Tenaga pendidik (guru) di Kaltim dibentuk heboh dengan beredarnya screenshoot surat resmi dari Dinas Pendidikan (Disdik) Kaltim kepada Bank Kaltim yang meliputi undangan pemblokiran rekening 13 belas orang guru dari aneka macam SMA/SMK yang berada di bawah naungan Disdik Kaltim.
Surat yang ditanhadirani eksklusif oleh Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kaltim tersebut tidak spesialuntuk mengguncang kalangan guru di Kaltim, tapi menuai sorotan publik secara luas. melaluiataubersamaini faktor kecepatan info sosial media, hal ini sanggup jadi tidak terbatas disorot kalangan publik Kaltim saja, tapi juga sudah menjadi sorotan publik nasional.
Terbitnya surat undangan pemblokiran rekening 13 guru ini diduga berpengaruh berkaitan dengan agresi demonstrasi yang berulang kali dilakukan oleh jaenteng guru se-Kaltim menuntut klarifikasi dan pencairan dana Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) yang tertunda semenjak Januari 2017 sampai April 2017.
Puncaknya jaenteng guru melaksanakan agresi lanjutan pada 22 Mei 2017 di depan Kantor Gubernur Kaltim, menagih komitmen batas final pencairan tanggal 19 Mei 2017 yang tak kunjung terlaksana sepenuhnya.
MENYOAL PEMBLOKIRAN REKENING GURU DI KALTIM
Pada agresi 22 Mei 2017 tersebut 13 perwakilan akseptor agresi diterima oleh Kadisdik Kaltim dan pejabat lain dalam audiensi klarifikasi terkait pencairan dana TPP yang dituntut para guru. Tidak lupa 13 perwakilan guru dalam lembaga audiensi tersebut diminta mengisi daftar hadir nama dan asal sekolah.
Singkat kronologi, sehari sehabis agresi 22 Mei tersebut, beredar screenshoot surat undangan pemblokiran rekening 13 nama guru yang hadir mewakili rekan-rekannya dalam pertemuan dengan Kadisdik Kaltim.
Surat yang sudah dipastikan valid tersebut ternyata dibentuk dan diteken tanggal 22 Mei 2017 beberapa ketika usai pertemuan dengan perwakilan guru yang berdemo. Atas kronologi tersebut, banyak pihak yang mengira surat undangan pemblokiran rekening 13 guru kepada Bank Kaltim itu yaitu bentuk "hukuman" dari Kadisdik Kaltim kepada mereka lantaran lantang menyuarakan komplain kepada pihak Disdik Kaltim.
Hal ini tentu terasa janggal. Adanya upaya pemblokiran rekening 13 guru yang menuntut pemenuhan hak mereka menimbulkan pertanyaan. Apa pelanggaran fundamental mereka sampai harus mendapat "sanksi" semacam itu?
Atas hal tersebut, Kadisdik Kaltim dituntut sanggup mempersembahkan klarifikasi kepada publik terkait surat yang diterbitkannya. Mengingat hal itu menyangkut hajat hidup orang banyak yang menjadi hak mereka yang tertunda selama beberapa bulan terakhir.
Pada peluang ini penulis hendak memberikan pandangan terkait pemblokiran rekening nasabah bank dalam kacamata hukum.
sepertiyang kita ketahui, pemblokiran berasal dari kata “blokir”. Artinya, “membekukan atau memberhentikan sesuatu”. Sehingga pemblokiran pada perbankan yaitu suatu proses, cara, ataupun perbuatan/tindakan memblokir terhadap “rekening nasabah bank”.
Pemblokiran rekening bank dalam kacamata aturan yaitu suatu tindakan aturan yang dilakukan oleh bank berdasarkan permintaan tertulis dari para pihak berwenang sebagaimana diatur di dalam perundang-undangan yang berlaku.
Tujuannya untuk mencegah mutasi atau perpindahan uang dalam rekening nasabah dan sanggup dibuka kembali, baik oleh dan atas undangan penyidik maupun penegak aturan lain sampai adanya putusan hakim yang menyatakan bahwa dana di rekening nasabah tersebut tidak terkait dengan kasus aturan yang sedang ditangani.
REGULASI PEMBLOKIRAN REKENING
Menurut peraturan aturan yang berlaku di Indonesia, spesialuntuk ada beberapa pihak terbatas yang didiberi kewenangan untuk meminta pemblokiran rekening nasabah, di antaranya yakni : Polisi, Jaksa, Hakim, KPK, Dirjen Pajak, Bank Indonesia dan lainnya, baik dalam kasus pidana maupun perdata.
Kewenangan memblokir rekening nasabah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan spesialuntuk untuk perkara-perkara tertentu seperti: kasus korupsi, money laundry, pelanggaran pajak, dan tindakan pidana keuangan lain, serta dugaan transaksi keuangan hasil cyber crime.
Di antara peraturan perundang-undangan tersebut terdapat pada UU No. 31/ 1999 ihwal : “Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi” sebagaimana sudah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 (pasal 29 ayat 4), menyatakan : "Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim sanggup meminta bank untuk memblokir rekening simpanan milik tersangka atau terdakwa yang diduga hasil dari korupsi”.
UU No. 8 tahun 2010 ihwal : “Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang” ( pasal 71 ayat 1 ), sebut : “Penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang memerintahkan pihak pelapor untuk melaksanakan pemblokiran harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga ialah hasil tindak pidana, dari setiap orang yang sudah dilaporkan oleh PPATK (Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan) kepada penyidik, tersangka/terdakwa."
UU No. 19 Tahun 1997 ihwal : “Penagihan Pajak melaluiataubersamaini Surat Paksa” sebagaimana diubah dengan UU No. 19 Tahun 2000 (pasal 17 ayat 1 ), menyatakan : “Penyitaan terhadap deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dilaksanakan dengan pemblokiran terlebih lampau.”
Sementara Peraturan Bank Indonesia No. 2/19/PBI/2000 ihwal : “Persyaratan dan Tata Teknik Pemdiberian Perintah Atau Ijin Tertulis Membuka Rahasia Bank" pasal 12 ayat 1) mengatur :
“Pemblokiran dan atau penyitaan simpanan atas nama seorang nasabah penyimpan yang sudah ditetapkan sebagai tersangka atau terdakwa oleh polisi, jaksa, atau hakim, sanggup dilakukan sesuai peraturan per-UU-an yang berlaku tanpa memerlukan ijin dari Pimpinan BI.”
DIMANA POSISI KADISDIK ?
Merujuk isi beberapa UU di atas, apakah Kadisdik termasuk dalam pihak yang berwenang mengajukan undangan tertulis kepada pihak bank untuk melaksanakan pemblokiran kepada rekening nasabah tertentu?
Rasa-rasanya tidak perlu spesialis kelas wahid untuk sanggup menyimpulkan bahwa Kadisdik Kaltim tidak punya wewenang untuk melaksanakan hal itu. Kadisdik Kaltim tidak memahami prosedur. Kadisdik Kaltim sudah melanggar aturan.
Kadisdik Kaltim dan/atau pejabat lain yang lebih tinggi kedudukannya yang memerintahkan upaya pemblokiran tersebut (jika ternyata ada), perlu berkonsultasi lebih dalam lagi dengan Biro Hukum nya sebelum terlampau jauh mengambil tindakan ceroboh.
Langkah yang sanggup dilakukan oleh Kadisdik berdasarkan aturan yaitu melaporkan ke pihak berwenang (Polisi, Jaksa, KPK) apabila mendapati bukti dugaan tindak pidana korupsi, money laundry, pelanggaran pajak, dan tindakan pidana keuangan lain, atau dugaan transaksi keuangan hasil cyber crime yang dilakukan oleh para guru tersebut.
Dalam proses penyidikan nanti sanggup jadi pihak berwenang di atas menerbitkan surat undangan pemblokiran rekening para guru terlapor. Prosedur ini sempurna berdasarkan hukum. Bukan malah main "teken" surat blokir secara sembarangan.
PEMBLOKIRAN REKENING NASABAH Dan SUBSTANSINYA
Terdapat tiga hal substansial yang perlu mendapat perhatian bank terkait pemblokiran rekening nasabah, yaitu :
1. Bank tidak boleh melaksanakan pemblokiran atas rekening seseorang oleh dan atas undangan seseorang/pihak lain yang tidak sesuai dengan mekanisme hukum. Semisal, lantaran ketiadaan surat undangan pemblokiran dari pihak berwenang (Polisi, Jaksa, Hakim, dan lain-lain yang diputuskan oleh UU ).
2. Mewajibkan bank untuk mengadministrasi dan memonitoring setiap pemblokiran nasabah secara tertib. Rekening-rekening pending nasabah mana yang sudah boleh dan/atau belum boleh dibuka blokirannya. Bagi yang sudah boleh, bank memintakan pembukaan blokiran kepada pihak berwenang secara tertulis.
3. Permintaan memblokir dan/atau membuka blokiran spesialuntuk boleh dilakukan oleh seseorang/pihak tertentu kepada bank spesialuntuk untuk dan/atau terhadap rekening milik sendiri, bukan rekening orang lain. Kecuali secara kasuistis dan atas inisiatif bank, lantaran ditemukan aliran sejumlah uang ke rekening nasabah diduga ialah hasil kejahatan cyber (cyber crime).
Sehingga kalau dikaitkan dengan kasus upaya pemblokiran rekening tiga belas guru di Kaltim oleh Kadisdik Kaltim kepada Bank Kaltim, maka pihak Bank Kaltim sebaiknya perlu bertindak lebih bijak dengan tidak terburu-buru memenuhi undangan Kadisdik tersebut. Melainkan mempersembahkan tanggapan balik berupa klarifikasi mekanisme atau mekanisme aturan pemblokiran rekening nasabah bank. Karena patut diduga, surat undangan pemblokiran rekening guru oleh Kadisdik Kaltim menyalahi aturan dan mempunyai keganjilan hukum.
Jika pihak Bank Kaltim memenuhi undangan Kadisdik tersebut tanpa merujuk pada aturan yang berlaku, pihak bank Kaltim sanggup saja melanggar peraturan. Bila pemblokiran tersebut berakibat kerugian (finansial dan non finansial) bagi nasabah, hal itu sanggup berakibat lebih fatal lagi.
Pihak Bank Kaltim, secara perdata sanggup dituntut/digugat nasabah sudah melaksanakan perbuatan melawan hukum sesuai pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum (KUH) Perdata : “Tiap perbuatan melanggar aturan yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang lantaran salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
Pasal 1366 KUH Perdata menyatakan : “setiap orang bertanggung-jawaban tidak saja untuk kerugian yang disebabkan lantaran perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan lantaran kelalaiannya atau kurang hati-hatinya”.
Dalam kasus ini, frasa "setiap orang" sanggup menjerat pihak "bank" sebagai subjek yang dimaksud melaksanakan perbuatan melanggar aturan atau perbuatan lalai yang mengakibatkan kerugian bagi nasabah.
Bisa saja Bank Kaltim yang lantaran kealpaan/kelalaian dan ketidakprofesionalannya menjadi dituntut/digugat nasabahnya secara aturan (pidana maupun perdata). Seperti somasi perdata, yakni berupa penggantian kerugian material (finansial) dan immaterial, dimana lazimnya dalam praktik penggantian kerugian dihitung atau disetarakan dengan uang (diberikut denda bunga kalau ada).
Mengingat rumusan ketentuan pasal 1365 KUH Perdata secara limitatif menganut asas aturan bahwa penggantian kerugian dalam hal terjadinya suatu perbuatan melawan aturan yaitu bersifat wajib.
Bahkan dalam aneka macam kasus aturan yang mengemuka di pengadilan, seringkali hakim secara ex-officio (karena jabatannya) menetapkan/mewajibkan penggantian kerugian oleh bank , sekalipun pihak nasabah (korban) tidak menuntutnya.
Kadisdik Kaltim Menyalahi Asas Administrasi Pemerintahan ?
UU Administrasi Pemerintahan No. 30 Tahun 2014 memuat tiga aspek pokok Asas-asas Administrasi Pemerintahan yakni: asas legalitas hukum, asas pemberian HAM, dan asas umum pemerintahan yang baik (AUPB).
AUPB melingkupi 8 asas pokok yang harus diperhatikan oleh setiap penyelenggara manajemen di tiruana level pemerintahan. Kedelapan asas itu adalah: (1) Asas kepastian hukum, (2) Asas kemanfaatan, (3) Asas ketidakberpihakan, (4) Asas kecermatan, (5) Asas tidak menyalahgunakan kewenangan, (6) Asas keterbukaan, (7) Asas kepentingan umum, (8) Asas pelayanan yang baik.
Selain beberapa asas di atas terdapat pula asas-asas umum lainnya di luar AUPB yakni asas umum pemerintahan yang baik yang bersumber dari putusan hakim pengadilan yang masih berkekuatan aturan tetap.
Dalam kasus upaya pemblokiran rekening 13 guru ini, Kadisdik Kaltim patut diduga menyalahi AUPB dalam asas kepastian hukum, asas kecermatan, dan asas tidak menyalahgunakan kewenangan.
*Asas Kepastian Hukum* yaitu asas dalam negara aturan yang mengutamakan landasan ketentuan peraturan perundang-undangan, kepatutan, keajegan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan.
*Asas Kecermatan* yaitu asas yang mengandung arti bahwa suatu Keputusan dan/atau Tindakan harus didasarkan pada info dan dokumen yang lengkap untuk mendukung legalitas penetapan dan/atau pelaksanaan Keputusan dan/atau Tindakan sehingga Keputusan dan/atau Tindakan yang bersangkutan dipersiapkan dengan cermat sebelum Keputusan dan/atau Tindakan tersebut diputuskan dan/atau dilakukan.
*Asas Tidak Menyalahgunakan Kewenangan* yaitu asas yang mewajibkan setiap Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak memakai kewenangannya untuk kepentingan pribadi atau kepentingan yang lain dan tidak sesuai dengan tujuan pemdiberian kewenangan tersebut, tidak melampaui, tidak menyalahgunakan, dan/atau tidak mencampuradukkan kewenangan.
Penyalahgunaan kewenangan sangat bersahabat kaitan dengan terdapatnya ketidaksahan (cacat hukum) dari suatu keputusan dan/atau tindakan pemerintah/penyelenggara negara. Cacat aturan keputusan dan/atau tindakan pemerintah/penyelenggara negara pada umumnya menyangkut tiga unsur utama, yaitu unsur kewenangan, unsur mekanisme dan unsur substansi.
melaluiataubersamaini demikian cacat aturan tindakan penyelenggara negara sanggup diklasifikasikan dalam tiga macam, yakni: cacat wewenang, cacat mekanisme dan cacat substansi. Ketiga hal tersebutlah yang menjadi hakekat timbulnya penyalahgunaan kewenangan.
Melihat upaya pemblokiran yang dilakukan oleh Kadisdik Kaltim, patut diduga Kadisdik sudah menyalahgunakan kewenangan lantaran memenuhi unsur menyalahi kewenangan, menyalahi prosedur, dan menyalahi prinsip substansial.
Oleh lantaran itu, Gubernur Kaltim sebagai atasan dari Kadisdik Kaltim, sudah seharusnya segera mengevaluasi Kadisdik Kaltim terkait kebijakannya yang menyalahi aturan ini. Menurut penulis, Kadisdik Kaltim sudah mempersembahkan pola yang jelek dalam penyelenggaraan manajemen pemerintahan bagi jajaran Pemprov Kaltim. Sehingga layak dan patut didiberi hukuman oleh Gubernur, baik hukuman teguran verbal atau tertulis, sampai hukuman pencopotan dari jabatan. (*)
Sekian.
Oleh Surahman, SH
(Pegiat LSM Mata Publik Kaltim)

Buat lebih berguna, kongsi: