Pengertian Syahadat Tauhid dan Konsekuensinya dalam Islam
Tongkronganislami.net - ‘La’ yang terdapat dalam kalimat “La Ilaha Illa al-Allah” yakni abjad “la” naafiyata li al-jinsi (huruf yang menafikan segala macam jenis). Dalam kalimat di atas, yang dinafikan yakni kata “ilah” (sesembahan). Kata “ilah’ berbentuk isim nakirah dan isim al-jins. Kata “illa” yakni abjad istisna’ (pengecualian) yang mengecualikan Allah dari segala macam jenis “Ilah”. Bentuk kalimat semacam ini yakni kalimat manfiy (negatif) lawan dari kalimat mutsbat (positif). Kata “Illa” berfungsi mengitsbatkan kalimat manfiy (negatif).
Dalam kaedah bahasa Arab, itsbat setelah manfiy bermakna al-hasr (membatasi) dan al-ta’kid (menguatkan). Oleh alasannya itu, makna kalimat “La ilaha illa al-Allah” yakni tiada ilah (sesembahan) yang benar-benar berhak disebut ilah (sesembahan) kecuali Allah swt.
Konsekuensi Mengucapkan Syahadat Tauhid
Beberapa ayat al-Quran telah mendukung pengertian di atas. Allah swt berfirman, “Katakanlah: Aku berlindung kepada Tuhan manusia, yang menguasai manusia, sesembahan manusia….(114:1-3).
“Ataukah mereka memiliki ilah (sesembahan) selain Allah? (al-Thur:43)
"Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.”[al-Maidah:73]
Ayat-ayat ini menyampaikan dengan jelas, bahwa sesembahan yang hakiki hanyalah Allah swt. Kita diperintahkan untuk mengingkari semua sesembahan (ilah) selain Allah. Ini ditunjukkan dengan sangat terang pada ayat lain, yakni tatkala Nabi Ibrahim mengingkari semua sesembahan yang telah disembah oleh kaumnya.
Allah swt berfirman, “Dan ingatlah tatkala Ibrahim berkata kepada bapak dan kaumnya, “Sesungguhnya saya melepaskan diri dari segala apa yang kau sembah, kecuali Allah saja Tuhan yang telah membuat aku, alasannya hanya Dia yang akan menunjukkiku (kepada jalan kebenaran).”[al-Zukhruf:26-27]
Di ayat lain, Allah swt juga menjelaskan dengan sangat jelas, perihal sesembahan-sesembahan selain Allah swt. Setelah itu, insan diperintahkan untuk mengingkari sesembahan tersebut. Allah swt berfirman,
“Mereka mengakibatkan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai yang kuasa selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan”.[al-Taubah:31]
“Dan di antara insan ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka menyayangi Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan kalau seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui dikala mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).’[al-Baqarah:165]
Surat al-Taubah :31 ini menyampaikan dengan gamblang, bahwa mahir Kitab telah mengakibatkan rahib-rahib dan pendeta (orang alim) mereka sebagai sesembahan. Padahal mereka hanya diperintahkan untuk menyembah kepada Ilah Yang Satu (Allah swt). Maksud dari ‘menyembah rahib-rahib dan pendeta-pendeta di sini’ adalah, mematuhi orang-orang alim dan rahib-rahib dalam tindakan mereka yang bertentangan dengan hukum-hukum Allah swt. Meskipun, secara dzahir kaum ahlu al-kitab tidaklah menyembah alim-ulama mereka. Berdasarkan ayat ini, pengertian La ilaha illa al-Allah dan tauhid yakni pemurnian ketaatan kepada Allah dengan menghalalkan apa yang dihalalkan Allah dan mengharamkan apa yang diharamkan Allah. Yakni, hanya mengakui bahwa Allah swt semata yang berhak menetapkan hukum, bukan manusia. Allah swt berfirman,
“Katakanlah: "Sesungguhnya saya (berada) di atas hujjah yang aktual (Al Qur'an) dari Tuhanku sedang kau mendustakannya. Bukanlah wewenangku (untuk menurunkan azab) yang kau tuntut untuk disegerakan kedatangannya. Menetapkan aturan itu hanyalah hak Allah. Dia mengambarkan yang bekerjsama dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik.[al-An’am:57]
Rasulullah saw bersabda, artinya, “Barangsiapa mengucapkan La Ilaha Illa al-Allah dan mengingkari sesembahan selain Allah, haramlah harta dan darahnya, sedangkan hisab (perhitungannya) yakni terserah kepada Allah”. Hadits ini juga menjelaskan dengan sangat tegas bahwa yang menjadi pelindung atas harta dan darah seseorang, bukan sekedar beliau mengucapkan La ilaha Illa al-Allah, bukan pula mengerti makna dan lafadznya, juga bukan sekedar tidak meminta kepada selain Allah, akan tetapi beliau harus menambahkan “pengingkaran kepada sesembahan-sesembahan (ilah)” selain Allah swt dengan tiada keraguan. Jika masih ada keraguan, harta dan darahnya belum terpelihara.
Refleksi Tauhid
Seluruh klarifikasi di atas memahamkan kepada kita, bahwa tauhid merupakan unsur fundamental dan terpenting bagi sikap seorang muslim. Tauhid yang lurus akan menjauhkan seorang muslim dari tindak-tindak menyimpang. Tauhid yang kokoh akan menjadi benteng tangguh untuk menghadapi cobaan, godaan, dan ujian.
Tauhid merupakan unsur fundamental bagi kontrol dan kendali diri seorang muslim. Sebab, seluruh perbuatan kaum muslim harus didasarkan pada keimanannya kepada Allah swt, alias harus didasarkan pada tauhid. Seorang muslim dilarang mengerjakan perbuatan apapun kecuali didasarkan di atas tauhid. Wujud perbuatan yang dilandasi tauhid adalah, perbuatan tersebut sejalan dengan aturan-aturan dan hukum-hukum Islam. Seorang muslim dikala menyaksikan bahwa perbuatannya tidak sejalan dengan aturan Allah swt, beliau akan segera meninggalkan dan mencampakkan perbuatan tercela tersebut. Ia akan merasa rendah di sisi insan dan di sisi Allah, dikala tidak berbuat sesuai dengan aturan Allah swt. Kebanggaan dirinya yakni tatkala beliau bersahabat dengan Allah swt dan sejalan dengan Islam. Kecintaan dan penghargaan kepada orang lain juga selalu didasarkan oleh aturan Allah swt. Ia akan membenci dan tidak menaruh hati ataupun condong dengan orang-orang yang bergelimang dengan kemaksiyatan, mengganti aturan Allah dengan aturan manusia. Selanjutnya, beliau akan tergerak untuk menasehati dan menghilangkan kemaksiyatan tersebut.
Inilah citra tauhid sebagai cuilan terpenting dari kontrol dan kendali diri. Sungguh, hanya dengan tauhid yang berpengaruh dan kokoh, seseorang akan bisa mengarungi kehidupan apapun tanpa pernah bergeser dengan aturan Allah swt .
Baca Juga:
Baca Juga:
Lebih dari itu, tauhid yang benar dan murni merupakan faktor utama untuk menyelamatkan insan dari siksa Allah swt. Tauhid merupakan jaminan terakhir, apakah kita masih layak masuk surganya Allah atau tidak. Semua ini menunjukkan, bahwa tauhid merupakan dasar bagi kontrol dan kendali diri seorang muslim.
Buat lebih berguna, kongsi: