Angka Sial Ahok, 2 Kali Nyalon, 2 Kali Kalah, Nomor Urut 2, Di Sidang Ke-22 Jadinya Diputus 2 Tahun Penjara

Sidang penistaan agama yang dilakukan oleh terdakwa Ahok, sudah hingga pada titikpuncaknya. Pada sidang ke-22 kali ini, Ahok resmi di Vonis 2 tahun penjara oleh Majelis Hakim yang menyelidiki dan mengadili masalah ini.

melaluiataubersamaini berakhirnya sidang penistaan Agama yang dilakukan oleh terdakwa Ahok ini, bukan berarti kisah-kisah selanjutnya akan berakhir pula. Saya pastikan, hari ini para Netizen seluruh Indonesia akan di suguhkan banyak sekali macam diberita ihwal Vonis 2 tahun penjara terhadap Ahok ini. 
 Sidang penistaan agama yang dilakukan oleh terdakwa Ahok Angka Sial Ahok, 2 Kali Nyalon, 2 Kali Kalah, Nomor Urut 2, di Sidang ke-22 Akhirnya diputus 2 Tahun Penjara

Dimedia-media cetak ataupun Internet, para Netizen akan mendapati Headline diberita ihwal Vonis 2 tahun penjara untuk Ahok ini. Begitu juga dengan media-media televisi baik Nasional maupun Lokal, dongeng vonis ahok ini tidak akan pernah usai dalam waktu erat ini.

Angka Sial Ahok, 2 Kali Nyalon, 2 Kali Kalah, Nomor Urut 2, di Sidang ke-22 Akhirnya diputus 2 Tahun Penjara


Bahkan, para Netizen akan di hadapkan pada banyak sekali diberita ihwal pandangan-pandangan atau opini-opini yang berkembang.

Kita akan melihat, akan banyak bermunculan para pakar-pakar aturan pidana dan yang lainnya berseliweran di media sosial, media cetak, internet dan televisi di Indonesia, bahkan dunia. Yang nantinya niscaya akan ada pendapat yang pro maupun yang kontra.

Dan lucunya, saya yakin akan ada pendapat yang menyampaikan bahwa Hakim atau Majelis Hakim dalam tetapkan masalah mendapat tekanan dari massa. Atau bahkan mungkin ada yang beropini bahwa Majelis Hakim takut terhadap tekanan massa. 

Karena itu, melalui goresan pena ini, saya ingin duluan menyanggah opini-opini yang menganggap bahwa Majelis Hakim takut atau berada dalam tekanan massa sehingga menjatuhkan vonis 2 tahun penjara terhadap terdakwa ahok yang didakwa melaksanakan tindak pidana penistaan agama. 

Saya, bekerja di Pengadilan, dan sering melihat dan mengamati bagaimana jalannya persidangan itu, dan saya juga tahu bagaimana seorang Hakim dalam mengambil suatu putusan.

Selama saya bekerja di Pengadilan, tidak pernah saya melihat seorang Hakim dalam mengambil keputusan berada atau takut dengan tekanan terhadap massa atau orang tertentu.
Karena dalam menjalankan tugasnya, seorang Hakim berpegang teguh pada pertanggungjawabanannya, bahwa ia bertanggungjawaban kepada Tuhan, bukan pemerintah atau pun penguasa. 

Karena keteguhan inilah, banyak saya dapati ada hakim yang mengalami teror dan tindak kejahatan terhadap putusan yang dihasilkannya. Bahkan ada Hakim yang dibunuh alasannya itu.

Kita tentu masih ingat dengan masalah pembunuhan Hakim Agung yang melibatkan Tommy Soeharto dulu?atau mungkin kita pernah mendengar dan melihat didiberita yang menayangkan rumah Hakim diserang oleh orang yang tidak dikenal.

Bahkan saya memiliki seorang atasan (Ketua Pengadilan) yang harus kehilangan sebuah ginjalnya alasannya ditusuk oleh keluarga terdakwa yang tidak mendapatkan atas putusan yang dijatuhinya.

Jadi, dengan ini sanggup saya pastikan bahwa, hakim sama sekali tidak terpengaruh dan merasa tertekan dengan aksi-aksi masa yang terjadi selama ini.

Kalau boleh jujur, yang paling mahir dalam menekan dan mempengaruhi Hakim dalam mengambil keputusan ialah Penguasa itu sendiri.

melaluiataubersamaini menempatkan ribuan personel keamanan dan menempatkan sebuah Helikopter di halaman kawasan sidang berlangsung, sebagai alat transportasi untuk mengevakuasi terdakwa, terang ialah suatu tindakan atau agresi dalam menekan Hakim dalam mengambil keputusannya.

melaluiataubersamaini menempatkan personel keamanan yang begitu banyaknya serta sebuah helikopter evakuasi, terang menunjukkan seperti Penguasa sudah tahu akan isi putusan dari Hakim tersebut.

Yang dengan kata lain, mengarahkan Hakim untuk membuat keputusan sesuai dengan yang mereka inginkan, sesuai dengan apa yang mereka tunjukkan dari jumlah pengaman dan helikopter tadi.

Akan tetapi, satu hal yang dilupakan oleh penguasa ketika ini. melaluiataubersamaini menempatkan ribuan personil dan sebuah helikopter evakuasi, semakin mempertegas kedudukan Hakim yang independen.

melaluiataubersamaini banyaknya pengamanan dan dengan adanya Helikopter evakuasi, mengambarkan bahwa, terang Hakim dalam keadaan aman, apapun putusan yang didiberikannya, keadaan Hakim kondusif alasannya banyaknya jumlah personil keamanan dari penguasa ketika ini.

Hakim tidaklah sama menyerupai Jaksa, dalam mengambil suatu keputusan Hakim tidak sanggup di intervensi, oleh siapapun juga. Jangankan Penguasa, Atasannya sendiri, yakni Ketua Mahkamah Agung tidak sanggup mengintervensi putusan Hakim.

Sangat tidak sama dengan Kejaksaan, dimana dalam membuat suatu tuntutan, seorang Jaksa Penuntut Umum, harus mendapatkan persetujuan dari Kasi Pidumnya atau Kepala Kejaksaan nya atau dengan kata lain harus mendapatkan persetujuan dari Atasannya.

Disinilah letak perbedaan antara Jaksa dan Hakim. Jaksa tidak independen, sedangkan Hakim sangat Independen.

Karena itu, walaupun tiruana unsur penistaan agama menyerupai yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum terpenuhi, akan tetapi sebelum tuntutan dibacakan, Jaksa Agung membuat suatu pernyataan yang menyampaikan bahwa terdakwa tidak terbukti menistakan agama.

Yang tentu saja pernyataan ini akan diikuti oleh Jaksa Penuntut Umum itu sendiri, yang hasilnya jadilah tuntutan 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun

Seharian ini, atau bahkan mungkin semingguan ini kita akan dihadapi oleh tontonan ihwal banyak sekali macam pandangan ihwal hasil atau vonis 2 tahun penjara untuk Ahok ini.

Bersiap-siaplah untuk sakit hati mendengar pandangan atau opini mereka yang pro ahok terhadap putusan Hakim ini. Seusai dengan aturan yang berlaku di Indonesia, upaya aturan yang sanggup dilakukan oleh Ahok ialah upaya Banding.

melaluiataubersamaini begitu, putusan 2 tahun penjara untuk Ahok ini, akan mentah dengan sendirinya pada ketika Ahok menyatakan banding terhadap putusan tersebut.

melaluiataubersamaini kata lain, vonis 2 tahun penjara yang dijatuhi belum memiliki kekuatan aturan yang tetap.

Dalam hal ini, Pengadilan Tinggi lah yang menyelidiki dan mengadili masalah dalam tingkat banding, dan kalau nanti Putusan Pengadilan Tingkat Banding sama atau lebih berat dari Pengadilan Tingkat Pertama, Ahok sanggup mengajukan upaya aturan lainnya, yakni upaya Hukum Kasasi, kemudian kalau tidak puas juga dengan putusan tingkat Kasasi, Ahok sanggup mengajukan upaya aturan luar biasa yakni PK atau Peninjauan Kembali. 

Namun, apabila Hakim tingkat banding tetapkan masalah sesuai dengan tuntutan Jaksa, tidak ada lagi yang sanggup umat Islam Indonesia dalam hal ini sebagai korban sanggup lakukan. Karena kita tidak menganut sistem Restorative Justice, sehingga kita spesialuntuk sanggup menerimanya saja.

Dalam putusan tingkat pertama, Hakim menjatuhkan vonis 2 tahun penjara, putusan Pengadilan Tingkat Pertama dengan sendirinya menjadi belum memiliki kekuatan aturan yang tetap dikarenakan terdakwa melaksanakan upaya Hukum Banding. Dan di dalam persidangan, terdakwa eksklusif menyatakan Banding terhadap putusan Majelis Hakim Tingkat Pertama.

PDI Perjuangan, sebagai partai Penguasa di Rezim bobrok ini, dulu memakai semboyan Partai Wong Cilik, dengan semboyan itu mengidentikkanya dengan angka 2, dikenal dengan semboyan "Salam dua jari". Akan tetapi, hari ini, keberuntungan Angka 2 sudah usai.

Ahok yang pernah mencalonkan diri sebagai Gubernur sebanyak 2 kali, pertama di Bangka Belitung, kedua di DKI Jakarta, 2 kali juga kalah. di DKI, Ahok mendapatkan Nomor Urut 2, kalah sudah dengan pasangan Anies-Sandi. dan di sidang masalah penistaan agama yang memasuki sidang ke-22 yakni pembacaan Vonis terhadap terdakwa Ahok, terdakwa ahok harus menelan pil pahit, alasannya dijatuhi eksekusi 2 tahun penjara.

Akankah kesialan di Angka 2 untuk Ahok ini berlanjut pada kesialan untuk PDI Perjuangan? kita tunggu saja ceritanya, dan agar demikian adanya.
Buat lebih berguna, kongsi:

Trending Kini: