Gelisah, Indikator Mutu Puasa Seorang Muslim Di Bulan Ramadhan

Tongkronganislami.net - Seorang muslim hendaknya bisa mendeteksi sejauh mana kulitas ubudiyahnya dalam menjalankan ibadah puasa. Apakah ia berada pada tingkatan atas, tingkatan menengah, ataukah justru pada tingkatan paling rendah? Minimal ada tiga tingkatan kualitas ubudyah dalam menjalankan ibadah puasa: 

Pertama: Tingkatan dimana seorang yang berpuasa bisa menahan segala lapar, dahaga dan penderitaan yang dahsyat demi merampungkan ibadah puasa yang sudah diniatkannya (baca: tujuan puasa). Seorang Muslim pada tingkatan ini akan bisa berpuasa dalam kondisi yang sangat panas dan melelahkan sekalipun menyerupai yang diriwayatkan dalam hadis.

Abu Darda RA menuturkan, “kami Keluar bersama Rasululah SAW di Bulan Ramadhan dalam suasana yang sangat panas. Hingga ada seorang di antara kami meletakkan tangan di atas kepalanya sebab cuaca yang panas sekali. Diantara kami tidak ada yang berpuasa kecuali Rasulullah SAW dan Abdullah bin Rawahah (HR. Muslim)

Kedua: Tingkatan dimana seorang yang berpuasa membatalkan puasanya sebab adanya uzur syar’i, menyerupai sakit atau musafir (bepergian) sebab tidak bisa berpuasa. Meskipun ia boleh membatalkan puasa sebab uzur syar’i , namun dalam hati kecilnya ada perasaan murung dan gelisah sebab ia tidak sanggup melaksanakan puasa sebagaimana mestinya. Inilah tingkatan yang dimaksud dalam hadis di atas,
Berpergian ialah sepenggal siksaan. Karena selama bepergian seorang lelaki akan disibukkan dari puasa, sholat dan ibadah-ibadahnya. Apabila salah seorang diantara kau telah merampungkan tujuan dari bepergiannya maka hendaknya ia bersegera kembali kepada keluarganya (HR Ahmad)

 Seorang muslim hendaknya bisa mendeteksi sejauh mana kulitas ubudiyahnya dalam menjalank Gelisah, Indikator Mutu Puasa Seorang Muslim di Bulan Ramadhan
Gelisah

Ketiga: Tingkatan dimana seorang yang berpuasa begitu mudahnya membatalkan puasa yang sudah diniatkan hanya sebab godaan minum dan kuliner yang ada di depan matanaya. Inilah yang dinamakan syahwat tersembunyi yang dikhawatirkan rasulullah SAW.

Syaddad bin Aus RA berkata, Aku mendengar rasulullah SAW bersabda “Aku mengkhawatirkan atas umatku syirik dan syahwat tersembunyi.” Aku bertanya, “Wahai Rasulullah SAW, apakah umatmu akan melaksanakan kesyirikan sepeninggalmu?’ Nabi SAW menjawab “ya, mereka memang tidak menyembah matahari, bulan kerikil dan berhala. Namun mereka akan memamerkan kebaikan mereka. Sedang syahwat tersembunyi ialah apabila seorang di antara mereka di pagi hari sudah meniatkan puasa, kemudian muncul suatu impian pada dirinya sehingga ia pun meninggalkan puasanya.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim)

Hal ini berbeda dengan kondisi orang seorang yang bahwasanya tidak ingin berpuasa, namun sebab tidak mempunyai sesuatu untuk di makan hasilnya ia berpuasa, sehingga dikala mendapat kuliner ia membatalkan puasa. Atau membatalkan puasa sunnah demi menghormati orang yang mengundang atau menawarkan jamuan kepadannnya.

Aisyah r.a. menuturkan, Pada suatu hari Nabi SAW mendatangiku seraya bertanya, “Apakah ada suatu makanan?” kami menjawab tidak ada. Nabi pun bersabda, “ Kalau begitu saya berpuasa.” Setelah itu ia tiba lagi, kemudian kami berkata, “wahai Rasulullah, kami telah diberi hadiah bubur hais dan kami simpan sebagian untukmu.” Nabi pun Bersabda, “Berikanlah kepadaku, meski bahwasanya saya telah meniatkan puasa.” Lantas beliaupun memakannya. (HR Ahmad)

Baca Juga:

  1. Makna Iman dan Ihtisab dalam Puasa Ramadhan
  2. Cara Rasulullah SAW Berpuasa Ramadhan 
  3. Sebab Utama Puasa Ramadhan Menjadi Sia-Sia
Buat lebih berguna, kongsi:

Trending Kini: