Pengertian Iktikad (Percaya) Dalam Hadis Nabi



Islam yaitu suatu proposal yang cantik untuk memenuhi kebutuhan spiritual beragama tersebut. Didalamnya disebutkan apa saja yang wajib diimani seseorang dengan tanpa keraguan. Tuhan itu ada, namun nalar insan tidak bisa mendefinisikan wujud-Nya. Ini disebabkan Dzat Tuhan itu unmateriil, sementara apa saja yang dikonsep oleh nalar itu selalu bersifat materiil dan rasional. Makara masuk akal saja bahwa Dzat Tuhan itu tidak bisa didefinisikan akal.

Secara etimologi, iman berarti pembenaran hati. Adapun secara terminologi, iman yaitu membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota badan. Definisi ini yaitu pendapat para jumhur. Diantaranya Imam Syafi’i, dia meriwayatkan ijma’ para sahabat, tabi’in, dan orang-orang sehabis mereka dan sezaman dengan dia atas pengertian tersebut.

“Membenarkan dengan hati” maksudnya mendapatkan segala apa yang diwahyukan Allah melalui Rasulullah dengan penuh keyakinan.

“Mengikrarkan dengan lisan” maksudnya mengucapkan dua kalimat syahadat La ilaha illallah wa anna muhammadan Rasulullah” (Tidak sesembahan yang haq kecuali Allah dan bahwa Muhammad yaitu utusan Allah).
Islam yaitu suatu proposal yang cantik untuk memenuhi kebutuhan spiritual beragama tersebut Pengertian Iman (percaya) dalam Hadis Nabi

“Mengamalkan dengan anggota badan” maksudnya, jikalau hati telah mengamalkan dalam bentuk keyakinan maka anggota tubuh yang akan mengamalkannya dalam bentuk ibadah-ibadah yang sesuai dengan fungsi mereka masing-masing.

Kaum salaf mengakibatkan amal termasuk dalam pengertian keimanan. Makara tiga pernyataan diatas merupakan keadaan yang tak terpisahkan. Iman itu harus diyakini dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan angggota badan. Iman sendiri nantinya bisa bertambah dan berkurang seiring dengan bertambah dan berkurangnya amal sholeh seseorang.

Hadits Tentang Iman
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا أَبُو حَيَّانَ التَّيْمِيُّ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَارِزًا يَوْمًا لِلنَّاسِ فَأَتَاهُ جِبْرِيلُ فَقَالَ مَا الْإِيمَانُ قَالَ الْإِيمَانُ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَبِلِقَائِهِ وَرُسُلِهِ وَتُؤْمِنَ بِالْبَعْثِ قَالَ مَا الْإِسْلَامُ قَالَ الْإِسْلَامُ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ وَلَا تُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ وَتُؤَدِّيَ الزَّكَاةَ الْمَفْرُوضَةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ قَالَ مَا الْإِحْسَانُ قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ قَالَ مَتَى السَّاعَةُ قَالَ مَا الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنْ السَّائِلِ وَسَأُخْبِرُكَ عَنْ أَشْرَاطِهَا إِذَا وَلَدَتْ الْأَمَةُ رَبَّهَا وَإِذَا تَطَاوَلَ رُعَاةُ الْإِبِلِ الْبُهْمُ فِي الْبُنْيَانِ فِي خَمْسٍ لَا يَعْلَمُهُنَّ إِلَّا اللَّهُ ثُمَّ تَلَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ ... الْآيَة ( ثُمَّ أَدْبَرَ فَقَالَ رُدُّوهُ فَلَمْ يَرَوْا شَيْئًا فَقَالَ هَذَا جِبْرِيلُ جَاءَ يُعَلِّمُ النَّاسَ دِينَهُمْ قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ جَعَلَ ذَلِك كُلَّهُ مِنْ الْإِيمَانِ

“Musaddad meriwayatkan pada kami, dia berkata, Ismail bin Ibrahim menceritakan pada kami, Abu Hayyan al-Taymi memberitakan pada kami dari Abu Zur’ah dari Abu Hurairah R.A berkata: Nabi SAW pada suatu hari dalam keadaan nampak terang dihadapan orang-orang, maka seseorang mendatanginya dan bertanya: Apakah iman itu? Nabi SAW menjawab: Iman itu yaitu engkau percaya kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Pertemuan-Nya, Rasul-rasul-Nya, dan engkau percaya pula dari hari kebangkitan. Ia bertanya: Apakah Islam itu? Nabi SAW menjawab: Islam itu yaitu engkau beribadah kepada Allah SWT dengan tidak disertai musyrik bagi-Nya, Mendirikan sholat,menunaikan zakat yang diwajibkan,berpuasa pada bulan Ramadlon. Ia bertanya lagi: Apakah Ihsan itu? Nabi SAW menjawab Ihsan itu yaitu engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jikalau engkau tidak bisa melihat-Nya, maka Dia akan melihat engkau. Ia bertanya lagi: Kapan terjadinya hari simpulan zaman itu? Nabi SAW berkata: Tidaklah yang ditanya itu lebih tahu dari yang bertanya. Namun, Aku akan kabarkan kepada engkau, perihal tanda-tanda-Nya, yaitu: apabila seseorang ‘amat(budak perempuan)melahirkan majikannya; apabila pengembala unta(yang bodoh) membangun bangunan tinggi-tinggi. Ada lima hal yang tidak bisa diketahui kecuali hanya oleh Allah SAW kemudian Nabi SAW membacakan QS. Luqman: 34, Inna Allaha ‘indahu ‘ilmu al- sa’ah…; kemudian ia pergi ke belakang. Nabi SAW berkata: Ikutilah oleh kau sekalian dia itu. Maka para sobat mengikutinya dan mereka tidak melihat sesuatu apapun. Nabi SAW berkata: Itulah jibril AS, telah tiba mengajarkan agama kepada umat manusia” ( HR. Bukhori dalam kitab al-Iman)
Kandungan Hadis secara Komprehensif perihal Keimanan

Berdasarkan hadis di atas sanggup dipahami bahwa wilayah keimanan itu terbagi kepada dua bagian:

Iman Haqiqi, yaitu iman kepada Allah SWT
Iman Idhafi, yaitu iman kepada selainnya

Pada dasarnya beriman itu tidak hanya meliputi iman pada rukun-rukun iman saja, tapi harus ada bentuk aplikasi nyata sebagai implikasi dari rasa keimanan itu sendiri. Apabila kita bersandar pada hadits-hadits di atas, maka keimanan itu sanggup diwujudkan dengan memuliakan tamu, menyayangi sesama sebagaimana rasa cintanya pada diri sendiri, dan sebagainya. Pada intinya, rasa keimanan itu berimplikasi pada banyaknya amal saleh yang dikerjakan seseorang. Jadi, konsep keimanan itu tak pernah terlepas dari dua hal, percaya dan meyakini, kemudian mengamalkan.

Hakikat Keimanan dan Aplikasinya dalam Kehidupan

Pada hakikatnya, aliran keimanan yang paling pokok itu yaitu percaya akan adanya Allah. Tanpa adanya rasa keimanan kepada Allah, rukun-rukun iman yang lainpun tidak akan terpenuhi. Orang-orang yang tepat keimanannya, hanya dengan disebut nama Allah, hati mereka akan bergetar, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya semakin bertambah keimanan mereka, sehingga mereka selalu berusaha untuk bersahabat dengan-Nya. Keinginan mereka itu mereka wujudkan dengan memperbanyak amal dan ibadah. Sebagaimana yang termaktub dalam kitab Allah:

ﺇﻨﻤﺎ ﺍﻠﻤﺅﻤﻨﻭﻦ ﺍﻠﻨﻴﻥ ﺇﺫﺍ ﺫﻛﺮﺍﷲ ﻭﺟﻠﺖ ﻘﻠﻭﺒﻬﻡ ﻭﺇﺫﺍ ﺘﻠﻴﺖ ﻋﻟﻴﻬﻡ ﺁﻴﺘﻪ ﺯﺍﺪﺘﻬﻡ ﺇﻴﻤﺎﻧﺎ ﻭﻋﻟﻰ ﺮﺒﻬﻡ ﻴﺘﻭﻜﻟﻭﻦ۞ﺍﻟﺬﻴﻦ ﻴﻗﻴﻤﻭﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﻤﻤﺎ ﺭﺯﻘﻧﻫﻢ ﻴﻨﻔﻗﻭﻦ۞ﺍﻭﻟﺌﻚ ﻫﻡ ﺍﻟﻤﺆﻤﻨﻭﻦ ﺤﻗﺎﻟﻬﻡ ﺪﺮﺠﺎﺕ ﻋﻨﺪ ﺮﺒﻬﻡ ﻭﻤﻐﻔﺮﺓ ﻭﺭﺯﻕ ﻜﺮﻳﻢ۞

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu yaitu mereka yang apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka karenanya dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal. Yaitu orang-orang yang mendirikan salat dan yang menafkahkan sebagian rizki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi
Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia.”(Q.S. Al-Anfaal: 2-4)

Selain itu, iman kepada Allah sanggup mempererat relasi antara insan dan pencipta. Makhluk yang paling mulia di bumi yaitu manusia, di dalam diri insan ada hati, dan di dalam hati yaitu iman. Oleh lantaran itu, petunjuk iman yaitu nikmat yang paling agung dan pinjaman Allah yang paling utama yang harus disyukuri. Tanpa adanya petunjuk iman dari Allah, mungkin hingga ketika ini insan masih berada dalam kesesatan dan kejahilan.

Iman tidak hanya berupa ucapan di mulut, akan tetapi iman yaitu iktikad yang memenuhi hati dan memunculkan efek menyerupai munculnya sinar dari matahari dan munculnya semerbak anyir dari bunga mawar.

Diantara efek iman, Allah dan Rasul-Nya harus lebih dicintai seseorang dari pada segala sesuatu dan harus riil, baik dalam ucapan, perbuatan, maupun pelaksanaan. Jika sesuatu itu lebih dicintai seseorang daripada Allah dan Rasul-Nya, maka iman akan terisolir dan iktikad menjadi goncang. Akan tetapi apabila cintanya kepada Allah dan Rasulnya lebih tinggi dibanding cintanya kepada yang lain, maka orang tersebut telah hingga pada tingkat keimanan yang sempurna.

Sebagaimana iman yang terilustrasi di dalam cinta, iman juga terilustrasi dalam usaha untuk menegakkan agama Allah, dalam peperangan untuk meninggikan panji kebenaran,dan dalam pertempuran untuk mencegah penganiayaan dan kerusakan di muka bumi.

Dari sini efek iman dalam realitas kehidupan nampak semakin jelas, lantaran takut kepada Allah maka kehidupan seseorang akan semakin terkontrol dan terjaga dari perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan norma-norma agama, dan dirinya akan selalu merasa bersahabat dengan Allah serta merasa bahwa Allah selalu mengawasinya.

Dari aneka macam klarifikasi di atas, sanggup disimpulkan bahwa hakikat keimanan itu tidak hanya sekedar percaya dan yakin akan rukun-rukun iman, tapi hendaknya rasa percaya dan yakin itu sanggup diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga mungkin sanggup dikatakan bahwa rasa keimanan itulah yang nantinya akan melandasi seseorang untuk bersedekah baik.

Demikianlah artikel Pengertian Iman (percaya) dalam Hadis Nabi, agar kita sealu pada koridor ilahi, yang senantiasa mengimaniNya.
Buat lebih berguna, kongsi:

Trending Kini: