Salah satu sumber aturan Islam yang disepakati oleh jumhur ulama sehabis al-Qur’an, as-Sunnah, dan Ijma’ yaitu qiyas. Menurut jumhur ulama, qiyas merupakan hujjah syar’iyyah atas hukum-hukum mengenai perbuatan insan (amaliyyah). Qiyas menduduki peringkat keempat di antara hujjah- hujjah syar’iyyah, dengan maksud apabila dalam suatu perkara aturan tidak ditemukan ketetapannya dalam nash (al-Qur’an dan Sunnah) serta ijma’, tetapi diperoleh ketetapan bahwa perkara tersebut menyamai suatu bencana yang ada nash hukumnya dari segi illath hukumnya, maka perkara tersebut di-qiyas-kan dengan perkara tersebut dan dikenai aturan berdasarkan aturan perkara yang terdapat ketetapannya dalam nash, dan hal ini termasuk dalam ketetapan syar’i.
Pengertian Qiyas
Secara bahasa qiyas berarti ukuran, mengetahui ukuran sesuatu, membandingkan, atau menyamakan sesuatu dengan yang lain. Misalnya “saya mengukur baju dengan hasta,” sedangkan berdasarkan istilah, qiyas yaitu memberlakukan aturan asal kepada aturan furu disebabkan kesatuan illat yang tidak sanggup dicapai melalui pendekatan bahasa saja. Menurut al-Amidi, qiyas yaitu mempersamakan illat yang ada pada furu’ dengan illat yang ada pada asal yang diistinbatkan dari aturan asal, yang terakhir berdasarkan Wahbah az- Zuhaili, qiyas yaitu menyatukan sesuatu yang tidak disebutkan hukumnya dalam nash dengan sesuatu yang disebutkan hukumnya oleh nash, disebabkan kesatuan illat aturan antara keduanya.
Menurut istilah ahli Ushul Fiqh, qiyas adalah mempersamakan suatu perkara yang tidak ada nash hukumnya dengan suatu perkara yang ada hukumnya, dalam aturan yang ada nash-nya lantaran persamaan keduanya dalam illat hukumnya. Karena qiyas selalu bersendikan persamaan illat hukum, maka qiyas sanggup dilakukan hanya kalau illat aturan nash sanggup diketahui dengan akal.
Macam-Macam Qiyas Sebagai Sumber Hukum Islam
a. Dilihat dari kekuatan illat yang terdapat pada furu’ dibandingkan dengan yang terdapat pada ashl, terdiri atas:
1) Qiyas Aula, yaitu qiyas yang hukumnya pada furu’ lebih besar lengan berkuasa daripada aturan ashl, lantaran illat yang terdapat pada furu’ lebih besar lengan berkuasa dari yang ada pada ashl. Seperti meng-qiyaskan perbuatan memukul, kepada kata-kata yang kurang mengenakkan terhadap Ibu-Bapak lantaran illatnya menyakiti. Keharaman memukul orang renta lebih besar lengan berkuasa daripada sekedar menyampaikan kata-kata yang kurang mengenakan, ibarat kata ah.
2) Qiyas Musaway, yaitu illat yang terdapat pada yang diqiyaskan (furu’) sama dengan illat yang ada pada daerah mengqiyaskan (asal), lantaran itu hokum keduanya sama. Seperti mengqiyaskan mengkremasi harta anak yatim dengan memakannya, lantaran illatnya sama-sama menghabiskan.
3) Qiyas al-Adna, yaitu illat yang ada pada furu’ lebih lemah dibandingkan dengan illat’ yang ada pada ashl. Misalnya mengqiyaskan apel pada gandum dalam hal berlakunya riba fadhl, karena keduanya mengandung illat yang sama, yaitu sama-sama jenis makanan.
b. Dari segi kejelasan illat yang terdapat pada hukum, terbagi atas:
1) Qiyas al-Jaliy, yaitu qiyas yang illatnya ditetapkan oleh nash bersamaan dengan aturan ashl, atu nash tidak menetapkan illat- nya, tetapi dipastikan bahwa tidak ada imbas perbedaan antar ashl dengan furu’.
2) Qiyas al-Khafiy, qiyas yang illat-nya tidak disebutkan dalam nash.
Contohnya, meng-qiyaskan pembunuhan dengan benda berat kepada pembunuhan dengan benda tajam dalam memberlakukan eksekusi qishas, lantaran illat-nya sama-sama pembunuhan sengaja dengan unsur permusuhan.
c. Dilihat dari segi keserasian illat dengan hukum, terbagi atas:
1) Qiyas al-Mu’atstsir, qiyas yang menjadi penghubung antara ashl dengan furu’ ditetapkan melalui nash sharih atau ijma.’ Contohnya, meng-qiyaskan hak perwalian dalam menikahkan anak di anak-anak kepada hak perwalian atas hartanya, dengan illat belum dewasa.Illat belum remaja ini ditetapkan melalui ijma’.
2) Qiyas al-Mula’im, yaitu qiyas yang illat aturan ashl-nya mempunyai kekerabatan yang serasi. Misalnya mengqiyaskan pembunuhan dengan benda berat kepada pembunuhan dengan benda tajam. Illat pada aturan ashl mempunyai kekerabatan yang serasi.
d. Dilihat dari segi dijelaskan atau tidaknya illat pada qiyas tersebut, terbagi atas:
1) Qiyas Dalalah, yaitu illat yang ada pada qiyas menjadi dalil (alasan) bagi hukum, tetapi tidak diwajibkan baginya (furu’). Seperti mengqiyaskan wajib zakat pada harta anak-anak kepada harta orang remaja yang telah hingga senishab, tetapi bagi anak- anak tidak wajib mengeluarkan zakatnya diqiyaskan pada haji yang tidak diwajibkan atas anak-anak.
2) Qiyas al-Illat, yaitu qiyas yang dijelaskan illat-nya dan Illat itu sendiri merupakan motivasi bagi aturan ashl. Contohnya, meng- qiyaskan minuman keras yang terbuat dari perasan selain anggur (nabidz) kepada khamar, karena kedua minuman tersebut sama- sam mempunyai rangsangan yang besar lengan berkuasa , baik pada ashl maupun pada furu’.
3) Qiyas al-Ma’na, yaitu qiyas yang di dalamnya tidak dijelaskan illat-nya tetapi antara ashl dengan furu’ tidak dapat dibedakan, sehingga furu’ seperti ashl, Contohnya, meng-qiyaskan mengkremasi harta anak yatim dengan memakannya.
e. Dilihat dari segi metode dalam menemukan illat, terdiri atas :
1) Qiyas al-Ikhalah, yaitu qiyas yang illat-nya ditetapkan melalui munashabah dan ikhalah
2) Qiyas al-Sibru, yaitu qiyas yang illat-nya ditetapkan melalui metode al-sibru wa al-taqsim
3) Qiyas al-Thard, yaitu qiyas yang illat-nya ditetapkan melalui metode thard
4) Qiyas Syabah, yaitu qiyas yang illat-nya memakai metode syabah, (mempunyai keserupaan). Menurut ulama Ushul Fiqh, terbagi atas dua bentuk :
a) Melakukan qiyas kesamaan yang lebih banyak didominasi dalam aturan dan sifat, yaitu mengkaitkan furu’ yang mempunyai bentuk kesamaan dengan dua aturan ashl. Tetapi kemiripannya dengan salah satu sifat lebih lebih banyak didominasi dibandingkan dengan sifat lainnya. Contohnya, menyamakan hamba sahaya dengan harta, lantaran statusnya yang sanggup dimiliki, atau menyamakan hamba sahaya dengan orang merdeka, disebabkan keduanya yaitu manusia. Dalam dilema ganti rugi akibat suatu tindakan aturan yang dilakukan seorang hamba sahaya, sifat kesamaannya dengan orang merdeka lebih lebih banyak didominasi dibandingkan sebagai sesuatu yang dimiliki. Artinya, apabila kesamaannya dengan harta yang dimiliki lebih dominan, maka ganti rugi terhadap kelalaiannya tidak dapat dituntut. Oleh lantaran itu, dalam perkara ganti rugi ini, hamba sahaya lebih ibarat dan lebih dominan kesamaannya dengan orang merdeka, sehingga tindakan hukumnya harus dipertanggung-jawabkan.
b) Qiyas shuri atau qiyas yang semu, yaitu meng-qiyaskan sesuatu kepada yang lain semata-mata lantaran kesamaan bentuknya. Contohnya, menyamakan kuda dengan keledai dalam kaitannya dengan perkara zakat, sehingga apabila keledai tidak wajib zakat, maka kuda pun tidak wajib zakat.
Rukun dan Syarat Qiyas dikatakan sebagai Sumber Hukum Islam
a. Asal, yaitu dasar, titik tolak di mana suatu perkara itu sanggup disamakan (musabbah bih), syaratnya :
1) Hukum asal-nya tidak berubah-ubah atau belum dinasakhkan, artinya aturan yang tetap berlaku.
2) Asal serta hukumnya sudah ada ketentuannya berdasarkan agama, artinya sudah ada berdasarkan ketegasan al-Qur’an dan al-Hadits.
3) Hukum yang berlaku pada asal berlaku pula qiyas, artinya aturan asal itu sanggup diperlakukan pada qiyas
b. Furu’ (cabang) yaitu suatu perkara yang akan diqiyaskan disamakan dengan asal (musabbah), syaratnya :
1). Hukum furu’ dihentikan lebih dahulu dari aturan asal, lantaran untuk memutuskan aturan berdasarkan kepada illatnya.
2). Hukum yang ada pada furu’ harus sama dengan aturan yang ada pada asal, dihentikan aturan furu’ menyalahi aturan asal.
3.) Illat yang ada pada furu’ harus sama dengan illat yang ada pada asal.
c. Illat, yaitu suatu lantaran yang menyebabkan adanya aturan sesuatu dengan persamaan. Dengan lantaran ini gres sanggup diqiyaskan perkara kedua (furu’) kepada perkara yang pertama (asal), syaratnya :
1) Illat harus selalu ada.
2) Illat tidak bertentangan dengan ketentuan agama.
d. Hukum, yaitu ketentuan yang ditetapkan pada furu’ bila sudah ada ketetapan hukumnya pada asal (buahnya).
Daftar Rujukan
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, Terj. Kitab Ilmu Ushul Fiqh, Semarang : Dina Utama Semarang, Cet. I.
Nasroen Haroen. Ushul Fiqh I, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Cet. II, 1997.
al-Amidi, al-Ihkam Fi Ushulil Ahkam, Lebanon: Daar el Fikr, Juz III.
Wahbah az-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami, Beirut: Daar el-Fikr, 1986.
Demikianlah makalah tentang Contoh Qiyas sebagai Sumber Hukum Islam sehabis Al-Quran dan Hadis. Mudahan bermanfaat.
Demikianlah makalah tentang Contoh Qiyas sebagai Sumber Hukum Islam sehabis Al-Quran dan Hadis. Mudahan bermanfaat.
Buat lebih berguna, kongsi: