Bani Umayyah terutama pada masa Abd Rahman I (756-788), Abd Rahman III (921-961), dan al-Hakam II (961-976 M), saat itu ibukota Spanyol, Cordova bersinar bagai cahaya gemilau, sementara bumi Eropa karam dalam kegelapan.[3]
Meskipun Islam di Andalusia pada waktu itu maju sedemikian rupa, namun akhirnya juga mengalami banyak kelemahan akhir persatuan yang mulai tidak terpelihara, terutama dalam menjalankan roda pemerintahan, sehingga berakibat munculnya kerajaan-kerajaan kecil (al-Muluk al-Thawaif).
Dengan adanya kerajaan-kerajaan Islam kecil tersebut, berarti umat Islam mulai kurang bersatu. Wilayah-wilayah Islam yang banyak itu lebih mementingkan keluarga (keturunan) atau suku daripada umat yang banyak dalam sebuah negara yang berbentuk kerajaan. Akibatnya, kehidupan keagamaan yang serasi dan peradaban Islam yang cemerlang selama ini, akhirnya mengalami kemunduran dan kehancuran. Sebagian dari sisa kehancuran itu hanya menjadi kenangan sejarah Islam.
Dari uraian diatas penulis akan mencoba menjelaskan bagaimana perkembangan peradaban Islam di Andalusia pada masa Bani Umayyah hingga munculnya kerajaan-kerajaan Islam kecil (al-Muluk al-Thawaif). Namun, sebelumnya penulis akan memaparkan terlebih dahulu bagaimana proses masuknya Islam di Spanyol.
Meskipun Islam di Andalusia pada waktu itu maju sedemikian rupa, namun akhirnya juga mengalami banyak kelemahan akhir persatuan yang mulai tidak terpelihara, terutama dalam menjalankan roda pemerintahan, sehingga berakibat munculnya kerajaan-kerajaan kecil (al-Muluk al-Thawaif).
Dengan adanya kerajaan-kerajaan Islam kecil tersebut, berarti umat Islam mulai kurang bersatu. Wilayah-wilayah Islam yang banyak itu lebih mementingkan keluarga (keturunan) atau suku daripada umat yang banyak dalam sebuah negara yang berbentuk kerajaan. Akibatnya, kehidupan keagamaan yang serasi dan peradaban Islam yang cemerlang selama ini, akhirnya mengalami kemunduran dan kehancuran. Sebagian dari sisa kehancuran itu hanya menjadi kenangan sejarah Islam.
Dari uraian diatas penulis akan mencoba menjelaskan bagaimana perkembangan peradaban Islam di Andalusia pada masa Bani Umayyah hingga munculnya kerajaan-kerajaan Islam kecil (al-Muluk al-Thawaif). Namun, sebelumnya penulis akan memaparkan terlebih dahulu bagaimana proses masuknya Islam di Spanyol.
![]() |
Andalusia / |
Masuknya Islam ke Spanyol
Spanyol diduduki umat Islam pada zaman Khalifah Al-Walid (705-715 M),[4] salah seorang Khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Sebelum penaklukan Spanyol Umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari Dinasti Bani Umayyah. Sebelum dikalahkan dan kemudian dikuasai Islam, wilayah ini menjadi basis kekuasaan kerajaan Romawi, yakni kerajaan Ghotik. Kerajaan ini (Ghotik) sering menjadi provokator penduduk untuk menciptakan kerusuhan-kerusuhan menentang Islam. sesudah kawasan ini benar-benar telah dikuasai, barulah umat Islam memusatkan perhatiaannya untuk menaklukkan Spanyol.[5] Dengan demikian, sanggup dikatakan bahwa Afrika Utara menjadi kerikil loncatan bagi kaum muslimin dalam penaklukan wilayah Spanyol.
Pada masa pemerintahan Khalifah Al-Walid, umat Islam mulai melancarkan perluasan ke Barat (baca; Spanyol). Dalam proses perluasan ke Spanyol, ada tiga kesatria Islam yang sanggup dikatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan kesana, mereka adalah: Tharif bin Malik, Thariq bin Ziyad, dan Musa Ibn Nushair. Tharif bin Malik dikenal sebagai perintis dan penyelidik masuknya Islam di Spanyol. Sedangkan Tariq bin Ziyad yaitu panglima perang yang menaklukkan Spanyol. Sementara Musa bin Nushair yaitu pemegang tampuk kekuasaan di Afrika Utara saat itu yang menjadi pusat gerakan perluasan ke Spanyol.
Menurut catatan sejarah bahwa saat Musa Ibn Nushair memerintah di Afrika Utara, terjadi perselisihan antara Gubernur Cueta (Yulian) dengan Roderik raja Spanyol.[6] Raja Roderick memerintah sewenang-wenang, ia telah memecat dan membunuh raja Witiza, sehingga Gubernur Cueta yakni Yulian menjadi murka dan meminta pemberian dan proteksi kepada Musa Ibn Nushair dalam membebaskan negaranya (Spanyol) dari tirani Rodericak. Inilah yang telah membuka pintu bagi daulah Umayyah untuk menguasai Spanyol khususnya dan Eropa umumnya.[7]
Kerjasama antara Yulian dengan Musa Ibn Nushair, telah menerima persetujuan (izin) dari khalifah al-Walid. Atas dasar itulah sehingga Musa Ibn Nushair memerintahkan (mengirim) Tarif Ibn Malik untuk melaksanakan penjajakan atau penyelidikan di pantai selatan (Spanyol) dan sekaligus untuk mengkaji kesetiaan Yulian terhadap kerjasama yang telah dicetuskan. Maka disusunlah suatu kekuatan militer yang terdiri dari 400 orang tentara infanteri dan 100 orang kavalery serta diberangkatkan dengan memakai kapal bahari milik Yulian, memasuki pantai selatan Spanyol pada bulan Juli 710 M. Misi Tarif berhasil dengan baik dan lancar. Sebagai bukti kedatangan Tarif ke Spanyol, maka diabadikanlah namanya menjadi nama sebuah semenanjung di Spanyol, yaitu semenanjung “Tarifah”.[8]
Sebagai tindak lanjut dari penyerangan Tharif, maka pada tahun 711 M, Musa Ibn Nushair mengutus panglima Tarq Ibn Ziyad, untuk melaksanakan aksi ke Andalusia (Spanyol), dengan jumlah pasukan yang lebih besar, yakni sekitar 7.000 pasukan. Pasukan Tariq memasuki Spanyol melalui Cuetadan berhasil mendarat di kawasan perbukitan, yang hingga kini dinamakan dengan Gibraltar atau Jabal Thariq.[9]
Melihat hal itu, Raja Rodertick menyadari ancaman dan ancaman yang menghadangnya, maka iapun mempersiapkan 100.000 pasukan. Tariq dan pasukannya didaratan Spanyol dihadang oleh 25.000 pasukan raja Roderick. Melihat jumlah pasukan yang tidak berimbang, maka Thariq minta pemberian kepada Musa Ibn Nushair, tetapi Musa hanyha sanggup mengirim 5000 prajurit, sehingga jumlah pasukan Tariq berjumlah 12.000 pasukan.[10]
Selisih jumlah pasukan yang tidak berimbang itu, tidak menimbulkan Thariq surut dan gentar. Pasukan berani mati Thariq bin Ziyad terus bergerak maju hingga bertemu dengan angkatan perang raja Roderick di tepi sungai kecil (orang Arab menyebutnya dengan Wadi Bakka) erat Guadalete yang mengalir ke selat Cape Trafalagar. Dalam pertempuran itu, Thariq dan pasukannya berhasil mengalahkan Roderick dan iapun terbunuh pada tanggal 19 Juli 711 M. dengan kekalahan Roderick, pintu Spanyol terbuka lebar. Thariq dan pasukannya yang terdiri dari bangsa Barbar,[11] terus bergerak maju menaklukkan kota-kota penting di Cordova, Granada, dan Toledo.[12] Selanjutnya dengan penuh keberanian pasukan Islam terus menaklukkan satu persatu sebagian besar kawasan Spanyol, antara lain Avignori Lyons dan pulau-pulau yang terdapat di bahari tengah menyerupai Majorca, Corsica, Sardini, Crete, Rhodes, Cyrus dan lain-lain.
Melihat keberhasilan pasukan Tariq Ibn Ziyad dalam melaksanakan operasinya di Spanyol, maka pada bulan Juni 712 M, Musa Ibn Nushair mengarahkan pasukannya pula ke Spanyol sebanyak 10.000 orang prajurit, melaui jalan yang tidak dilalui oleh Tariq Ibn Ziyad. Pasukan Musa melalui pantai Barat Spanyol dan berhasil menaklukkan kota-kota Madinah Sidonia, Carmona, Merida, dan Sevilla. Pasukan ini akhirnya bertemu dengan pasukan Tariq di erat kota Teledo. Dengan bergabungnya kedua pasukan ini, maka kedudukan angkatan perang muslim di Spanyol semakin kuat. Mereka meneruskan ekspansinya ke belahan utara Spanyol yaitu Saragoza,Tarrogana, Barcelona, Aragon, Leon, Austria, dan Galecia, bahkan mereka telah hingga ke perbatasan Spanyol dan Perancis. Pada waktu Tariq Ibn ziyad dan Musa Ibn Nushair memenangkan pertempuran dan menguasai kota-kota Andalusia. Sejak itulah Spanyol mulai dikuasai oleh Islam di bawah kekuasaan Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Dari sini dibangun peradaban yang menimbulkan bangsa Spanyol mencapai kemajuan yang signifikan.
Perkembangan Islam di Spanyol
Sejak pertama kali islam menginjakkan kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir di sana, Islam memainkan peranan yang sangat besar. Masa itu berlangsung lebih dari tujuh setengah abad. Sejarah panjang yang dilalui umat Islam di Spanyol sanggup dibagi menjadi enam periode[13], yaitu :
1. Periode pertama (711-755 M)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali, yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Stabilitas pemerintahan dan ekonomi belum tercapai dengan baik. Karena masih banyak gangguan baik dari dalam maupun dari luar. Periode ini berakhir dengan datangnya Abd al-Rahman Al-Dakhil ke Spanyol pada tahun 755 M.
2. Periode kedua (755-912 M)
Periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan yang bergelar amir (panglima atau gubernur), akan tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam yang saat itu dipegang oleh khalifah Abbasiyah di Bagdad. Amir pertama diberi gelar Abdurrahman I yang memasuki Spanyol tahun 755 M. pada fase ini umat Islam telah mencapai kemajuan-kemajuan baik dari segi politik maupun sosial kebudayan. Berdiri contohnya masjid Cordova, dan lembaga-lembaga militer yang kokoh serta ilmu pengetahuan.
3. Periode ketiga (912-1013 M)
Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abd Rahman III yang bergelar An-Nashir, hingga kemudian munculnya raja-raja kelompok (Muluk al-Thawaif) . Khalifah-khalifah yang memerintah pada periode ini ada tiga orang, yaitu :
- Abdurrahman An-Nashir (912-961 M)
- Hakam II (961-976 M)
Spanyol diduduki umat Islam pada zaman Khalifah Al-Walid (705-715 M),[4] salah seorang Khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Sebelum penaklukan Spanyol Umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari Dinasti Bani Umayyah. Sebelum dikalahkan dan kemudian dikuasai Islam, wilayah ini menjadi basis kekuasaan kerajaan Romawi, yakni kerajaan Ghotik. Kerajaan ini (Ghotik) sering menjadi provokator penduduk untuk menciptakan kerusuhan-kerusuhan menentang Islam. sesudah kawasan ini benar-benar telah dikuasai, barulah umat Islam memusatkan perhatiaannya untuk menaklukkan Spanyol.[5] Dengan demikian, sanggup dikatakan bahwa Afrika Utara menjadi kerikil loncatan bagi kaum muslimin dalam penaklukan wilayah Spanyol.
Pada masa pemerintahan Khalifah Al-Walid, umat Islam mulai melancarkan perluasan ke Barat (baca; Spanyol). Dalam proses perluasan ke Spanyol, ada tiga kesatria Islam yang sanggup dikatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan kesana, mereka adalah: Tharif bin Malik, Thariq bin Ziyad, dan Musa Ibn Nushair. Tharif bin Malik dikenal sebagai perintis dan penyelidik masuknya Islam di Spanyol. Sedangkan Tariq bin Ziyad yaitu panglima perang yang menaklukkan Spanyol. Sementara Musa bin Nushair yaitu pemegang tampuk kekuasaan di Afrika Utara saat itu yang menjadi pusat gerakan perluasan ke Spanyol.
Menurut catatan sejarah bahwa saat Musa Ibn Nushair memerintah di Afrika Utara, terjadi perselisihan antara Gubernur Cueta (Yulian) dengan Roderik raja Spanyol.[6] Raja Roderick memerintah sewenang-wenang, ia telah memecat dan membunuh raja Witiza, sehingga Gubernur Cueta yakni Yulian menjadi murka dan meminta pemberian dan proteksi kepada Musa Ibn Nushair dalam membebaskan negaranya (Spanyol) dari tirani Rodericak. Inilah yang telah membuka pintu bagi daulah Umayyah untuk menguasai Spanyol khususnya dan Eropa umumnya.[7]
Kerjasama antara Yulian dengan Musa Ibn Nushair, telah menerima persetujuan (izin) dari khalifah al-Walid. Atas dasar itulah sehingga Musa Ibn Nushair memerintahkan (mengirim) Tarif Ibn Malik untuk melaksanakan penjajakan atau penyelidikan di pantai selatan (Spanyol) dan sekaligus untuk mengkaji kesetiaan Yulian terhadap kerjasama yang telah dicetuskan. Maka disusunlah suatu kekuatan militer yang terdiri dari 400 orang tentara infanteri dan 100 orang kavalery serta diberangkatkan dengan memakai kapal bahari milik Yulian, memasuki pantai selatan Spanyol pada bulan Juli 710 M. Misi Tarif berhasil dengan baik dan lancar. Sebagai bukti kedatangan Tarif ke Spanyol, maka diabadikanlah namanya menjadi nama sebuah semenanjung di Spanyol, yaitu semenanjung “Tarifah”.[8]
Sebagai tindak lanjut dari penyerangan Tharif, maka pada tahun 711 M, Musa Ibn Nushair mengutus panglima Tarq Ibn Ziyad, untuk melaksanakan aksi ke Andalusia (Spanyol), dengan jumlah pasukan yang lebih besar, yakni sekitar 7.000 pasukan. Pasukan Tariq memasuki Spanyol melalui Cuetadan berhasil mendarat di kawasan perbukitan, yang hingga kini dinamakan dengan Gibraltar atau Jabal Thariq.[9]
Melihat hal itu, Raja Rodertick menyadari ancaman dan ancaman yang menghadangnya, maka iapun mempersiapkan 100.000 pasukan. Tariq dan pasukannya didaratan Spanyol dihadang oleh 25.000 pasukan raja Roderick. Melihat jumlah pasukan yang tidak berimbang, maka Thariq minta pemberian kepada Musa Ibn Nushair, tetapi Musa hanyha sanggup mengirim 5000 prajurit, sehingga jumlah pasukan Tariq berjumlah 12.000 pasukan.[10]
Selisih jumlah pasukan yang tidak berimbang itu, tidak menimbulkan Thariq surut dan gentar. Pasukan berani mati Thariq bin Ziyad terus bergerak maju hingga bertemu dengan angkatan perang raja Roderick di tepi sungai kecil (orang Arab menyebutnya dengan Wadi Bakka) erat Guadalete yang mengalir ke selat Cape Trafalagar. Dalam pertempuran itu, Thariq dan pasukannya berhasil mengalahkan Roderick dan iapun terbunuh pada tanggal 19 Juli 711 M. dengan kekalahan Roderick, pintu Spanyol terbuka lebar. Thariq dan pasukannya yang terdiri dari bangsa Barbar,[11] terus bergerak maju menaklukkan kota-kota penting di Cordova, Granada, dan Toledo.[12] Selanjutnya dengan penuh keberanian pasukan Islam terus menaklukkan satu persatu sebagian besar kawasan Spanyol, antara lain Avignori Lyons dan pulau-pulau yang terdapat di bahari tengah menyerupai Majorca, Corsica, Sardini, Crete, Rhodes, Cyrus dan lain-lain.
Melihat keberhasilan pasukan Tariq Ibn Ziyad dalam melaksanakan operasinya di Spanyol, maka pada bulan Juni 712 M, Musa Ibn Nushair mengarahkan pasukannya pula ke Spanyol sebanyak 10.000 orang prajurit, melaui jalan yang tidak dilalui oleh Tariq Ibn Ziyad. Pasukan Musa melalui pantai Barat Spanyol dan berhasil menaklukkan kota-kota Madinah Sidonia, Carmona, Merida, dan Sevilla. Pasukan ini akhirnya bertemu dengan pasukan Tariq di erat kota Teledo. Dengan bergabungnya kedua pasukan ini, maka kedudukan angkatan perang muslim di Spanyol semakin kuat. Mereka meneruskan ekspansinya ke belahan utara Spanyol yaitu Saragoza,Tarrogana, Barcelona, Aragon, Leon, Austria, dan Galecia, bahkan mereka telah hingga ke perbatasan Spanyol dan Perancis. Pada waktu Tariq Ibn ziyad dan Musa Ibn Nushair memenangkan pertempuran dan menguasai kota-kota Andalusia. Sejak itulah Spanyol mulai dikuasai oleh Islam di bawah kekuasaan Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Dari sini dibangun peradaban yang menimbulkan bangsa Spanyol mencapai kemajuan yang signifikan.
Perkembangan Islam di Spanyol
Sejak pertama kali islam menginjakkan kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir di sana, Islam memainkan peranan yang sangat besar. Masa itu berlangsung lebih dari tujuh setengah abad. Sejarah panjang yang dilalui umat Islam di Spanyol sanggup dibagi menjadi enam periode[13], yaitu :
1. Periode pertama (711-755 M)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali, yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Stabilitas pemerintahan dan ekonomi belum tercapai dengan baik. Karena masih banyak gangguan baik dari dalam maupun dari luar. Periode ini berakhir dengan datangnya Abd al-Rahman Al-Dakhil ke Spanyol pada tahun 755 M.
2. Periode kedua (755-912 M)
Periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan yang bergelar amir (panglima atau gubernur), akan tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam yang saat itu dipegang oleh khalifah Abbasiyah di Bagdad. Amir pertama diberi gelar Abdurrahman I yang memasuki Spanyol tahun 755 M. pada fase ini umat Islam telah mencapai kemajuan-kemajuan baik dari segi politik maupun sosial kebudayan. Berdiri contohnya masjid Cordova, dan lembaga-lembaga militer yang kokoh serta ilmu pengetahuan.
3. Periode ketiga (912-1013 M)
Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abd Rahman III yang bergelar An-Nashir, hingga kemudian munculnya raja-raja kelompok (Muluk al-Thawaif) . Khalifah-khalifah yang memerintah pada periode ini ada tiga orang, yaitu :
- Abdurrahman An-Nashir (912-961 M)
- Hakam II (961-976 M)
- Hisyam II (976-1009 M)
Pada periode ini, Spanyol mencapai puncak kejayaan dan menyaingi kejayaan Dualah Abbasiyah di Baghdad. Spanyol mencapai kecemerlangannya di banyak sekali bidang, baik pengetahuan, politik, agama dan budaya. Penerjemahan kitab-kitab secara besar-besaran dilakukan.
4. Periode keempat (1013-1086 M)
Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negara kecil dibawah pemerintahan raja-raja golongan atau Muluk al-Thawaif, yang berpusat disuatu kota menyerupai Sevilla, Cordova, Toledo dan sebagainya. Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan proteksi dari satu istana ke istana lain.[14]
5. Priode kelima (1086-1248 M)
Pada periode ini, Islam Spanyol meskipun masih terpecah dalam beberapa negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan Muwahidun (1146-1235 M). Meskipun demikian pada akhirnya umat Islam tidak bisa membendung serangan umat Nasrani yang semakin besar. Sehingga pada tahun 1238 M Corodova jatuh sesudah kejatuhan Seville pada tahun 1248 M. Pada fase ini Seluruh Spanyol kecuali Granad jatuh ke tangan Kristen.
6. Periode Keenam (1248-1492 M)
Pada periode ini, Islam hanya berkuasa didaerah Granada, di bawah dinasti Bani Ahmar (1232-1429 M). Peradaban kembali mengalami kemajuan menyerupai di zaman Abdurrahman An-Nashir. Akan tetapi secara politik dinasti ini hanya hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini berakhir lantaran perselisihan orang-orang istana dalam memperebutkan kekuasaan.
Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol pada tahun 1492 M. Umat Islam sesudah itu dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Nasrani atau pergi meninggalkan Spanyol. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam di kawasan ini.
Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Islam di Spanyol
Dalam kurun waktu lebih dari tujuh periode kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah memperlihatkan prestasi gemilang yang mengantarkan Spanyol mencapai puncak kejayaannya. Bahkan pengaruhnya telah membawa Eropa mencapai kemajuan-kemajuan[15]. Diantara prestasi-prestasi yang telah dicapai oleh umat Islam di Spanyol yaitu :
a. Prestasi di bidang ilmu pengetahuan yang meliputi; Filsafat, Sains, Fiqhi, bahasa, Sastra, Musik dan lain-lain. tempat-tempat pendidikan dibangun menyerupai sekolah, perpustakaan dan lain-lain.
b. Prestasi di bidang perdagangan dan pertanian, menyerupai pasar-pasar, dan jalan dibangun, sistem irigasi dikembangkan, pengembangan tekstil, dan lain-lain.
c. Prestasi di bidang keagamaan, contohnya dibangun masjid-masjid Cordova, masjid Seville, bahkan berdasarkan sejarah bangunan masjid yang indah mencapai 491 buah.
d. Prestasi di bidang pembangunan fisik, menyerupai dibangun Istana al-Hamra, kota zahrah, istana Ja’fariyah, istana al-Makmun, istana Toledo dan lain-lain.
Dari beberap prestasi yang telah dicapai tersebut, disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
a. Adanya pemerintahan kuat dan berwibawah yang bisa mempersatukan kekuatan-kekuatan Islam, menyerupai Abdurrahman al-Dakhil, Abdurrahman al-Wasith, Abdurrahman al-Nashier.
b. Adanya penguasa pencetus bagi kegiatan-kegiatan ilmiah. diantaranya yaitu penguasa dinasti Umayyah di Spanyol Muhammad Ibnu Abd. Rahman dan al-Hakam II al-Muntashir.
c. Toleransi beragama ditegakkan oleh penguasa penganut agama Nasrani dan Yahudi. Sehingga dengan penuh rasa tanggung jawab mereka ikut berpartisipasi dalam membangun peradaban di Spanyol.
d. Adanya hubungan intelektual yang baik antara Spanyol dan Baghdag dalam membangun peradaban dan kesatuan budaya dunia Islam. kendatipun keduanya mempunyai persaingan politik yang sengit. Terbukti, tidak jarang buku-buku dan gagasan-gagasan dari timur dibawa ke barat, demikian pula sebaliknya.
[1]Philip K.Hitti, History of The Arabs [London : Macmillan Press,1970], h.526 – 530.
[2]Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam Bagian I dan II ( Cet. I; Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1999), h. 581.
[3]Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam; Studi Kritis dan Refleksi Historis. (Cet. II; Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1998), h. 215.
[4] Departemen Agama RI, Sejarah Kebudayaan Islam untuk MAK Kelas II. (1999), h. 78.
[5]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, ( Cet. II; Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1994), h. 88.
[6]Ahmad Syalabi, op. cit, h. 158.
[7]Philip K Hitti, History Of The Arabs, op. cit. h. 492-494.
[8]Lihat, Ibid.,
[9]Badri Yatim, op.cit, h. 90
[10]Hasan Ibrahim Hasan, Islamic History and Culture diterjemahkan oleh Djahdan Human dengan judul Sejarah dan Kebudayaan Islam ( Cet. I; Yogyakarta : Kota kembang, 1989), h. 90.
[11]Bangsa Barbar yaitu kelompok pengelana yang menempati wilayah Afrika Utara yang sebagian besar menempati gurun sahara di wilayah negara al-Jazair, Libia Nigeria,Maroko, dan Tunisia.
[12] Hasan Bin Ibrahim Hasan, op. cit., h. 91.
[13] Lihat Sejarah Kebudayaan Islam Untuk MAK kls II, op. cit., h. 84.
[14] Ibid., h. 88
[15] Ibid, h. 91-98.
[16]Ibid., h. 98-99.
[17] Ibid., h. 101.
[18]A. Syalabi, op. cit. h. 76
[19]G.E. Bosworth, The Islamic Dinasties Diterjemahkan oleh Ilyas Hasan dengan judul Dinasti-Dinasti Islam ( Bandung : Mizan,1993), h. 35.
[20] Badrin Yatim, op.cit. 118.
[21]Muhammad Qutub, Mazabih wa Jara’in Mahakim al-Taftisy fiy al-Andalusiy, diterjemahkan oleh Mustafa Mahdamy dengan judul Fakta Pembantaian Muslimin di Andalusia (Cet. I; Solo: Pustaka Mantiq, l99l), h. 42.
[21]Ibid., h. 42.
[23]Departemen Agama RI, Textbook Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid I (Ujung Pandang: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, l981/l982), h.103.
[24]Djalil Maelan, op. cit,. h. 74.
[25]Ibid, h. l89.
[26]Departemen Agama, op. cit., h. l22.
[27]Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Hidakarya Agung, l990), h. 112.
[28]Amir Hasan Siddiqi, Studies in Islamic History, diterjemahkan M.J. Irawan dengan judul Ilmu Pengetahuan dalam Lintasan Sejarah Islam (Cet. I; Bandung: Al-Maarif, L987), h. 89.
[29]C. Israr, Sejarah Kesenian Islam (Cet, I; Jakarta: Bulan Bintang, 1978), h. 240-241.
[30]Mustafa al-Siba’i, Mustafa al-Siba’i, Kebangkitan Kebudayaan Islam (Cet. I; Jakarta: Media Dakwah, l987). h. 126.
Pada periode ini, Spanyol mencapai puncak kejayaan dan menyaingi kejayaan Dualah Abbasiyah di Baghdad. Spanyol mencapai kecemerlangannya di banyak sekali bidang, baik pengetahuan, politik, agama dan budaya. Penerjemahan kitab-kitab secara besar-besaran dilakukan.
4. Periode keempat (1013-1086 M)
Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negara kecil dibawah pemerintahan raja-raja golongan atau Muluk al-Thawaif, yang berpusat disuatu kota menyerupai Sevilla, Cordova, Toledo dan sebagainya. Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan proteksi dari satu istana ke istana lain.[14]
5. Priode kelima (1086-1248 M)
Pada periode ini, Islam Spanyol meskipun masih terpecah dalam beberapa negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan Muwahidun (1146-1235 M). Meskipun demikian pada akhirnya umat Islam tidak bisa membendung serangan umat Nasrani yang semakin besar. Sehingga pada tahun 1238 M Corodova jatuh sesudah kejatuhan Seville pada tahun 1248 M. Pada fase ini Seluruh Spanyol kecuali Granad jatuh ke tangan Kristen.
6. Periode Keenam (1248-1492 M)
Pada periode ini, Islam hanya berkuasa didaerah Granada, di bawah dinasti Bani Ahmar (1232-1429 M). Peradaban kembali mengalami kemajuan menyerupai di zaman Abdurrahman An-Nashir. Akan tetapi secara politik dinasti ini hanya hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini berakhir lantaran perselisihan orang-orang istana dalam memperebutkan kekuasaan.
Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol pada tahun 1492 M. Umat Islam sesudah itu dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Nasrani atau pergi meninggalkan Spanyol. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam di kawasan ini.
Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Islam di Spanyol
Dalam kurun waktu lebih dari tujuh periode kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah memperlihatkan prestasi gemilang yang mengantarkan Spanyol mencapai puncak kejayaannya. Bahkan pengaruhnya telah membawa Eropa mencapai kemajuan-kemajuan[15]. Diantara prestasi-prestasi yang telah dicapai oleh umat Islam di Spanyol yaitu :
a. Prestasi di bidang ilmu pengetahuan yang meliputi; Filsafat, Sains, Fiqhi, bahasa, Sastra, Musik dan lain-lain. tempat-tempat pendidikan dibangun menyerupai sekolah, perpustakaan dan lain-lain.
b. Prestasi di bidang perdagangan dan pertanian, menyerupai pasar-pasar, dan jalan dibangun, sistem irigasi dikembangkan, pengembangan tekstil, dan lain-lain.
c. Prestasi di bidang keagamaan, contohnya dibangun masjid-masjid Cordova, masjid Seville, bahkan berdasarkan sejarah bangunan masjid yang indah mencapai 491 buah.
d. Prestasi di bidang pembangunan fisik, menyerupai dibangun Istana al-Hamra, kota zahrah, istana Ja’fariyah, istana al-Makmun, istana Toledo dan lain-lain.
Dari beberap prestasi yang telah dicapai tersebut, disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
a. Adanya pemerintahan kuat dan berwibawah yang bisa mempersatukan kekuatan-kekuatan Islam, menyerupai Abdurrahman al-Dakhil, Abdurrahman al-Wasith, Abdurrahman al-Nashier.
b. Adanya penguasa pencetus bagi kegiatan-kegiatan ilmiah. diantaranya yaitu penguasa dinasti Umayyah di Spanyol Muhammad Ibnu Abd. Rahman dan al-Hakam II al-Muntashir.
c. Toleransi beragama ditegakkan oleh penguasa penganut agama Nasrani dan Yahudi. Sehingga dengan penuh rasa tanggung jawab mereka ikut berpartisipasi dalam membangun peradaban di Spanyol.
d. Adanya hubungan intelektual yang baik antara Spanyol dan Baghdag dalam membangun peradaban dan kesatuan budaya dunia Islam. kendatipun keduanya mempunyai persaingan politik yang sengit. Terbukti, tidak jarang buku-buku dan gagasan-gagasan dari timur dibawa ke barat, demikian pula sebaliknya.
Pusat-pusat Peradaban Pada Masa pemerintahan Islam di Spanyol
1. Kordova
Kota Kordova dijadikan ibukota oleh Abdurrahman Ad-Dakhil (822-852 M), kemudian mencapai puncak keindahannya pada masa Abdurrahman III yang bergelar An-Nashir (911-961 M). Kordove menjadi kota pola diseluruh Eropa, lantaran waktu itu kota-kota di Eropa masih becek, gelap, sepi, sedang di Kordova sudah ramai dan teratur serta indah di pandang mata. Walaupun kotanya ramai dan besar, namun tidak ada tanda-tanda kerusakan moral atau akhlak.[16]
Ditengah kota Kordova terdapat istana Khalifah dan di dalamnya terdapat 340 rumah yang indah-indah, mempunyai gaya cipta sendiri. Diantaranya yaitu Al-Mubarak, Al-Kamil, Al-Masruq, Al-Mujaddid dan Al-Khair serta yang lainnya.
Diantara kebanggan kota Kordova lainnya yaitu masjid Kordova. Menurut Ibn Al-Dala’i, terdapat 491 masjid disana. Pendiri masjid Kordova yaitu Abdurrahman Ad-Dakhil. Tempat masjid itu semula yaitu gereja kecil, atas persetujuan umat Nasrani kemudian kemudian gereja itu dipindahkan. Masjid ini sanggup menampung 80.000 orang. Masjid Kordova kini ini dijadikan gereja Nasrani dan diberi nama “MOSQUITA”.
2. Granada
Granada yaitu tempat pertahanan terakhir umat Islam di Spanyol. Disana berkumpul sisa-sisa kekuatan Arab dan pemikir Islam.Arsitektur-arsitektur bangunannya populer diseluruh Eropa. Disana terdapat sebuah istana yang indah yang dibentuk oleh raja-raja Bani Ahmar yang diberi nama “AL-HAMRA”. Istana Al-Hamra terdidir dari beberapa ruangan, antara lain:
• Qa’at Shafra (ruangan kuning). Ruangan ini yang paling indah dan dibentuk oleh sultan Abu Al-Hujaj Yusuf bin Al-Ahmar.
• Qa’at Hukmi (ruangan pengadilan).
• Taman Singa (taman hiburan).
• Qa’at Bani Siraj.
• Qa’at Al-ukhtain (ruang dua bersaudara perempuan)
• Hausy Ar-Raikhan (ruang istirahat Sultan).
• Di sana terdapat menara Al-Hamra yang tingginya 26 cm.
Pada setiap tanggal 2 januari terdengar suara lonceng raksasa yang beratnya 1200 kg, alasannya yaitu pada tanggal tersebut merupakan jatuhnya Granada ketangan orang-orang Nasrani pada tahun 899 H (1492 M), dan selanjutnya masjid Al-Mulk di Granada di jadikan gereja “SANTA MARIA”.[17]
3. Sevilla
Sevilla merupakan kota yang indah, terletak di tepi sungai Guadal Quivir. Pernah dijadikan ibukota kerajaan Muluk At-Thawaif. Pada masa kerajaan Muwahidun dibawah pemerintahan Sultan Yusuf Abu Ya’kub (1163-1184). Sevilla merupakan kota kedua sesudah Madrid. Didalamnya banyak sekali terdapat bangunan-bangunan peninggalan Islam, lantaran Islam pernah menguasainya selama 5 abad.
Dan yang merupakan sumbangan terhadap dunia ialah di dirikannya banyak universitas, contohnya universitas Kordova, Sevilla, Malaga dan Granada. Siswa-siswa dari luar negeri menyukai Universitas Granada dengan jurusan-jurusan ilmu ketuhanan, falsafah, kedokteran, kimia, astronomi dan yurisprudensi. Pada waktu Islam meninggalkan Sevilla, kunci kota ini diserahkan kepada Raja Ferdinand, kemudian masjid Sevilla dijadikan gereja Santa Maria de La Sade.
1. Kordova
Kota Kordova dijadikan ibukota oleh Abdurrahman Ad-Dakhil (822-852 M), kemudian mencapai puncak keindahannya pada masa Abdurrahman III yang bergelar An-Nashir (911-961 M). Kordove menjadi kota pola diseluruh Eropa, lantaran waktu itu kota-kota di Eropa masih becek, gelap, sepi, sedang di Kordova sudah ramai dan teratur serta indah di pandang mata. Walaupun kotanya ramai dan besar, namun tidak ada tanda-tanda kerusakan moral atau akhlak.[16]
Ditengah kota Kordova terdapat istana Khalifah dan di dalamnya terdapat 340 rumah yang indah-indah, mempunyai gaya cipta sendiri. Diantaranya yaitu Al-Mubarak, Al-Kamil, Al-Masruq, Al-Mujaddid dan Al-Khair serta yang lainnya.
Diantara kebanggan kota Kordova lainnya yaitu masjid Kordova. Menurut Ibn Al-Dala’i, terdapat 491 masjid disana. Pendiri masjid Kordova yaitu Abdurrahman Ad-Dakhil. Tempat masjid itu semula yaitu gereja kecil, atas persetujuan umat Nasrani kemudian kemudian gereja itu dipindahkan. Masjid ini sanggup menampung 80.000 orang. Masjid Kordova kini ini dijadikan gereja Nasrani dan diberi nama “MOSQUITA”.
2. Granada
Granada yaitu tempat pertahanan terakhir umat Islam di Spanyol. Disana berkumpul sisa-sisa kekuatan Arab dan pemikir Islam.Arsitektur-arsitektur bangunannya populer diseluruh Eropa. Disana terdapat sebuah istana yang indah yang dibentuk oleh raja-raja Bani Ahmar yang diberi nama “AL-HAMRA”. Istana Al-Hamra terdidir dari beberapa ruangan, antara lain:
• Qa’at Shafra (ruangan kuning). Ruangan ini yang paling indah dan dibentuk oleh sultan Abu Al-Hujaj Yusuf bin Al-Ahmar.
• Qa’at Hukmi (ruangan pengadilan).
• Taman Singa (taman hiburan).
• Qa’at Bani Siraj.
• Qa’at Al-ukhtain (ruang dua bersaudara perempuan)
• Hausy Ar-Raikhan (ruang istirahat Sultan).
• Di sana terdapat menara Al-Hamra yang tingginya 26 cm.
Pada setiap tanggal 2 januari terdengar suara lonceng raksasa yang beratnya 1200 kg, alasannya yaitu pada tanggal tersebut merupakan jatuhnya Granada ketangan orang-orang Nasrani pada tahun 899 H (1492 M), dan selanjutnya masjid Al-Mulk di Granada di jadikan gereja “SANTA MARIA”.[17]
3. Sevilla
Sevilla merupakan kota yang indah, terletak di tepi sungai Guadal Quivir. Pernah dijadikan ibukota kerajaan Muluk At-Thawaif. Pada masa kerajaan Muwahidun dibawah pemerintahan Sultan Yusuf Abu Ya’kub (1163-1184). Sevilla merupakan kota kedua sesudah Madrid. Didalamnya banyak sekali terdapat bangunan-bangunan peninggalan Islam, lantaran Islam pernah menguasainya selama 5 abad.
Dan yang merupakan sumbangan terhadap dunia ialah di dirikannya banyak universitas, contohnya universitas Kordova, Sevilla, Malaga dan Granada. Siswa-siswa dari luar negeri menyukai Universitas Granada dengan jurusan-jurusan ilmu ketuhanan, falsafah, kedokteran, kimia, astronomi dan yurisprudensi. Pada waktu Islam meninggalkan Sevilla, kunci kota ini diserahkan kepada Raja Ferdinand, kemudian masjid Sevilla dijadikan gereja Santa Maria de La Sade.
Kemunduran Islam dan Runtuhnya Peradaban di Spanyol
a. Penyebab Kemunduran dan Kehancuran
Masa kemunduran Islam di Spanyol merupakan sejarah gelap Islam Spanyol. Karena masa kemunduran itulah yang menjadi cikal bakal lenyapnya Islam secara total di Spanyol. Kemunduran Islam di Spanyol disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu sebagai berikut :
1). Konflik Islam dengan Kristen. Para penguasa muslim sudah merasa puas dengan hasil upeti yang mereka sanggup dari kerajaan-kerajaan Nasrani yang telah ditaklukkan, sehingga upaya Islamisasi terhenti. Membiarkan Nasrani tetap mempertahankan aturan dan adat mereka. Demikian pula kehadiran orang Arab Islam di Spanyol secara tidak eksklusif membangun kesadaran kebangsaan orang-orang Nasrani Spanyol. Wilayah kekuasaan Islam di Spanyol yang berbatasan dengan Nasrani di Utara, selalu menerima serangan dimana ada kesempatan. Serbuan yang dilakukan oleh Raja Alfonso VI berhasil merebut Toledo dari dinasti Zunniyah pada tahun 1085 M. pada tahun 1238, Nasrani juga berhasil menguasai Sevilla dan menyusul Cordova pada tahun 1248 M.[18] sesudah Cordova jatuh di tangan Kristen, Islam masih sanggup bertahan di Granada selama lebih dari dua abad, yaitu pada masa kekuasaan Bani Ahmar. Pada tanggal 2 Januari 1492 Granada takluk kepada Kristen, sesudah kerajaan Aragon dan Castilian bersatu menyerang Islam pada tahun 1469. Dengan jatuhnya Granada menandai jatuhnya Islam sebagai politik dan agama di Spanyol. Demikian seterusnya hingga Islam benar-benar hilang dan musnah di Spanyol.
2). Keterpurukan ekonomi. Di paruh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa hanya mengkonsentrasikan diri pada pembangunan ilmu pengetahuan secara serius. Sementara sektor ekonomi tidak diperhatikan, kesannya timbul krisis ekonomi yang memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer.
3). Tidak adanya ideologi pemersatu. Politik yang dijalankan oleh Bani Umayyah di Damaskus yaitu orang-orang Arab (Islam) dan tidak pernah mendapatkan orang pribumi sebagaimana di tempat lain para muallaf diperlakukan sebagai orang Islam yang sederajat, suatu sikap politik yang dinilai merendahkan dan diskriminatif. Akibatnya kelompok-kelompok non Arab selalu menggerogoti dan merusak perdamaian.
4). Tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan. Hal ini berimplikasi terjadinya kudeta oleh para hebat waris.
5). Munculnya dinasti-dinasti kecil. Munculnya dinasti kecil di Spanyol mengakibatkan terjadinya disintegrasi yang pada gilirannya menjadi penyebab lemahnya Islam di Spanyol. Terdapatnya sejumlah dinasti lokal berkuasa di kawasan belahan Spanyol. Terjadinya persaingan antara dinasti kecil yang ada, menawarkan peluang bagi umat Kristiani untuk melaksanakan politik langgar domba.[19]
6). Keterpencilan Spanyol mengakibatkan terisolir dari dunia Islam yang lain. secara politik selalu berjuang sendirian, tanpa menerima pemberian kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian tidak ada kekuatan alternatif yang sanggup membendung kekuatan Nasrani di Spanyol.[20]
b. Kehancuran peradaban Islam di Spanyol
Lenyapnya Islam di Spanyol berarti runtuhnya masa keemasan Islam di Spanyol selama 780 tahun lebih. Kini Islam di Spanyol tinggal nama yang tertulis rapi dalam sejarah. Umat Islam hanya bisa mengenang sejarah suram Islam dengan penuh kekesalan. Karena tak ada lagi yang sanggup dibanggakan. Islam tinggal serpihan-serpihan luka, peradaban-peradaban Islam secara perlahan bergerak ambruk, khasanah intelektual dimanipulasi, upaya-upaya menghilangkan jejak Islam terus diprovokasi, kesalahan-kesalahan, kemunduran-kemunduran terulang dan terjadi diberbagai negara Islam lainnya. Berikut wajah muram kehancuran tersebut:
1). Kondisi Kehidupan Keagamaan
Setelah kerajaan-kerajaan Islam di Spanyol mengalami kehancuran, dalam waktu yang relatif singkat, umat Islam lenyap secara total di wilayah itu. Pada waktu itu, seluruh umat Islam dihadapkan ke Mahkamah Taftis (Pengadilan Berdarah). Pengadilan tetapkan tiga alternatif bagi umat Islam, yaitu: (1) beralih agama ke Kristen, (2) meninggalkan Spanyol, atau (3) dibunuh.[21]
Bagi mereka yang imannya lemah, mereka menentukan alternatif pertama, yaitu murtad. Adapun mereka yang imannya kuat dan mempunyai perbekalan yang memadai, mereka menentukan pindah ke kerajaan Islam terdekat. Umat Islam menentukan alternatif kedua ini, pada umumnya mereka berhijrah ke wilayah Afrika Utara. Adapun mereka yang imannya kuat tetapi tidak mempunyai perbekalan memadai, maka mereka menentukan mati syahid. Umat Islam yang terpaksa menempuh alternatif ketiga ini, dibantai habis-habisan oleh para agresor Kristen.
Menurut pendataan para sejarahwan, sesudah jatuhnya kota Granada di Spanyol ke tangan penguasa Kristen, umat Islam yang dibantai kurang lebih 3.000.000 (tiga juta) jiwa. Mereka disiksa secara kejam kemudian dibakar hidup-hidup. Akibatnya, umat Islam menjadi berantakan. Sebagian dari lahan pertanian, perindustrian, dan perdagangan ikut dihancurkan pula lantaran sebagian ahlinya telah meninggal dunia.[22]
Dengan keadaan menyerupai itu, tidak ada lagi seorang muslim yang berterus terang perihal agamanya. Meski dalam hati mereka tetap sebagai muslim, namun lantaran takut terhadap penyiksaan yang dilakukan oleh orang-orang Nasrani maka kehidupan keagamaan mereka menjadi lenyap.
2). Keadaan Khazanah Ilmu Pengetahuan
Setelah kerajaan Islam mengalami kehancuran di Andalusia, segala macam bentuk acara ilmu pengetahuan terhenti dan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan agama yang semula maju dengan pesat, akhirnya harus pudar, sejalan dengan hancurnya kekuasaan Islam.[23]
Di Spanyol Selatan, kurang lebih 1.000.000 (satu juta) buku yang berbahasa Arab telah dimusnahkan oleh Raja Ferdinand dari Castilla melalui forum suci Kristen. 5.000 (lima ribu) copy Quran bersama dengan buku-buku ilmu pengetahuan dari goresan pena tangan para cendekiawan Muslim, dibakar dalam timbunan raksasa pada tahun l511 Masehi di Granada.[24]
Pada tahun 1526, Raja Philip mengeluarkan suatu dekrit bahwa tidak seorang pun boleh mempunyai atau membaca buku berbahasa Arab. Semua buku yang ditulis oleh para cendekiawan Muslim atau buku-buku kajian yang berkaitan dengan Islam, dihentikan beredar.[25]
Di Granada, yang merupakan kota pusat pengembangan intelektual Islam di Barat, terdapat Universitas Granada, yang dalam perkembangannya telah banyak menyumbangkan banyak sekali ilmu pengetahuan di Barat. Selama kejayaannya, para mahasiswa berdatangan untuk mencar ilmu di dalamnya dengan banyak sekali disiplin ilmu pengetahuan, menyerupai biologi, hukum, ketatanegaraan, filsafat, ilmu kedokteran, dan ilmu falak. Namun, akhirnya hancur bersamaan dengan hancurnya kota Granada dari serangan orang-orang Nasrani pada periode ke 15 Masehi.[26]
Dalam lapangan filsafat, orang-orang Andalusia sangat tekun mempelajarinya. Di sanalah lahir beberapa tokoh cendekiawan Muslim yang terkenal, menyerupai Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, Ibnu Rusyd, dan Ibnu Khaldun. Menurut Mahmud Yunus, semenjak wafatnya Ibnu Rusyd (595H/1198 M) dan Ibnu Khaldun (808 H/1406 M), maka seluruh dunia Islam, khususnya di Andalusia, telah sunyi senyap dari filsafat.[27]
Dari keterangan di atas, sanggup dipahami bahwa hancurnya kebudayaan Islam bersamaan dengan lenyapnya kerajaan Islam di Spanyol, telah terjadi peralihan khazanah ilmu pengetahuan dari cendekiawan Muslim ke cendekiawan Barat melalui proses penerjemahan beberapa buku yang dianggap penting. Adapun buku-buku yang tidak dianggap penting oleh penguasa Kristen, semuanya dimusnahkan.
3). Keadaan Seni dan Budaya
Pada masa pemerintahan Islam di Spanyol, keadaan seni dan budaya Islam mengalami kemajuan yang sangat pesat, lantaran perhatian pemerintah Islam sangat serius. Di antara kesenian yang sangat maju yaitu seni kaligrafi yang ditulis pada dinding-dinding dan penyangga-penyangga mesjid. Demikian pula dengan kesusastraan dalam bentuk syair-syair yang dibahasakan secara halus dan indah.[28]
Setelah hancurnya Islam di Spanyol, kehidupan seni dan sastra mulai mengalami kekaburan. Khusus dalam bidang kesusastraan, telah terjadi pencampurbauran antara sastra Arab dengan sastra lain, menyerupai sastra Latin dan sastra Spanyol. Sejalan dengan peraturan yang melarang penggunaan Bahasa Arab dalam kehidupan sehari-hari, maka hal itu sangat kuat terhadap perkembangan sastra Arab. Baik prosa maupun puisi Arab, telah banyak diubah menjadi ke dalam bahasa Latin. Hal ini pula berimplikasi pada pengalihan istilah-istilah Arab menjadi bahasa Spanyol, seperti: alcalde berasal dari kata al-qadhi, alviare berasal dari kata al-abyar, dan alcasare berasal dari kata al-qashru.
Sebagian hebat pujangga, arsitektur, dan orang-orang Islam yang pintar dalam seni ukir, ditangkap kemudian diperlakukan sebagai tawanan. Mereka dipekerjakan sebagai buruh untuk membangun gereja-gereja, menciptakan patung-patung dan ukiran-ukiran, atau memperbaiki bangunan-bangunan yang telah rusak.[29]
Sejak 32 tahun jatuhnya kota Granada, Paus mengeluarkan dekritnya biar semua mesjid yang ada di Spanyol diubah menjadi gereja.[30]
a. Penyebab Kemunduran dan Kehancuran
Masa kemunduran Islam di Spanyol merupakan sejarah gelap Islam Spanyol. Karena masa kemunduran itulah yang menjadi cikal bakal lenyapnya Islam secara total di Spanyol. Kemunduran Islam di Spanyol disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu sebagai berikut :
1). Konflik Islam dengan Kristen. Para penguasa muslim sudah merasa puas dengan hasil upeti yang mereka sanggup dari kerajaan-kerajaan Nasrani yang telah ditaklukkan, sehingga upaya Islamisasi terhenti. Membiarkan Nasrani tetap mempertahankan aturan dan adat mereka. Demikian pula kehadiran orang Arab Islam di Spanyol secara tidak eksklusif membangun kesadaran kebangsaan orang-orang Nasrani Spanyol. Wilayah kekuasaan Islam di Spanyol yang berbatasan dengan Nasrani di Utara, selalu menerima serangan dimana ada kesempatan. Serbuan yang dilakukan oleh Raja Alfonso VI berhasil merebut Toledo dari dinasti Zunniyah pada tahun 1085 M. pada tahun 1238, Nasrani juga berhasil menguasai Sevilla dan menyusul Cordova pada tahun 1248 M.[18] sesudah Cordova jatuh di tangan Kristen, Islam masih sanggup bertahan di Granada selama lebih dari dua abad, yaitu pada masa kekuasaan Bani Ahmar. Pada tanggal 2 Januari 1492 Granada takluk kepada Kristen, sesudah kerajaan Aragon dan Castilian bersatu menyerang Islam pada tahun 1469. Dengan jatuhnya Granada menandai jatuhnya Islam sebagai politik dan agama di Spanyol. Demikian seterusnya hingga Islam benar-benar hilang dan musnah di Spanyol.
2). Keterpurukan ekonomi. Di paruh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa hanya mengkonsentrasikan diri pada pembangunan ilmu pengetahuan secara serius. Sementara sektor ekonomi tidak diperhatikan, kesannya timbul krisis ekonomi yang memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer.
3). Tidak adanya ideologi pemersatu. Politik yang dijalankan oleh Bani Umayyah di Damaskus yaitu orang-orang Arab (Islam) dan tidak pernah mendapatkan orang pribumi sebagaimana di tempat lain para muallaf diperlakukan sebagai orang Islam yang sederajat, suatu sikap politik yang dinilai merendahkan dan diskriminatif. Akibatnya kelompok-kelompok non Arab selalu menggerogoti dan merusak perdamaian.
4). Tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan. Hal ini berimplikasi terjadinya kudeta oleh para hebat waris.
5). Munculnya dinasti-dinasti kecil. Munculnya dinasti kecil di Spanyol mengakibatkan terjadinya disintegrasi yang pada gilirannya menjadi penyebab lemahnya Islam di Spanyol. Terdapatnya sejumlah dinasti lokal berkuasa di kawasan belahan Spanyol. Terjadinya persaingan antara dinasti kecil yang ada, menawarkan peluang bagi umat Kristiani untuk melaksanakan politik langgar domba.[19]
6). Keterpencilan Spanyol mengakibatkan terisolir dari dunia Islam yang lain. secara politik selalu berjuang sendirian, tanpa menerima pemberian kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian tidak ada kekuatan alternatif yang sanggup membendung kekuatan Nasrani di Spanyol.[20]
b. Kehancuran peradaban Islam di Spanyol
Lenyapnya Islam di Spanyol berarti runtuhnya masa keemasan Islam di Spanyol selama 780 tahun lebih. Kini Islam di Spanyol tinggal nama yang tertulis rapi dalam sejarah. Umat Islam hanya bisa mengenang sejarah suram Islam dengan penuh kekesalan. Karena tak ada lagi yang sanggup dibanggakan. Islam tinggal serpihan-serpihan luka, peradaban-peradaban Islam secara perlahan bergerak ambruk, khasanah intelektual dimanipulasi, upaya-upaya menghilangkan jejak Islam terus diprovokasi, kesalahan-kesalahan, kemunduran-kemunduran terulang dan terjadi diberbagai negara Islam lainnya. Berikut wajah muram kehancuran tersebut:
1). Kondisi Kehidupan Keagamaan
Setelah kerajaan-kerajaan Islam di Spanyol mengalami kehancuran, dalam waktu yang relatif singkat, umat Islam lenyap secara total di wilayah itu. Pada waktu itu, seluruh umat Islam dihadapkan ke Mahkamah Taftis (Pengadilan Berdarah). Pengadilan tetapkan tiga alternatif bagi umat Islam, yaitu: (1) beralih agama ke Kristen, (2) meninggalkan Spanyol, atau (3) dibunuh.[21]
Bagi mereka yang imannya lemah, mereka menentukan alternatif pertama, yaitu murtad. Adapun mereka yang imannya kuat dan mempunyai perbekalan yang memadai, mereka menentukan pindah ke kerajaan Islam terdekat. Umat Islam menentukan alternatif kedua ini, pada umumnya mereka berhijrah ke wilayah Afrika Utara. Adapun mereka yang imannya kuat tetapi tidak mempunyai perbekalan memadai, maka mereka menentukan mati syahid. Umat Islam yang terpaksa menempuh alternatif ketiga ini, dibantai habis-habisan oleh para agresor Kristen.
Menurut pendataan para sejarahwan, sesudah jatuhnya kota Granada di Spanyol ke tangan penguasa Kristen, umat Islam yang dibantai kurang lebih 3.000.000 (tiga juta) jiwa. Mereka disiksa secara kejam kemudian dibakar hidup-hidup. Akibatnya, umat Islam menjadi berantakan. Sebagian dari lahan pertanian, perindustrian, dan perdagangan ikut dihancurkan pula lantaran sebagian ahlinya telah meninggal dunia.[22]
Dengan keadaan menyerupai itu, tidak ada lagi seorang muslim yang berterus terang perihal agamanya. Meski dalam hati mereka tetap sebagai muslim, namun lantaran takut terhadap penyiksaan yang dilakukan oleh orang-orang Nasrani maka kehidupan keagamaan mereka menjadi lenyap.
2). Keadaan Khazanah Ilmu Pengetahuan
Setelah kerajaan Islam mengalami kehancuran di Andalusia, segala macam bentuk acara ilmu pengetahuan terhenti dan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan agama yang semula maju dengan pesat, akhirnya harus pudar, sejalan dengan hancurnya kekuasaan Islam.[23]
Di Spanyol Selatan, kurang lebih 1.000.000 (satu juta) buku yang berbahasa Arab telah dimusnahkan oleh Raja Ferdinand dari Castilla melalui forum suci Kristen. 5.000 (lima ribu) copy Quran bersama dengan buku-buku ilmu pengetahuan dari goresan pena tangan para cendekiawan Muslim, dibakar dalam timbunan raksasa pada tahun l511 Masehi di Granada.[24]
Pada tahun 1526, Raja Philip mengeluarkan suatu dekrit bahwa tidak seorang pun boleh mempunyai atau membaca buku berbahasa Arab. Semua buku yang ditulis oleh para cendekiawan Muslim atau buku-buku kajian yang berkaitan dengan Islam, dihentikan beredar.[25]
Di Granada, yang merupakan kota pusat pengembangan intelektual Islam di Barat, terdapat Universitas Granada, yang dalam perkembangannya telah banyak menyumbangkan banyak sekali ilmu pengetahuan di Barat. Selama kejayaannya, para mahasiswa berdatangan untuk mencar ilmu di dalamnya dengan banyak sekali disiplin ilmu pengetahuan, menyerupai biologi, hukum, ketatanegaraan, filsafat, ilmu kedokteran, dan ilmu falak. Namun, akhirnya hancur bersamaan dengan hancurnya kota Granada dari serangan orang-orang Nasrani pada periode ke 15 Masehi.[26]
Dalam lapangan filsafat, orang-orang Andalusia sangat tekun mempelajarinya. Di sanalah lahir beberapa tokoh cendekiawan Muslim yang terkenal, menyerupai Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, Ibnu Rusyd, dan Ibnu Khaldun. Menurut Mahmud Yunus, semenjak wafatnya Ibnu Rusyd (595H/1198 M) dan Ibnu Khaldun (808 H/1406 M), maka seluruh dunia Islam, khususnya di Andalusia, telah sunyi senyap dari filsafat.[27]
Dari keterangan di atas, sanggup dipahami bahwa hancurnya kebudayaan Islam bersamaan dengan lenyapnya kerajaan Islam di Spanyol, telah terjadi peralihan khazanah ilmu pengetahuan dari cendekiawan Muslim ke cendekiawan Barat melalui proses penerjemahan beberapa buku yang dianggap penting. Adapun buku-buku yang tidak dianggap penting oleh penguasa Kristen, semuanya dimusnahkan.
3). Keadaan Seni dan Budaya
Pada masa pemerintahan Islam di Spanyol, keadaan seni dan budaya Islam mengalami kemajuan yang sangat pesat, lantaran perhatian pemerintah Islam sangat serius. Di antara kesenian yang sangat maju yaitu seni kaligrafi yang ditulis pada dinding-dinding dan penyangga-penyangga mesjid. Demikian pula dengan kesusastraan dalam bentuk syair-syair yang dibahasakan secara halus dan indah.[28]
Setelah hancurnya Islam di Spanyol, kehidupan seni dan sastra mulai mengalami kekaburan. Khusus dalam bidang kesusastraan, telah terjadi pencampurbauran antara sastra Arab dengan sastra lain, menyerupai sastra Latin dan sastra Spanyol. Sejalan dengan peraturan yang melarang penggunaan Bahasa Arab dalam kehidupan sehari-hari, maka hal itu sangat kuat terhadap perkembangan sastra Arab. Baik prosa maupun puisi Arab, telah banyak diubah menjadi ke dalam bahasa Latin. Hal ini pula berimplikasi pada pengalihan istilah-istilah Arab menjadi bahasa Spanyol, seperti: alcalde berasal dari kata al-qadhi, alviare berasal dari kata al-abyar, dan alcasare berasal dari kata al-qashru.
Sebagian hebat pujangga, arsitektur, dan orang-orang Islam yang pintar dalam seni ukir, ditangkap kemudian diperlakukan sebagai tawanan. Mereka dipekerjakan sebagai buruh untuk membangun gereja-gereja, menciptakan patung-patung dan ukiran-ukiran, atau memperbaiki bangunan-bangunan yang telah rusak.[29]
Sejak 32 tahun jatuhnya kota Granada, Paus mengeluarkan dekritnya biar semua mesjid yang ada di Spanyol diubah menjadi gereja.[30]
Catatan Kaki
[1]Philip K.Hitti, History of The Arabs [London : Macmillan Press,1970], h.526 – 530.
[2]Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam Bagian I dan II ( Cet. I; Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1999), h. 581.
[3]Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam; Studi Kritis dan Refleksi Historis. (Cet. II; Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1998), h. 215.
[4] Departemen Agama RI, Sejarah Kebudayaan Islam untuk MAK Kelas II. (1999), h. 78.
[5]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, ( Cet. II; Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1994), h. 88.
[6]Ahmad Syalabi, op. cit, h. 158.
[7]Philip K Hitti, History Of The Arabs, op. cit. h. 492-494.
[8]Lihat, Ibid.,
[9]Badri Yatim, op.cit, h. 90
[10]Hasan Ibrahim Hasan, Islamic History and Culture diterjemahkan oleh Djahdan Human dengan judul Sejarah dan Kebudayaan Islam ( Cet. I; Yogyakarta : Kota kembang, 1989), h. 90.
[11]Bangsa Barbar yaitu kelompok pengelana yang menempati wilayah Afrika Utara yang sebagian besar menempati gurun sahara di wilayah negara al-Jazair, Libia Nigeria,Maroko, dan Tunisia.
[12] Hasan Bin Ibrahim Hasan, op. cit., h. 91.
[13] Lihat Sejarah Kebudayaan Islam Untuk MAK kls II, op. cit., h. 84.
[14] Ibid., h. 88
[15] Ibid, h. 91-98.
[16]Ibid., h. 98-99.
[17] Ibid., h. 101.
[18]A. Syalabi, op. cit. h. 76
[19]G.E. Bosworth, The Islamic Dinasties Diterjemahkan oleh Ilyas Hasan dengan judul Dinasti-Dinasti Islam ( Bandung : Mizan,1993), h. 35.
[20] Badrin Yatim, op.cit. 118.
[21]Muhammad Qutub, Mazabih wa Jara’in Mahakim al-Taftisy fiy al-Andalusiy, diterjemahkan oleh Mustafa Mahdamy dengan judul Fakta Pembantaian Muslimin di Andalusia (Cet. I; Solo: Pustaka Mantiq, l99l), h. 42.
[21]Ibid., h. 42.
[23]Departemen Agama RI, Textbook Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid I (Ujung Pandang: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, l981/l982), h.103.
[24]Djalil Maelan, op. cit,. h. 74.
[25]Ibid, h. l89.
[26]Departemen Agama, op. cit., h. l22.
[27]Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Hidakarya Agung, l990), h. 112.
[28]Amir Hasan Siddiqi, Studies in Islamic History, diterjemahkan M.J. Irawan dengan judul Ilmu Pengetahuan dalam Lintasan Sejarah Islam (Cet. I; Bandung: Al-Maarif, L987), h. 89.
[29]C. Israr, Sejarah Kesenian Islam (Cet, I; Jakarta: Bulan Bintang, 1978), h. 240-241.
[30]Mustafa al-Siba’i, Mustafa al-Siba’i, Kebangkitan Kebudayaan Islam (Cet. I; Jakarta: Media Dakwah, l987). h. 126.
Buat lebih berguna, kongsi: