Syarah Sunan An-Nasa'i Karya Al-Sindi (Zahra Al-Ruba’ ‘Ala Al-Mujtaba’)

Pada awalnya ilmu fiqh al-hadîts sangat terbatas, kemudian secara berangsur meluas hingga populer hingga kepada kita dengan sebutan syarah hadis. Para fâqih al-hadîts berpegang pada ilmu ini, dan mereka inilah yang telah diberikan rizki oleh Allah berupa kemampuan daya kritis pada masanya dan mempunyai pemahaman dari hasil keseriusannya dalam bahasa maupun pengetahuannya terhadap aturan syari`ah”.

Pembahasan syarah tidak bisa terlepas dari perjalanan hadis itu sendiri. Dalam periodisasi perkembangan hadis, disebutkan adanya ’asyru al-syarh atau masa pensyarahan. Pensyarahan yang dimaksudkan di dalam periodisasi tersebut yaitu masa-masa penulisan kitab-kitab syarah hadis. Seperti telah dipahami, bahwa syarah hadis telah mengalami proses transformasi dari bentuk syarah hadis secara verbal yang dikenal pula sebelumnya dengan fiqhul hadits kepada bentuk syarah hadis secara tertulis (terbukukan).

Pada kesempatan ini, penulis akan mengenalkan salah satu produk ulama terdahulu dalam mensyarahi kitab hadis sunan al-Nasa’i. Kitab hadis sunan al-Nasa’i di antaranya mempunyai dua kitab syarah. Yang pertama ditulis oleh al-Suyuthi, dan yang kedua oleh al-Sindi. Keduanya terhimpun dalam satu kitab yang sama, yaitu Zahra al-Ruba’ ‘ala al-Mujtaba’ dengan model penulisan hasyiah (catatan pinggir/kecil). Dan pada goresan pena kali ini, penulis memfokuskan terhadap pensyarahan al-Sindi.

Sekalipun terhimpun dalam satu kitab yang sama, akan tetapi sistem dan metodologi yang dipakai keduanya dalam mensyarahi hadis Imam al-Nasa’i berbeda. Berikut akan dijelaskan pada kepingan pembahasan.
 kemudian secara berangsur meluas hingga populer hingga kepada kita dengan sebutan syarah Syarah Sunan An-Nasa'i Karya Al-Sindi (Zahra al-Ruba’ ‘ala al-Mujtaba’)
Sunan An-Nasa'i / Darumakkah.com

Setting-Historis Pengarang Kitab Zahra al-Ruba’ ‘ala al-Mujtaba’

Ia yaitu Al-Imam Muhammad Hayat bin Ibrahim Al-Sindi Al Madani, Ia masih keturunan dari kabilah Jajur, yakni kabilah yang tinggal di Sind, di tempat pinggiran kota Adilpur. Ia lahir di Adilpur, ketika ini termasuk kepingan dari negara Pakistan.

Daerah Sind merupakan tempat yang diyakini sebagai salah satu sentra aktivitas ilmu dan dakwah Islam sejak tempat ini ditaklukan oleh tangan Muhammad Al Qosim, sepanjang pemerintahan Khalifah bani Umayyah yakni Al Walid bin Abdil Malik pada tahun 93 H (atau 712 H). Kemudian sesudah ini tempat Sind telah menghasilkan begitu banyak ulama dan muhaddis besar sepanjang lembaran sejarah Perkembangan Islam.

Tidak ada data atau catatan baik tanggal atau tahun kapan Ia dilahirkan, hanya diketahui bahwa Ia lahir dan tumbuh di tempat pinggiran Adilpur, ketika mulai beranjak arif balig cukup akal Ia pindah ke kota Tatta, ibukota Sind. Setelah itu Ia pindah ke Haramain (Saudi Arabia), dan menentukan tinggal di Madinah. Selanjutnya, Ia wafat pada hari Rabu 26 Safar 1163 H di Madinah, dan dikuburkan di pekuburan Baqi.

Setelah Ia pindah ke Tatta, Ia mulai mempunyai niat dan memantapkan diri untuk mencari ilmu dengan berguru di bawah bimbingan para guru dan ulama. Ia menimbah ilmu kepada Ulama besar dari India, Syaikh Waliullah Al-Dahlawi, dan berguru lebih mendalam lagi kepada ulama Syaikh Muhammad Ma’in bin Muhammad Amin At-Tattawi Al-Sindi, yang merupakan ulama terkemuka di kota ini.

Kemudian Ia pindah ke dua tanah suci (Al Haramain) dan melaksanakan ibadah haji. Ia menentukan tinggal di Madinah dan menimba ilmu kepada ulama-ulama Madinah, berguru dibawah bimbingan Syaikh Abul Hasan bin Abd al-Hadi Al-Sindi Al Madani, dan menyempurnakan belajarnya hingga kemudian gurunya wafat.

Di antara ulama yang sebagai tempat Ia menimba ilmu :

1. Syaikh Muhammad Ma’in bin Muhammad Amin Al-Tattawi Al-Sindi (w. 1161H). Ia yaitu salah satu ulama yang populer dan merupakan salah satu muruid dari Al-Syaikh Waliullah Ahmad bin Abdirrahman Al-Dahlawi, Muhaddis/Ahli Hadis dari India (w 1176 H), Ia menulis beberapa kitab diantara yang populer yaitu “Dirāsat al-Labīb fil-Uswah al-Hasanah bi al-Habīb.”

2. Syaikh Abul-Hasan Muhammad bin ‘Abd al-Hādī Al-Sindi Al-Madani (w. 1138H). Ia yaitu Abu al-Hasan, penulis, taqliq/pemberi komentar dari Kutub al-Sittah, seorang Ahli Hadis, Al Hafidh, Al Mufassir, Al Faqih, pengajar di Masjid Nabawi.

3. Syaikh ‘Abd Allah bin Salim bin Muhammad bin ‘Isa Al-Basri Al-Makki (1134H) Syaikh Muhammad Hayāt As-Sindi mendapatkan ijasah darinya. Ia yaitu seorang Syaikh/guru di Masjidil haram, Makkah. Banyak pelajar dari Saudi Arabia yang mengambil ilmu darinya, diantara kitab yang Ia tulis adalah, “ Diya al-Sārī ‘alā Sahih Al-Bukhārī” dan “Al Imdād bi Ma’rifat al-Isnād”. Salah satu kerja kerasnya yaitu mengedit dan meneliti kitab induk hadis Kutub al-Sittah, salah satu hasil editan dari kitab induk ini dipakai sebagai sumber rujukan. Salah satu yang terpenting dari kitab induk tersebut yaitu Kitab Shahih Bukhari yang Ia tulis tangan dan membutuhkan waktu untuk menyelesaikannya secara lengkap dalam waktu 20 tahun.

4. Syaikh Abu Tahir Muhammad bin Ibraahim Al-Kurdī Al-Madanī (w. 1145H.

5. Syaikh Ab al-Asrār Hasan bin ‘Alī Al-‘Ujaymī Al-Makkī Al-Hanafī (w. 1113H). Syaikh Al Ujaymī yaitu seorang ulama pengikut Sunnah, Ia sangat menolak taklid buta, terbukti dalam tulisannya yang membantah para taashub mazhab hanafi dalam kitab : “Al-Farj ba’da al-Shiddah fi al-Naṣārā Lā Yaskunūna bi-Jiddah.”

6. Syaikh Waliyullāh bin ‘Abdir-Rahīm Ad-Dihlawī. Ia yaitu Imam yang populer dan Mujaddid, penulis risalah-risalah yang sangat bernilai dalam bidang tauhid, dalam sejarah biografi Syaikh Al-Sindi yang teradapat dalam kitab “ unwān al-Majd fī Tarikh al-Najd’ karya Ahli sejarah populer Syaikh Utsman bin Bishr Al-Najdi (1/14), Ia berkata, “Sangat banyak insan yang berguru kepadanya (Syaikh Ad Dihlawi) , diantara yang populer yaitu Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab, Syaikh Alauddin Al-Surāri dan lainya.

Ia mengambil alih kiprah gurunya, Abul Hasan Muhammad bin Abd al-Hādī Al-Sindi Al- madani, mengajar selama 24 tahun. Sudah tidak terhitung banyaknya murid-muridnya. Imam Shidiq Hasan Khan Al-Qinawji berkata dalam catatan biografi tentangnya dalam kitab ‘Abjad Al Ulum (3/170},” Ia curahkan perhatiannya kepada mengajarkan ilmu hadis, dan menghabiskan waktunya untuk melayani umat.

Dari sekian banyak muridnya, diantaranya :

1. Imam Muhammad bin Abd al-Wahhab (w 1206 H).

2. Imam fiqh, Syaih Muhammad bin Ismail Al-AMir Al Kahlānī Al-San’ani (w 1182 H). Ia yaitu penulis kitab, salah satu yang sangat populer yaitu Subūl al-Salām Penjelas dari kitab karya Imam Ibnu Hajar Al Atsaqalani “Bulūgh al-Maram”.

3. Imam Muhammad bin Ahmad Al-Safarini.

4. Al Muhadis, Abul Hasan Muhammad bin Muhammad Saadiq Al-Sindi (w 1187 H) , Seorang Ahli Hadis dan Ahli Ushul, penulis kitab penjelas/syarh dari Nuhbatul Fikar karya Imam Ibnu Hajar, berjudul “Bahjatun Nadzar ‘alaa Syarh Nukhbatul Fikar”membahas terminologi hadis.

5. Syaikh Ahmad bin Abd al-Rahman Al-Sindi.

6. Syaikh Muhammad Sa’id bin Muhammad Safar (w 1192 H), Seorang ulama Hadis, Fiqh, Syi’ir diantara karya tulisnya yaitu “Mandhāmah Al Hudā fī Ittiba al-Nabi Al Muqtadlā”

7. Syaikh Alimuddin bin Abd al-Rashīd Al Abbasi Al Lahori, dimakamkan di Damascus, Suriah (w 1168 H), Ia yaitu penulis kitab ‘ Al-Fawāid al-Afdhaliyyah”

8. Syaikh Khairuddin bin Muhammad Zahid Al-Surati .

9. Syaikh Muhammad Fākhir bin Yahyā Al-‘Abbasi Al-Ilaah Abadi dikenal dengan nama Za’ir. Ia yaitu pengikut Sunnah dan tidak mau terikat dengan salah satu mazhab, Ia habiskan masa hidupya untuk berdakwah kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah, Ia pernah juga diserang/disakiti ketika Ia mengucapkan ‘āmīn” secara jahr ketika sholat di Masjid Agung di Delhi, India. Ia menulis banyak buku, kebanyakan buku yang mengajak kembali kepada al-Sunnah Al-Shahihah.

10. Al-Sayyid Ghulam Ali Azad Al-Balkarami (w 1200 H). Ia spesialis dalm syi’ir-syi’ir dan sejarah, penulis kitab Subhat al-Marjan fi Athar Hindistan” dan kitab “Shamamatul Anbar fīmā warada fil Hind min Sayyidil Bashar.”

Karya Al-Sindi yang Pernah dipublikasikan


Meskipun setiap harinya sibuk dengan mengajar, menawarkan ceramah dan nasehat kepada umat, Syaikh masih menyempatkan diri untuk menawarkan catatan-catatan, syarah, ta’liq kepada beberapa kitab, dengan inilah kita sanggup mengambil banyak faidah dari kitab-kitab yang Ia beri catatan/tulis/komentari dari bebagai tema kitab. Hal ini memperlihatkan tingkatan kelimuannya yang sangat mendalam. Diantara hasil karyanya:
  1. Tuffatul Muhibbin fii Syarh Al-‘Arbain (Penjelasan Hadis arbain Al-Nawawiyah) 
  2. Syarh At Targhib wat Tarhib, karya Imam Al Munziri dalam 2 jilid. 
  3. Tuhfatul Anam fil Amal bi Hadis Nabi Alahi al-shalatu was Salam, Sebuah kitab yang amat anggun yang membahas perihal wajibnya mengikuti Sunnah Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam dan melarang untuk taqlid kepada salah satu dari empat mazhab, disertai perkataan-perkataan para imam tersebut berkaitan dengan hal ini. 
  4. Fathul Ghafur fi Wad ‘il Aydi ‘ala al-Sudur –sebuah risalah yang membahas perihal tata cara menempatkan kedua tangan di atas dada ketika melaksanakan shalat. 
  5. Mukhtashor Az Zawaajir, sebuah ringkasan kitab Az Zawajir karya Imam Ibnu hajar Al Haitsami . 
  6. Al Iqāf ‘alā Sabab al-Ikhtilāf, sebuah risalah yang membahas perihal alasannya sebab terjadinya ikhtilaf/perbedaan. 
  7. Muqaddimah fi al-Aqā’id, pengantar untuk memahami aqidah. 
  8. Al-Junnah fī Aqā’idi Ahl al-Sunnah, membahas perihal Aqidah Ahlus Sunnah 
  9. Hukm I’fā al-Lihā, hukum-hukum yang membahas dilarangnya mencukur jenggot. 
  10. Syarh Al-Arbain lī Alī Al-Qāri, syarah/penjelasan 40 hadis yang telah disusun oleh Imam Ali Al-Qāri. 

Sebagai catatan dari beberapa jago sejarah, sepeti ‘Umar Ridha Kahalah, penulis kitab ”Mu’jamul Mu’alifiin”, menyampaikan bahwa kitab ‘Irsyād al-Nuqād ilā Taysīr al-‘Itiqād” juga merupakan salah satu karya Syaikh Al-Sindi. Namun demikian dalam kenyataannya kitab ini dinisbatkan kepada salah satu muridnya yakni Imam Muhammad bin Ismail As San’ani (w 1182 H). Kemungkinan Imam Shan’ani mengutip goresan pena yang cukup banyak dari kitab Imam Syan’ani ‘Tuhfatul Anaam” kedalam kitabnya “Irshaadun Nuqqad”.

Ia mengarang aneka macam risalah dan kitab. Al Muradi berkata,” Ia juga mempunyai risalah-risalah kecil dan ta’liq.” Selain itu juga kitab yang penulis kenalkan ketika ini, yaitu Zahra al-Ruba’ ‘ala al-Mujtaba’.

Mazhab Syaikh Muhamamd Hayat Al-Sindi

Meskipun Syaikh Muhamamd Hayat Al-Sindi tumbuh di lingkungan mazhab hanafi, menyerupai umumnya madrasah di India dan Pakistan. dan Ia menisbatkan diri ke mazhab ini, namun Ia tidak fanatik mazhab, Ia amat melarang taqlid dalam bermahdzab, Sangat memegang dalil sunnah, hal ini terbukti dengan karyanya yang bejudul Tuhfatut ‘Anam fi amal bil Hadis Nabi Alaihi Salatu Was Salam.”

Al Imam Al Fulanii berkata dalam ‘ Iqaadh Himam Ulil Absaar’ [Hal 70], “: Para Syaikh/guru dari guru kami. Muhammad Hayat Al-Sindi berkata,”Kewajiban setiap muslim untuk selalu memahami makna-makna yang terkandung dalam Al Qur’an dan hadis, memahami makna-maknanya dan mengambil aturan dari keduanya. Jika seseorang belum sanggup melakukannya, dibolehkan kepadanya untuk mengikuti para ulama/imam tanpa harus ia mengikat kepada salah satu mazhab. Dia juga harus lebih berhati-hati dalam memandang setiap pendapat di setiap mazhab.

Ia juga memilki pendapat yang bertentangan dengan sebagian peandangan Ulama mazhab hanafi di darah asalnya. Sebagai teladan pandangannya yang tertulis dalam kitabnya “ Al-Durah fī Iżhār Ghish Naqd al-Surrah” , sebagai bantahannya terhadap risalah “ Dirham us Surrah fee Wad’il Aydi Tahta As Surrah” risalah goresan pena Syaikh Muhammad Hasheem bin Abdul Ghofuur Al-Sindi Al Hanafi .

Dalam risalah bantahan ini, Ia beropini bahwa meletakkan tangan di dada ketika shalat yaitu sunnah Rasulullah saw berdasarkan hadis yang ada. Meskipun pandangan ini berbeda dengan lebih banyak didominasi pendapat mazhab hanafi. Inilah mengapa ketika Ia menulis risalah Al-Durrah, maka Syaikh Muhammad Hasheem Al Hanafii membantahnya dalam dua risalah. Inilah yang menimbulkan alasan bagi Syaikh Muhamamd Hayat Al-Sindi untuk kembali menulis risalah bantahan , maka Ia menulis risalahnya yang populer “ Fathul Ghofuur fii Wad’il Aydi ‘Ala al-Suduur”

Penilaian Ulama Terhadap Kapasitas Keilmuan Al-Sindi

Al Muradi berkata dalam kitabnya “ Silkud Durar (4/34) “ (Ia adalah) Al Muhadis, Salah seorang yang mendalam Ilmunya, pembawa bendera Sunnah di Madinah.”

Al Imam Shiddiq Hasan Khan Al Qinawi berkata dalam Abjadul Ulum (3/169) “ Ia yaitu spesialis ilmu/ulama, dan seorang muhaddiss besar.” Dalam kitab yang sama (3/188) Al Qinawi berkata ,”(Ia ) Al Hafizh”.

Ibnu Biṣr Al-Hanbali berkata dalam kitabnya ‘Unwān al-Majd” (1/41)” Ia mempunyai keahlian dalam ilmu hadis dan perawinya”.

Abdul Hayy Al Kitani berkata dalam kitabnya “ Fahras al-Fahāris” (1/356)“ Ia yaitu seorang Muhaddis di Hijaz”.

Muhammad bin Ja’far Al Kitaani berkata,” Ia yaitu pembawa bendera sunnah di Madinah”.

Ahli sejarah besar dari India, ulama yang mulia, Abdul Hayy Ibn Fakhruddin Al Hasani berkata dalam kitabnya “Al I’lām bi man fī Tārikh al-Hind min Al-A’lām” (hal 815) “ Syaikh yaitu Imam besar, Al Muhadith, Muhammad Hayat bin Ibrahim Al-Sindi Al Madani , salah satu ulama yang terkenal.”[1]

Kitab Zahra al-Ruba’ ‘ala al-Mujtaba’ Karangan Syaikh Muhamamd Hayat Al-Sindi

Metode Penyusunan dan Pensyarahan

Sebagai salah satu syarh bagi kitab Sunan al-Nasa’i, karya al-Sindi ini pun dalam metode penyusunan ataupun penulisannya mengikuti al-Nasa’i dengan berdasarkan metode sunan. Yang dimaksud dengan metode sunan di sini yaitu metode penyusunan kitab hadis berdasarkan pembagian terstruktur mengenai aturan islam (abwāb al-fiqhiyyah) dan hanya mencantumkan hadis-hadis yang bersumber dari Nabi Muhammad saw saja (hadis marfu’). Bila terdapat hadis-hadis yang bersumber dari sobat (mauquf) atau tabi’in (maqtu’), maka relatif jumlahnya sedikit.[2]

Sedangkan metode pensyarahaan yang dipakai al-Sindi dalam kitabnya yaitu di antaranya dengan cara:

1. Memenggal bagian-bagian kalimat dari matan hadis, kemudian diberikan klarifikasi maksudnya;
2. Memberikan petunjuk cara membaca hadis dengan isyarat tanda baca serta menyinggung sisi sharf;
3. Terkadang menyinggung sabab wurud hadis; dan
4. Tidak mengutip pendapat Ulama lain dalam menawarkan syarh.

Contoh cara pensyarahan al-Sindi:

أَخْبَرَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنِ الزُّهْرِىِّ عَنْ أَبِى سَلَمَةَ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلاَ يَغْمِسْ يَدَهُ فِى وَضُوئِهِ حَتَّى يَغْسِلَهَا ثَلاَثًا فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لاَ يَدْرِى أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ»3

قَوْله وَإِذَا اِسْتَيْقَظَ أَحَدكُمْ مِنْ نَوْمه

الظَّاهِر أَنَّ الْمَقْصُود إِذَا شَكَّ أَحَدكُمْ فِي يَدَيْهِ مُطْلَقًا سَوَاء كَانَ لِأَجْلِ الِاسْتِيقَاظ مِنْ النَّوْم أَوْ لِأَمْرٍ آخَر إِلَّا أَنَّهُ فَرَضَ الْكَلَام فِي جُزْئِيّ وَاقِع بَيْنهمْ عَلَى كَثْرَة لِيَكُونَ بَيَان الْحُكْم فِيهِ بَيَانًا فِي الْكُلِّيّ بِدَلَالَةِ الْعَقْل فَفِيهِ إِحَالَة لِلْأَحْكَامِ إِلَى الِاسْتِنْبَاط وَنَوْطه بِالْعِلَلِ فَقَالُوا فِي بَيَان سَبَب الْحَدِيث أَنَّ أَهْل الْحِجَاز كَانُوا يَسْتَنْجُونَ بِالْحِجَارَةِ وَبِلَادهمْ حَارَّة فَإِذَا نَامَ أَحَدهمْ عَرِقَ فَلَا يَأْمَن حَالَة النَّوْم أَنْ تَطُوف يَده عَلَى ذَلِكَ الْمَوْضِع النَّجِس فَنَهَاهُمْ عَنْ إِدْخَال يَده فِي الْمَاء 

( فَلَا يَغْمِس ) 

بِالتَّخْفِيفِ مِنْ بَاب ضَرَبَ هُوَ الْمَشْهُور وَيَحْتَمِل أَنْ يَكُون بِالتَّشْدِيدِ مِنْ بَاب التَّفْعِيل أَيّ فَلَا يُدَخِّل 

( فِي وضوئِهِ ) 

بِفَتْحِ الْوَاو أَيْ الْمَاء الْمُعَدّ لِلْوُضُوءِ وَفِي رِوَايَة فِي الْإِنَاء أَيْ الظَّرْف الَّذِي فِيهِ الْمَاء أَوْ غَيْره مِنْ الْمَائِعَات قَالُوا هُوَ نَهْي أَدَب وَتَرْكه إِسَاءَة وَلَا يَفْسُد الْمَاء وَجَعَلَهُ أَحْمَد لِلتَّحْرِي[4] 

Sistematika Penyusunan Kitab

Adapun sistematika penyusunan al-Sindi dalam kitabnya sebagai berikut[5]:

No
Kitab
No
Kitab
1.
Al-Ṭaharah
27.
Al-Ṭalāq
2.
Al-Miyāh
28.
Al-Khail
3.
Al-Hayd wa al-Istihadah
29.
Al-Aḥbās
4.
Al-Gusl wa al-Tayammum
30.
Al-Waṣāyā
5.
Al-Ṣalāh
31.
Al-Nahl
6.
Al-Mawāqīt
32.
Al-Hibah
7.
Al-Ażān
33.
Al-Ruqabā
8.
Al-Masājid
34.
Al-‘Umarā
9.
Al-Qiblah
35.
Al-Aymān wa al-Nużūr
10.
Al-Imāmah
36.
‘Asyrah al-Nisā’
11.
Al-Iftitāḥ
37.
Tahrīm al-Dam
12.
Al-Taṭbīq
38.
Qism al-Fay’
13.
Al-Sahw
39.
Al-Bay’ah
14.
Al-Jumu’ah
40.
Al-‘Aqīqah
15.
Taqṣīr al-Ṣalāh fi al-safar
41.
Al-Far’u wa al-‘Atīrah
16.
Al-Kusūf
42.
Al-Ṣayd wa al-Dibāiḥ
17.
Al-Istisqā’
43.
Al-Ḍiḥāyā
18.
Ṣalāh al-Khauf
44.
Al-Buyū’
19.
Ṣalāh al-‘Īdain
45.
Al-Qasāmah
20.
Qiyām al-Lail wa Taṭawwu’ al-nahār
46.
Qaṭ’u al-Sāriq
21.
Al-Janāiz
47.
Al-Īman wa Syarāi’uhu
22.
Al-Ṣiyām
48.
Al-Zīnah
23.
Al-Zakāh
49.
Ādāb al-Quḍāh
24.
Manāsik al-Hajj
50.
Al-Isti’āżah
25.
Al-Jihād
51.
Al-Usyrabah
26.
Al-Nikāh


Akan tetapi, terdapat sedikit perbedaan al-Sindi dan al-Nasa’i dalam urutan penyusunan. Hal ini wajar, lantaran merupakan di antara hak mutlak penyusun. Sepeti adanya kitab al-Iftitah dalam al-Sindi, sedang dalam al-Nasa’i tidak didapati; dan beberapa pengurutan kitab-kitab yang lain yang sedikit berbeda. Hal ini bisa disebabkan lantaran perbedaan percetakan dan penerbitan kitab.

Kelebihan dan Kekurangan Pensyarahan al-Sindi

Di antara kelebihan yang penulis dapati dari karya al-Sindi ini dalam menawarkan klarifikasi terhadap hadis, yaitu:
  1. Memberikan kejelasan akan makna kata dan pemahaman suatu hadis; 
  2. Memberikan akomodasi dalam membaca hadis, lantaran disertakan isyarat baca dan telaah ṣaraf; 
  3. Penjelasan tidak berbelit dan gampang untuk dicerna; dan 
  4. Walaupun tidak dalam seluruh hadis, akan tetapi setidaknya Ia dalam beberapa hadis turut menawarkan wawasan sabab wurud-nya. 

Sedangkan yang menjadi kekurangannya, berdasarkan penulis sebagai berikut:
  1. Jarang sekali atau tidak pernah mengutip pendapat dan atau penguatan dari ulama lain. Hal ini terkadang menciptakan pembaca sedikit sanksi. Dan di samping itu, menimbulkan wawasan pembaca kurang luas; 
  2. Tidak menawarkan klarifikasi informasi rawi; dan 
  3. Jarang sekali atau tidak pernah menawarkan evaluasi terhadap kualitas hadis, yang penulis rasa itu perlu untuk memudahkan mengetahui status kehujjahan. 

Komparasi Pensyarahan al-Sindi dengan Pensyarahan al-Suyuṭi

Dalam hal ini, penulis mencoba membandingkan metode pensyarahan yang dipakai oleh al-Sindi dan al-Suyuṭi dalam menawarkan klarifikasi terhadap hadis-hadis al-Nasa’i, sebagai berikut:

Pensyarahan al-Sindi
Pensyarahan al-Suyuṭi
1      Memberikan klarifikasi per-kata
1.  Memberikan klarifikasi per-kata
2.      Memberikan pemahaman makna hadis
2. Memberikan pemahaman makna hadis
3.      Memberikan cara pelafalan kata
      3. Memberikan cara pelafalan kata
4.      Terkadang menyertakan sabab wurud
 4. Tidak menyertakan sabab wurud
5.      Tidak mengutip pendapat ulama lain
5. Selalu mengutip pendapat ulama lain
6.      Tidak menawarkan evaluasi hadis
6. Terkadang memberi evaluasi hadis
7.      Tidak menawarkan informasi rawi
7. Terkadang menawarkan informasi rawi


PENUTUP

Tidak bisa dinafikan, kehadiran al-Sindi di muka bumi turut mewarnai khazanah keilmuan islam. Terbukti dari beberapa karya tulisnya dan sepak terjangnya dalam hadis. Banyak kelebihan yang didapati dari karya al-Sindi ini dalam mensyarahi hadis al-Nasa’i, sekalipun masih terdapat kekurangan. Terlepas dari itu semua, perjuangan al-Sindi dalam rangka ta’dhim terhadap Nabi dan menawarkan akomodasi bagi umat islam dalam memahami hadis Nabi, sangat layak untuk diacuni jempol. Begitu lantaran kitab ini bisa menjadi tumpuan dan pegangan dalam memahami hadis.

Pengenalan tokoh, seputar kitab termasuk motodologi dan sistematisasi pensyarahan al-Sindi yang telah berusaha penulis kenalkan kepada pembaca, tentu terbatasi dengan sifat manusiawi penulis terkait segala kekurangan dan kekeliruan. Oleh lantaran itu, penulis memohon maaf dan mendapatkan dengan bahagia hati kritik dan saran yang hendak disampaikan pembaca. Atas kesediannya, disampaikan terima kasih. Wallau A’lam

DAFTAR PUSTAKA

Al-Nasa’i. Sunan al-Nasa’i, dalam DVD-ROM al-Maktabah al-Syāmilah. Solo: Ridwana Press. 2005.

Al-Sindi. Syarh Sunan al-Nasa’i, dalam DVD-ROM al-Maktabah al-Syāmilah. Solo: Ridwana Press. 2005.

Al-Suyuṭi. Syarh Sunan al-Nasa’i, dalam DVD-ROM al-Maktabah al-Syāmilah. Solo: Ridwana Press. 2005.

Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, dalam M. Alfatih Suryadilaga. Studi Kitab Hadis. .Yogyakarta: Teras dan TH. Press. 2003

www.al-aisar.com


Catatan Kaki

[1] www.al-aisar.com

[2] Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, dalam M. Alfatih Suryadilaga, Studi Kitab Hadis, (Yogyakarta: Teras dan TH. Press, 2003), hlm. 143.

[3] Al-Nasa’i, Sunan al-Nasa’i, kepingan {إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ} تَأْوِيلُ قَوْلِهِ عَزَّ وَجَلَّ, no. 1, dalam DVD-ROM al-Maktabah al-Syāmilah, (Solo: Ridwana Press, 2005), volume I, hal. 13.

[4] Al-Sindi, Syarh Sunan al-Nasa’i, babقَوْله ( وَإِذَا اِسْتَيْقَظَ أَحَدكُمْ مِنْ نَوْمه) dalam DVD-ROM al-Maktabah al-Syāmilah, (Solo: Ridwana Press, 2005), volume I, hal. 1-2.

[5] Baca: Al-Sindi, Syarh Sunan al-Nasa’i, dalam DVD-ROM al-Maktabah al-Syāmilah, (Solo: Ridwana Press, 2005).
Buat lebih berguna, kongsi: