Makalah Sejarah Perkembangan Dan Kemunduran Dinasti Bani Umayyah

Makalah Sejarah Perkembangan dan Kemunduran Dinasti Bani Umayyah

A. Latar Belakang

Nama ibnu umayyah berasal dari nama seorang pemimpin kabilah kuraisy pada zaman jahiliyah ialah Umayyah Ibnu Abdi Syam Ibnu ‘Abdi Manaf. pada masa hidupnya Umayyah selalu bersaing dengan pamannya yang berjulukan Hasyim ibnu ‘ abdi manaf dalam merebut pimpinan dan imbas masyarakat bangsanya. Dalam persaingan ini, Umayyah sanggup mencapai kemenangan dan sanggup merebut kekuasaan lantaran ia berasal dari keluarga bangsawan, mempunyai banyak harta dan sepuluh orang putra yang terhormat dalam masyarakat
.
Bani Umayyah gres masuk islam sesudah tidak ada pilihan lain kecuali harus masuk islam. Pada waktu itu Nabi Muhamad SAW bersama ribuan kaum muslimin menyerbu kota Mekah dan disitulah Bani Umayyah menyatakan masuk Islam. Walaupun Bani Umayyah pernah menjadi musuh Rasulullah yang keras dan masuk islamnya juga yang paling belakang, tetapi sesudah masuk islam, mereka dengan segera sanggup membuktikan semangat kepahlawanan yang sulit dicari tandingannya. Mereka telah banyak sekelai mencatat prestasi dalam penyebaran agama islam. Antara lain, peperangan yang dilancarkan dalam memerangi orang-orang murtat, orang-orang yang mengaku dirinya nabi, dan orang-orang yang enggan membayar zakat.


Pada waktu Umar Bin Khatab menjadi khalifah, Mu’awiyah Bin Abi Sufyan (dari bani uamayah) diangkat sebagai gubernur tempat syam. Demikian pula pada masa Khalifah Utsman Bin Affan, jabatan sebagai gubernur didaerah syam masih tetep dan bahkan masi berpengaruh kedudukannya. Dengan demikian, pada masa khalifah Ali Bin Abi Thalib, Muawiyah mempunyai kesempatan berjuang terus untuk merebut kekuasaan dan kesudahannya Ali bin Abi Thalib sanggup dikalahkan. Dengan berakhir pemeritahan Ali bin Abi Thalib, berarti pemerintahan khulafahurasyidin telah berakhir pula dan selanjutnya secara resmi jabatan khalifah berpindah kepada mu’awiyah dari bani umayyah.

Baca juga: Contoh Format Susunan Makalah yang Baik dan Benar

Memasuki masa kekuasaan muawiyah yang menjadi awal kekuasaan bani umayah, pemerintah yang bersifat demokratis berkembang menjadi monorchi (kerajaan turun temurun). Kekuasaan Muawiyah diperolah melalui kekerasan, diplomasi, dan tipu daya, tidak dengan melalui pemilihan, atau bunyi terbanyak. Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika muawiyah mewajibkan kepada seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia kepada anaknya, Yazid. Muawiyah bermaksud mencontoh kepemimpinan monarchi di Persia dan Bizantium. Dia memang tidak memakai istilah khalifah namun dia memperlihatkan interprestasi gres dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya “Khalifah Allah” dalam pengertian “penguasa” yang diangkat oleh Allah. Demikian awal mula berdirinya Dinasti Bani Umayah. 

Pemerintahan mu’awiyah Ibnu bubuk Sufyan (41-60 H=661-680M)

a. eksklusif Mu’awiyah ibnu Abu Sufyan

Mu’awiyah dilahirkan kira-kira 15 tahun sebelum hijrah dan masuk islam pada hari penaklukan kota mekah gotong royong dengan penduduk kota mekah lainnya. Pada waktu Muawiyah berumur 23 tahun, Rasulullah berusaha mempererat hubungan antara orang-orang yang gres masuk islam dengan beliau, terutama dari kalangan pemimpin-pemimpin keluarga ternama. Hal ini dimaksudakan semoga mereka sanggup lebih mencurahkan perhatiannya terhadap islam dan ajaran-ajaran islam lebi meresap didalam hati mereka. Rasulullah berusaha semoga Mu’awiyah sanggup lebih bersahabat dengan beliau. Oleh alasannya ialah Mu’awiyah diangkat sebagai anggota sidang pleno penulis wahyu. Mu’awiyah juga dikenal sebagai sobat yang banyak meriwayatkan hadits.

Dia ialah salah seorang penulis wahyu Rasulullah dan meriwayatkan sedikitnya 163 hadist dari Rasulullah. Rasulullah dalam hadist riwayat  Tirmidzi, pernah berdoa kepada Allah untuknya ”jadikanlah dia orang yang memberkan petunjuk jalan yang benar dan orang yang mendapat hidayah”. [1]

Muawiyah dikenal sebagai orang yang cerdas akalnya pintar pandai lagi bijaksana. Ia mempunyai kedalaman ilmu pengetahuan terutama ilmu-ilmu keduniaan. Ia jago di bidang siasat (politik), jago hikmat, lemah lembut, fasih lidahnya dan sangat bermutu tutur katanya. Orang yang bergaul dengan dia jarang yang tidak tertarik karenah kelemahlembutannya dan anggun bahasanya. Ia mempunyai eksklusif yang menarik, sifatnya pemaaf dalam hal-hal yang patut dimaafkan dan keras bila memang perlu bertindak keras. Tetapi lebih banyak memaafkan dari pada marahnya. Ia seorang gemar memberi yang sering memperlihatkan proteksi kepada orang yang perlu dibantu dan dia juga dikenal sebagai orang yang ingin berkuasa (ambisi jabatan).

b. Usaha mu’awiyah dalam mencapai kedudukan sebagai khalifah

Ada tiga macam perjuangan Mu’awiyah untuk mencapai kedudukan sebagai khalifah :   
  1. Membujuk pasukan Ali semoga bersedia meletakan senjata dalam perang shiffin yang kemudian diadakan Majelis Tahkim Daumatul Jandal.
  2. Mu’awiyah mengadakan tekanan-tekanan kepada hasan sehingga kesudahannya   Hasan berdamai dan sekaligus menyerahkan kekuasaan kepada Mu’awiyah.
  3. Mu’awiyah berusaha menghancurkan pemberontakan yang dilancarkan oleh kaum khawarij didaerah pedalaman Arabia, di Irak dan Iran.
Setelah Mu’awiyah menjabat sebagai Khalifah, maka ia pun mengangkat putranya Yazid sebagai putra mahkota, yang akan menggantikan kedudukannya sebagai Khalifah.

Tindakan Mu’awiyah ini tidak sesuai lagi dengan cara-cara yang telah ditempuh oleh Khulafaur Rsyidin, yaitu dalam menentukan khalifah berdasarkan musyawarah. Kecuali mengangkat putra mahkota, Mu’awiyah sendiri dalam usahanya menjadi khalifah juga tanpa melalui musyawarah terlebih dahulu. Kebijakan Mu’awiyah untuk mengangkat putranya Yazid menjadi putra mahkota bergotong-royong mendapat tantangan dari sebagian besar umat Islam pada waktu itu, sehingga dia harus menghadapi duduk perkara yang sangat pelik dan penantangan yang sangat keras akhir keputusan ini.

Tentu saja apa yang dilakukan oleh Mu’awiyah ini dihentikan dilakukan, alasannya ialah khalifah ini terbuka untuk kaum muslimin dan dihentikan dilakukan dengan cara mewariskan, kekhalifaan ini bisa dipegang oleh siapa saja yang mempunyai kemampuan.[2]

c. Mu’awiyah Wafat.

Mu’awiyah ibnu abi sufyan menduduki jabatan sebagai khalifah selama dua puluh (20) tahun, ia wafat pada tahun enam puluh (60) Hijriyah atau enam ratus delapan puluh (680) masehi. Sebelum Mu’awiyah menduduki jabatan sebagai Khalifah, penah menjadi gubernur diwilayah Palestina, pada masa khalifah Umar Ibnu Khattab (634-644). Pada masa khalifah Usman bin Affan, Mu’awiyah menduduki jabatan sebagai gubernur didaerah syam.

Masa pemerintahannya dianggap sebagai salah satu pemerintahan yang paling baik dalam perjalanan kekuasaan islam. Keamanan internal terjamin dan unsur-unsur yang akan melaksanakan perlawanan terhadapnya selalu mengalami kekalahan. Dia berhasil melaksanakan penaklukan-penaklukan di semua medan dan diwarnai dengan kemenangan-kemenangan.[3] 

Menjelang wafat, ia berwasiat kepada putranya Yazid, yang telah diangkat sebagai putra mahkota (wliyu ahdi), yang isinya antara lain, bahwa musuhnya yang berusaha menghalang-halangi usahanya ada empat orang yaitu : Husain Ibn Ali, Abdurrahman Ibnu Abu Bakar, Abdullah Ibnu Zubair, dan Abdullah Ibnu Umar. Diantara empat orang musuh itu yang paling berbahaya ialah Abdullah Ibnu Zubair. Oleh lantaran itu bila tertangkap harus dibunuh jangan diberi ampun. Sedangkan yang lainnya bila tidak melawan jangan dibunuh dan hendaknya tetap dihormati.

2. Pemerintahan Yazid Ibnu Mu’awiyah. (60-64 H = 680-684)

Yazid Ibnu Mu’awiyah naik tahta sebagai khalifah pada usia 34 tahun menggantikan ayahnya. Berbeda dengan ayahnya yang dari semenjak masa mudanya dalam meniti jenjang kepemimpinannya melalui tahapan-tahapan  yang beliku-liku sehingga sanggup menduduki jabatan tertinggi dalam pemerintahan sebagai khalifah, Yazid tidak mempunyai pengalaman sebagaimana yang dimiliki ayahnya, iya dibesarkan dikalangan istana yang semuanya serba mewah. Semenjak kecil dia dilayani oleh dayang-dayang istana. Iya kurang cakap dalam memegang pemerintahan. Oleh alasannya ialah itu pada Yazid tidak banyak perjuangan untuk ekspansi islam, bahkan di negeri sendiri banyak terjadi pemberontakan-pemberontakan.

3. Pemerintahan Muawiyah II bin Yazid, 64-65 H / 683-684 M

Setelah Yazid wafat, pemerintahan digantikan oleh Mu’awiyah II bin Yazid. Namun, Mu’awiyah II tidak sanggup memerintah dan menyerahkan kepemimpinannya kepada Marwan bin Hakam.

4. Pemerintahan Marwan I Ibn Hakam (64-65 H = 684-685)

Jabatan yang pernah dipegang oleh Marwan Ibnu Hakam ialah sebagai sekertaris pada masa khalifah Usman bin Affan dan sebagai gubernur Hijaz yang berkedudukan di madinah pada masa khalifah Mu’awiyah.

Usaha marwan yang mula-mula dilakukan ialah menumpas Abdullah Ibnu Zubair, perjuangan ini mula-mula dengan mengirim pasukan kemesir dari tangan wali mesir yang telah diangkat oleh Abdullah Ibnu Zubair, ternyata pasukan marwan mendapat kemenangan.[4] Setelah pasukan Marwan menang dimesir, kemudian dilanjutkan dengan menumpas Abdullah Ibnu Zubair di hijaz beserta wali-wali yang telah diangkatnya. Belum selesai perjuangan penumpasan di hijaz ini, Marwan yang gres saja memerintah selama Sembilan  bulan menemuai ajalnya.

Sebelum itu ia telah mengangkat Abdul Malik dan Abdul Azis sebagai putra mahkota yang akan menggantikannya sebagai kahalifah nanti ketika mangkat.

5. Pemerintahan Abdul Malik Ibnu Marwan (65-86 H = 685-705 M)

Abdul Malik Ibnu Marwan mulai menjabat sebagai khalifah pada ketika usia 39 tahun sesudah ayahnya (Marwan Ibnu Hakam) wafat. Ia terpandang sebagai seorang khalifah yang perkasa dan negarawan yang cakap dan berhasil memulihkan kembali kesatuan dunia islam.
Khalifah Abdul Malik mewarisi pemerintahan ayahnya dalam keadaan yang belum kondusif dan tertib. Oleh lantaran itu perjuangan yang diutamakan ialah mengamankan negerinya dari ancaman pemberontakan. Dengan demikian, maka Abdullah malik tidak sempat untuk melaksanakan ekspansi daerah.

Pembersihan Terhadap Kaum Khawarij.

Setelah Abdul Malik sanggup menumpas pemberontakan yang besar itu, kemudian beralih pandangannya untuk mengadakan pencucian terhadap kaum, yang selalu menciptakan kekecauan didaerah timur. Untuk kiprah ini Abdul Malik menyerahkan kepada dua panglima, yaitu :

1). Hajaj Ibnu Yusuf ditugaskan untuk mengadakan pencucian didaerah Kuffah dan Basrah.
2). Mahlab ibnu Abi Shafrah ditugaskan untuk membersihkan didaerah Irak dan Persia.

Setelah pencucian ini berhasil, maka amanlah daerah-daerah itu dari peristiwa peperangan. P
Pemberontakan Amru Ibnu Said (70 H = 690 M )

Amru ibnu Said masih merupakan keluarga abdul malik. Ia ingin ditetapkan sebagai putra mahkota yang akan menggantikan sebagai khalifah sesudah Abdul Malik. Hal ini dikabulkan oleh abdul malik sebagai suatu siasat saja.

Pada suatu malam Amru dipanggil oleh Abdul Malik untuk menghadap kepadanya. Maka datanglah Amru gotong royong dengan beberapa pengikutnya. Setelah amru tiba sempurna didepannya abdul malik, waktu itulah Abdul Malik menangkap dan membunuhnya. Kepelanya dilemparkan kepada pengikut-pengikutnya yang sedang menunggu dihalaman istanah.[5] 

Melihat kepala pemimpinnya yang sudah bercerai dengan badannya, maka para pengikut amru menjadi frustasi untuk menolongnya dan kemudian mereka lari bercerai barai. Dengan demikian, maka keadaan di damaskus menjadi tentram kembali.

6. Pemerintahan Walid Ibnu Abdul Malik (86-96 H = 705-715M)

Walid Ibnu Abdul Malik naik tahta sebagai khalifa pada ketika usia 34 tahun. Pribadinya sendiri bergotong-royong kurang fasih dalam bahasa arab, sehingga pada suatu ketika pernah ditegur oleh ayahnya, bahwa yang sanggup memimpin bangsa Arab hanyalah orang yang baik bahasanya. Teguran itu menjadi cambuk baginya untuk berguru sunguh-sungguh dalam bidang bahasa arab.

Meskipun walid kurang faseh dalam bidang bahasa arab, akan tetapi namanya sangat tercatat dalam daulat bani umayah, yang menjadikan bahasa arab sebagai bahasa diplomatic didalam hubungan dengan Negara-negara tetangga. Kebesaran Walid sanggup diungkap, bahwa mu’awiyah ialah pendiri daulat Umayah, sedangkan abdul malik yang menstabilkan pemerintahan dan walid ialah menagakannya. Pada masanyalah Daulat Umayah mengalami keemasan. Pada masa itu segenap rakyat cinta padanya.

Usaha yang mula-mula dilakukan walid ialah mengangkat orang-orang berpengaruh untuk menduduki jabatan-jabatan penting. Hujaj ibnu Yusuf diangkat sebagai amir (jabatan diatas gubernur) untuk wilayah timur yang berkedudukan di Basrah. Untuk selanjutnya Hajaj mengengkat dua tokoh berat, yaitu panglima kutaibah ibnu muslim mejedi gubernur wilayah Khurasan dan panglima Muhammad Ibnu Qasim menjadi gubernur wilayah sindu.

7. Pemerintah Sulaiman Ibnu Abdul Malik (96-99H) = 715-717 M)

Sulaiman Ibnu Abdul Malik naik tahta sebagai khalifah menggantikan kakaknya pada usia 42 tahun. Ia dikenal sebagai seorang khalifah yang tampan, sehingga digelar “raja remaja”.[6]

Khalifah sulaiman disamping dikenal sebagai khalifah yang mempunyai sifat-sifat terpuji menyerupai fasih dan lancar berbicara, adil dan gemar ke medan perang, juga mempunyai sifat pendendam.

Panglima Musa Ibnu Nasir (penakhluk Andalusia) dipecat dan dipenjarakan hingga mati, lantaran ia dianggap tidak taat kepada sulaiman. Pada waktu sulaiman belum menjadi Khalifah, ia pernah berpesan kepada Musa yang pada ketika itu menjabat sebagai Gubernur di Andalus supaya tidak pulang dahulu ke damaskus dengan membawa rampasan perang. Tetapi ternyata Musa tiba juga kedamaskus sambil menyerahkan harta rampasan kepada Walid yang sedang sakit keras. Itulah sebabnya maka Musa dibalas penjara seumur hidup.

Sulaiman meninggal dunia di Dabik di perbatasan Bizantium sesudah memegang kendali pemerintahan yang sangat singkat dan tidak begitu gemilang.

Diranjang kematiannya dia mencalonkan Umar Bin Abdul Azis sebagai penggantinya[7]  watak sulaiman sangat kontradiktif , ia bermurah hati terhadap pengikutnya, dan begitu kejam terhadap musuh-musuhnya sebagaimana ayahnya.

8. Pemerintahan Umar Ibnu Abdul Azis (99-101 H = 717 – 720 M)

Pribadi Umar ibnu Abdul Azis

Umar ibnu Abdul Azis ialah seorang Khalifah dari Bani Umayah yang membuka lembaran gres dalam memegang pemerintahan islam. Ia mengendalikan pemerintahan sesuai dengan aliran islam, yang bergotong-royong sebagai yang telah dilakukan Abu Bakar dan Umar.

Pada ketika Khalifah Sulaimanmen dekat ajalnya, maka ia telah menunjuk Umar ibnu abdul Azis sebagai penggantinya. Meskipun umar ibnu abdul azis bukan saudara seketurunannya, tetapi pilihan Sulaiman sangat tepat, lantaran umar ialah satu-satunya pemimpin yang dikehendaki masyarakat islam pada ketika itu.

Umar ibnu Abdul Azis naik tahta sebagai khalifah pada usia 37 tahun. Sebelum menjadi khalifah ia menjadi gubernur wilayah Hijaz pada masa Khalifa walid. Di kala menjabat sebagai Gubernur, Umar ibnu Abdul Azis telah membangun dan memperluas mesjid nabawi dimadinah dan masjid Al HAram di Mekah. Masa Khalifah sulaiman ia menjabat sebagai Al-Katib ( sekertaris ).

Umar ibnu Abdul Azis ialah putera Marwan, ibunya berjulukan Laila binti Ashim yaitu cucu dari Umar ibnu Khatab. Istrinya berjulukan Fatimah binti Abdul Malik. Makara Umar ibnu Abdul Azis ialah cicit Umar ibnu Khattab. Umar ibnu Abdul Azis mempunyai sifat-sifat mulia menyerupai moyangnya, yatu sopan santun, adil, sederhana, bertkwa kepada Allah Swt dan cinta kepada rakyatnya.

Baca Juga: Sejarah Perkembangan dan Kemunduran Dinasti Fatimiyah di Mesir

Umar ibnu Abdul Azis merupakan Khalifah bani Umayah yang sangat hebat. Beberapa jago sejarah menyampaikan bahwa pemerintahannya termashur menyerupai halnya pemerintahan ortodok atau pemerintahan Abu Bakar dan Umar. Diriwayatkan: “Tiga khalifah ialah Abu Bakar, Umar dan Umar bin Abdul Azis”.[8]  

Hal-hal yang istimewa bagi Umar ibnu Abdul Azis dibanding dengan khalifah-khalifah sebelumnya dikalangan bani Umayyah ialah:
  1. Jabatan khalifah yang akan dipangkunya ditawarkan terlebih dahulu kepada masyarakat, dan ternyata kebanyakan mereka menentukan Umar ibnu abdul Azis
  2. Lebih mementingkan urusan agama dari urusan politik.
  3. Lebih mementingkan persatuan umat islam dari pada golongan.
  4. Penyiaran islam dilakukan dengan jalan damai.
  5. Bersikap adil terhadap semua pihak.

9. Pemerintah Yazid Ibnu Abdul Malik (101-105 H = 720-724 M)

Yazid Ibnu Malik Ibnu Marwan naik tahta sebagai Khalifah ketika berumur 36 tahu, dengan gelar Yazid II. Pada permulaan pemerintahan ia mengikuti kebijakan yang dilakukan oleh Umar ibnu Abdul Azis. Hal ini tidak bertahan usang lantaran terlalu banyak penasehat-penasehatnya yang tidak bahagia dengan kebijaksanaan umar. Berbeda dengan Umar ibnu Abdul Azis yang sangat teguh menjalankan agama maka Yazid Ibnu Abdul Mlik orangnya pemabuk.

Makalah Sejarah Perkembangan dan Kemunduran Dinasti Bani Umayyah Makalah Sejarah Perkembangan dan Kemunduran Dinasti Bani Umayyah

Diantara kebijakan Yazid ialah memecat beberapa orang Gubernur yang cakap, yang diangkat Umar ibnu Abdul Azis digantikan dengan pejabat gres yang kurang cakap. Yazid melaksanakan ekspansi kedaerah turki dan berhasil menakhlukan Negeri belanjar dibawah pimpinan panglima Jarrah Ibnu Abdul Al-Hakami.

10.  Pemerintahan Hisyam Ibnu Abdul Malik (105-125=724-743)

Empat orang putera Abdul Malik yaitu : Al-Walid, Sulaiman, Yazid dan Hisyam, kesemuanya diangkat menjadi putra mahkota dan semuanya berhasil menjadi khalifah oleh alasannya ialah itu sering disebut: “Abul Muluk” artinya Ayah Raja-Raja.[9]

Hisyam Ibnu Abdul Malik naik tahta dalan usia 35 tahun mengentikan saudaranya yazid II. Berbeda dengan Yazid, maka Hisyam terpandang sebagai seorang negarawan yang cakap dan jago taktik militer dan mempunyai cukup untuk mengemudikan roda pemerintahan, yaitu lebih kurang 20 tahun.

11.  Pemerintahan Al-Walid Ibnu Yazid Ibnu Abdul Malik (125-126/743-744 M)

Pada waktu walid ibnu yazid tengah berada dikota peristirahatan berjulukan Arzak di Sebelah Utara Damaskus, Khalifa Hisyam wafat. Para pembesar keluarga umayah menentukan Al Walid untuk menjadi Khalifah. Ia dikenal dengan nama Walid II. Pada waktu itu ia berusia 39 tahun.

Keadaan pemerintah bani Umayah dibawah pimpnan Al Walid II mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan kelemahan Al Walid dengan sifat-sifat yang kurang terpuji. Karena perangainya yang kurang terpuji itu, maka ia dibenci oleh masyarakat dan keluarganya, sampai-sampai ia dituduh kafir. Akhir hayatnya ia meninggal lantaran terbunuh.

12.  Pemerintahan Yazid ibnu Al Walid Ibnu Abdul Malik (126 H = 744 M )    

Setelah Al Walid terbunuh  maka digantikan oleh Yazid III. Ia dikenal sebagai orang yang berpengaruh beribadat. Ia digelari An-Naqish artinya yang mengurangi. Hal ini disebabkan lantaran ia mengurangi anggaran belanja untuk Mekah dan Madinah.

Pada masa pemerintahan sudah mulai goyang lantaran dengan rahasia para pelapo daulat bani Abas bekerja keras untuk menyusun kekuatan yang berpusat di Khurasan. Mereka mulai melaksanakan propaganda ke Negara-negara lain. Tokoh-tokohnya antara lain Abu Muslim Al Khurasani dan Ibrahim Al Imam. Yazid III memerintah hanya selama lima bulan, alasannya ialah meninggal pada masa itu juga.

13.  Pemerintahan Ibrahim ibn Malik (744 M)

Pada masa pemerintahannya keadaan negara semakin kacau dan dia memerintah selama 3 bulan dan wafat pada tahun 132 H.

14.  Pemeritahan Marwan Ibnu Muhammad (127-132 H = 745-750 M)

Yazid wafat digantikan dengan saudaranya Ibrahim Ibnu Walid Ibnu Abdul Malik. Ia tidak mendapat dukungan rakyat, sehingga timbul beberapa pemberontakan. Pemberontakan Yang paling berpengaruh dari Marwan Ibnu Muhammad Seorang Gubernur Armenia. Marwan sanggup merebut beberapa kota dan kesudahannya menguasai damaskus. Sejak itu Marwan mengangkat dirinya sebagai Khalifah yang berkedudukan di damaskus.

Dari 14 Khalifah tersebut, Khalifah-khalifah besar Dinasti Bani Umayah ini ialah Muawiyah Ibnu Abi Sufyan, Abdul Al-malik ibnu Marwan, Al-Walid ibnu Abdul Malik, Umar ibnu Abbdul Aziz dan Hasyim ibnu abdul Al-Malik.[10]

Sebab-sebab kemunduran Dan Kehancuran Bani Umayah

Banyak alasannya ialah yang turut mengakibatkan jatuhnya Bani Umayah, berdasarkan Ibnu Khaldun mundurnya suatu dinasti ialah suatu tanda-tanda alamiah sejarah. Usia efektif suatu imperium tidaklah lebih dari pada usia manusia. Dan masa 100 tahun pada umumnya merupakan waktu yang Paling usang yang sanggup diperlukan bagi usia seseorang. “bentuk alamiah ini hanya sanggup dihindari dengan pembaruan yang seksama. Dinasti Umayah telah hidup kira-kira 90 tahun, dan keluarga itu sudah memburuk sehingga sama sekali mustahil diperbaiki.”[11]

Sepeninggal Umar bin Abdul Azis menandai berakhirnya zaman kejayaan didalam sejarah bani Umayah, kekuasaan selanjutnya berada dibawah khalifah Yazid Ibnu Abdul Malik, penguasa yang satu ini terlalu gandrung terhadap kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketentraman dan kedamayan, pada zamannya berkembang menjadi kacau. Dengan latar belakang kepentingan etnis politik, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid ibn Abdul Malik.

Kerusuhan terus berkelanjutan hingga masa pemerintahan khalifah berikutya (Hisyam Ibnu Abdul Malik), bahkan di zaman Hisyam ini muncul satu kekuatan gres yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayah. Kekuatan itu berasal dari kalangan bani Hasyim yang didukung oleh golongan Mawali dan merupakan ancaman yang sangat serius. Dalam perkembangan berikutnya kekuatan gres ini bisa menggulingkan  dinasti Muawiyah dan menggantikan dengan dinasti gres (Bani Abbas). Sebenarnya Hisyam Ibnu Abdul Malik ialah seorang khalifah yang berpengaruh dan terampil, akan tetapi lantaran gerakan oposisi terlalu berpengaruh khalifah tidak berdaya mematahkannya.

Sepeninggal Hisyam Ibnu Abdul Mlik, Khalifah-khalifah Bani Umayah yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk, hal ini mekin memperkuat golongan oposisi. Akhirnya pada tahun 750 M, daulat umayah digulingkan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu Muslim Al-Khurasani, Marwan Ibnu Muhammad.[12] Khalifah terakhir Bani Umayah, melarikan diri kemesir, ditangkap dan dibunuh disana.

Secara garis besarnya alasannya ialah keruntuhan/kehancuran Bani Umayah:

1. Sistim pergantian khalifah melalui garis keturunan ialah merupakan sesuatu hal yang gres bagi tradisi arab yang lebih mementingkan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan sistim pergantian khalifah mengakibatkan terjadinya persaingan yang tidak sehat dikalangan anggota keluarga istana.

2. Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayah tidak bisa di pisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi dimasa Ali. Sisa sisa Sy’iah (para pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka menyerupai dimasa awal dan selesai maupun secara tersembunyi menyerupai di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan-penumpasan terhadap gerakan ini benyak menyedot kekuatan pemerintah.

3. Pada masa kekuasaan bani Umayah, kontradiksi antara etnis, antara suku Arabia Utara (Bani Qaiys) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada semenjak zaman sebelum Islam, makin Meruncing. Perselisihan ini menjadikan para penguasa bani umayah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu sebagian besar golongan Mawali (non Arab) terutama di Irak dan wilayah belahan timur lainnya, merasa tidak puas lantaran status mawali itu menggambarkan suatu iferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayah.

4. Lemahnya pemerintah Daulat Bani Umayah juga disebabkan oleh perilaku hidup glamor dilingkungan istana sehingga belum dewasa khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Disamping itu, golongan agama banyak kecewa lantaran perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.

5. Penyebab lansung tergulingnya kekuasaan Dinasti Bani Umayah adalah;

Munculnya kekuatan gres yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas Abdul Ibnu muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan dari bani Hasyim dan golongan Syi’ah, dan kaum Mawali yang merasa dikelasduakan oleh pemerintah Bani Umayah.

Baca Juga: Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia

Kesimpulan

Nama Bani Umayah berasal  dari nama seorang pemimpin Kabilah Quaraisy pada zaman Jahiliah ialah Umayah Ibnu Abdi Syam Ibnu Abdi Manaf.

Khalifah yang memerintah Dinasti bani Umayah sebanyak 14 (empat belas) oarng yaitu : Mu’awiyah ibnu abi Sofyan, Yazid Ibnu Muawiyah, Muawiyah  bin Yazid, Marwan Ibnu Hakam, Abdul Malik Ibnu Marwan, Walid Ibnu Abdul Malik, Sulaiman Ibnu Abdul Malik, Umar ibnu Abdul Azis, Yazid Ibnu Abdul Malik, Hisyam Ibnu Abdul Malik, Al-Walid ibnu Yazid Ibnu Abdul Malik, Yazid Ibnu Al Walid Ibnu Abdul malik, Ibrahim bin al-Walid, Marwan Ibnu Muhammad.

Salah satu penyebab kehancuran dan runtuhnya daulah ini ialah . Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh perilaku hidup glamor di lingkungan istana sehingga belum dewasa khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan.

4. Diantara alasannya ialah keruntuhan Bani Umayah adalah:
  1. Diubahnya sisitim musyawarah dengan sistim kerajaan
  2. Terbentuknya Dinasti Umayah tidak sanggup dipisahkan dengan adanya konflik-konflik dimasa Ali
  3. Pertentangan etnis antara suku yang sudah ada semenjak sebelum Islam makin meruncing termasuk golongan Mawali yang merasa dikelasduakan.
  4. Adanya kelemahan beberapa orang pejabat dalam tubuh kerajaan.
  5. Adanya kemewahan dan pemborosan dikalangan keluarga istana.
  6. Munculnya kekuatan gres yakni Bani Abbas  

Catatan Kaki

[1] Ahmad Al-Usairi, sejarah islam, Sejak zaman Nabi Adam hingga masa XX,  (Cet. V; Jakarta ;  Akbar media Eka Sarana, 2003), h. 186.
[2] Ibi, h. 192
[3] Loc. cit
[4] Depertemen Agama RI, Sejarah dan Kebudayaan Islam 2, Irektorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1987, h. 58.
[5] Ibid, h. 61.
[6] Ibid., h. 64
[7] Syed Maahmudunnasir, Its Concepts Histori, di terjemahkan oleh Adang Afandi dengan judul islam dan konsep sejarahnya (cet IV; Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994) H. 226.
[8] Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan kebudayaan islam, (t.tp Yogyakarta: Kota Kembang 1989), h. 96.
[9] Departemen agama RI, op. cit, h. 68.
[10] Harun nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai aspeknya, Jilid I, (Cet V: Jkarta: Unifersitas Indonesia (UI) Press, 1985), h. 61.
[11] Syed Mahmudunnasir, op cit. h. 239. 
[12] Badri Yatim, sejarah peradaban islam, dirasa islamiyyah II, (t.tp ; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), h. 48.
Daftar Maraji'

Al-Usyairy, Amad.  Sejarah Islam, Sejak Nabi Adam hingga masa XX. Cet. V; Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2003
As-Suyuthi, Imam, Tarikh Khulafa`; Sejarah Penguasa Islam: Khulafa`urrasyidin, Bani Umayyah, Bani Abbasiyyah, Cet. I, Pustaka Al-Kautsar; Jakarta: 2001.
Al-Qur`an Al-Karim dan Terjemahannya
Ahmad Syalabi, Mausu’ah al Tarikh al Islami wa al-Hadharah al-Islamiyah, Jilid 4, Kairo:Maktabah Al-Nahdhah Al-Mishriyah, 1979
Depertemen Agama RI, Sejarah dan Kebudayaan Islam 2. Direktur jendral training kelembagaan agama islam, 1987.
Dinasti Umayyah, Perkembangan Politik,H er m ain El-Hermawan, Forum Kajian slam Strategis Sumatra Utara
Ensiklopedi Islam Vol. 3 (Cet. XIII, PT. Ichtiar Van Hove; Kakarta: 2003.
Ensiklopedia Islam, dewan redaksi ensiklopedi  islam, Ikhtiar Baru van Hoeve, Jakarta
Ghazali Muchtar, Adeng, Drs. M.Ag, Perjalanan Politik Umat Islam dalam Lintasan Sejarah Cet.I, CV.Pustaka setia; Bandung: 2004.
Ghazali Adeng Muchtar, M.Ag, Perjalanan Politik Umat Islam dalam Lintasan Sejarah Cet.I, CV.Pustaka setia; Bandung: 200
Hasan Ibrahim Hasan. Sejarah dan Kebudayaan Islam. t.tp. Yogyakarta: Kota Kembang 1998
Mahmudunnasir, Syed. Its Concepts And History, di terjemahkan oleh Adang Afandi dengan judul Islam dan Konsepsi sejarahnya. Cet IV; Bandung Remaja Rosda Karya , 1994
Mufrodi, Ali, Dr., Islam di Kawasan Kebudayaanb Arab Cet. II, Logos Wacana Ilmu; Jakarta: 1999.
Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jilid I. Cet. V; Jakarta: Universitas Indinesia (UI) Press, 1985.
Sistem Sosial Budaya dan Model Pemerintahan Pada Masa Bani Umayyah, Imronfauzi.wordpress.com.htm
Pertumbuhan Dan Perkembangan Budaya Arab Pada Masa Dinasti Umayyah, Fadlil Munawwar Manshur, majalah Humaniora Volum VI
THE VENTURE OF ISLAM, Iman dan Sejarah dalam Peradaban Dunia; Jilid Pertama: Masa Klasik Islam; Buku Pertama: Lahirnya Sebuah Tatanan Baru. Jakarta: PARAMADINA, 1999. ISBN 979-8321-32-4
Yatim Badri, , M.A, Dr.,  Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Cet. XII, PT. Raja Grafindo Persada; Jakarta: 2001.
Yatim, Badri.  T.tp; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.
Yujah Sawiy, Khairudin, Perebutan Kekuasaan Khalifah, Minyingkap dinamika dan sejarah politik kaum sunni, Cet.II, Safria Insani Press: Yogyakarta: 2005.
Yujah Khairudin Sawiy, Perebutan Kekuasaan Khalifah, Minyingkap dinamika dan sejarah politik kaum sunni, Cet.II, Safria Insani Press: Yogyakarta: 2005.

Makalah Sejarah Perkembangan dan Kemunduran Dinasti Bani Umayyah telah diseminarkan di UIN Alauddin Makassar Program Magister.


Buat lebih berguna, kongsi:

Trending Kini: