Doa Nabi Ibrahim untuk keturunan Anak Shaleh dan Keberkahan di dalam Rumah
Tongkronganislami.net - Memiliki rumah sebagai kediaman keluarga atau eksklusif merupakan hal yang diinginkan oleh tiap individu. Sebab rumah yakni cuilan dari kebutuhan primer seseorang, utamanya yang telah berkeluarga.
Dengan banyaknya kesibukan di luar, jarak yang terjadi antara anak-orang tua, atau saudara dan handai taulan lainnya, mengakibatkan rumah yakni kawasan persinggahan untuk beristirahat, atau kawasan berkumpul orang-orang yang biasanya telah usang berpisah. Dengan demikian, keinginan mempunyai rumah, tentu senantiasa berbarengan dengan keinginan terciptanya suasana serasi dan penuh kenyamanan di dalam rumah tersebut.
Bagi seorang muslim sendiri, rumah yang dicita-citakan yakni rumah yang diberkahi oleh Allah. Sebab letak kebahagiaan seorang muslim yakni apabila apa yang ia miliki, haruslah diridhai dan diberkahi. Sebab, setiap muslim meyakini bahwa harta yang diberikan oleh Allah, jikalau ternyata tidak diberkahi, maka justru akan menjadi ujian bahkan menjadi musibah.
Jika rumah yang dimiliki tidak diberkahi, justru tidak ada kebahagiaan yang ditunai dari sana, atau malah pada akhirnya, rumah menjadi sarang konflik suami istri atau orang renta dengan anak.
Jika mau ditela’ah lebih dalam, di dalam al-Qur’an Allah telah menawarkan kiat-kiat yang sanggup dilakukan supaya Allah memberkahi kediaman kita. Cara mendapat berkah itu sanggup kita lihat dari do’a Nabi Ibrahim yang Beliau panjatkan saat menempatkan anak keturunannya di lembah Bakka tanah Haram yang menjadi mekkah sekarang. Dalam surat Ibrahim ayat 37 difirmankan:
Ya Tuhan kami, sesungguhnya saya telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di akrab rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) supaya mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian insan cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. Berdasarkan ayat ini, ada doa tersirat yang hendak dipanjatkan oleh nabi Ibrahim yaitu doa untuk anaknya yng berada di mekkah, ibarat meminta kepada Allah SWT untuk mendapat keturunan anak shaleh yang senantiasa beribadah kepadaNya, mencukupkan rezki mereka dan selalu bersyukur.
رَّبَّنَا إِنِّي أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُم مِّنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ [١٤:٣٧]
Untuk doa Nabi Ibrahim ini, akan kami jelaskan ke dalam bebebarapa cuilan berikut:
Pertama, dari kata-kata liyuqimusshalah “agar mereka menegakkan shalat”. Ayat ini memperlihatkan bahwa kawasan tinggal yang kita bangkit tidak sekedar menjadi kawasan berteduh belaka, kawasan istirahat saja, atau kawasan bercengkrama dengan pasangan dan belum dewasa kita, tapi yang lebih pokok yakni sebagai masjid, kawasan kita untuk beribadah kepada Allah swt. sehingga jikalau rumah hendak diberkahi, menambah prabotan bukanlah hal yang terpenting, melainkan bagaimana mengakibatkan rumah kita kawasan ibadah.
Shalat-shalat sunnah kita tegakkan (sholat tahajud, sholat dhuha, dll), membaca al-Qur’an kita semarakkan dan rumah sementara itu kita jauhkan dari perbuatan-perbuatan maksiat. Demikian pula rumah tersebut juga seharusnya menjadi madrasah, mengkader anak-anak, keluarga kita menjadi orang shalih. Beberapa dalil, diantaranya sabda Nabi Muhammad :
“Sesungguhnya sebaik-baik shalatnya seorang seseorang yakni shalatnya di rumah kecuali shalat maktubah, atau shalat fardhu”
إِنَّ أَفْضَلَ صَلَاةِ الْمَرْءِ , صَلَاتُهُ فِي بَيْتِهِ إِلَّا الْمَكْتُوبَةَ
Hal yang patut diperhatikan dari riwayat ini adalah, keutamaan shalat di rumah konteksnya yakni shalat sunnah. Adapun shalat fardhu bagi pria lebih utama di mesjid. Sehingga dalam hal ini, merupakan hal yang tidak pantas jikalau mengerjakan shalat sunnah rutin dilakukan di rumah, namun sangat jarang mengerjakan shalat fardhu di mesjid. Sebab dalam kaidah fiqhiyyah, seseorang dihentikan mencari yang sunnah tetapi dengan meninggalkan yang wajib.
Terkait dilema ini, ada dongeng yang sangat menarik. Diceritakan ada seorang kakek yang sudah sangat renta hendak berangkat ke masjid, tapi istrinya tiba untuk mencegah, alasannya jalan menuju masjid becek total sehabis diguyur hujan yang deras. Namun hal itu ternyata tidak menyurutkan langkah kakek tersebut, sehingga ia tetap pergi.
Di tengah perjalanan, kakek itu jatuh dan semua bajunya kotor. Lalu ia pulang, tapi tidak untuk shalat di rumah, melainkan hanya untuk mengganti baju, kemudian ia berangkat lagi. Kedua kalinya kakek itu jatuh lagi, ia pulang lagi untuk ganti baju. Yang ketiga kalinya ia jatuh, tapi ada seorang cowok yang menahannya supaya tidak jatuh ke tanah.
Singkat cerita, sehabis shalat, kakek tersebut kemudian mencari cowok yang menolongnya tadi. Tapi ia kaget, mendapati cowok itu tidur-tidur diserambi masjid, dan tidak ikut shalat. Karena merasa kecewa, Si kakek mendatanginya dengan maksud memberi pesan tersirat
Wallahu musta’an wallahu ‘Ala Kulli Syain Qadir
Terkait dilema ini, ada dongeng yang sangat menarik. Diceritakan ada seorang kakek yang sudah sangat renta hendak berangkat ke masjid, tapi istrinya tiba untuk mencegah, alasannya jalan menuju masjid becek total sehabis diguyur hujan yang deras. Namun hal itu ternyata tidak menyurutkan langkah kakek tersebut, sehingga ia tetap pergi.
Di tengah perjalanan, kakek itu jatuh dan semua bajunya kotor. Lalu ia pulang, tapi tidak untuk shalat di rumah, melainkan hanya untuk mengganti baju, kemudian ia berangkat lagi. Kedua kalinya kakek itu jatuh lagi, ia pulang lagi untuk ganti baju. Yang ketiga kalinya ia jatuh, tapi ada seorang cowok yang menahannya supaya tidak jatuh ke tanah.
Singkat cerita, sehabis shalat, kakek tersebut kemudian mencari cowok yang menolongnya tadi. Tapi ia kaget, mendapati cowok itu tidur-tidur diserambi masjid, dan tidak ikut shalat. Karena merasa kecewa, Si kakek mendatanginya dengan maksud memberi pesan tersirat
“Nak.. kau itu anak baik, tapi kenapa tidak ikut shalat?”
Mendapat pertanyaan itu cowok itu malah tertawa
“Saya ini bekerjsama setan pak”
sontak bapak itu kaget
“lho.. kalau gitu, kenapa kau menolong saya tadi?”,
si cowok yang ternyata setan itu menjawab
“Ia, alasannya tadi, saat bapak jatuh pertama kali, Allah mengampuni dosa-dosa bapak, saat jatuh kedua kali, Allah mengampuni dosa-dosa keluarga bapak, dan jikalau bapak tadi jatuh untuk ketiga kalinya dosa-dosa tetangga bapak diampuni semuanya oleh Allah, kan saya rugi besar jikalau terjadi untuk yang ketiga kalinya pak.”
Hikmah yang ingin lebih ditekankan di antaranya yakni shalat jama’ah itu merupakan hal yang sangat penting sekali, dilihat dari keuntungannya yang ternyata tidak hanya untuk yang shalat berjamaah saja, tapi untuk keluarga dan orang-orang di sekitarnya. Meski dongeng ini tidak dilandasi dari sebuah hadis, tapi terdapat sebuah hadis qudsi yang mendukung pesan tersirat dari dongeng tersebut
“Sesungguhnya Aku berkehendak untuk menimpakan adzab kepada sekelompok penduduk bumi, tetapi saat kemudian Aku melihat kepada orang-orang yang memakmurkan rumah-rumahKu, orang yang saling mecintai alasannya saya dan orang-orang yang senantiasa memohon ampun di waktu malam-malam mereka, (karena mereka) kemudian saya palingkan (tidak jadi) adzab tersebut dari penduduk bumi itu.”
Berdasarkan hadis qudsi ini, diketahui tiga hal yang mengakibatkan azab Allah itu tidak jadi turun kepada kita, Orang-orang yang memakmurkan rumah Allah, yaitu masjid dengan shalat jama’ah, muslim yang saling mengasihi dan orang-orang yang meminta ampunan di waktu sahur.
Mendapat pertanyaan itu cowok itu malah tertawa
“Saya ini bekerjsama setan pak”
sontak bapak itu kaget
“lho.. kalau gitu, kenapa kau menolong saya tadi?”,
si cowok yang ternyata setan itu menjawab
“Ia, alasannya tadi, saat bapak jatuh pertama kali, Allah mengampuni dosa-dosa bapak, saat jatuh kedua kali, Allah mengampuni dosa-dosa keluarga bapak, dan jikalau bapak tadi jatuh untuk ketiga kalinya dosa-dosa tetangga bapak diampuni semuanya oleh Allah, kan saya rugi besar jikalau terjadi untuk yang ketiga kalinya pak.”
Hikmah yang ingin lebih ditekankan di antaranya yakni shalat jama’ah itu merupakan hal yang sangat penting sekali, dilihat dari keuntungannya yang ternyata tidak hanya untuk yang shalat berjamaah saja, tapi untuk keluarga dan orang-orang di sekitarnya. Meski dongeng ini tidak dilandasi dari sebuah hadis, tapi terdapat sebuah hadis qudsi yang mendukung pesan tersirat dari dongeng tersebut
إِنِّي لَأَهُمُّ بِأَهْلِ الْأَرْضِ عَذَابًا فَإِذَا نَظَرْتُ إِلَى عُمَّارِ بُيُوتِي والْمُتَحَابِّينَ فِيَّ والْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ صَرَفْتُ عَنْهُمْ "
“Sesungguhnya Aku berkehendak untuk menimpakan adzab kepada sekelompok penduduk bumi, tetapi saat kemudian Aku melihat kepada orang-orang yang memakmurkan rumah-rumahKu, orang yang saling mecintai alasannya saya dan orang-orang yang senantiasa memohon ampun di waktu malam-malam mereka, (karena mereka) kemudian saya palingkan (tidak jadi) adzab tersebut dari penduduk bumi itu.”
Berdasarkan hadis qudsi ini, diketahui tiga hal yang mengakibatkan azab Allah itu tidak jadi turun kepada kita, Orang-orang yang memakmurkan rumah Allah, yaitu masjid dengan shalat jama’ah, muslim yang saling mengasihi dan orang-orang yang meminta ampunan di waktu sahur.
Kedua, supaya rumah sementara kita diberkahi menurut do’a Nabi Ibrahim diwakili dengan kalimat faj’al af’idatan minnas tahwi ilaihim, yang artinya nabi meminta supaya sebagian insan tiba ke kawasan itu, bermukim dan saling condong hati mereka satu sama lain, yaitu saling mencintai.
Berdasar hal ini, maka dituntut yakni adanya rasa saling mengasihi antara orang-orang sekitar. mulai dari keluarga sendiri, kemudian tetangga-tetangga di sekitar. Dengan kata lain, membuat korelasi silaturahim yang kuat yakni hal yang sangat dianjurkan jikalau mau rumah kita diberkahi Allah.
Dalam hal ini, Islam sangat menekankan perihal menjalin korelasi silturahmi dengan harmonis. Seperti dalam penggalan ayat dinyatakan perihal perintah menjalin silaturahmi:
“... Dan janganlah kalian menyembah melainkan hanya kepada Allah dan berbuat oke kepada kedua orang tua, karib kerabat, belum dewasa yatim dan orang-orang miskin, dan berkata oke kalian kepada insan lain...”
Dalam ayat ini, sehabis Allah menyuruh kita untuk menghamba hanya kepadaNya, Allah kemudian menyuruh kita untuk berbuat baik kepada kedua orang tua, kemudian kerabat, orang-orang miskin dan anak yatim serta berkata yang baik kepada orang-orang lainnya. Senada dengan ayat di atas Rasulullah pernah bersabda: “barang siapa yang beriman kepada hari final maka hendaknya ia tidak menyakiti tetangganya”.
Hubungan silaturahim dengan kerabat, baik itu keluarga sendiri dan tetangga kita, merupakan salah satu syarat penting diberkahinya kediaman seseorang. Dengan kata lain, jikalau ada orang yang tidak menjaga korelasi silaturahminya, maka keberkahan Allah akan sulit diturunkan kepadanya, bahkan dalam hadis, putusnya tali silaturahmi tersebut juga akan besar lengan berkuasa negatif kepada orang lain yang berada di sekitarnya.
Dikisahkan bahwa suatu ketika, dalam sebuah majelis, Rasulullah tiba-tiba berkata “laa yujalisuna al-yaum, qhaati’u Rahim (tidak boleh duduk bersama kami, orang yang tetapkan tali silaturahmi.
Berdasar hal ini, maka dituntut yakni adanya rasa saling mengasihi antara orang-orang sekitar. mulai dari keluarga sendiri, kemudian tetangga-tetangga di sekitar. Dengan kata lain, membuat korelasi silaturahim yang kuat yakni hal yang sangat dianjurkan jikalau mau rumah kita diberkahi Allah.
Dalam hal ini, Islam sangat menekankan perihal menjalin korelasi silturahmi dengan harmonis. Seperti dalam penggalan ayat dinyatakan perihal perintah menjalin silaturahmi:
...لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا...
Dalam ayat ini, sehabis Allah menyuruh kita untuk menghamba hanya kepadaNya, Allah kemudian menyuruh kita untuk berbuat baik kepada kedua orang tua, kemudian kerabat, orang-orang miskin dan anak yatim serta berkata yang baik kepada orang-orang lainnya. Senada dengan ayat di atas Rasulullah pernah bersabda: “barang siapa yang beriman kepada hari final maka hendaknya ia tidak menyakiti tetangganya”.
Hubungan silaturahim dengan kerabat, baik itu keluarga sendiri dan tetangga kita, merupakan salah satu syarat penting diberkahinya kediaman seseorang. Dengan kata lain, jikalau ada orang yang tidak menjaga korelasi silaturahminya, maka keberkahan Allah akan sulit diturunkan kepadanya, bahkan dalam hadis, putusnya tali silaturahmi tersebut juga akan besar lengan berkuasa negatif kepada orang lain yang berada di sekitarnya.
Dikisahkan bahwa suatu ketika, dalam sebuah majelis, Rasulullah tiba-tiba berkata “laa yujalisuna al-yaum, qhaati’u Rahim (tidak boleh duduk bersama kami, orang yang tetapkan tali silaturahmi.
Mendengar bahaya itu, seorang cowok tiba-tiba teringat bahwa kemarin ia dengan tantenya terjadi cekcok dan hingga kini belum saling berbicara, sehingga cowok itu bersegera keluar, menemui tantenya dan berdamai.
Setelah berdamai, ia kemudian kembali ke majlis Rasulullah. Melihat cowok itu telah kembali, Rasulullah melanjutkan sabdanya “inna rahmah, la tanzilu ala qaum fihim qhoti’u ar-Rahim” (Sesungguhnya rahmat tidak akan diturunkan kepada kaum yang di dalamnya terdapat orang yang tetapkan tali silaturahmi.
Hadis ini kembali menguatkan bagaimana pentingnya untuk saling menguatkan tali silaturahim. Jika bertetangga, maka kita harus saling mengasihi dalam arti yang positif, saling menghargai, saling menghormati dan berhati-hati supaya apa yang kita kerjakan tidak menjadi bagi yang lain.
Dalam hadis lain, ada banyak riwayat yang menyinggung hal ini. Seperti bagaimana saat orang yang hendak membangun rumah yang dindingnya lebih tinggi dari rumah sebelahnya harus meminta izin kepada tetangga sebelahnya alasannya sanggup jadi rumah yang hendak kita bangkit nanti ternyata menutup fatwa udara bagi tetangga kita.
Begitu pula tawaran saat memasak sayur, maka perbanyak kuahnya supaya sanggup dibagi-dibagi, atau tawaran ihya as-Salam, menghidupkan budaya salam saat bertemu, membuat majelis atau aktivitas yang baik, saling mengunjungi satu sama lain, dan saling menolong, ibarat jikalau tetangga sakit, kita menjenguknya, jikalau diundang kita penuhi undangannya, jikalau ada yang meninggal kita urus mulai dari pemandian, shalat hingga pemakaman, bahkan jikalau saudara kita yang bersin kita do’akan.
Hadis ini kembali menguatkan bagaimana pentingnya untuk saling menguatkan tali silaturahim. Jika bertetangga, maka kita harus saling mengasihi dalam arti yang positif, saling menghargai, saling menghormati dan berhati-hati supaya apa yang kita kerjakan tidak menjadi bagi yang lain.
Dalam hadis lain, ada banyak riwayat yang menyinggung hal ini. Seperti bagaimana saat orang yang hendak membangun rumah yang dindingnya lebih tinggi dari rumah sebelahnya harus meminta izin kepada tetangga sebelahnya alasannya sanggup jadi rumah yang hendak kita bangkit nanti ternyata menutup fatwa udara bagi tetangga kita.
Begitu pula tawaran saat memasak sayur, maka perbanyak kuahnya supaya sanggup dibagi-dibagi, atau tawaran ihya as-Salam, menghidupkan budaya salam saat bertemu, membuat majelis atau aktivitas yang baik, saling mengunjungi satu sama lain, dan saling menolong, ibarat jikalau tetangga sakit, kita menjenguknya, jikalau diundang kita penuhi undangannya, jikalau ada yang meninggal kita urus mulai dari pemandian, shalat hingga pemakaman, bahkan jikalau saudara kita yang bersin kita do’akan.
Hal-hal kecil yang diatur islam ini memperlihatkan bagaimana silaturahim yang terjalin dengan baik merupakan cuilan dari akhlak seorang muslim.
Ketiga yakni warzuqhum minattsamarat la’allahum yasykurun (dan berikan mereka rezqi dari buah-buahan, semoga mereka menjadi hamba yang bersyukur). Penggalan doa nabi Ibrahim ini, memakai kata at-Tsamarat, buah-buahan sebagai rezki. Salah satu pesan tersirat yang mungkin terdapat dalam pemilihan kata ini, yakni jikalau diperhatikan, buah-buahan merupakan salah satu rezki makanan yang higienis dan menyehatkan.
Dengan begitu bagi penghuni rumah, selayaknya diberi rezki yang halal lagi baik, supaya semangat yang terbangun juga semangat ibadah memenuhi rumahn dengan kebaikan-kebaikan. Lalu nikmat tersebut disyukuri supaya semakin ditambah Allah swt.
Jika ini semua dilakukan secara konsisten, dengan niat alasannya Allah, maka tidak tidak mungkin bermulai dari baitun toyyibun (rumah yang baik -diberkahi), kemudian qoryatun toyyibun (Kampung yang baik -diberkahi, yang pada risikonya hingga terwujud akad Allah baldatun toyyibun wa rabbun ghafur.
Ketiga yakni warzuqhum minattsamarat la’allahum yasykurun (dan berikan mereka rezqi dari buah-buahan, semoga mereka menjadi hamba yang bersyukur). Penggalan doa nabi Ibrahim ini, memakai kata at-Tsamarat, buah-buahan sebagai rezki. Salah satu pesan tersirat yang mungkin terdapat dalam pemilihan kata ini, yakni jikalau diperhatikan, buah-buahan merupakan salah satu rezki makanan yang higienis dan menyehatkan.
Dengan begitu bagi penghuni rumah, selayaknya diberi rezki yang halal lagi baik, supaya semangat yang terbangun juga semangat ibadah memenuhi rumahn dengan kebaikan-kebaikan. Lalu nikmat tersebut disyukuri supaya semakin ditambah Allah swt.
Jika ini semua dilakukan secara konsisten, dengan niat alasannya Allah, maka tidak tidak mungkin bermulai dari baitun toyyibun (rumah yang baik -diberkahi), kemudian qoryatun toyyibun (Kampung yang baik -diberkahi, yang pada risikonya hingga terwujud akad Allah baldatun toyyibun wa rabbun ghafur.
Wallahu musta’an wallahu ‘Ala Kulli Syain Qadir
*Qaem Aulassyahied
Buat lebih berguna, kongsi: