Artikel Islam Agama dan Akal Pikiran Manusia
dalam Kajian Hadis (M. Yusron)
Persoalan agama dan pikiran insan sudah sangat sering dibicarakan. Kontroversi soal mana yang benar dan mana yang salah seringkali terserah kepada siapa menganut apa. Logika agama dan logika "akal" insan juga sangat sering diperhadapkan. Tulisan ini akan mencoba untuk melihat logika agama dan logika "akal" atau logika pikiran dan pendapat manusia. Pemakaian budi insan dalam merespons petunjuk agama dan juga pikiran, pendapat atau bahkan hawa nafsu akan menentukan bagaimana orang itu beragama atau memahami agama.
Agama ialah Petunjuk
Hal yang paling fundamental dan harus difahami dengan terperinci dan kemudian diyakini dengan mantab ialah bahwa agama ialah petunjuk yang dibawa oleh para nabi..
وَوَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ نَافِلَةً وَكُلًّا جَعَلْنَا صَالِحِينَ (72) وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِمْ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَإِقَامَ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءَ الزَّكَاةِ وَكَانُوا لَنَا عَابِدِينَ (73) وَلُوطًا آَتَيْنَاهُ حُكْمًا وَعِلْمًا وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْقَرْيَةِ الَّتِي كَانَتْ تَعْمَلُ الْخَبَائِثَ إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمَ سَوْءٍ فَاسِقِينَ (74) وَأَدْخَلْنَاهُ فِي رَحْمَتِنَا إِنَّهُ مِنَ الصَّالِحِينَ (75) [الأنبياء/72-75]
72. Dan kepadanya (Ibrahim), Kami berikan Ishak dan Ya'qub, cucunya. Dan semuanya kami jadikan orang yang salih. 73. Dan mereka Kami jadikan pemimpin yang memperlihatkan petunjuk dengan perintah Kami, dan Kami wahyukan kepada mereka supaya berbuat baik, rajin mengerjakan shalat dan membayar zakat, dan hanya kepada Kami mereka mengabdi. 74. Dan Lut, Kami berikan kepadanya pesan yang tersirat dan ilmu dan Kami menyelamatkan dia dari kota yang mengerjakan perbuatan kotor. Sesungguhnya mereka itu kaum yang jahat dan durhaka. 75. Dan Kami masukkan Lut ke dalam rahmat Kami. Sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang salih.(Al-Anbiya' 21: 72-75)
وَلَقَدْ آَتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ فَلَا تَكُنْ فِي مِرْيَةٍ مِنْ لِقَائِهِ وَجَعَلْنَاهُ هُدًى لِبَنِي إِسْرَائِيلَ (23) وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآَيَاتِنَا يُوقِنُونَ (24) [السجدة/23، 24]
23. Dan bantu-membantu Kami telah memperlihatkan Kitab kepada Musa, maka janganlah engkau ragu-ragu wacana pertemuan dengan Dia, dan Kami menciptakan Kitab itu sebagai petunjuk bagi Bani Israil. 24. Dan di antara mereka Kami jadikan pemimpin untuk memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan mereka yakin dengan ayat-ayat Kami. (As-Sajdah 32: 23-24).
Petunjuk Allah diwujudkan dengan mengutus para rasul dan memberinya Kitab. Atau lebih jelasnya lagi petunjuk Allah itu berupa seruan melalui verbal para nabi dan penurunan kitab suci. Ketika Nabi Muhammad diutus oleh Allah dan dia mengajak umat insan untuk mengikuti ajarannya, maka itu berdasar perintah Allah dan Allah juga memberinya Kitab al-Qur'an untuk dijadikan petunjuk, diikuti dan ditaati. Sedang perintah Allah melalui verbal Nabi Muhammad dan tidak termasuk di dalam al-Qur'an kemudian dibukukan menjadi Hadis Nabi.
Tanggapan Manusia terhadap Petunjuk
Al-Qur'an menyatakan pada awal surat al-Baqarah ada tiga kelompok orang yang memberi balasan terhadap petunjuk Allah:
Orang yang mantab sekali mendapatkan petunjuk Allah, yaitu orang-orang Muttaqin atau orang-orang yang bertaqwa.
Orang yang menolak sama sekali petunjuk Allah, yaitu orang-orang yang kafaru (ingkar, atau kafir).
Orang yang ragu-ragu antara mendapatkan atau menolak petunjuk Allah. Orang ini juga mendapatkan sebagian petunjuk tetapi juga mengingkari sebagian yang lain. Orang semacam ini disebut orang munafiq.
Sementara itu, orang-orang yang mempunyai kepercayaan atau keyakinan dikelompokkan dan dibedakan ke dalam enam kelompok (lihat 2: 62 dan 22: 17):
1. Orang-orang yang beriman.
2. Orang-orang Yahudi
3. Orang-orang Kristen
4. Orang-orang Shabi'in
5. Orang-orang Majusi
6. Orang-orang Musyrik
Di dalam banyak ayat dijelaskan bahwa orang yang akan masuk nirwana ialah orang-orang yang beriman dan bersedekah salih. Sedangkan orang-orang Yahudi dan Kristen disebut sebagai kelompok yang menuruti hawa nafsu (keinginan, kemauan) diri sendiri. Kalau mereka tidak mau beriman (dengan meninggalkan ke-Yahudi-annya dan ke-Nasrani-annya), mereka diancam akan masuk neraka Jahanam. Bahkan orang-orang Yahudi dan orang-orang Musyrik dinilai sebagai orang yang paling dahsyat permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman. Sementara itu, kaum Shabi'in dan Majusi tidak dijelaskan di dalam al-Qur'an.
Beragama ialah ketaatan pada Petunjuk
Pada dasarnya, orang beragama itu bertumpu pada rasa taat mengikuti petunjuk. Dalam masa sekarang, petunjuk yang dimaksud dalam beragama ialah al-Qur'an dan Hadis. Untuk bisa mengikuti petunjuk orang dituntut untuk menggunakan budi fikiran yang benar, yang berdasar pengertian dan pemahaman secara seksama dan hati-hati. Tanpa itu, orang bisa keliru dan salah. Akibatnya, orang selanjutnya bisa berbuat sesuatu dengan cara yang keliru dan salah.
Ketaatan seseorang itu terwujud dalam, contohnya rajin mengerjakan shalat, membayar zakat, dan berpuasa. Semua bentuk ketaatan dalam mengerjakan kewajiban itu sudah ada aturan yang terperinci baik di dalam al-Qur'an maupun Hadis. Sementara itu, untuk menambah pemahaman dan pengertian akan apa yang yang harus diyakini, dikerjakan, atau tidak dikerjakan al-Qur'an menuntut orang untuk menggunakan akalnya.
Pengertian "Akal"
Di dalam literatur Islam, Al-Qur'an. Hadis dan juga bahasa Arab ada beberapa kata yang perlu diperhatikan ketika kita berbicara mengenai "akal" dalam kaitannya dengan pemikiran masalah agama. Kata-kata itu adalah:
1. (تَعْقِلُونَ عَقَلُوا يَعْقِلُونَ ).
2. (يَنْظُرُونَ )
3. (الرأي )
4. (أَهْوَاءَ هَوَاء)
Berikut ini ialah klarifikasi dari kamus Lisan al-'Arab dan juga Mu'jam Mufradat Alfadz al-Qur'an serta beberapa contoh-contoh penggunaan kata-kata kunci yang dibahas dalam goresan pena ini.
Akal (al-'aql)
لسان العرب - (ج 11 / ص 458)
( عقل ) العَقْلُ الحِجْر والنُّهى ضِدُّ الحُمْق .... وقيل العاقِلُ الذي يَحْبِس نفسه ويَرُدُّها عن هَواها ..... والعَقْلُ التَّثَبُّت في الأُمور والعَقْلُ القَلْبُ والقَلْبُ العَقْلُ وسُمِّي العَقْلُ عَقْلاً لأَنه يَعْقِل صاحبَه عن التَّوَرُّط في المَهالِك أَي يَحْبِسه وقيل العَقْلُ هو التمييز الذي به يتميز الإِنسان من سائر الحيوان ويقال لِفُلان قَلْبٌ عَقُول ولِسانٌ سَؤُول وقَلْبٌ عَقُولٌ فَهِمٌ وعَقَلَ الشيءَ يَعْقِلُه عَقْلاً فَهِمه
Al-'aql (akal) ialah rasio dan kecerdasan, lawan katanya ialah kebodohan. Orang disebut al-'Aqil ialah orang yang menjaga dirinya dan menjauhkannya dari hawa nafsunya. Akal ialah penentuan secara hati-hati di dalam segala urusan. Akal ialah qalbu dan qalbu ialah akal. Akal disebut cendekia alasannya ialah pemiliknya mengerti supaya tidak terjerumus dalam kehancuran atau dia menjaganya (dari kehancuran). Akal ialah pembeda antara insan (insan) dan seluruh hewan atau makhluk hidup. Selanjutnya 'aqul dan 'aqala berarti faham atau memahami.
مفردات غريب القرآن الأصفهاني م - (ج 1 / ص 341)
عقل: العقل يقال للقوة المتهيئة لقبول العلم ويقال للعلم الذى يستفيده الانسان بتلك القوة عقل .....
" ما خلق الله خلقا أكرم عليه من العقل " ... " ما كسب أحد شيئا أفضل من عقل يهديه إلى هدى أو يرده عن ردى " وهذا العقل هو المعنى بقوله (وما يعقلها إلا العالمون) وكل موضع ذم الله فيه الكفار بعدم العقل
عقل: العقل يقال للقوة المتهيئة لقبول العلم ويقال للعلم الذى يستفيده الانسان بتلك القوة عقل .....
" ما خلق الله خلقا أكرم عليه من العقل " ... " ما كسب أحد شيئا أفضل من عقل يهديه إلى هدى أو يرده عن ردى " وهذا العقل هو المعنى بقوله (وما يعقلها إلا العالمون) وكل موضع ذم الله فيه الكفار بعدم العقل
Al-'Aql ialah kekuatan yang siap untuk mendapatkan ilmu, yaitu ilmu yang memberi manfaat kepada insan dengan kekuatan budi tadi. ………(seterusnya dikutip dua hadis yang setelah saya cek ternyata kurang berpengaruh sebagai dalil).
Secara keseluruhan, dalam arti ibarat itulah al-Qur'an menggunakan kata yang berdasar pada akar kata 'aqala. Inilah beberapa pola dari ayat-ayat al-Qur'an.
أَفَتَطْمَعُونَ أَنْ يُؤْمِنُوا لَكُمْ وَقَدْ كَانَ فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُ مِنْ بَعْدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ (75) [البقرة/75]
2: 75. Apakah kau masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, kemudian mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?
Ayat ini memberi arti bahwa para pemuka Bani Israil itu faham betul terhadap ayat-ayat Allah, tetapi alasannya ialah dorongan hawa nafsunya, mereka kemudian mengubah ayat-ayat Allah tadi supaya sesuai dengan keinginannya. Ayat al-Baqarah 2: 120 menjelaskan soal orang-orang Yahudi dan Kristen yang mengikuti hawa nafsu mereka.
2: 120. Orang-orang Yahudi dan Kristen tidak akan senang kepada kau hingga kau mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya kalau kau mengikuti kemauan (hawa nafsu) mereka setelah pengetahuan tiba kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.
2; 73. Lalu kami berfirman: "Pukullah jenazah itu dengan sebahagian anggota sapi betina itu Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, Dan memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaannya semoga kau mengerti.
2: 242. Demikianlah Allah menandakan kepadamu ayat-ayat-Nya (hukum-hukum-Nya) supaya kau memahaminya.
45: 1. Haa Miim 2. Kitab (ini) diturunkan dari Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. 3. Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk orang-orang yang beriman. 4. Dan pada penciptakan kau dan pada binatang-binatang yang melata yang bertebaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk kaum yang meyakini, 5. Dan pada pergantian malam dan siang dan hujan yang diturunkan Allah dari langit kemudian dihidupkan-Nya dengan air hujan itu bumi sehabis matinya; dan pada perkisaran angin terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berakal.
Ayat-ayat di atas secara terperinci memperlihatkan bahwa orang sangat perlu memperhatikan apa-apa yang ada di langit dan di bumi, juga penciptaan binatang, pergantian siang dan malam serta turunnya hujan dan tumbuhnya pepohonan setelah turunnya hujan seakan menghidupkan bumi dari kematian.
49: 4. Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kau dari luar kamar(mu) kebanyakan mereka tidak mengerti (tidak menggunakan akal).
Ayat 49: 4 ini secara tegas dan terperinci mencela suatu perbuatan yang dinilai tidak menggunakan akal. Karenanya perbuatan memanggil Nabi saw dari luar kamar dinilai sebagai perbuatan orang yang tidak faham atau orang yang tidak mengerti tata krama sopan santun.
Semua ayat di atas dan juga ayat-ayat lainnya yang tidak disebutkan disini yang jumlahnya puluhan memuji penggunaan budi fikiran secara benar, seksama dan hati-hati. Bahkan al-Qur'an juga mencela orang-orang yang tidak mau menggunakan budi fikiran mereka. Memang ada nuansa sangat terperinci bahwa penggunaan budi fikiran ini dikaitkan dengan perilaku mau mendapatkan kebenaran yang tiba dari Allah dan RasulNya, kemudian disertai dengan ketaatan kepada perintah-perintah dan larangan-larangan yang diberikan baik oleh Allah maupun RasulNya.
Nalar (an-Nadhar)
An-Nadhar (Nalar) ialah indera mata ……Ketika engkau mengatakan: Aku memandangi ini dan itu dengan pandangan mata dan hati
مفردات ألفاظ القرآن الأصفهاني م دار القلم/2 محققة - (ج 2 / ص 438)
نظر- النظر: تقليب البصر والبصيرة لإدراك الشيء ورؤيته، وقد يراد به التأمل والفحص، وقد يراد به المعرفة الحاصلة بعد الفحص، وهو الروية. يقال: نظرت فلم تنظر. أي: لم تتأمل ولم تترو، وقوله تعالى: {قل انظرو ماذا في السموات} [يونس/101] أي: تأملوا.
واستعمال النظر في البصر أكثر عند العامة، وفي البصيرة أكثر عند الخاصة، قال تعالى: {وجوه يومئذ ناضرة * إلى ربها ناظرة} [القيامة/22 - 23]
An-Nadhar (Nalar): bergerak-geraknya mata dan mata hati untuk mengetahui sesuatu dan melihatnya, maksudnya ialah memandang dengan penuh perhatian dan menyelidik. Dengan demikian orang akan mengetahui (ma'rifah kepada) sesuatu yang dihasilkan dari penyelidikan. Itulah refleksi, pertimbangan dan pengetahuan yang diperoleh. Maka bisa juga dikatakan bahwa engkau memperhatikan padahal engkau tidak melihatnya, atau engkau tidak memperhatikan dengan seksama dan tidak mempertimbangkan atau berefleksi terhadap hal itu. Firman Allah Ta'ala: Katakanlah, perhatikan apa yang ada di langit (Yunus 10: 101), yakni: perhatikan dengan seksama dan penuh. Secara umum penggunaan mata (al-bashar) lebih banyak, sementara secara khusus penggunaan mata hati (al-bashirah) lebih banyak. Firman Allah Ta'ala: Pada hari itu, wajah-wajah akan berseri-seri, memandang kepada Tuhannya . (al-Qiyamah 75: 22-23).
Penjelasan secara bahasa dan juga penggunaan al-Qur'an, kata an-nadhar (nalar) mengacu kepada dua hal yaitu memandang secara seksama dan penuh perhatian baik secara wadag maupun dengan menggunakan mata hati. Al-Qur'an menyuruh secara tidak eksklusif untuk memperhatikan tanda-tanda alam dengan menggunakan kata nadhar.
17. Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan,
18. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?
19. Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?
20. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? (al-Ghasyiyah 88: 17-20).
Penggunaan kata nadhar (nalar) di dalam al-Qur'an sangat kelihatan positif baik berdasar surat 10: 101 maupun 88: 17-20. Kalau insan memandang, memperhatikan, mempertimbangkan secara seksama dan hati-hati dan dengan penuh perhatian, maka hal itu memang yang dikehendaki oleh al-Qur'an. Oleh alasannya ialah itu penggunaan budi menjadi sangat positif.
Pendapat Pribadi (ar-Ra'y)
(Ra'a) Ru'yah (melihat) dengan mata meliputi satu obyek dan dengan makna melihat dengan ilmu meliputi kepada dua obyek, seperti, dia melihat Zaid sebagai orang pandai. Ibn Saidah: Ar-ru'yah ialah melihat dengan mata dan hati.
Menurut kami (Ibn Mandzur), orang mempunyai pandangan (pendapat). Ketika disebut seseorang termasuk Ahlur Ra'y yakni bahwa dia melihat dengan pandangan (pendapat atau madzhab) Khawarij. Sedangkan para Ahli Hadis menyebut para Ahlul Qiyas dengan Ahlur Ra'y yakni bahwa mereka mengambil pendapat mereka ketika menemui kesulitan di dalam Hadis atau ketika tidak ada Hadis atau Atsar dalam masalah itu. Sedangkan Ar-Ra'y ialah keyakinan.
11: 27. Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: "Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang insan (biasa) ibarat kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami pada pikiran pertama saja, dan kami tidak melihat kau mempunyai sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kau ialah orang-orang yang dusta".
مفردات ألفاظ القرآن الأصفهاني م دار القلم/2 محققة - (ج 1 / ص 76)
وقوله تعالى: {بادئ الرأي} [هود/27] (وهذه قراءة أبي عمرو بن العلاء) أي: ما يبدأ من الرأي، وهو الرأي الفطير، وقرئ: {بادي} (وهي قراءة الجميع إلا أبا عمرو. راجع: الإتحاف ص 255) بغير همزة، أي: الذي يظهر من الرأي ولم يرو فيه،
Allah berfirman (بادئ الرأي ), atau apa yang muncul dari ar-ra'y, yaitu ar-ra'yu yang alami (yang belum matang), (بادي ) atau apa yang tampak dalam pikiran dan belum melihatnya.
Adapun maksud ungkapan (بادئ الرأي ) ialah bahwa para pemuka orang-orang kafir menyampaikan bahwa pengikut Nabi Nuh itu ialah orang-orang yang lekas percaya saja, tanpa memikir dan mempertimbangkan lebih dahulu seruan Nabi Nuh secara matang. Atau juga, pengertian secara umum ialah bahwa pendapat ar-ra'yu bisa muncul tanpa dengan melihat kebenarannya terlebih dahulu.
مفردات ألفاظ القرآن الأصفهاني م دار القلم/2 محققة - (ج 1 / ص 429)
والرأي: اعتقاد النفس أحد النقيضين عن غلبة الظن، وعلى هذا قوله: {يرونهم مثليهم رأي العين} [آل عمران/13]، أي: يظنونهم بحسب مقتضى مشاهدة العين مثليهم، تقول: فعل ذلك رأي عيني، وقيل: راءة عيني.
Ar-Ra'yu ialah keyakinan diri terhadap salah satu dari dua hal yang bertentangan dengan menghilangkan keraguan (prasangka). Dalam sebuah ayat al-Qur'an dijelaskan bahwa orang-orang Islam menerka dengan perhitungan penglihatan mata bahwa jumlah orang-orang Musyrik itu dua kali lipat. Firman Allah:
3: 13. Sesungguhnya telah ada tanda bagi kau pada dua golongan yang bertemu (bertempur). segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat (seakan-akan) orang-orang muslimin dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati.
Ayat ini bercerita wacana Perang Badr, di mana berdasarkan salah satu riwayat, Ath-Thabari menyebut di dalam kitab tafsirnya bahwa jumlah kaum Muslimin ketika itu ialah 313 orang sedang jumlah pasukan kaum Musyrik Quraisy antara 900 hingga 1000 orang. Dalam pandangan pasukan musyrik Quraisy jumlah pasukan Muslimin ialah dua kali lipat. Ini untuk memperlihatkan bahwa pandangan ar-ra'yu bisa sangat salah.
Perhatikan hadis hasan di bawah ini yang mencela penggunaan pendapat pribadi dalam memaknai al-Qur'an.
Nabi saw bersabda: Jaga hati-hatilah terhadap hadis dariku kecuali yang kau tahu benar. Barangsiapa berdusta atas namaku secara sengaja maka hendaklah dia mengambil tempatnya di neraka. Dan barangsiapa menyampaikan sesuatu wacana al-Qur'an dengan pendapat pribadinya, maka hendaklah dia mengambil tempatnya di neraka. (Menurut Abu 'Isa, hadis ini hasan, Albani juga menyebutnya hasan).
Imam al-Ghazali memahami hadis ini dengan menyampaikan bahwa boleh-boleh saja menggunakan ra'yu nya, tetapi ketika dia berkomentar panjang lebar wacana hadis ini, maka kelihatan secara terperinci bahwa yang dia maksud ra'yu di sini ialah dengan pemahaman yang seksama dan hati-hati. Oleh alasannya ialah itu al-Ghazali membolehkan penggunaan akal, sayangnya dia menggunakan hadis yang jelas-jelas menggunakan kata ra'yu.
Berikut ini ada beberapa hadis yang menyatakan bahwa tuntunan agama itu bisa berbeda dengan pendapat pribadi insan bahkan kelihatan tidak masuk akal, kalau menggunakan pendapat pribadi:
Bab Wanita Haid meninggalkan atau tidak berpuasa dan shalat.
Abu az-Zinad berkata: Sesungguhnya sunnah dan aspek-aspek kebenaran seringkali bertentangan dengan budi (ar-ra'y), maka tidak ada pilihan bagi kaum Muslimin kecuali mengikutinya (kebenaran). Diantaranya ialah bahwa perempuan haid itu mengganti puasa dan tidak mengganti shalat.
Ibn Hajar al-'Asqalani di dalam syarahnya, Fathul Baari, menjelaskan bahwa Az-Zain ibn al-Munayyir menyampaikan bahwa kesimpulannya: Bahwa arti judul potongan itu tidak mengandung aturan qadla (mengganti) puasa dan shalat demi untuk menyesuaikan dengan suara teks potongan yang tidak menyebutkan aturan qadla dan tidak dimaksudkan untuk hal itu. Dia berkata bahwa makna meninggalkan (tidak boleh puasa dan shalat) memperlihatkan bahwa mengerjakan puasa dan shalat itu mungkin bisa dilakukan secara inderawi, tetapi perempuan haid itu meninggalkan puasa dan shalat itu semata alasannya ialah adanya larangan agama (syar'i).
Sementara itu hal semacam ini juga pernah ditanyakan oleh Mu'adzah binti 'Abdillah al-'Adawiyyah kepada 'Aisyah tetapi 'Aisyah membiarkan saja pertanyaan itu alasannya ialah khawatir bahwa Mu'adzah ialah dari golongan Khawarij yang biasa menentang Sunnah (Hadis) dan lebih menentukan menggunakan pendapat pribadi (ra'yu) mereka. 'Aisyah tidak memberi klarifikasi komplemen kepada Mu'adzah selain menyebutkan suara teks yang membedakan aturan keduanya, seakan 'Aisyah menyampaikan kepada Mu'adzah: "Janganlah menanyakan penyebabnya, tetapi perhatikan yang lebih penting untuk diketahui yaitu ketaatan dan ketundukan kepada syariat."
Ada yang beropini bahwa penyebab mengapa perempuan haid dihentikan untuk mengerjakan puasa ialah alasannya ialah keluarnya darah pada umumnya bisa melemahkan badan. Karena kondisi lemah membolehkan seseorang untuk tidak berpuasa dan menggantinya di lain waktu, maka demikian pula halnya dengan haid. Alasan penyebab ini cukup terperinci kelemahan pendapatnya. Sebab kalau alasannya alasannya ialah kelemahan dan ketidakmampuan, maka andai saja orang sakit itu memaksakan diri dan berpengaruh serta bisa berpuasa maka puasanya menjadi sah. Tetapi lain halnya dengan orang yang haid, kalaupun dia berpengaruh puasa maka puasanya tetap tidak sah.
Persoalan ra'yu ini lebih lanjut bisa dilihat dari dua hadis berikut:
'Ali berkata: "Andaikata agama itu dengan ra'yu (pendapat pribadi) pasti potongan bawah sepatu itu lebih utama untuk diusap daripada potongan atasnya. Aku pernah melihat Rasulullah saw mengusap punggung sepatunya." A'masy berkata: "Aku dahulu beropini bahwa potongan bawah kakiku (sepatuku) lebih berhak dicuci hingga saya melihat Rasulullah saw mengusap punggung (bagian atas) kedua sepatunya. .. dst.
Kedua hadis yang berdasarkan Albani Shahih di atas terperinci kalau dilihat dari pendapat pribadi kita tidak masuk akal, tetapi alasannya ialah itu yang dikerjakan oleh Rasulullah saw maka itulah tuntunan yang harus diikuti.
Kaprikornus pendapat pribadi (ra'yu) itu terperinci sekali sangat terbatas untuk memahami masalah agama dan bisa disebut sangat bersifat relative. Apalagi kalau pendapat pribadi itu sudah kemasukan keinginan, kemauan atau jelasnya lagi hawa nafsu maka akan semakin bisa merusak agama. Seperti dikemukakan di atas bahwa beragama itu ialah tunduk patuh dan taat kepada tuntunan Allah dan RasulNya, maka yang pertama kali harus dijadikan referensi ialah al-Qur'an dan Hadis, bukan lainnya.
Kesimpulan
Orang boleh bahkan dianjurkan untuk menggunakan budi fikiran, tetapi harus dengan seksama, hati-hati dan penuh perhatian dengan mendasarkan kepada petunjuk Allah dan RasulNya. Dilarang mengesampingkan al-Qur'an dan hadis dan lebih menentukan pendapat pribadinya sendiri.
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ (120) [البقرة/120]
2: 120. Orang-orang Yahudi dan Kristen tidak akan senang kepada kau hingga kau mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya kalau kau mengikuti kemauan (hawa nafsu) mereka setelah pengetahuan tiba kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.
Contoh-contoh lain penggunaan akal Pikiran Manusisa yang berarti memahami atau mengerti
فَقُلْنَا اضْرِبُوهُ بِبَعْضِهَا كَذَلِكَ يُحْيِي اللَّهُ الْمَوْتَى وَيُرِيكُمْ آَيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ (73) [البقرة/73]
2; 73. Lalu kami berfirman: "Pukullah jenazah itu dengan sebahagian anggota sapi betina itu Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, Dan memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaannya semoga kau mengerti.
كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آَيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ (242) [البقرة/242]
2: 242. Demikianlah Allah menandakan kepadamu ayat-ayat-Nya (hukum-hukum-Nya) supaya kau memahaminya.
حم (1) تَنْزِيلُ الْكِتَابِ مِنَ اللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ (2) إِنَّ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَآَيَاتٍ لِلْمُؤْمِنِينَ (3) وَفِي خَلْقِكُمْ وَمَا يَبُثُّ مِنْ دَابَّةٍ آَيَاتٌ لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ (4) وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ رِزْقٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ آَيَاتٌ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ (5) [الجاثية/1-5]
45: 1. Haa Miim 2. Kitab (ini) diturunkan dari Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. 3. Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk orang-orang yang beriman. 4. Dan pada penciptakan kau dan pada binatang-binatang yang melata yang bertebaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk kaum yang meyakini, 5. Dan pada pergantian malam dan siang dan hujan yang diturunkan Allah dari langit kemudian dihidupkan-Nya dengan air hujan itu bumi sehabis matinya; dan pada perkisaran angin terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berakal.
Ayat-ayat di atas secara terperinci memperlihatkan bahwa orang sangat perlu memperhatikan apa-apa yang ada di langit dan di bumi, juga penciptaan binatang, pergantian siang dan malam serta turunnya hujan dan tumbuhnya pepohonan setelah turunnya hujan seakan menghidupkan bumi dari kematian.
إِنَّ الَّذِينَ يُنَادُونَكَ مِنْ وَرَاءِ الْحُجُرَاتِ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ (4) [الحجرات/4]
49: 4. Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kau dari luar kamar(mu) kebanyakan mereka tidak mengerti (tidak menggunakan akal).
Ayat 49: 4 ini secara tegas dan terperinci mencela suatu perbuatan yang dinilai tidak menggunakan akal. Karenanya perbuatan memanggil Nabi saw dari luar kamar dinilai sebagai perbuatan orang yang tidak faham atau orang yang tidak mengerti tata krama sopan santun.
Semua ayat di atas dan juga ayat-ayat lainnya yang tidak disebutkan disini yang jumlahnya puluhan memuji penggunaan budi fikiran secara benar, seksama dan hati-hati. Bahkan al-Qur'an juga mencela orang-orang yang tidak mau menggunakan budi fikiran mereka. Memang ada nuansa sangat terperinci bahwa penggunaan budi fikiran ini dikaitkan dengan perilaku mau mendapatkan kebenaran yang tiba dari Allah dan RasulNya, kemudian disertai dengan ketaatan kepada perintah-perintah dan larangan-larangan yang diberikan baik oleh Allah maupun RasulNya.
Nalar (an-Nadhar)
لسان العرب - (ج 5 / ص 215)
( نظر ) النَّظَر حِسُّ العين ...... وتقول نَظَرت إِلى كذا وكذا مِنْ نَظَر العين ونَظَر القلب
( نظر ) النَّظَر حِسُّ العين ...... وتقول نَظَرت إِلى كذا وكذا مِنْ نَظَر العين ونَظَر القلب
An-Nadhar (Nalar) ialah indera mata ……Ketika engkau mengatakan: Aku memandangi ini dan itu dengan pandangan mata dan hati
مفردات ألفاظ القرآن الأصفهاني م دار القلم/2 محققة - (ج 2 / ص 438)
نظر- النظر: تقليب البصر والبصيرة لإدراك الشيء ورؤيته، وقد يراد به التأمل والفحص، وقد يراد به المعرفة الحاصلة بعد الفحص، وهو الروية. يقال: نظرت فلم تنظر. أي: لم تتأمل ولم تترو، وقوله تعالى: {قل انظرو ماذا في السموات} [يونس/101] أي: تأملوا.
واستعمال النظر في البصر أكثر عند العامة، وفي البصيرة أكثر عند الخاصة، قال تعالى: {وجوه يومئذ ناضرة * إلى ربها ناظرة} [القيامة/22 - 23]
An-Nadhar (Nalar): bergerak-geraknya mata dan mata hati untuk mengetahui sesuatu dan melihatnya, maksudnya ialah memandang dengan penuh perhatian dan menyelidik. Dengan demikian orang akan mengetahui (ma'rifah kepada) sesuatu yang dihasilkan dari penyelidikan. Itulah refleksi, pertimbangan dan pengetahuan yang diperoleh. Maka bisa juga dikatakan bahwa engkau memperhatikan padahal engkau tidak melihatnya, atau engkau tidak memperhatikan dengan seksama dan tidak mempertimbangkan atau berefleksi terhadap hal itu. Firman Allah Ta'ala: Katakanlah, perhatikan apa yang ada di langit (Yunus 10: 101), yakni: perhatikan dengan seksama dan penuh. Secara umum penggunaan mata (al-bashar) lebih banyak, sementara secara khusus penggunaan mata hati (al-bashirah) lebih banyak. Firman Allah Ta'ala: Pada hari itu, wajah-wajah akan berseri-seri, memandang kepada Tuhannya . (al-Qiyamah 75: 22-23).
Penjelasan secara bahasa dan juga penggunaan al-Qur'an, kata an-nadhar (nalar) mengacu kepada dua hal yaitu memandang secara seksama dan penuh perhatian baik secara wadag maupun dengan menggunakan mata hati. Al-Qur'an menyuruh secara tidak eksklusif untuk memperhatikan tanda-tanda alam dengan menggunakan kata nadhar.
أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ (17) وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ (18) وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ (19) وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ (20) [الغاشية/17-20]
17. Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan,
18. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?
19. Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?
20. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? (al-Ghasyiyah 88: 17-20).
Penggunaan kata nadhar (nalar) di dalam al-Qur'an sangat kelihatan positif baik berdasar surat 10: 101 maupun 88: 17-20. Kalau insan memandang, memperhatikan, mempertimbangkan secara seksama dan hati-hati dan dengan penuh perhatian, maka hal itu memang yang dikehendaki oleh al-Qur'an. Oleh alasannya ialah itu penggunaan budi menjadi sangat positif.
Pendapat Pribadi (ar-Ra'y)
لسان العرب – (ج 14 / ص 291)
( رأي ) الرُّؤيَة بالعَيْن تَتَعدَّى إلى مفعول واحد وبمعنى العِلْم تتعدَّى إلى مفعولين؛ يقال رأى زيدا عالما 00000 وقال ابن سيده الرُّؤيَةُ النَّظَرُ بالعَيْن والقَلْب
( رأي ) الرُّؤيَة بالعَيْن تَتَعدَّى إلى مفعول واحد وبمعنى العِلْم تتعدَّى إلى مفعولين؛ يقال رأى زيدا عالما 00000 وقال ابن سيده الرُّؤيَةُ النَّظَرُ بالعَيْن والقَلْب
(Ra'a) Ru'yah (melihat) dengan mata meliputi satu obyek dan dengan makna melihat dengan ilmu meliputi kepada dua obyek, seperti, dia melihat Zaid sebagai orang pandai. Ibn Saidah: Ar-ru'yah ialah melihat dengan mata dan hati.
لسان العرب – (ج 14 / ص 291)
وفِينا رجُلٌ له رَأْيٌ يقال فلانٌ من أَهل الرَّأْي أَي أَنه يَرَى رَأْيَ الخوارج ويقول بمَذْهَبِهم وهو المراد ههنا والمُحَدِّثون يُسَمُّون أَصحابَ القياسِ أَصحابَ الرَّأْي يَعْنُون أَنهم يأْخذون بآرائِهِم فيما يُشْكِلُ من الحديث أَو ما لم يَأْتِ فيه حديث ولا أَثَرٌ والرَّأْيُ الاعتِقادُ
وفِينا رجُلٌ له رَأْيٌ يقال فلانٌ من أَهل الرَّأْي أَي أَنه يَرَى رَأْيَ الخوارج ويقول بمَذْهَبِهم وهو المراد ههنا والمُحَدِّثون يُسَمُّون أَصحابَ القياسِ أَصحابَ الرَّأْي يَعْنُون أَنهم يأْخذون بآرائِهِم فيما يُشْكِلُ من الحديث أَو ما لم يَأْتِ فيه حديث ولا أَثَرٌ والرَّأْيُ الاعتِقادُ
Menurut kami (Ibn Mandzur), orang mempunyai pandangan (pendapat). Ketika disebut seseorang termasuk Ahlur Ra'y yakni bahwa dia melihat dengan pandangan (pendapat atau madzhab) Khawarij. Sedangkan para Ahli Hadis menyebut para Ahlul Qiyas dengan Ahlur Ra'y yakni bahwa mereka mengambil pendapat mereka ketika menemui kesulitan di dalam Hadis atau ketika tidak ada Hadis atau Atsar dalam masalah itu. Sedangkan Ar-Ra'y ialah keyakinan.
فَقَالَ الْمَلَأُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَوْمِهِ مَا نَرَاكَ إِلَّا بَشَرًا مِثْلَنَا وَمَا نَرَاكَ اتَّبَعَكَ إِلَّا الَّذِينَ هُمْ أَرَاذِلُنَا بَادِيَ الرَّأْيِ وَمَا نَرَى لَكُمْ عَلَيْنَا مِنْ فَضْلٍ بَلْ نَظُنُّكُمْ كَاذِبِينَ (27) [هود/27]
11: 27. Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: "Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang insan (biasa) ibarat kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami pada pikiran pertama saja, dan kami tidak melihat kau mempunyai sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kau ialah orang-orang yang dusta".
مفردات ألفاظ القرآن الأصفهاني م دار القلم/2 محققة - (ج 1 / ص 76)
وقوله تعالى: {بادئ الرأي} [هود/27] (وهذه قراءة أبي عمرو بن العلاء) أي: ما يبدأ من الرأي، وهو الرأي الفطير، وقرئ: {بادي} (وهي قراءة الجميع إلا أبا عمرو. راجع: الإتحاف ص 255) بغير همزة، أي: الذي يظهر من الرأي ولم يرو فيه،
Allah berfirman (بادئ الرأي ), atau apa yang muncul dari ar-ra'y, yaitu ar-ra'yu yang alami (yang belum matang), (بادي ) atau apa yang tampak dalam pikiran dan belum melihatnya.
Adapun maksud ungkapan (بادئ الرأي ) ialah bahwa para pemuka orang-orang kafir menyampaikan bahwa pengikut Nabi Nuh itu ialah orang-orang yang lekas percaya saja, tanpa memikir dan mempertimbangkan lebih dahulu seruan Nabi Nuh secara matang. Atau juga, pengertian secara umum ialah bahwa pendapat ar-ra'yu bisa muncul tanpa dengan melihat kebenarannya terlebih dahulu.
مفردات ألفاظ القرآن الأصفهاني م دار القلم/2 محققة - (ج 1 / ص 429)
والرأي: اعتقاد النفس أحد النقيضين عن غلبة الظن، وعلى هذا قوله: {يرونهم مثليهم رأي العين} [آل عمران/13]، أي: يظنونهم بحسب مقتضى مشاهدة العين مثليهم، تقول: فعل ذلك رأي عيني، وقيل: راءة عيني.
Ar-Ra'yu ialah keyakinan diri terhadap salah satu dari dua hal yang bertentangan dengan menghilangkan keraguan (prasangka). Dalam sebuah ayat al-Qur'an dijelaskan bahwa orang-orang Islam menerka dengan perhitungan penglihatan mata bahwa jumlah orang-orang Musyrik itu dua kali lipat. Firman Allah:
قَدْ كَانَ لَكُمْ آَيَةٌ فِي فِئَتَيْنِ الْتَقَتَا فِئَةٌ تُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَأُخْرَى كَافِرَةٌ يَرَوْنَهُمْ مِثْلَيْهِمْ رَأْيَ الْعَيْنِ وَاللَّهُ يُؤَيِّدُ بِنَصْرِهِ مَنْ يَشَاءُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً لِأُولِي الْأَبْصَارِ (13) [آل عمران/13]
3: 13. Sesungguhnya telah ada tanda bagi kau pada dua golongan yang bertemu (bertempur). segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat (seakan-akan) orang-orang muslimin dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati.
Ayat ini bercerita wacana Perang Badr, di mana berdasarkan salah satu riwayat, Ath-Thabari menyebut di dalam kitab tafsirnya bahwa jumlah kaum Muslimin ketika itu ialah 313 orang sedang jumlah pasukan kaum Musyrik Quraisy antara 900 hingga 1000 orang. Dalam pandangan pasukan musyrik Quraisy jumlah pasukan Muslimin ialah dua kali lipat. Ini untuk memperlihatkan bahwa pandangan ar-ra'yu bisa sangat salah.
Perhatikan hadis hasan di bawah ini yang mencela penggunaan pendapat pribadi dalam memaknai al-Qur'an.
سنن الترمذي مشكول - (ج 10 / ص 207)
2875 - حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ وَكِيعٍ حَدَّثَنَا سُوَيْدُ بْنُ عَمْرٍو الْكَلْبِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ عَبْدِ الْأَعْلَى عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اتَّقُوا الْحَدِيثَ عَنِّي إِلَّا مَا عَلِمْتُمْ فَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ وَمَنْ قَالَ فِي الْقُرْآنِ بِرَأْيِهِ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ
2875 - حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ وَكِيعٍ حَدَّثَنَا سُوَيْدُ بْنُ عَمْرٍو الْكَلْبِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ عَبْدِ الْأَعْلَى عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اتَّقُوا الْحَدِيثَ عَنِّي إِلَّا مَا عَلِمْتُمْ فَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ وَمَنْ قَالَ فِي الْقُرْآنِ بِرَأْيِهِ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ
Nabi saw bersabda: Jaga hati-hatilah terhadap hadis dariku kecuali yang kau tahu benar. Barangsiapa berdusta atas namaku secara sengaja maka hendaklah dia mengambil tempatnya di neraka. Dan barangsiapa menyampaikan sesuatu wacana al-Qur'an dengan pendapat pribadinya, maka hendaklah dia mengambil tempatnya di neraka. (Menurut Abu 'Isa, hadis ini hasan, Albani juga menyebutnya hasan).
Imam al-Ghazali memahami hadis ini dengan menyampaikan bahwa boleh-boleh saja menggunakan ra'yu nya, tetapi ketika dia berkomentar panjang lebar wacana hadis ini, maka kelihatan secara terperinci bahwa yang dia maksud ra'yu di sini ialah dengan pemahaman yang seksama dan hati-hati. Oleh alasannya ialah itu al-Ghazali membolehkan penggunaan akal, sayangnya dia menggunakan hadis yang jelas-jelas menggunakan kata ra'yu.
Berikut ini ada beberapa hadis yang menyatakan bahwa tuntunan agama itu bisa berbeda dengan pendapat pribadi insan bahkan kelihatan tidak masuk akal, kalau menggunakan pendapat pribadi:
صحيح البخاري - (ج 7 / ص 48)
بَاب الْحَائِضِ تَتْرُكُ الصَّوْمَ وَالصَّلَاةَ وَقَالَ أَبُو الزِّنَادِ إِنَّ السُّنَنَ وَوُجُوهَ الْحَقِّ لَتَأْتِي كَثِيرًا عَلَى خِلَافِ الرَّأْيِ فَمَا يَجِدُ الْمُسْلِمُونَ بُدًّا مِنْ اتِّبَاعِهَا مِنْ ذَلِكَ أَنَّ الْحَائِضَ تَقْضِي الصِّيَامَ وَلَا تَقْضِي الصَّلَاةَ
بَاب الْحَائِضِ تَتْرُكُ الصَّوْمَ وَالصَّلَاةَ وَقَالَ أَبُو الزِّنَادِ إِنَّ السُّنَنَ وَوُجُوهَ الْحَقِّ لَتَأْتِي كَثِيرًا عَلَى خِلَافِ الرَّأْيِ فَمَا يَجِدُ الْمُسْلِمُونَ بُدًّا مِنْ اتِّبَاعِهَا مِنْ ذَلِكَ أَنَّ الْحَائِضَ تَقْضِي الصِّيَامَ وَلَا تَقْضِي الصَّلَاةَ
Bab Wanita Haid meninggalkan atau tidak berpuasa dan shalat.
Abu az-Zinad berkata: Sesungguhnya sunnah dan aspek-aspek kebenaran seringkali bertentangan dengan budi (ar-ra'y), maka tidak ada pilihan bagi kaum Muslimin kecuali mengikutinya (kebenaran). Diantaranya ialah bahwa perempuan haid itu mengganti puasa dan tidak mengganti shalat.
Ibn Hajar al-'Asqalani di dalam syarahnya, Fathul Baari, menjelaskan bahwa Az-Zain ibn al-Munayyir menyampaikan bahwa kesimpulannya: Bahwa arti judul potongan itu tidak mengandung aturan qadla (mengganti) puasa dan shalat demi untuk menyesuaikan dengan suara teks potongan yang tidak menyebutkan aturan qadla dan tidak dimaksudkan untuk hal itu. Dia berkata bahwa makna meninggalkan (tidak boleh puasa dan shalat) memperlihatkan bahwa mengerjakan puasa dan shalat itu mungkin bisa dilakukan secara inderawi, tetapi perempuan haid itu meninggalkan puasa dan shalat itu semata alasannya ialah adanya larangan agama (syar'i).
Sementara itu hal semacam ini juga pernah ditanyakan oleh Mu'adzah binti 'Abdillah al-'Adawiyyah kepada 'Aisyah tetapi 'Aisyah membiarkan saja pertanyaan itu alasannya ialah khawatir bahwa Mu'adzah ialah dari golongan Khawarij yang biasa menentang Sunnah (Hadis) dan lebih menentukan menggunakan pendapat pribadi (ra'yu) mereka. 'Aisyah tidak memberi klarifikasi komplemen kepada Mu'adzah selain menyebutkan suara teks yang membedakan aturan keduanya, seakan 'Aisyah menyampaikan kepada Mu'adzah: "Janganlah menanyakan penyebabnya, tetapi perhatikan yang lebih penting untuk diketahui yaitu ketaatan dan ketundukan kepada syariat."
Ada yang beropini bahwa penyebab mengapa perempuan haid dihentikan untuk mengerjakan puasa ialah alasannya ialah keluarnya darah pada umumnya bisa melemahkan badan. Karena kondisi lemah membolehkan seseorang untuk tidak berpuasa dan menggantinya di lain waktu, maka demikian pula halnya dengan haid. Alasan penyebab ini cukup terperinci kelemahan pendapatnya. Sebab kalau alasannya alasannya ialah kelemahan dan ketidakmampuan, maka andai saja orang sakit itu memaksakan diri dan berpengaruh serta bisa berpuasa maka puasanya menjadi sah. Tetapi lain halnya dengan orang yang haid, kalaupun dia berpengaruh puasa maka puasanya tetap tidak sah.
Persoalan ra'yu ini lebih lanjut bisa dilihat dari dua hadis berikut:
سنن أبي داود مشكول - (ج 1 / ص 203)
140 - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ حَدَّثَنَا حَفْصٌ يَعْنِي ابْنَ غِيَاثٍ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ عَبْدِ خَيْرٍ عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْيِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلَاهُ وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ قَالَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ عَنْ الْأَعْمَشِ بِإِسْنَادِهِ بِهَذَا الْحَدِيثِ قَالَ مَا كُنْتُ أَرَى بَاطِنَ الْقَدَمَيْنِ إِلَّا أَحَقَّ بِالْغَسْلِ حَتَّى رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ عَلَى ظَهْرِ خُفَّيْهِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ عَنْ الْأَعْمَشِ بِهَذَا الْحَدِيثِ قَالَ لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْيِ لَكَانَ بَاطِنُ الْقَدَمَيْنِ أَحَقَّ بِالْمَسْحِ مِنْ ظَاهِرِهِمَا وَقَدْ مَسَحَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى ظَهْرِ خُفَّيْهِ
140 - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ حَدَّثَنَا حَفْصٌ يَعْنِي ابْنَ غِيَاثٍ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ عَبْدِ خَيْرٍ عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْيِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلَاهُ وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ قَالَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ عَنْ الْأَعْمَشِ بِإِسْنَادِهِ بِهَذَا الْحَدِيثِ قَالَ مَا كُنْتُ أَرَى بَاطِنَ الْقَدَمَيْنِ إِلَّا أَحَقَّ بِالْغَسْلِ حَتَّى رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ عَلَى ظَهْرِ خُفَّيْهِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ عَنْ الْأَعْمَشِ بِهَذَا الْحَدِيثِ قَالَ لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْيِ لَكَانَ بَاطِنُ الْقَدَمَيْنِ أَحَقَّ بِالْمَسْحِ مِنْ ظَاهِرِهِمَا وَقَدْ مَسَحَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى ظَهْرِ خُفَّيْهِ
'Ali berkata: "Andaikata agama itu dengan ra'yu (pendapat pribadi) pasti potongan bawah sepatu itu lebih utama untuk diusap daripada potongan atasnya. Aku pernah melihat Rasulullah saw mengusap punggung sepatunya." A'masy berkata: "Aku dahulu beropini bahwa potongan bawah kakiku (sepatuku) lebih berhak dicuci hingga saya melihat Rasulullah saw mengusap punggung (bagian atas) kedua sepatunya. .. dst.
سنن الدارقطني مشكول - (ج 2 / ص 367)
797 - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْقَاسِمِ بْنِ زَكَرِيَّا حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ عَنِ الأَعْمَشِ عَنْ أَبِى إِسْحَاقَ عَنْ عَبْدِ خَيْرٍ قَالَ قَالَ عَلِىٌّ رضى الله عنه لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْىِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلاَهُ لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ .
797 - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْقَاسِمِ بْنِ زَكَرِيَّا حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ عَنِ الأَعْمَشِ عَنْ أَبِى إِسْحَاقَ عَنْ عَبْدِ خَيْرٍ قَالَ قَالَ عَلِىٌّ رضى الله عنه لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْىِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلاَهُ لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ .
Kedua hadis yang berdasarkan Albani Shahih di atas terperinci kalau dilihat dari pendapat pribadi kita tidak masuk akal, tetapi alasannya ialah itu yang dikerjakan oleh Rasulullah saw maka itulah tuntunan yang harus diikuti.
Kaprikornus pendapat pribadi (ra'yu) itu terperinci sekali sangat terbatas untuk memahami masalah agama dan bisa disebut sangat bersifat relative. Apalagi kalau pendapat pribadi itu sudah kemasukan keinginan, kemauan atau jelasnya lagi hawa nafsu maka akan semakin bisa merusak agama. Seperti dikemukakan di atas bahwa beragama itu ialah tunduk patuh dan taat kepada tuntunan Allah dan RasulNya, maka yang pertama kali harus dijadikan referensi ialah al-Qur'an dan Hadis, bukan lainnya.
Kesimpulan
Orang boleh bahkan dianjurkan untuk menggunakan budi fikiran, tetapi harus dengan seksama, hati-hati dan penuh perhatian dengan mendasarkan kepada petunjuk Allah dan RasulNya. Dilarang mengesampingkan al-Qur'an dan hadis dan lebih menentukan pendapat pribadinya sendiri.
Buat lebih berguna, kongsi: