masyarakat berguru dalam lingkungan profesinya (Supriadi 1998 dalam http://library-teguh.blogspot. com/2012/01/217-pengembangan-profesi-guru-secara.html).

Tugas seorang guru profesional meliputi tiga bidang utama yaitu :
1.      Dalam Bidang Profesi
Dalam bidang profesi, seorang guru profesional berfungsi untuk mengajar, mendidik, melatih, dan melaksanakan penelitian masalah-masalah  pendidikan. Dalam bidang kemanusiaan, guru profesional berfungsi sebagai pengganti orang bau tanah khususnya dalam bidang peningkatan kemampuan intelektual akseptor didik. Guru profesional menjadi fasilitator untuk membantu akseptor didik mentransformasikan potensi yang dimiliki akseptor didik menjadi kemampuan serta keterampilan yang berkembang dan bermanfaat bagi kemanusiaan. Adapun 10 kompetensi profesional guru yang dikutip Samana (1994 dalam https://mataseluruhdunia1010.blogspot.com//search?q=demokrasi-indonesia-dalam-islam ) yaitu :
a.    Guru dituntut mengusai materi ajar, meliputi materi didik wajib, materi didik pengayaan, dan materi didik penunjang untuk keperluan pengajarannya. Guru bisa mengelola aktivitas berguru mengajar meliputi: Merumuskan tujuan instruksional; Mengenal dan sanggup memakai metode pengajaran; Memilih dan menyusun mekanisme instruksional yang tepat; Melaksanakan aktivitas berguru mengajar; Mengenal kemampuan anak didik; dan Merencanakan dan melaksanakan pengajaran.
b.    Guru bisa mengelola kelas antara lain mengatur tata ruang kelas untuk pengajaran dan membuat iklim mengajar yang serasi sehingga Proses Belajar Mengajar berlangsung secara maksimal.
c.    Guru bisa mengunakan media dan sumber pengajaran untuk itu diharapkan mempunyai: Mengenal, menentukan dan memakai media; Membuat alat bantu pengajaran sederhana; Menggunakan dan mengelola laboratorium dalam Proses Belajar Mengajar; Mengembangkan laboratorium; Menggunakan perpustakaan dalam Proses Belajar Mengajar; Menggunakan micro teaching dalam PPL.
d.   Guru menghargai landasan-landasan pendidikan. Landasan pendidikan yaitu sejumlah ilmu yang mendasari asas-asas dan kebijakan pendidikan baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah.
e.    Guru bisa mengelola interaksi berguru mengajar. Dalam pengajaran guru dituntut cakap termasuk penggunaan alat pengajaran, media pengajaran dan sumber pengajaran biar siswa ulet berguru bagi dirinya.
f.     Guru bisa menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran.
g.    Guru mengenal fungsi serta aktivitas pelayanan bimbingan dan penyuluhan.
h.    Guru mengenal dan menyelenggarakan manajemen sekolah.
i.      Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.
2.      Dalam Bidang Kemanusiaan
Dalam bidang kemanusiaan, guru berfungsi untuk meningkatkan martabat sebagai biro pembelajaran, pengembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni. Serta pengabdian pada masyarakat berfungsi meningkatkan mutu pendidikan nasional.


3.      Dalam Bidang Kemasyarakatan
Di dalam bidang kemasyarakatan, profesi guru berfungsi untuk memenuhi amanat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu ikut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan diferensiasi kiprah dari suatu masyarakat modern, sudah tentu kiprah pokok utama dari guru profesional ialah di dalam bidang profesinya tanpa melupakan tugas-tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan.
Dengan demikian, guru yang profesional yaitu guru yang mampu:
a.    Merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
b.    Meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan;
c.    Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi akseptor didik dalam pembelajaran
d.   Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika;
e.    Memelihara dan menumpuk persatuan dan kesatuan bangsa

B.     Model Pengembangan Profesionalime Guru
Castetter memberikan lima model pengembangan untuk guru sebagaimana dikutip oleh Udin Syaepudin Saud, ibarat pada tabel berikut ini:
Model Pengembangan Guru
Keterangan
Individual Guided Staff Development (Pengembangan Guru Yang Dipandu Secara Individu)
Para guru sanggup menilai kebutuhan mengajar mereka dan bisa berguru aktif serta mengarahkan diri sendiri. Para guru harus dimotivasi dikala menyeleksi tujuan berguru berdasar penilaian personil dari kebutuhan mereka.

Observation/Assessment
(Observasi atau Penilaian)
Observasi dan penilaian dari instruksi menyediakan guru dengan data yang sanggup direfleksikan dan dianalisis untuk tujuan peningkatan berguru siswa. Refleksi oleh guru pada praktiknya sanggup ditingkatkan oleh observasi lainya.
Involvement in a development/improvement process (Keterlibatan Dalam Suatu Proses Pengembangan/Peningkatan)
Pembelajaran orang cukup umur lebih efektif ketika mereka perlu untuk mengetahui atau perlu memecahkan suatu masalah. Guru perlu untuk memperoleh pengetahuan atau keterampilan melalui keterlibatan pada proses peningkatan sekolah atau pengembangan kurikulum.
Training (Pelatihan)
Ada teknik-teknik dan perilaku-perilaku yang pantas untuk ditiru guru dalam kelas. Guru-guru sanggup merubah sikap mereka dan berguru menggandakan sikap dalam kelas mereka.
Inquiry (Pemeriksaan)
Pengembangan profesional yaitu studi kerjasama oleh para guru sendiri untuk permasalahan dan informasi yang timbul dari perjuangan untuk membuat praktik mereka konsisten dengan nilai-nilai bidang pendidikan.



























Dengan demikian, terdapat banyak sekali program-program dan strategi-strategi yang sanggup dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan profesionalitas guru yang sudah dikemukakan di atas salah satunya yaitu dengan memperlihatkan tunjangan profesi berupa sertifikat pendidik atau yang erat dikenal dengan sertifikasi guru. Tunjangan profesi yang diprogramkan oleh pemerintah tidak hanya untuk memperlihatkan tunjangan profesi dan kesejahteraan belaka tetapi juga dimaksudkan biar guru bisa meningkatkan mutu, dedikasi, dan kinerja untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

C.     Strategi Peningkatan Profesionalitas Guru
1.      Hakekat Strategi Peningkatan Profesionalitas Guru
Strategi sanggup diartikan sebagai suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi untuk hingga pada tujuan. Yang dimaksud dengan taktik pengembangan profesionalitas guru yaitu suatu cara atau upaya yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi dalam berbagi profesionalitass guru.
Sumber daya insan dalam konteks manajemen yaitu kesiapan masyarakat untuk mengkontribusikan kesamaan kehendak guna mencapai tujuan yang sama. Oleh lantaran itu sumber daya insan dalam suatu organisasi termasuk organisasi pendidikan memerlukan pengelolaan dan pengembangan yang baik dalam upaya meningkatkan kinerja mereka biar sanggup memberi sumbangan bagi pencapaian tujuan.
Profesi keguruan mempunyai kiprah utama melayani masyarakat dalam dunia pendidikan. Profesionalisasi dalam bidang keguruan mengandung arti peningkatan segala daya dan perjuangan dalam rangka pencapaian secara optimal layanan yang akan diberikan kepada masyarakat. Untuk meningkatkan mutu pendidikan dikala ini, maka profesionalisasi guru merupakan suatu keharusan. Pengembangan profesionalitas guru dimaksudkan untuk merangsang, memelihara, dan meningkatkan kompetensi guru dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran yang berdampak pada peningkatan mutu hasil berguru siswa.
Dalam bukunya, E. Mulyasa mengatakan, bahwa upaya-upaya yang sanggup dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan kinerjanya sebagai educator, khususnya dalam peningkatan kinerja tenaga kependidikan yaitu mengikut sertakan guru-guru dalam penataran-penataran untuk menambah wawasan para guru. Kepala sekolah harus memperlihatkan kesempatan kepada guru-guru untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dengan berguru ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

2.      Prinsip-prinsip pengembangan atau peningkatan profesionalitas.
1)      Prinsip umum
a.       Demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi
b.      manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
c.       Satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.
d.      Suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan guru yang berlangsung sepanjang hayat.
e.       Memberi keteladanan, membangun kemauan, dan berbagi kreativitas guru dalam
f.       proses pembelajaran.
g.      Memberdayakan semua komponen masyarakat melalui kiprah serta dalam penyelenggaraan
h.      dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
2)      Prinsip khusus
a.       Ilmiah, keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam kompetensi dan indikator harus benar dan sanggup dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
b.      Relevan, rumusannya berorientasi pada kiprah dan fungsi guru sebagai tenaga pendidik
c.       profesional yakni mempunyai kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
d.      Sistematis, setiap komponen dalam kompetensi jabatan guru berafiliasi secara fungsional dalam mencapai kompetensi.
e.       Konsisten, adanya hubungan yang ajeg dan taat asas antara kompetensi dan indikator.
f.       Aktual dan kontekstual, yakni rumusan kompetensi dan indikator sanggup mengikuti perkembangan Ipteks.
g.      Fleksibel, rumusan kompetensi dan indikator sanggup berubah sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan jaman.
h.       Demokratis, setiap guru mempunyai hak dan peluang yang sama untuk diberdayakan melalui proses pembinaan dan pengembangan profesionalitasnya, baik secara individual maupun institusional.
i.        Obyektif, setiap guru dibina dan dikembangkan profesinya dengan mengacu kepada hasil penilaian yang dilaksanakan berdasarkan indikator-indikator terukur dari kompetensi profesinya.
j.        Komprehensif, setiap guru dibina dan dikembangkan profesinya untuk mencapai kompetensi profesi dan kinerja yang bermutu dalam memperlihatkan layanan pendidikan dalam rangka membangun generasi yang mempunyai pengetahuan, kemampuan atau kompetensi, bisa menjadi dirinya sendiri, dan bisa menjalani hidup bersama orang lain.
k.      Memandirikan, setiap guru secara terus menerus diberdayakan untuk bisa meningkatkan kompetensinya secara berkesinambungan, sehingga mempunyai kemandirian profesional dalam melaksanakan kiprah dan fungsi profesinya.
l.        Profesional, pembinaan dan pengembangan profesi guru dilaksanakan dengan mengedepankan nilai-nilai profesionalitas.
m.    Bertahap, dimana pembinaan dan pengembangan profesi guru dilaksanakan berdasarkan tahapan waktu atau tahapan kualitas kompetensi yang dimiliki oleh guru.
n.      Berjenjang, pembinaan dan pengembangan profesi guru dilaksanakan secara berjenjang berdasarkan jenjang kompetensi atau tingkat kesulitan kompetensi yang ada pada standar kompetensi.
o.      Berkelanjutan, pembinaan dan pengembangan profesi guru dilaksanakan sejalan dengan perkembangan ilmu pentetahuan, teknologi dan seni, serta adanya kebutuhan penyegaran kompetensi guru;
p.      Akuntabel, pembinaan dan pengembangan profesi guru dapat  dipertanggungjawabkan secara transparan kepada publik;
q.      Efektif, pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru harus bisa memperlihatkan informasi yang bisa dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan yang sempurna oleh pihak-pihak yang terkait dengan profesi lebih lanjut dalam upaya peningkatan kompetensi dan kinerja guru.
r.        Efisien, pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru harus didasari atas pertimbangan penggunaan sumberdaya seminimal mungkin untuk mendapat hasil yang optimal.

3)      Tujuan pengembangan atau peningkatan profesionalitas guru.
Tujuan pengembangan guru melalui pembinaan guru yaitu untuk memperbaiki proses berguru mengajar yang di dalamnya melibatkan guru dan siswa, melalui serangkaian tindakan, bimbingan dan arahan. Perbaikan proses berguru mengajar yang pencapainnya melalui peningkatan profesional guru tersebut diharapkan memperlihatkan bantuan bagi peningkatan mutu pendidikan (Ali Imron, 1995: 23). 
Tujuan kegiatan  pengembangan profesi guru (dalam http://sekolah.8k.com/rich_text_1.html ) yaitu untuk meningkatkan mutu guru biar guru lebih profesional dalam pelaksanaan kiprah dan tanggung jawabnya. Jadi, kegiatan tersebut bertujuan  untuk memperbanyak guru yang profesional, bukan untuk mempercepat atau memperlambat kenaikan pangkat/golongan. Selanjutnya sebagai penghargaan kepada guru yang bisa meningkatkan mutu profesionalnya, diberikan penghargaan, di  antaranya dengan kenaikan pangkat/golongannya.
Dalam kaitannya dengan aktivitas bimbingan penulisan karya ilmiah, maka penulisan karya tulis ilmiah sendiri yang merupakan salah satu kegiatan pengembangan profesi guru, bukanlah sebagai tujuan final tetapi sesungguhnya merupakan wahana untuk melaporkan kegiatan yang telah dilakukan guru untuk meningkatkan mutu pendidikan, khususnya pembelajaran di sekolah.
Menurut Sudarwan Danim (2002: 51) dalam https://mataseluruhdunia1010.blogspot.com//search?q=demokrasi-indonesia-dalam-islam  menjelaskan bahwa pengembangan profesionalisme guru dimaksudkan untuk memenuhi tiga kebutuhan. Pertama, kebutuhan sosial untuk meningkatkan kemampuan sistem pendidikan yang efisien dan manusiawi serta melaksanakan pembiasaan untuk penyusunan kebutuhan-kebutuhan sosial. Kedua, kebutuhan untuk menemukan cara-cara untuk membantu staff pendidikan dalam rangka berbagi pribadinya secara luas. Ketiga, kebutuhan untuk berbagi dan mendorong kehidupan pribadinya, ibarat halnya membantu siswanya dalam berbagi impian dan keyakinan untuk memenuhi tuntutan pribadi yang sesuai dengan potensi dasarnya.
Tujuan lain dari pengembangan profesionalitas guru yaitu:
a.    Kebutuhan sosial untuk meningkatkan kemampuan sistem pendidikan yang efisien dan manusiawi serta melaksanakan pembiasaan untuk penyusunan kebutuhan-kebutuhan sosial. 
b.    Kebutuhan untuk menemukan cara-cara untuk membantu staff pendidikan dalam rangka berbagi pribadinya secara luas. 
c.    Kebutuhan untuk berbagi dan mendorong kehidupan pribadinya, ibarat halnya membantu siswanya dalam berbagi impian dan keyakinan untuk memenuhi tuntutan pribadi yang sesuai dengan potensi dasarnya.


4)      Faktor pengembangan atau peningkatan profesionalitas.
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta taktik penerapannya.
Menurut Walgito (dalam Deden, 2011), sikap yaitu citra kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu objek, sedangkan Berkowitz (dalam Deden, 2011) mendefinisikan “sikap seseorang pada suatu objek yaitu perasaan atau emosi, dan faktor kedua yaitu respon atau kecenderungan untuk bereaksi”. Sebagai reaksi, maka sikap selalu berafiliasi dengan dua alternatif, yaitu bahagia (like) atau tidak bahagia (dislike), berdasarkan dan melaksanakan atau menghindari sesuatu.
Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya mempunyai keterampilan yang tinggi tetapi mempunyai suatu tingkah laris yang dipersyaratkan. 
Mantja (2002)  menyatakan  bahwa  peningkatan kompetensi tersebut tidak hanya
Akadum (1999) juga mengemukakan bahwa ada lima faktor penyebab rendahnya profesionalisme guru; 
1.      Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total 
2.      Rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan Pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan 
3.      Masih belum smooth-nya perbedaan pendapat perihal proporsi materi didik yang diberikan kepada calon guruM
4.      Masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara makssimal meningkatkan profesionalisme anggotanya.
Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa disalahkan, terutama  menjadi pressure group biar sanggup meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggotanya. Ditujukan pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, namun yang lebih penting yaitu kemamuan diri untuk terus menerus melaksanakan peningkatan kelayakan kompetensi. 
Sergiovanni (dalam  mantja, 2002) menegaskan bahwa teachers are axpected to put their knowledge to work to demonstrate they can do the job. Finally, professional are expected to engage in a life long commitment to self improvement.  Self  improvement  is  the  will-grow  competency  area.  Pernyataan Sergiovanni tersebut memperlihatkan petunjuk bahwa perkiraan profesionalisme guru pasca sertifikasi  seyognya  menjadi  spring  board  bagi  guru  untuk terus  menerus  menata komitmen  melakukan  perbaikan  diri  dalam  rangka  meningkatkan  kompetensi.
Peningkatan  kompetensi  atas  dorongan  komitmen  diri  diharapkan  akan  bisa meningkatkan keefektifan  kinerjanya  di  sekolah.  Komitmen  untuk  meningkatkan kefektifan kinerja sangat berkaitan dengan pencapaian tujuan program, yaitu aktivitas pembelajaran  yang  diharapkan  mampu  menghasilkan  output  dan  outcome  yang mencapai standar.
 Jika guru mempunyai komitmen untuk berbagi kompetensi diri secara  terus  menerus,  maka  proses-proses  perencanaan,  pengembangan,  penerapan, pengelolaan, dan penilaian aktivitas pembelajaran diyakini akan sanggup dilakukan sesuai dengan tuntutan kekinian.
Glickman    (dalam  Mantja          2002)  memperkenalkan pendekatan  supervisi pengembangan (developmental  supervision). Pendekatan  tersebut  bertolak  dari kenyataan, bahwa pada  asarnya proses supervisi yaitu proses belajar
5)      Strategi pengembangan atau peningkatan profesionalitas.
Peningkatan kompetensi guru dilaksanakan melalui banyak sekali taktik dalam bentuk pendidikan dan training (diklat) dan bukan diklat, antara lain ibarat berikut ini.
1. Pendidikan dan Pelatihan                                                                           
a.    Inhouse training (IHT). Pelatihan dalam bentuk IHT yaitu training yang dilaksanakan secara internal di KKG/MGMP, sekolah atau tempat lain yang ditetapkan untuk menyelenggarakan pelatihan. Strategi pembinaan melalui IHT dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa sebagian kemampuan dalam meningkatkan kompetensi dan karir guru tidak harus dilakukan secara eksternal, tetapi sanggup dilakukan oleh guru yang mempunyai kompetensi kepada guru lain yang belum mempunyai kompetensi. Dengan taktik ini diharapkan sanggup lebih menghemat waktu dan biaya.
b.    Program magang. Program magang yaitu training yang dilaksanakan di institusi/industri yang relevan dalam rangka meningkatkan kompetensi professional guru. Program magang ini terutama diperuntukkan bagi guru kejuruan dan sanggup dilakukan selama priode tertentu, misalnya, magang di industri otomotif dan yang sejenisnya. Program magang dipilih sebagai alternatif pembinaan dengan alasan bahwa keterampilan tertentu khususnya bagi guru-guru sekolah kejuruan memerlukan pengalaman nyata.
c.    Kemitraan sekolah. Pelatihan melalui kemitraan sekolah sanggup dilaksanakan bekerjasama dengan institusi pemerintah atau swasta dalam keahlian tertentu. Pelaksanaannya sanggup dilakukan di sekolah atau di tempat kawan sekolah. Pembinaan melalui kawan sekolah dibutuhkan dengan alasan bahwa beberapa keunikan atau kelebihan yang dimiliki kawan sanggup dimanfaatkan oleh guru yang mengikuti training untuk meningkatkan kompetensi profesionalnya.
d.   Belajar jarak jauh. Pelatihan melalui berguru jarak jauh sanggup dilaksanakan tanpa menghadirkan pelatih dan akseptor training dalam satu tempat tertentu, melainkan dengan sistem training melalui internet dan sejenisnya. Pembinaan melalui berguru jarak jauh dilakukan dengan pertimbangan bahwa tidak semua guru terutama di kawasan terpencil sanggup mengikuti training di tempat-tempat pembinaan yang ditunjuk ibarat di ibu kota kabupaten atau di propinsi.
e.    Pelatihan berjenjang dan training khusus. Pelatihan jenis ini dilaksanakan di P4TK dan atau LPMP dan lembaga lain yang diberi wewenang, di mana aktivitas training disusun secara berjenjang mulai dari jenjang dasar, menengah, lanjut dan tinggi. Jenjang training disusun berdasarkan tingkat kesulitan dan jenis kompetensi. Pelatihan khusus (spesialisasi) disediakan berdasarkan kebutuhan khusus atau disebabkan adanya perkembangan gres dalam keilmuan tertentu.
f.     Kursus singkat di LPTK atau lembaga pendidikan lainnya. Kursus singkat di LPTK atau lembaga pendidikan lainnya dimaksudkan untuk melatih meningkatkan kompetensi guru dalam beberapa kemampuan ibarat melaksanakan penelitian tindakan kelas, menyusun karya ilmiah, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran, dan lain-lain sebagainya.
g.    Pembinaan internal oleh sekolah. Pembinaan internal ini dilaksanakan oleh kepala sekolah dan guru-guru yang mempunyai kewenangan membina, melalui rapat dinas, rotasi kiprah mengajar, pemberian tugas-tugas internal tambahan, diskusi dengan rekan sejawat dan sejenisnya.
h.    Pendidikan lanjut. Pembinaan profesi guru melalui pendidikan lanjut juga merupakan alternatif bagi pembinaan profesi guru di masa mendatang. Pengikutsertaan guru dalam pendidikan lanjut ini sanggup dilaksanakan dengan memperlihatkan kiprah belajar, baik di dalam maupun di luar negeri, bagi guru yang berprestasi. Pelaksanaan pendidikan lanjut ini akan menghasilkan guru-guru pembina yang sanggup membantu guru-guru lain dalam upaya pengembangan profesi.
2. Kegiatan Selain Pendidikan dan Pelatihan
a.    Diskusi duduk kasus pendidikan. Diskusi ini diselenggarakan secara bersiklus dengan topik sesuaidengan duduk kasus yang di alami di sekolah. Melalui diskusi bersiklus diharapkan para guru sanggup memecahkan duduk kasus yang dihadapi berkaitan dengan proses pembelajaran di sekolah ataupun duduk kasus peningkatan kompetensi dan pengembangan karirnya.
b.    Seminar. Pengikutsertaan guru di dalam kegiatan seminar dan pembinaan publikasi ilmiah juga sanggup menjadi model pembinaan berkelanjutan profesi guru dalam meningkatkan kompetensi guru. Melalui kegiatan ini memperlihatkan peluang kepada guru untuk berinteraksi secara ilmiah dengan kolega seprofesinya berkaitan dengan hal-hal terkini dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan.
c.    Workshop. Workshop dilakukan untuk menghasilkan produk yang bermanfaat bagi pembelajaran, peningkatan kompetensi maupun pengembangan karirnya. Workshop sanggup dilakukan contohnya dalam kegiatan menyusun KTSP, analisis kurikulum, pengembangan silabus, penulisan RPP, dan sebagainya.
d.   Penelitian. Penelitian sanggup dilakukan guru dalam bentuk penelitian tindakan kelas, penelitian eksperimen ataupun jenis yang lain dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran.
e.    Penulisan buku/bahan ajar. Bahan didik yang ditulis guru sanggup berbentuk diktat, buku pelajaran ataupun buku dalam bidang pendidikan.
f.     Pembuatan media pembelajaran. Media pembelajaran yang dibentuk guru sanggup berbentuk alat peraga, alat praktikum sederhana, maupun materi didik elektronik (animasi pembelajaran).
g.    Pembuatan karya teknologi/karya seni. Karya teknologi/seni yang dibentuk guru sanggup berupa karya teknologi yang bermanfaat untuk masyarakat dan atau pendidikan dan karya seni yang mempunyai nilai estetika yang diakui oleh masyarakat.
Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional menyebutkan beberapa alternatif aktivitas pengembangan profesionalitas guru, sebagai berikut:
1.    Program peningkatan kualifikasi pendidikan guru
Program ini diperuntukkan bagi guru yang belum mempunyai kualifikasi pendidikan minimal S-1 untuk mengikuti pendidikan S-1 atau S-2 pendidikan keguruan. Program ini berupa aktivitas kelanjutan studi dalam bentuk kiprah belajar.
2.    Program penyetaraan dan sertifikasi
Program ini diperuntukkan bagi guru yang mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya atau bukan berasal dari aktivitas pendidikan keguruan.
3.    Program training terintegrasi berbasis kompetensi
Yaitu training yang mengacu pada kompetensi yang akan dicapai dan dibutuhkan oleh akseptor didik, sehingga isi atau materi training yang akan dilatihkan merupakan adonan atau integrasi bidang-bidang ilmu sumber materi training yang secara utuh dibutuhkan untuk mencapai kompetensi.
4.    Program supervisi pendidikan
Di lingkungan sekolah, supervisi mempunyai peranan cukup strategis dalam meningkatkan prestasi kerja guru, yang pada gilirannya akan meningkatkan prestasi sekolah.
5.    Program pemberdayaan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran)
MGMP yaitu suatu lembaga atau wadah kegiatan profesional guru mata pelajaran homogen di sanggar maupun di masing-masing sekolah yang terdiri dari dua unsur yaitu musyawarah dan guru mata pelajaran. Dalam MGMP diharapkan akan meningkatkan profesionalitas guru dalam melaksanakan pembelajaran yang bermutu sesuai kebutuhan akseptor didik. Wadah profesi ini sangat dibutuhkan dalam memperlihatkan bantuan pada peningkatan keprofesionalan para anggotanya.
6.    Simposium guru
Forum ini selain sebagai media untuk saling sharing pengalaman juga berfungsi untuk kompetisi antar guru, dengan menampilkan guru-guru yang berprestasi dalam banyak sekali bidang, contohnya dalam penggunaan metode pembelajaran, hasil penelitian tindakan kelas atau penulisan karya ilmiah.
7.    Program training tradisional lainnya
Pelatihan ini pada umumnya mengacu pada satu aspek khusus yang sifatnya konkret dan penting untuk diketahui oleh para guru, misalnya: CTL (Contextual Teaching and Learning), KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), Penelitian Tindakan Kelas, penulisan karya ilmiah, dan sebagainya.

6)      Tantangan dan solusi pengembangan atau peningkatan profesionalitas.
Terkait dengan guru, secara umum tantangan yang dihadapi guru di kala globalisasi dan multicultural ini yaitu bagaimana pendidikan bisa mendidik dan menghasilkan siswa yang mempunyai daya saing tinggi (qualified), atau justru malah “mandul” dalam menghadapi gempuran banyak sekali kemajuan yang penuh dengan kompetensi dalam banyak sekali sector, bisa menghadapi tantangan di bidang politik dan ekonomi, bisa melaksanakan risett secara koperhensif di kala reformasi serta bisa membangun kualitas kehidupan sumber daya manusia. Di samping itu, dilihat dari segi aktualisasinya pendidikan merupakan proses interaksi antara guru (pendidik) dengan siswa (peserta didik) untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Guru, siswa dan tujuan pendidikan merupakan komponen utama pendidikan. Ketiganya membentuk triangle, yang kalau hilang salah satunya, maka hilang pulalah hakikat pendidikan. Namun demikian, dalam situasi tertentu kiprah guru sanggup dibantu oleh unsur lain, ibarat media teknologi tetapi tidak sanggup digantikan.
Oleh lantaran itulah, kiprah guru sebagai pelaku utama pendidikan merupakan pendidik profesional.[2] Peranan guru sebagai pendidik profesional akhir-akhir ini mulai dipertanyakan eksistensinya secara fungsional lantaran munculnya fenomena para lulusan pendidikan yang secara moral cenderung merosot dan secara intelektual akademik juga kurang siap untuk memasuki lapangan kerja atau bahkan dalam bersaing untuk memasuki dunia pendidikan tinggi. Jika fenomena ini dijadikan tolok ukur, maka peranan guru sebagai pendidik profesional baik pribadi maupun tidak pribadi menjadi dipertanyakan.
Semua tantangan itu mengharuskan adanya SDM yang berkualitas dan berdaya saing tinggi secara komperhensif dan kooperatif yang berwawasan keunggulan, keahlian professional, berpandangan jauh ke depan (visioner), rasa percaya diri dan harga diri yang tinggi serta mempunyai keterampilan yang memadai sesuai kebutuhan dan daya tawar pasar bebas. Selain tantangan tersebut, tersedia juga peluang atau kesempatan untuk merevitalisasi banyak sekali komponen yang terdapat dalam pepndidikan biar sesuai dengan tantangan dan kebutuhan zaman.

7)      Implikasi Pengembangan Sikap Profesionalitas Guru Dalam Mudah Pendidikan 
Sebelum dan sehabis memperoleh sertifikat pendidik sebagai guru dan dosen profesional, diharapkan minimal mempunyai tujuh indikator yang harus menempel dan terus menerus dibangun guru dan dosen dalam rangka mengembang kualitasnya. Ketujuh indikator tersebut sanggup digambarkan sebagai berikut:
   

 GURU DAN DOSEN PROFESIONAL
GOOD TEACHING SKILL
GOOD EXAMPLE/BEST PRACTISES
GOOD KNOLEDGE ABLE
GOOD PROFESIONAL ATTITUDE
DYNAMIC CURRICULUM
GOOD USING TECNOLOGY
GOOD USING LEARNING EQUIPMENT/ MEDIA
 














Gambar 1.
Indikator Guru/Dosen Profesional (Prof. Dr. Ret. Nat. H. Sajidan, M.Si.)

Indikator pertama yang harus terus dibangun guru dan dosen yaitu keterampilan mengajar (Teachingskill). Guru dan dosen yang mempunyai kompetensi pedagogic tinggi yaitu guru dan dosen yang senantiasa menentukan strategi, metode, dan model pembelajaran yang tepat, guru dan dosen lebih jauh diharapkan bisa mengelola kelas sehingga suasana pembelajaran (kualitas pembelajaran) baik dan tujuan pembelajaran yang diterapkan akan tercapai. Sejalan dengan kenyataan ini, guru dan dosen harus secara berkesinambungan meningkatkan pengetahuannya perihal banyak sekali strategi, metode, dan model pembelajaran terkini sehingga guru dan dosen tidak hanya terpaku memakai taktik metode dan model pembelajaran yang monoton. Guru dan dosen diharapkan senantiasa menerapkan Active Learning in School (ALIS) dan Active Learning in Higher Education (ALIHE) dan mengadakan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas (Class Action Research/CAR) dan Lesson Study (LS). Untuk pengembangan ketrampilan mengajar yang baik maka perangkat pembelajaran ibarat Silabus, SAP/RP, Kontrak Pembelajaran, Bahan Ajar, Media Pembelajaran, Instrumen Evaluasi juga harus disusun secara baik. Dengan perkembangan iptek maka kompetensi ini sanggup dikembangkan dengan ICT based learning.
Indikator kedua adalah wawasan konten pengetahuan yang ia ajarkan. Kompetensi ini secara umum dikenal dengan sebutan kompetensi professional. Guru dan dosen hendaknya secara terus menerus berbagi dirinya dengan meningkatkan penguasaan konten pengetahuan secara terus menerus sehingga pengetahuan yang dimilikinya akan senantiasa berkembang dan up-to-date. Kompetensi sanggup diperoleh melalui:
a.    Kualifikasi Akademik, sesuai dengan UUGD No. 14 tahun 2005 dan PP No.19 tahun 2005 perihal Standar Nasional Pendidikan bahwa kualifikasi pendidikan untuk guru minimal S1 dan untuk Dosen minimal S2.
b.   Pendidikan dan Latihan, Short Courses, TOT, kursus
c.    Researh Based Learning dari hasil penelitian dan P2M serta hasil publikasi dan situasi jurnal terbaru.
d.   Tutorial and Exercise merupakan wahana pengembangan profesionalisme guru melalui KKG, MGMP, MKKS, dan dosen untuk melalui Team Teaching, General Studium, Program Academic Recharging (PAR), Derasering, dan lain-lain.
Kompetensi ini juga berafiliasi dengan kemampuan guru dan dosen dalam memahami kurikulum yang berlaku sehingga proses pembelajaran yang dilaksanakannya benar-benar berorientasi pada kurikulum yang berlaku. LPTK yang berkualitas bukanlah lembaga pendidikan guru yang hanya memperlihatkan pengetahuan banyak sekali model dan taktik pembelajaran kepada para mahasiswa sehingga mahasiswa memperoleh konsep teori dan citra aplikasinya dalam micro/preteaching dan PPL. Dengan menerapkan banyak sekali model dan taktik tersebut pribadi kepada para mahasiswa, kreativitas mahasiswa akan meningkat dan para calon guru ini akan memahami benar memahami benar bahwa menjadi guru intinya yaitu perjuangan untuk senantiasa menjadi pembelajar yang professional.
Indikator ketiga yang harus dikembangkan oleh guru dan dosen yaitu dinamis terhadap perubahan kurikulum (Dynamic Curriculum). Kurikulum sanggup berubah sesuai dengan kebutuhan pengguna lulusan dan masukan dari para pakar.
Indikator keempat yang harus menempel pada guru dan dosen yaitu penggunaan alat pembelajaran/media pembelajaran yang baik (Good using Learning Equipment/Media). Pengembangan alat/media pembelajaran sanggup berbasis kompetensi lokal maupun modern dan berbasis ICT (ICT based learing).
Indikator kelima yang harus mempunyai oleh guru dan dosen yaitu penguasaan teknologi. Penguasaan teknologi mutlak dibutuhkan oleh guru/dosen. Komunikasi interpersonal berafiliasi dengan kemampuan guru dan dosen dalam menjalin komunikasi dengan akseptor didik, sehingga guru dan dosen akan benar-benar memahami karakteristik dan mengetahui kebutuhannya. Selain kemampuan berkomunikasi dengan seluruh unsur sekolah dan orang bau tanah siswa. Melalui banyak sekali jenis komunikasi ini guru diharapkan bisa memainkan kiprah pentingnya dalam mencetak lulusan yang unggul.
Indikator keenam adalah sikap professional guru dan dosen (Professional Attitude). Guru dan dosen yaitu biro pembelajaran dan sekaligus sebagai biro pembentuk aksara bangsa. Pendidikan aksara mempunyai makna yang tinggi, lantaran pendidikan aksara dalam pembelajaran bisa menanamkan kebiasaan perihal hal yang baik, sehingga akseptor didik menjadi paham perihal mana yang baik dan salah, bisa mencicipi nilai yang baik dan mau melakukannya. Sebagaimana dalam pembentukan aksara pribadi seorang muslim, mempunyai beberapa indikator yang hanya sanggup dicapai dengan benar, wawasannya luas/cerdas (berkompeten), tertata segala urusan (Tertib dalam penjadwalan, administrasi/dokumentasi, database), efisien dalam memanfaatkan waktu, berpengaruh jasmaninya dan bermanfaat bagi orang lain.
Indikator ketujuh adalah guru dan dosen hendaknya menjadi teladan (Best practices) bagi akseptor didiknya. Untuk memperoleh tanggapan perihal ciri-ciri ideal seorang guru yang sanggup dijadikan teladan oleh akseptor didik, paling tidak harus melaksanakan dua pendekatan, sebagai berikut:
a.         Pendekatan pembiasaan. Pendekatan ini dilakukan oleh seorang pendidik, lantaran terjadi dalam interaksi keseharian, contohnya dalam proses berguru mengajar, maupun dalam pergaulan di luar kelas. Keberhasilan tipe keteladanan, seperti keilmuan, kepemimpinan, keikhlasan, penampilan (performance), tingkah laku, tutur kata dan sebagainya.
b.        Pendekatan yang terprogram dalam pembelajaran. Pendekatan ini dilakukan dengan cara klarifikasi atau perintah agar diteladani. Seperti lazimnya seorang pendidik memerintah siswanya untuk membaca, mengerjakan kiprah sekolah, kiprah terstruktur yang dikerjakan di luar kelas atau seorang pendidik memberi klarifikasi di depan siswa kemudian siswa menirukan. Pendekatan ini dilakukan biar akseptor didik terlatih dalam kedisiplinan dan keuletan dalam mempelajari ilmu pengetahuan.
Sertifikasi guru dan dosen sebagai upaya peningkatan mutu yang diikuti dengan peningkatan kesejahteraan, diharapkan sanggup meningkatkan mutu pembelajaran dan meningkatkan mutu layanan yang pada hasilnya meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan. Keberadaan guru/dosen yang bermutu merupakan syarat mutlak hadirnya sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas, hampir semua bangsa di dunia ini selalu berbagi kebijakan yang mendorong keberadaan guru dan dosen yang berkualitas. Salah satu kebijakan yang dikembangkan oleh pemerintah di banyak negara yaitu kebijakan intervensi pribadi menuju peningkatan mutu dan memperlihatkan jaminan dan kesejahteraan hidup guru dan dosen yang memadai.
Selain implikasi-implikasi yang terdapat pada uraian di atas, terdapat pula implikasi dalam bentuk lain. Guru yaitu salah satu unsur insan dalam proses pendidikan di sekolah sekaligus memegang kiprah dan fungsi ganda, yaitu sebagai pengajar dan sebagai pendidik. Sebagai pengajar guru hendaknya bisa menuangkan sejumlah materi pelajaran ke dalam otak anak didik, sedangkan sebagai pendidik guru diharapkan sanggup membimbing dan membina anak didik biar menjadi insan susila yang cakap, aktif, kreatif, dan mandiri.
a.    Sikap Terhadap Teman Sejawat
Dalam ayat Kode Etik Guru disebutkan bahwa guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial. Ini berarti sebagai berikut.
§  Guru hendaknya membuat dan memelihara hubungan sesama guru dalam lingkungan kerjanya. 
§  Guru hendaknya membuat dan memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial di dalam dan di luar lingkungan kerjanya.
Dalam hal ini ditunjukkan bahwa betapa pentingnya hubungan yang serasi untuk membuat rasa persaudaraan yang berpengaruh di antara sesama anggota profesi khususnya di lingkungan kerja yaitu sekolah, guru hendaknya memperlihatkan suatu sikap yang ingin bekerja sama, menghargai, pengertian, dan rasa tanggung jawab kepada sesama personel sekolah. Sikap ini diharapkan akan memunculkan suatu rasa senasib sepenanggungan, menyadari kepentingan bersama, dan tidak mementingkan kepentingan sendiri dengan mengorbankan kepentingan orang lain, sehingga kemajuan sekolah pada khususnya dan kemajuan pendidikan pada umumnya sanggup terlaksana. Sikap ini hendaknya juga dilaksanakan dalam pergaulan yang lebih luas yaitu sesama guru dari sekolah lain.
b.    Sikap Terhadap Anak Didik
Dalam Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa guru berbakti membimbing akseptor didik untuk membentuk insan Indonesia seutuhnya berjiwa Pancasila”. Dasar ini mengandung beberapa prinsip yang harus dipahami seorang guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni: tujuan pendidikan nasional, prinsip membimbing, dan prinsip pembentukan insan Indonesia yang seutuhnya.
Tujuan Pendidikan Nasional sesuai dengan UU. No. 2/1989 yaitu membentuk insan Indonesia seutuhnya berjiwa Pancasila. Prinsip yang lain yaitu membimbing akseptor didik, bukan mengajar, atau mendidik saja. Pengertian membimbing ibarat yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Kalimat ini mengindikasikan bahwa pendidikkan harus memberi contoh, harus sanggup memperlihatkan pengaruh, dan harus sanggup mengendalikan akseptor didik.
Prinsip insan seutuhnya dalam kode etik ini memandang insan sebagai kesatuan yang bundar dan utuh, baik jasmani maupun rohani, tidak hanya cerdik tinggi tetapi juga bermoral tinggi pula. Dalam mendidik guru tidak hanya mengutamakan aspek intelektual saja, tetapi juga harus memperhatikan perkembangan seluruh pribadi akseptor didik, baik jasmani, rohani, sosial, maupun yang lainnya sesuai dengan hakikat pendidikan.
c.    Sikap Tempat Kerja
Untuk menyukseskan proses pembelajaran guru harus bisa membuat suasana kerja yang baik, dalam hal ini yaitu suasana sekolah. Dalam kode etik dituliskan bahwa guru membuat suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses berguru mengajar. Oleh lantaran itu, guru harus aktif mengusahakan suasana baik itu dengan banyak sekali cara, baik dengan penggunaan metode yang sesuai, maupun dengan penyediaan alat berguru yang cukup, serta pengaturan organisasi kelas yang mantap, ataupun pendekatan lain yang diperlukan.
Selain itu untuk mencapai keberhasilan proses pembelajaran guru juga harus ma      mpu membuat hubungan yang serasi antar sesama perangkat sekolah, orang bau tanah siswa, dan juga masyarakat. Hal ini sanggup diwujudkan dengan mengundang orang bau tanah sewaktu pengambilan rapor, membentuk BP3 dan lain- lain.
d.   Sikap Terhadap Pemimpin
Sebagai salah seorang anggota organisasi, baik organisasi guru maupun yang lebih besar, guru akan selalu berada dalam bimbingan dan pengawasan pihak atasan. Dari organisasi guru, ada strata kepemimpinan mulai dari cabang, daerah, hingga ke pusat. Begitu juga sebagai anggota keluarga besar depdikbud, ada pembagian pengawasan mulai dari kepala sekolah, kakandep, dan seterusnya hingga kementeri pendidikan dan kebudayaan. Kerja sama juga sanggup diberikan dalam bentuk usulan dan kritik yang membangun demi pencapaian tujuan yang telah digariskan bersama dan kemajuan organisasi. Oleh lantaran itu, sanggup disimpulkan sikap seorang guru terhadap pemimpin harus positif dan loyal terhadap pimpinan.
e.    Sikap Terhadap pekerjaan
Dalam undang-undang No.14 Tahun 2005 pasal 7 ayat 1, perihal guru dan dosen, disebutkan profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsi psebagai berikut.
·      Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme 
·      Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan adab mulia
Hal ini berarti seorang guru sebagai pendidik harus benar-benar berkomimen dalam memajukan pendidikan. Guru harus bisa melaksanakan tugasnya dan melayani pesrta didik dengan baik. Agar sanggup memperlihatkan layanan yang memuaskan masyarakat, guru harus selalu sanggup menyesuaikan kemampuan dengan impian masyarakat, dalam hal ini akseptor didik dan para orang tuanya. Keinginan dan usul ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang biasanya dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh lantaran itu, guru selalu dituntut untuk secara terus menerus meningkatkan dan berbagi pengetahuan dan keterampilannya.
Dalam butir keenam, guru dituntut secara pribadi maupun kelompok untuk meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Guru sebagaimana juga dengan profesi lainnya, mustahil sanggup meningkatkan mutu dan martabat profesinya bila guru itu tidak meningkatkan atau menambah pengetahuan dan keterampilannya, lantaran ilmu dan pengetahuan yang menunjang profesi itu selalu berkembang sesuai dengan kemajuan zaman. Berdasarkan pasal 7 ayat 1, disebutkan guru sebagai tenaga pendidik mempunyai kesempatan untuk berbagi keprofesionalan secara berkelanjutan dengan berguru sepanjang hayat.
Untuk meningkatkan mutu profesi, guru sanggup melaksanakan secara formal maupun informal. Pada umumnya, bagi guru yang telah berstatus sebagai PNS, pemerintah memperlihatkan tunjangan anggaran yang dipakai untuk meningkatkan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru ( Pasal 13 Ayat 1 ). Secara informal, guru sanggup meningkatkan pengetahuan dan keterampilan melalui media massa ataupun membaca buku teks dan pengetahuan lainnya.

BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
1.        Guru profesional yaitu guru yang mempunyai keahlian, tanggung jawab, dan rasa kesejawatan yang didukung oleh etika profesi yang berpengaruh serta kualifikasi kompetensi yang memadai.
2.        Castetter memberikan lima model pengembangan untuk guru sebagaimana dikutip oleh Udin Syaepudin Saud, yakni : Individual Guided Staff Development (Pengembangan Guru Yang Dipandu Secara Individu), obervation / assesment (observai atau penelitian), Involvement in a development/improvement process (Keterlibatan Dalam Suatu Proses Pengembangan/Peningkatan), Training (Pelatihan), dan Inquiry (Pemeriksaan).
3.        Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional menyebutkan beberapa alternatif aktivitas pengembangan profesionalitas guru melalui banyak sekali strategi. Strategi pengembangan profesionalitas dilakukan oleh guru itu sendiri, lembaga pendidikan , dan  pemerintah

d.             Saran
1.      Berbagai model pengembangan atau peningkatan profesionalitas guru hendaknya direncanakan dan dilakanakan secara optimal biar bisa mencapai tujuannya yakni mencetak guru yang mempunyai profesionalitas tinggi.
2.      Strategi pengembangan atau peningkatan profesionalitas guru sebaiknya diawali dari kesadaran diri guru itu sendiri untuk selalu berusaha berbagi dirinya menjadi lebih




DAFTAR PUSTAKA

Darmodiharjo, Darji, Pokok-Pokok Filasafat Hukum, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004
Mulyasa, E. 2009. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.









Buat lebih berguna, kongsi: