Motivasi Serta Pelatihan Menyambut Bulan Suci Ramadhan
Oleh: Qoem Aula Syahid
قُلْ أَؤُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرٍ مِنْ ذَلِكُمْ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَأَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ
الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا إِنَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (16) الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنْفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ
Selain disebut bulan yang penuh berkah dan bulan diturunkannya al-Qur’an, Ramadhan juga sering kita sebut dengan bulan pelatihan. Dalam training setidaknya ada tiga hal yang harus dipenuhi. Pertama tujuan dari training itu, kedua pelatih atau orang yang akan membimbing pelatihan, ketiga materi-materi pelatihan.
Begitu juga dengan bulan latihan Ramadhan ini, Allah mengkonsepnya dengan memilih tiga hal pokok tadi: pertama tujuan berpuasa yakni menjadi orang yang bertaqwa. Kedua yang harus diikuti mutlak Rasulullah saw. ketiga materi-materi puasa setidaknya ada puasa, qiyamullail, qira’ah al-Qur’an dan juga rajin bersedekah.
Sebagai pelatih yang baik, ternyata yang pertama kali Rasul suntikkan dalam diri kita adalam motivasi dalam menyambut bulan Ramadhan:
قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ فِيهِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ (رواه أحمد و البيهقي)
Berdasarkan klarifikasi ini, tentu cita-cita Rasulullah biar tiap orang berislam menyambut Ramadhan dengan penuh semangat memperbaiki diri. Untuk itu semangat tersebut, harus diimbangi dengan sasaran yang baik tentunya.
Artinya tidak hanya baik pada bulan Ramadhan, tetapi juga menjadi orang bertaqwa selepas di bulan Ramdhan. Seperti kebaikan malam lailatul qadar yang mencapai seribu malam. Lalu ibarat apa orang bertaqwa itu bapak2 ibu sekalian: dalam al-Qur’an digambarkan :
قُلْ أَؤُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرٍ مِنْ ذَلِكُمْ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَأَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ
Orang yang bertaqwa itu yakni orang yang berhak mendapat kenikmatan surga. Dalam ayat selanjutnya lebih diperinci lagi:
الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا إِنَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (16) الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنْفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ
Berdasarkan ayat ini maka, ciri orang yang bertaqwa itu pertama kali yakni mereka yang menyerukan rabbana innana amanna: iqrar keimanan. kemudian keimanan tersebut terwujud dalam tingkah kebijaksanaan sebagai orang yang sabar, jujur, orang yang khusyu, dan disiplin dalam beribadah, orang yang rajin menderma dan orang yang senantiasa memohon ampun utamanya di waktu sahur.
Maka untuk mencapai itu semua bahan yang Allah berikan haruslah kita maknai dan kita jalani dengan sasaran memenuhi kriteria-kriteria tersebut. Seperti pada puasa saja kaum muslimin, maka puasa yang betul2 dapat mengakibatkan kita orang bertaqwa yakni puasa yang dilandasi keimanan dan keikhlasan. Sebagaimana sabda Rasulullah:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Oleh ulama, dua di antara tanda puasa itu berlandaskan iman, yaitu dikala puasa itu melahirkan rasa lapar, atau letih atau keadaan di mana hawa nafsu seseorang bergejolak, atau yang diistilahkan dengan al-khawa’u.
Sebab keadaan inilah seorang hamba yang berpuasa tersebut diuji oleh Allah, apakah ia dapat mengontrol dan menundukkan hawa nafsunya atau kasrul hawa. Ketundukan hawa nafsu inilah yang menjadi ciri suksesnya puasa. Sebab Nabi saw berfirman:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُونَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ
Titik di mana puasa telah dapat membentuk ketundukan hawa nafsu inilah, di mana iman dapat mengontrol diri pribadinya untuk mau mengikuti apa yang dibawa oleh Allah swt. maka muncullah dari sana sifat sabar, dan jujur.
Sebab dalam puasa, selain menahan haus, lapar dan berkumpul bersama istri, dianjurkan pula bersabar. Sementara dalam Islam, sabar itu ada tiga bentuk, sabar dikala terkena musibah, sabat dikala diuji oleh Allah berupa apapun termasuk kesenangan, dan sabar menjalankan perintah Allah.
Puasa inilah mengajarkan kita sabar dalam keadaan hawa nafsu sedang puncak2nya. Bisa dibayangkan orang yang sedang lapar, terus ada yang cari gara-gara atau bikin kesal, rasanya mau makan orang tersebut.
Apalagi bila orang tersebut sengaja mencari problem atau menantang berkelahi. Tetapi dikala puasa ternyata Rasul menyuruh kita untuk bersabar, menghindari pertikaian itu seraya berkata inni sho’im, inni sho’im.
Begitu pula dengan kejujuran, bahkan puasa pun mewanti-wanti orang biar jangan hingga kebohongannya menghapus semua pahala puasanya:
قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Marilah kita sambut ramadhan ini dengan niat iman dan tulus lantaran oleh Rasul iman dan tulus yakni pangkal semua training Ramadhan ini. Hanya dengan iman dan ikhlas, puasa yang kita kerjakan berbuah ketaqwaan.
Baca Juga:
Bukti ketaqwaan itu tercapai yakni dengan puasa ini, kita menjadi orang mukmin yang muhsin dan mempunyai sifat sabar dalam menjalankan perintah Allah dan jujur dalam keberimanan kita. Billahi fi sabilhaq
Buat lebih berguna, kongsi: