Makalah Agama Islam Perihal Pengertian Aqidah: Mengimani Zat Dan Sifat Allah Swt


Pengertian Aqidah: Mengimani Sifat dan Zat Allah SWT
Oleh: Faizah (09532014)

BAB I
PENDAHULUAN

Umat Islam yaitu umat yang berbeda dari umat agama lain yang ada di bumi ini. Islam sebagai agama mengajarkan aneka macam hal kepada pemeluknya, mulai dari relasi antara insan dengan sang Khalik, insan dengan sesama insan hingga kepada relasi insan dengan hewan, flora dan lingkungan sekitarnya. Islam tidak mengenal kasta/pengelompokkan insan menurut strata sosial. Di dalam Islam semua makhluk sama, yang membedakan hanya iman dan taqwa.

Seseorang tidak akan memperoleh iman kalau menjalankan syari’at agama Islam dengan iman yang salah. Karena iman yaitu kunci dari keimanan, tidak hanya sekedar tahu wacana iman tapi harus mengerti dengan hakikatnya. Iman yang bisa membersihkan iman insan dari kotoran kesesatan, debu-debu syirik dan daki-daki keberhalaan yaitu iman yang mengandung keyakinan akan keesaan Allah, Sang Khalik, Pencipta alam semesta. Iman mengandung pula pandangan yang lengkap mengenai kehidupan dunia dan akhirat, serta termuat keuniversalan dakwahnya.[1]

BAB II
PEMBAHASAN

A. Aqidah dalam Memahami Zat dan Sifat Allah


Telah disinggung dalam potongan sebelumnya bahwa dalam memahami zat dan sifat Allah tidak terlepas dari iman yang benar. Akidah yang bisa memahami dan mendapatkan hakikat keesaan Allah Swt. Oleh alasannya yaitu itu, penulis mencoba memasukkan pembahasan mengenai iman ke dalam karya tulis ini. Berikut klarifikasi umum mengenai akidah.

Aqidah secara bahasa diambil dari kata aqada.


عقدت الحبل والبيع والعهد فانعقد ، واعتقد الشيء أي اشتد وصلب ، واعتقد كذا بقلبه ، والمعاقدة : المعاهدة .

Dilaksanakan relasi jual-beli dan perjanjian, maka terlaksanalah perjanjian. واعتقد الشيء artinya: besar lengan berkuasa dan keras. واعتقد كذا بقلبه, terealisasi dengan hatinya (yakin). والمعاقدة : المعاهدة, artinya: perjanjian.

Secara istilah, aqidah diartikan dengan suatu hal yang dikerjakan dengan kesungguhan/keyakinan, bekerjasama dengan agama.


واصطلح على إطلاق " العقيدة " على ما يعمله الشخص ويعتقده بقلبه من أمور الدين .

Aqidah disebut juga dengan ushul al-din dan tauhid, alasannya yaitu duduk perkara terbesar yang dibahas mengesakan Allah ‘azza wa jalla dalam zat, nama, sifat, af’al dan penyembahan-Nya. Aqidah juga disebut dengan iman alasannya yaitu meliputi 6 rukun iman yaitu iman kepada Allah, malaikat, kutub, rusul-Nya, hari simpulan dan Qadar baik maupun buruk.

ويطلق على هذا العلم أيضا " أصوsل الدين " لأن غيره ينبني عليه و" التوحيد " لأن أعظم مسائله مسألة توحيد الله - عز وجل - في ذاته وأسمائه وصفاته وأفعاله وعبادته ، و" الإيمان " حيث أجاب الرسول - صلى الله عليه وسلم - جبريل - عليه السلام - لما سأله عن الإيمان بذكر الأصول الستة ، وهي الإيمان بالله ، وملائكته ، وكتبه ، ورسله ، واليوم الآخر ، والقدر خيره وشره .[2]

Zat Allah Swt

Allah Swt mempunyai zat yang berbeda dari makhluk-Nya. Tidak ada satupun dari zat Allah yang menyamai zat makhluk-Nya. Hal ini dijelaskan dalam QS. Asy-Syura: 11

(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menyebabkan bagi kau dari jenis kau sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kau berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat.

Sebagai makhluk, insan diberi Allah kemampuan untuk berpikir dan mempelajari apapun yang yang telah diciptakan Allah swt. Akan tetapi kemampuan insan tersebut tetap diberi batasan oleh Allah Swt. Seperti yang disabdakan Rasulullah Saw:

تفكروا في خلق الله و لا تتفكروا في الله فإنكم لن تقدروا قدره

“Pikirkanlah ciptaan Allah, jangan kau memikirkan dzat Allah, alasannya yaitu kau tidak akan sanggup menjangkau-Nya.”

Hadis di atas melarang kita untuk memikirkan zat-Nya. Karena kita sebagai insan mempunyai keterbatasan untuk memikirkan zat Allah tersebut. Oleh alasannya yaitu itu sudah niscaya kita tidak akan mampu.

Selanjutnya dijelaskan dalam hadis, 


بالسند المتصل إلى ثقة الإسلام محمد بن يعقوب الكيني عن علي بن إبراهيم عن محمد بن خالد الطياليس عن صفوان بن يحيى عن إبن مسكان عن أبي بصيرة قال : سمعت أبا عبد الله عليه السلام يقول : لم يزل الله عز و جل ربنا و العلم ذاته و لا معلوم و السمع ذاته و لا مسموع و البصر ذاته ولا مبصر و القدرة ذاته ولا مقدور. فلما أحدث الأشياء و كان المعلوم وقع العلم منه على المعلوم و السمع على المسموع و البصر على المبصر و القدرة على المقدور قل : قلت : فلم يزل الله متحركا ؟ قال : فقال : تعالى الله عن ذالك إن الحركة صفة هحدثة بالفعل قال : فقلت : فلم يزل الله متكلما ؟ قال : فقال : إن الكلام صفة محدثة ليست بأزلية كان الله عز وجل و لا متكلم[3]

“Saya mendengar Imam Abu ‘Abdullah berkata, “Selamanya Allah ‘Azza wa jalla yaitu Tuhan kita, Mengetahui yaitu Zat-Nya dan bukan objek pengetahuan. Mendengar yaitu zat-Nya bukan objek pendengaran, dan melihat yaitu zat-Nya dan bukan objek penglihatan, dan berkuasa yaitu zat-Nya dan bukan objek kekuasaan. Ketika Dia membuat segala sesuatu dan semuanya itu yaitu objek pengetahuan, terjadilah pengetahuan atas objek pengetahuan itu, indera pendengaran atas yang didengar, penglihatan atas yang dilihat, kekuasaan atas yan dikuasai. Saya bertanya kepada beliau, “kalau begitu, apakah Allah selamanya bergerak? Beliau menjawab:MAha Tinggi Allah dari hal itu. Gerak yaitu sifat yang gres (yang ditambahkan) pada perbuatan. Saya bertanya pula, “kalau begitu, apakah Allah selamanya berbicara? Beliau menjawab, “Kalam yaitu sifat yang gres dan buakan azali Allah ada dan Dia bukan sesuatu yang berbicara.”

Dalam Shahih Muslim, Bab Iman, hadis no 263, dijelaskan juga citra zat Allah Subhanahu wa ta’ala sebagai berikut:

صحيح مسلم , كتاب الإيمان : 263
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَأَبُو كُرَيْبٍ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ عَنْ أَبِي عُبَيْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِخَمْسِ كَلِمَاتٍ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَا يَنَامُ وَلَا يَنْبَغِي لَهُ أَنْ يَنَامَ يَخْفِضُ الْقِسْطَ وَيَرْفَعُهُ يُرْفَعُ إِلَيْهِ عَمَلُ اللَّيْلِ قَبْلَ عَمَلِ النَّهَارِ وَعَمَلُ النَّهَارِ قَبْلَ عَمَلِ اللَّيْلِ حِجَابُهُ النُّورُ وَفِي رِوَايَةِ أَبِي بَكْرٍ النَّارُ لَوْ كَشَفَهُ لَأَحْرَقَتْ سُبُحَاتُ وَجْهِهِ مَا انْتَهَى إِلَيْهِ بَصَرُهُ مِنْ خَلْقِهِ وَفِي رِوَايَةِ أَبِي بَكْرٍ عَنْ الْأَعْمَشِ وَلَمْ يَقُلْ حَدَّثَنَا حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا جَرِيرٌ عَنْ الْأَعْمَشِ بِهَذَا الْإِسْنَادِ قَالَ قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ ثُمَّ ذَكَرَ بِمِثْلِ حَدِيثِ أَبِي مُعَاوِيَةَ وَلَمْ يَذْكُرْ مِنْ خَلْقِهِ وَقَالَ حِجَابُهُ النُّورُ
Dalam hadis di atas dijelaskan hakikat dari zat Allah Swt dengan menyebutkan lima hal. Pertama, bahwa Allah Swt tidak tidur dan tidak pantaslah bagi Allah untuk tidur alasannya yaitu tidur itu memang tidak mungkin bagi hak-Nya. Kedua, Allah Swt merendahkan dan meninggikan keadilan dengan mizan (timbangan). Allah akan menimbang amalan-amalan hamba-Nya, ada kalanya timbangan seorang hamba tinggi (baca: berat) pahalanya, rendah (baca: sedikit) dosanya, serta sebaliknya. Ketiga, Allah swt bisa mempercepat datangnya malam sebelum siang berakhir dan sebaliknya. Keempat, Hijab Allah swt yaitu cahaya, sehingga tidak bisa insan melihat-Nya kecuali pada waktu yang ditentukan Allah. Kelima, Allah melihat apapun tanpa batas.

Hadis di atas membuktikan bahwa Allah Swt bisa menundukkan sesuatu. Allah bisa mendatangkan malam sebelum siang, dan sebaliknya. Dan Allah membuat batasan (hijab) antara siang dan malam itu berupa cahaya. Begitulah citra zat Allah dalam hadis ini.

Berikutnya hadis dalam Sunan Ibnu Majah, Kitab Muqaddimah, no. 191 


سنن إبن ماجه ,كتاب المقدمة : 191
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ عَنْ أَبِي عُبَيْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِخَمْسِ كَلِمَاتٍ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَنَامُ وَلَا يَنْبَغِي لَهُ أَنْ يَنَامَ يَخْفِضُ الْقِسْطَ وَيَرْفَعُهُ يُرْفَعُ إِلَيْهِ عَمَلُ اللَّيْلِ قَبْلَ عَمَلِ النَّهَارِ وَعَمَلُ النَّهَارِ قَبْلَ عَمَلِ اللَّيْلِ حِجَابُهُ النُّورُ لَوْ كَشَفَهُ لَأَحْرَقَتْ سُبُحَاتُ وَجْهِهِ مَا انْتَهَى إِلَيْهِ بَصَرُهُ مِنْ خَلْقِهِ

Dalam Shahih Muslim, Kitab Iman, hadis no.261


صحيح مسلم , كتاب الإيمان : 261
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ يَزِيدَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ شَقِيقٍ عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ رَأَيْتَ رَبَّكَ قَالَ نُورٌ أَنَّى أَرَاهُ

Sifat Allah Swt

Dengan memperhatikan alam semesta beserta seluruh makhluk yang ada padanya maka seorang muslim menerima petunjuk bahwa alam semesta ini mempunyai pencipta yang mewujudkannya, yang bersifat dengan segala sifat kesempurnaan dan maha suci dari sifat kekurangan.

Adapun mengenai sifat Allah Swt. banyak penjelasannya dalam hadis Nabi Saw. seperti: 


سنن أبي داود, كتاب السنة : 4088
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ أَبِي بِشْرٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ أَوْلَادِ الْمُشْرِكِينَ فَقَالَ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ

Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas di atas menceritakan keadaan belum dewasa orang musyrik. Rasulullah Saw menegaskan bahwa Allah Swt sangat mengetahui apa yang mereka lakukan.

صحيح البخاري, كتاب التوحيد: 6967 Allah mendengar 

 
حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنَا مَنْصُورٌ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ أَبِي مَعْمَرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ اجْتَمَعَ عِنْدَ الْبَيْتِ ثَقَفِيَّانِ وَقُرَشِيٌّ أَوْ قُرَشِيَّانِ وَثَقَفِيٌّ كَثِيرَةٌ شَحْمُ بُطُونِهِمْ قَلِيلَةٌ فِقْهُ قُلُوبِهِمْ فَقَالَ أَحَدُهُمْ أَتَرَوْنَ أَنَّ اللَّهَ يَسْمَعُ مَا نَقُولُ قَالَ الْآخَرُ يَسْمَعُ إِنْ جَهَرْنَا وَلَا يَسْمَعُ إِنْ أَخْفَيْنَا وَقَالَ الْآخَرُ إِنْ كَانَ يَسْمَعُ إِذَا جَهَرْنَا فَإِنَّهُ يَسْمَعُ إِذَا أَخْفَيْنَا فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى وَمَا كُنْتُمْ تَسْتَتِرُونَ أَنْ يَشْهَدَ عَلَيْكُمْ سَمْعُكُمْ وَلَا أَبْصَارُكُمْ وَلَا جُلُودُكُمْ الْآيَةَ

Hadis di atas menceritakan bahwa Allah Swt mendengar apapun baik itu perkataan yang jahar (keras) maupun perkataan yang khafi (pelan).

صحيح البخاري, كتاب الجنائز : 1275 Allah berbicara 

 
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ حَدَّثَنَا خَالِدٌ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ ثَابِتِ بْنِ الضَّحَّاكِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ حَلَفَ بِمِلَّةٍ غَيْرِ الْإِسْلَامِ كَاذِبًا مُتَعَمِّدًا فَهُوَ كَمَا قَالَ وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَدِيدَةٍ عُذِّبَ بِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ وَقَالَ حَجَّاجُ بْنُ مِنْهَالٍ حَدَّثَنَا جَرِيرُ بْنُ حَازِمٍ عَنْ الْحَسَنِ حَدَّثَنَا جُنْدَبٌ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ فَمَا نَسِينَا وَمَا نَخَافُ أَنْ يَكْذِبَ جُنْدَبٌ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَانَ بِرَجُلٍ جِرَاحٌ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَقَالَ اللَّهُ بَدَرَنِي عَبْدِي بِنَفْسِهِ حَرَّمْتُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ

Di dalam surat albaqarah : 255 setidaknya meliputi sepuluh makna wacana Zat dan Sifat Allah secara terpadu dan berkesinambungan

QS. Al-Baqarah ayat 255: Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. tiada yang sanggup memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.

Makna-makna tersebut yaitu:[4]

a. “ Allah, tidak ada Tuhan selain Dia...” Di alam ini tidak ada seorangpun yang sanggup menyamai, apalagi melampaui kedudukan-Nya. Segala sesuatu selain-Nya yaitu hamba-Nya. Dialah sendiri yang mempunyai sifat-sifat ketuhanan.

Jika ada yang menyatakan bahwa dirinya tuhan, pastilah ia berdusta. Jika ada seseorang yang disebut orang-orang sebagai tuhan, tentulah mereka berdusta. Sejarah insan mencatat bahwa mereka pernah menyebabkan benda-benda mati dan hewan-hewan sebagai tuhan. Zaman ketika mereka menyebabkan makhluk sebagai tuhan-tuhan yaitu zaman kemerosotan budi dan mental. Namun, hingga kini masih saja ada orang-orang yang menyebabkan orang-orang saleh sebagai tuhan-tuhan bersama Allah, dengan dalih bahwa orang-orang saleh itu yaitu manusia-manusia pilihan-Nya, atau bahwa Allah bersemayam pada diri mereka. Islam memerangi kesesatan semacam ini dengan sangat gencar, seraya menegaskan bahwa insan tidak mungkin mencapai derajat ketuhanan. Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung juga tidak mungkin turun derajatnya ke derajat kemanusiaan.

Kemudian mereka mengambil tuhan-tuhan selain daripada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-tuhan itu tidak membuat apapun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak Kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) suatu kemanfaatanpun dan (juga) tidak Kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan. QS. Al-Furqan: 3

b. “Yang hidup Kekal lagi terus-menerus mengurus makhluk-Nya…” Hidup merupakan anugerah yang diberikan kepada makhluk hidup. Hidup yaitu derma yang suatu waktu niscaya berpisah dari mereka. Hidup tidak akan kembali kepada mereka kecuali atas kehendak yang memberikannya, yakni Sang Pemberi, Yang Maha Hidup, yang tidak ada permulaan dan simpulan bagi hidup-Nya. Hidup merupakan sifat yang terus selalu bersama-Nya. Itulah beda antara hidup Sang khalik dan hidup para makhluk-Nya. Allah berfirman, “ Sesungguhnya kau akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula)” (QS.al-Zumar: 30). Yang hidup awet selamanya hanyalah Allah.

Karena hidup ini yaitu titipan, yang suatu dikala sakan dipungut kembali, maka allah--Yang memperlihatkan kehidupan kepada segenap makhluk-Nya—menyatakan bahwa mereka sangat membutuhkan-Nya. Sedangkan Dia sendiri Mahakaya, tidak membutuhkan apa pun dan siapa pun. Bahkan, Allah selalu memerhatikan setiap jiwa dan seluruh isi langit dan bumi.

Umat Islam yaitu umat yang berbeda dari umat agama lain yang ada di bumi ini Makalah Agama Islam wacana Pengertian Aqidah: Mengimani Zat dan SIfat Allah SWT 
Kata al-qayyum pada ayat dingklik di atas memperlihatkan tingkat pemeliharaan dan perhatian yang sangat tinggi, pemeliharaan dan perhatian yang tidak mungkin teledor dari Sang Khalik. Semua makhluk tidak mungkin berjalan di luar garis yang telah ditentukan-Nya. Keberadaan, keadaan, dan gerak-gerik segala sesuatu bersandar kepada wujud Yang Maha Tinggi itu. “Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi agar jangan lenyap; dan sungguh kalau keduanya akan lenyap tidak ada seorangpun yang sanggup menahan keduanya selain Allah. QS. Fathir: 41

c. “Tidak mengantuk dan tidak tidur.” Manusia niscaya tak luput dari saat-saat lalai dan kehilangan kesadaran akan diri sendiri dan hal-hal di sekitarnya. Bahkan, dikala kita gres bangun dari tidur pun terkadang kesadaran dan konsentrasi kita wacana apa yang terpikirkan dan apa yang ada di sekitar masih kabur. Saat kantuk menyerang, perhatian dan konsentrasi kita pun menjadi lemah. Jauh berbeda halnya dengan dewa semesta alam. Suatu urusan tak pernah mengganggu konsentrasi-Nya terhadap urusan yang lain. Dia tidak pernah lalai mengurus langit gara-gara mengurus bumi.

d. “Kepunyaan-Nya apa yang ada di langit dan bumi.” Seluruh ala mini milik Allah semata. Semua yang dianggap sekutu-Nya oleh orang-orang kurang pintar tidaklah mempunyai saham secuilpun dari langit dan bumi. Berhala-berhala dan manusia-manusia yang dianggap sebagai sekutu Allah sepenuhnya dalam genggaman kekuasaan Allah.

e. “ Tiada yang sanggup memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya.” Tidak ada syafa’at bagi orang musyrik dan orang yang tak meyakini keberadaan Tuhan. Allah berfirman, “Sesungguhnya Telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al masih putera Maryam", padahal Al masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu". Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, Maka niscaya Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” QS. Al-Maidah : 72

f. “Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka.” Tidak ada sesuatu pun yang samar bagi-Nya, di langit ataupun di bumi. Kemarin, sekarang, atau esok, bagi-Nya sama saja.

g. “Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya.” Semua ilmu pengetahuan bersumber dari kehendak Sang Khalik. Ilmu yang kita peroleh dari indera pendengaran dan penglihatan pun sebetulnya berasal dari Allah. Sebab, kalau saja Dia tidak melengkapi kita dengan budi sebagai alat berpikir, tentu kita tak akan bisa memahami apa di sekitar kita, yang terlihat ataupun terdengar.

h. “Kursi Allah meliputi langit dan bumi.” Yang segera muncul di benak kita yaitu bahwa langit dan bumi merupakan batas ‘kerajaan” Tuhan. Persepsi menyerupai ini terperinci keliru. Langit dan bumi hanyalah sebagian dari gejala kekuasaan-Nya. Pada ayat lain, Allah berfirman,  Di antara (ayat-ayat) tanda-tanda-Nya ialah membuat langit dan bumi dan makhluk-makhluk yang melata yang dia sebarkan pada keduanya. dan dia Maha Kuasa mengumpulkan semuanya apabila dikehendaki-Nya.

i. “Allah tidak merasa berat menjaga keduanya.” Allah tidak pernah merasa keberatan atau kerepotan dalam menjaga langit dan bumi serta dalam mengatur urusan yang berkaitan dengan keduanya. Seperti halnya Dia tidak merasa kesulitan ketika mengadakan penciptaan awal. Inilah isi suara ayat, Dan langit itu kami bangun dengan kekuasaan (kami) dan Sesungguhnya kami benar-benar berkuasa.

j. “Dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Agung.” Di sini, rangkaian kata sebelumnya ditutup dengan penyebutan dua nama dari nama-nama indah-Nya. Penutupan ayat dengan penyebutan sifat al-‘ali (Yang Maha Tinggi) dan al-‘azhim (Yang Maha Agung) sangat terkait dengan keseluruhan konteks ayat ini yang mengutarakan ketinggian dan keagungan Allah.

BAB III
PENUTUP

Dalam memahami Zat dan sifat Allah Swt perlu adanya keyakinan wacana hakikat keesaan Allah Swt. Keyakinan tersebut bisa didapat melalui iman yang benar. Karena dalam iman yang benar terdapat pemahaman yang benar juga.

Dalil-dalil dari hadis Nabi yang penulis kemukakan dalam makalah ini meliputi citra Zat dan sifat Allah secara umumnya. Hadis tersebut juga bekerjasama dengan kehidupan insan kesehariannya dan membuktikan relasi insan dengan Sang Khalik.

Catatan Kaki
 
[1] Ali Abdul Halim Mahmud, Karakteristik Umat Terbaik, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm.21
[2] Muhammad bin’Audah as-Sa’awi, Risalah fi asas al-aqidah dalam Maktabah Syamilah. Islamic Global Software
[3] Imam Khomeini, 40 Hadis : Telaah atas Hadi-hadis Mistis dan Akhlak (Bandung: Penerbit Mizan, 2004), hlm.738
[4] Muhammad Al-Ghazali, Selalu Melibatkan Allah (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2003), hlm.24

DAFTAR PUSTAKA

- Abdul Halim Mahmud, Ali. 1996. Karakteristik Umat Terbaik : Telaah Manhaj,Akidah dan - -Harakah Jakarta: Gema Insani Press.
- Al-Ghazali, Muhammad. 2003. Selalu Melibatkan Allah. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.
- CD Maktabah Syamilah. Islamic Global Software.
- CD Mausu’ah al-Hadits al-Syarif
- Khomeini, Imam. 2004. 40 Hadis : Telaah atas Hadis-hadis Mistis dan Akhlak. Bandung: Penerbit Mizan.
Buat lebih berguna, kongsi:

Trending Kini: