Inilah Maksud Pensyariatan Puasa Ramadhan Yang Dituntunkan Oleh Nabi Saw

Tongkronganislami.net - Puasa yang disyari'atkan yaitu puasanya anggota tubuh dari dosa-dosa, dan puasanya perut dari makan dan mimum. Sebagaimana makan dan minum membatalkan dan merusak puasa, demikian pula halnya dengan dosa-dosa, beliau memangkas pahala puasa dan merusak buahnya, sehingga memposisikannya pada kedudukan orang yang tidak berpuasa.

Karena itu, orang yang benar-benar berpuasa yaitu orang yang puasa segenap anggota badannya dari melaksanakan dosa-dosa; lisannya berpuasa dari dusta, kekejian dan mengada-ada; perutnya berpuasa dari makan dan minum; kemaluannya berpuasa dari bersenggama.

Bila berbicara, beliau tidak berbicara dengan sesuatu yang menodai puasanya, bila melaksanakan suatu pekerjaan beliau tidak melaksanakan sesuatu yang merusak puasanya. Ucapan yang keluar darinya selalu bermanfaat dan baik, demikian pula dengan amal perbuatannya. Ia laksana wangi minyak kesturi, yang tercium oleh orang yang bergaul dengan pembawa minyak tersebut. Itulah metafor (perumpamaan) bergaul dengan orang yang berpuasa, beliau akan mengambil manfaat dari bergaul dengannya, kondusif dari kepalsuan, dusta, kejahatan dan kezhaliman.

Baca Juga: Apa Sajakah Kewajiban Orang yang Berpuasa?

Dalam hadits riwayat Imam Ahmad disebutkan:"Dan bahwasanya wangi (mulut) orang puasa itu lebih harum di sisi AIlah daripada aroma minyak kesturi. "(HR. At-Tirmidzi dan beliau berkata, hadits hasan shahih gharib).

Inilah puasa yang disyari'atkan. Tidak sekedar nahan diri dari makan dan minum. Dalam sebuah menanan diri dari maan dan minum".
atkan yaitu puasanya anggota tubuh dari dosa Inilah Maksud Pensyariatan Puasa Ramadhan yang dituntunkan Oleh Nabi SAW

Dalam hadits shahih disebutkan: "Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta serta kedunguan maka Allah tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan minum.” (HR. Al-Bukhari, Ahmad dan lainnya).

Baca Juga: Petunjuk Rasulullah SAW dalam Menjalankan Puasa Ramadhan

Dalam hadits lain dikatakan:“Betapa banyak orang puasa, pecahan dari puasanya (hanya) lapar dan dahaga." (HR. Ahmad, hadits hasan shahih). (Dan beliau menshahihkan hadits ini).

Pemaknaan Kata Puasa dan Takwa dalam Surat Al-Baqarah

Takwa terambil dari akar kata yang bermakna menghindar, menjauhi, atau menjaga diri. Kalimat perintah ittaqullah secara harfiah berarti, "Hindarilah, jauhilah, atau jagalah dirimu dari Allah"

Makna ini tidak lurus bahkan tidak mungkin sanggup dilakukan makhluk. Bagaimana mungkin makhluk menghindarkan diri dari Allah atau menjauhi-Nya, sedangkan "Dia (Allah) bersama kau di mana pun kau berada." Karena itu perlu disisipkan kata atau kalimat untuk meluruskan maknanya. Misalnya kata siksa atau yang semakna dengannya, sehingga perintah bertakwa mengandung arti perintah untuk menghindarkan diri dari siksa Allah. Sebagaimana kita ketahui, siksa Allah ada dua macam.

a. Siksa di dunia akhir pelanggaran terhadap hukum-hukum Tuhan yang ditetapkan-Nya berlaku di alam raya ini, menyerupai misalnya, "Makan hiperbola sanggup mengakibatkan penyakit," "Tidak mengendalikan diri sanggup menjerumuskan kepada bencana", atau "Api panas, dan membakar", dan hukum-hukum alam dan masyarakat lainnya.

b. Siksa di akhirat, akhir pelanggaran terhadap aturan syariat, menyerupai tidak shalat, puasa, mencuri, melanggar hak-hak manusia, dan 1ain-lain yang sanggup menjadikan siksa neraka. 

Syaikh Muhammad Abduh menulis, "Menghindari siksa atau eksekusi Allah, diperoleh dengan jalan menghindarkan diri dari segala yang dilarangnya serta mengikuti apa yang diperintahkan-Nya. Hal ini sanggup terwujud dengan rasa takut dari siksaan dan atau takut dari yang menyiksa (Allah Swt ). Rasa takut ini, pada mulanya timbul sebab adanya siksaan, tetapi seharusnya beliau timbul sebab adanya Allah Swt. (yang menyiksa)."

Dengan demikian yang bertakwa yaitu orang yang mencicipi kehadiran Allah Swt. setiap saat, "bagaikan melihat-Nya atau bila yang demikian tidak bisa dicapainya, maka paling tidak, menyadari bahwa Allah melihatnya," sebagaimana suara sebuah hadis.

Tentu banyak cara yang sanggup dilakukan untuk mencapai hal tersebut, antara 1ain dengan jalan berpuasa. Puasa menyerupai yang dikemukakan di atas yaitu satu ibadah yang unik. Keunikannya antara lain sebab beliau merupakan upaya insan meneladani Allah Swt.

Buat lebih berguna, kongsi:

Trending Kini: