BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu aspek penting dalam pendidikan ketika ini yang perlu mendapat perhatian yakni mengenai konsep pendidikan bagi orang cukup umur dan usia lanjut. Tidak selamanya kita berbicara dan mengulas di seputar pendidikan murid sekolah yang relatif berusia muda. Kenyataan di lapangan, bahwa tidak sedikit orang cukup umur dan usia lanjut yang harus mendapat pendidikan baik pendidikan informal maupun nonformal, contohnya pendidikan dalam bentuk keterampilan, kursus-kursus, penataran dan sebagainya. Masalah yang sering muncul yakni bagaimana kiat, dan taktik membelajarkan orang cukup umur dan usia lanjut yang notabene tidak menduduki dingklik sekolah.
Dalam hal ini, orang cukup umur dan usia lanjut sebagai siswa dalam kegiatan berguru tidak sanggup diperlakukan ibarat bawah umur didik biasa yang sedang duduk di dingklik sekolah tradisional. Oleh alasannya yakni itu, harus dipahami bahwa, orang cukup umur begitupun juga usia lanjut yang tumbuh sebagai pribadi dan mempunyai kematangan konsep diri, bergerak dari ketergantungan pada orang lain ibarat yang terjadi pada masa kanak-kanak menuju ke arah kemandirian. Kematangan psikologi orang cukup umur dan usia lanjut sebagai pribadi yang bisa mengarahkan diri sendiri ini mendorong timbulnya kebutuhan psikologi yang sangat dalam yaitu harapan dipandang dan diperlakukan orang lain sebagai pribadi yang mengarahkan dirinya sendiri (mandiri), bukan diarahkan, dipaksa dan dimanipulasi oleh orang lain.
Pendidikan bagi orang cukup umur dan usia lanjut terang berbeda dengan pendidikan bagi anak-anak. Hal tersebut terlihat dari materi pendidikan yang berbeda, kurikulum yang digunakan, karakteristik dari warga belajarnya (orang cukup umur dan usia lanjut), dan tujuan dari pemberian pendidikan baik bagi orang cukup umur dan usia lanjut. Perlu dipahami apa pendorong bagi orang cukup umur dan usia lanjut untuk belajar, apa kendala yang dialaminya, apa yang diharapkannya, bagaimana ia sanggup berguru dengan baik dan sebagainya.
Pemahaman terhadap perkembangan kondisi psikologi orang cukup umur dan usia lanjut tentu saja mempunyai arti penting bagi para pendidik atau fasilitator dalam menghadapi orang cukup umur dan para usia lanjut sebagai siswa atau warga belajar.
Oleh lantaran itu, tujuan dari penulisan makalah ini yakni untuk mengkaji aneka macam aspek yang mungkin dilakukan dalam upaya membelajarkan orang cukup umur (andragogi) dan usia lanjut sebagai salah satu alternatif pemecahan kependidikan, alasannya yakni pendidikan kini ini tidak lagi dirumuskan hanya sekadar sebagai upaya untuk mentransmisikan pengetahuan, tetapi dirumuskan sebagai suatu proses pendidikan sepanjang hayat (long life education).
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan dilema dalam makalah ini, yaitu:
1. Pendidikan Orang Dewasa
a. Apa hakikat pendidikan orang dewasa?
b. Bagaimana ruang lingkup pendidikan orang dewasa?
c. Apa saja materi pendidikan yang diajarkan bagi orang dewasa?
2. Pendidikan Usia Lanjut
a. Apa yang dimaksud dengan pendidikan usia lanjut?
b. Bagaimana proses pendidikan usia lanjut?
c. Apa saja materi pendidikan yang diajarkan bagi usia lanjut?
d. Kurikulum apa yang digunakan dalam pendidikan usia lanjut?
e. Bagaimana pengelolaan pembelajaran bagi usia lanjut?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan pembahasan dari makalah ini, yaitu:
1. Pendidikan Orang Dewasa
a. Mengetahui ihwal hakikat pendidikan orang dewasa
b. Mengetahui ihwal ruang lingkup pendidikan orang dewasa
c. Mengetahui ihwal materi pendidikan yang diajarkan bagi orang dewasa
2. Pendidikan Usia Lanjut
a. Mengetahui ihwal pengertian pendidikan usia lanjut
b. Mengetahui ihwal proses pendidikan bagi usia lanjut
c. Mengetahui ihwal materi pendidikan yang diajarkan bagi usia lanjut
d. Mengetahui ihwal kurikulum yang digunakan dalam pendidikan usia lanjut
e. Mengetahui ihwal pengelolaan pembelajaran bagi usia lanjut
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENDIDIKAN ORANG DEWASA
1. Hakikat Pendidikan Oranng Dewasa
a. Pengertian Pendidikan
Dalam UU No. 20 Tahun 2003, pendidikan yakni perjuangan sadar dan bersiklus untuk mewujudkan suasana berguru dan proses pembelajaran biar akseptor didik secara aktif membuatkan potensi dirinya untuk mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, susila mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pendidikan yakni proses pengubahan sikap dan tata laris seseorang atau kelompok atau kelompok orang dalam perjuangan mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan. (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2002 : 263) (http://www.sarjanaku.com)
Pendidikan yakni segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melaksanakan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. (Soekidjo Notoatmojo. 2003 : 16)
Pendidikan yakni kegiatan menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada diri bawah umur biar mereka sebagai insan dan sebagai anggota masyarakat sanggup mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. (Ki Hajar Dewantara). (http://www.ut.ac.id)
b. Pengertian Orang Dewasa
Ferri Silitonga dalam (http://edukasi.kompasiana.com) dijelaskan mengenai pengertian cukup umur sebagai berikut:
KUHPerdata/ BW:
1. Kedewasaan seseorang yakni usia 21 tahun atau telah menikah.
2. Pasal 330 KUHPerdata, menyatakan orang yang belum cukup umur yakni mereka yang belum berusia 21 tahun dan belum pernah kawin sebelumnya.
UU No. 1 tahun 1974 ihwal Perkawinan:
1. Pasal 47, menyatakan anak yang sudah berumur 18 tahun.
2. Pasal 50, menyatakan seseorang dianggap cukup umur apabila sudah mencapai umur 18 tahun, tidak berada di bawah kekuasaan orang tua.
Setiap kebudayaan sanggup membuat perbedaan usia seseorang sanggup dikatakan cukup umur secara resmi, yang pada umumnya didasarkan pada perubahan-perubahan fisik dan psikologik tertentu. Dalam hal ini Hurlock, membagi masa cukup umur menjadi tiga periode, yaitu:
1. Masa Dewasa Awal (18 – 40 tahun)
Pada masa ini perubahan-perubahan yang nampak antara lain perubahan dalam hal penampilan, fungsi-fungsi tubuh, minat, sikap, serta tingkah laris sosial
2. Masa Dewasa Madya (40 - 60 tahun)
Pada masa ini kemampuan fisik dan psikologis seseorang terlihat mulai menurun. Usia cukup umur madya merupakan usia transisi dari Adulthood ke masa tua. Transisi itu terjadi baik pada fungsi fisik maupun psikisnya.
3. Masa Dewasa Akhir (60 tahun ke atas)
Pada masa cukup umur lanjut, kemampuan fisik maupun psikologis mengalami penurunan yang sangat cepat, sehingga seringkali individu tergantung pada orang lain. Timbul rasa tidak kondusif lantaran faktor ekonomi yang mengakibatkan perubahan pada pola hidupnya. (http://www.sarjanaku.com)
Jadi, pendidikan orang cukup umur yakni pendidikan yang diperuntukkan bagi orang-orang cukup umur dalam lingkungan masyarakatnya, biar mereka sanggup membuatkan kemampuan, memperkaya pengetahuan, membuatkan keterampilan, meningkatkan kualifikasi teknik dan profesi yang telah dimilikinya, memperoleh cara-cara gres serta merubah sikap dan perilakunya.
Pendidikan orang cukup umur disebut juga Andragogi yakni proses untuk melibatkan akseptor didik cukup umur ke dalam suatu struktur pengalaman belajar. Istilah ini awalnya digunakan oleh Alexander Kapp, seorang pendidik dari Jerman, pada tahun 1833, dan kemudian dikembangkan menjadi teori pendidikan orang cukup umur oleh pendidik Amerika Serikat, Malcolm Knowles.
Andradogi berasal dari bahasa Yunani aner artinya orang dewasa, dan agogus artinya memimpin. Istilah lain yang kerap kali digunakan sebagai perbandingan yakni pedagogi yang ditarik dari kata paid artinya anak dan agogus artinya memimpin. Maka secara harfiah pedagogi berarti seni dan pengetahuan mengajar anak. Karena itu, pedagogi berarti seni atau pengetahuan mengajar anak maka apabila menggunakan istilah pedagogi untuk orang cukup umur terang kurang tepat, lantaran mengandung makna yang bertentangan.
2. Ruang Lingkup Pendidikan Orang Dewasa
a. Prinsip-prinsip Pendidikan Orang Dewasa
Prinsip-prinsip ini berkaitan dengan training (pelatihan) dan pendidikan, dan biasanya diterapkan pada situasi kelas formal atau untuk sistem on the job training (magang). Tiap bentuk pembinaan sebaiknya memuat sebanyak mungkin 9 prinsip yang tersebut di bawah ini. Supaya kita gampang mengingatnya (9 prinsip tersebut), maka biasanya digunakan sistem jembatan keledai atau istilah asingnya mnemonic, yaitu RAMP 2 FAME.
R = Recency
A = Appropriateness
M = Motivation
P = Primacy
2 = 2–Way Communication
A = Appropriateness
M = Motivation
P = Primacy
2 = 2–Way Communication
F = Feedback
A = Active Learning
M = Multi–Sense Learning
A = Active Learning
M = Multi–Sense Learning
E = Excercise
Prinsip-prinsip ini dalam aneka macam cara sangat penting, lantaran memungkinkan instruktur untuk menyiapkan satu sessi secara sempurna dan memadai, menyajikan sessi secara efektif dan efisien, juga memungkinkan melaksanakan penilaian untuk sessi tersebut. Mari kita coba lihat ide-ide yang melatarbelakangi istilah RAMP 2 FAME. Penting untuk dicatat bahwa prinsip-prinsip ini tidak disajikan dalam satu urutan. Kedudukannya sama dalam satu kaitan antar hubungan.
R – RECENCY
Hukum dari Recency memperlihatkan kepada kita bahwa sesuatu yang dipelajari atau diterima pada ketika terakhir yakni yang paling diingat oleh peserta/partisipan. Ini memperlihatkan dua pengetian yang terpisah di dalam pendidikan. Pertama, berkaitan dengan isi (materi) pada selesai sessi dan kedua berkaitan dengan sesuatu yang “segar” dalam ingatan peserta. Pada aplikasi yang pertama, penting bagi instruktur untuk membuat ringkasan (summary) sesering mungkin dan yakin bahwa pesan-pesan kunci/inti selalu ditekankan lagi di selesai sessi. Pada aplikasi kedua, mengindikasikan kepada instruktur untuk membuat planning kaji ulang (review) per pecahan di setiap presentasinya.
A : APPROPRIATENES (Kesesuaian)
Hukum dari appropriatenes atau kesesuaian menyampaikan kepada kita bahwa secara keseluruhan, baik itu pelatihan, informasi, alat-alat bantu yang dipakai, studi masalah -studi kasus, dan material-material lainnya harus diadaptasi dengan kebutuhan peserta/partisipan. Peserta akan gampang kehilangan motivasi jikalau instruktur gagal dalam mengupayakan biar materi relevan dengan kebutuhan mereka. Selain itu, instruktur harus secara terus menerus memberi kesempatan kepada akseptor untuk mengetahui bagaimana keterkaitan antara informasi-informasi gres dengan pengetahuan sebelumnya yang sudah diperolah peserta, sehingga kita sanggup menghilangkan kekhawatiran ihwal sesuatu yang masih samar atau tidak diketahui.
M: MOTIVATION (motivasi)
Hukum dari motivasi menyampaikan kepada kita bahwa pastisipan/peserta harus punya harapan untuk belajar, ia harus siap untuk belajar, dan harus punya alasan untuk belajar. Pelatih menemukan bahwa jikalau akseptor mempunyai motivasi yang kuat untuk berguru atau rasa harapan untuk berhasil, ia akan lebih baik dibanding yang lainnya dalam belajar. Pertama-tama lantaran motivasi sanggup membuat lingkungan (atmosphere) berguru menjadi menye-nangkan. Jika kita gagal menggunakan aturan kesesuaian (appropriateness) tersebut dan mengabaikan untuk membuat material relevan, kita akan secara niscaya akan kehilangan motivasi peserta.
P : PRIMACY (Menarik Perhatian di awal sessi)
Hukum dari primacy menyampaikan kepada kita bahwa hal-hal yang pertama bagi akseptor biasanya dipelajari dengan baik, demikian pula dengan kesan pertama atau serangkaian informasi yang diperoleh dari instruktur betul-betul sangat penting. Untuk alasan ini, ada praktek yang cantik yaitu dengan memasukkan seluruh poin-poin kunci pada permulaan sessi. Selama sessi berjalan, poin-poin kunci berkembang dan juga informasi-informasi lain yang berkaitan. Hal yang termasuk dalam aturan primacy yakni fakta bahwa pada ketika akseptor ditunjukkan bagaimana cara mengerjakan sesuatu, mereka harus ditunjukkan cara yang benar di awalnya. Alasan untuk ini yakni bahwa kadang kala sangat sulit untuk “tidak mengajari” akseptor pada ketika mereka membuat kesalahan di permulaan latihan.
Hukum dari 2-way-communication atau komunikasi 2 arah secara terang menekankan bahwa proses pembinaan meliputi komunikasi dengan peserta, bukan pada mereka. Berbagai bentuk penyajian sebaiknya menggunakan prinsip komunikasi 2 arah atau timbal balik. Ini tidak harus bermakna bahwa seluruh sessi harus berbentuk diskusi, tetapi yang memungkinkan terjadinya interaksi di antara pelatih/fasilitator dan peserta/partisipan.
Hukum dari feedback atau umpan balik memperlihatkan kepada kita, baik fasilitator dan akseptor membutuhkan informasi satu sama lain. Fasilitator perlu mengetahui bahwa akseptor mengikuti dan tetap menaruh perhatian pada apa yang disampaikan, dan sebaliknya akseptor juga membutuhkan umpan balik sesuai dengan penampilan/kinerja mereka.
Penguatan juga membutuhkan umpan balik. Jika kita menghargai akseptor (penguatan yang positif) untuk melaksanakan hal-hal yang tepat, kita mempunyai kesempatan yang jauh lebih besar biar mereka mengubah perilakunya ibarat yang kita kehendaki. Waspada juga bahwa terlalu banyak penguatan negatif mungkin akan menjauhkan kita memperoleh respon yang kita harapakan.
Hukum dari active learning memperlihatkan kepada kita bahwa akseptor berguru lebih ulet jikalau mereka secara aktif terlibat dalam proses pelatihan. Ingatkah satu peribahasa yang menyampaikan “Belajar Sambil Bekerja” ? Ini penting dalam pembinaan orang dewasa. Jika anda ingin memerintahkan kepada akseptor biar menulis laporan, jangan hanya memberitahu mereka bagaimana itu harus dibentuk tetapi berikan kesempatan biar mereka melakukannya. Keuntungan lain dari ini yakni orang cukup umur umumnya tidak terbiasa duduk seharian penuh di ruangan kelas, oleh lantaran itu prinsip berguru aktif ini akan membantu mereka supaya tidak jenuh.
M : MULTIPLE -SENSE LEARNING
Hukum dari multi- sense learning menyampaikan bahwa berguru akan jauh lebih efektif jikalau partisipan menggunakan lebih dari satu dari kelima inderanya. Jika anda memberitahu trainee mengenai satu tipe gres sandwich mereka mungkin akan mengingatnya. Jika anda membiarkan mereka menyentuh, mencium dan merasakannya dengan baik, tak ada jalan bagi mereka untuk melupakannya.
E. EXERCISE (Latihan)
Hukum dari latihan mengindikasikan bahwa sesuatu yang diulang-ulang yakni yang paling diingat. Dengan membuat akseptor melaksanakan latihan atau mengulang informasi yang diberikan, kita sanggup meningkatkan kemungkinan mereka semakin bisa mengingat informasi yang sudah diberikan. Yang terbaik yakni jikalau instruktur menambah latihan atau mengulangi pelajaran dengan mengulang informasi dalam aneka macam cara yang berbeda. Mungkin instruktur sanggup membicarakan mengenai suatu proses baru, kemudian memperlihatkan diagram/overhead, memperlihatkan produk yang sudah jadi dan hasilnya minta kepada akseptor untuk menuntaskan kiprah yang diberikan. Latihan juga menyangkut intensitas. Hukum dari latihan juga mengacu pada pengulangan yang berarti atau berguru ulang.
b. Faktor-faktor Pendidikan Orang Dewasa
Faktor-faktor yang mempengaruhi orang cukup umur dalam berguru sanggup bersifat psikis dan fisik.
1) Faktor Psikis
a) Harapan masa depan
b) Latar belakang sosial
c) Keluarga
d) Daya ingat
2) Faktor Fisik
a) Faktor penglihatan
b) Faktor pendengaran
c) Faktor artikulasi
d) Faktor penyakit
c. Tujuan Pendidikan Orang Dewasa
Pendidikan orang cukup umur umumnya mempunyai sasaran kelompok orang cukup umur yang beraneka ragam, baik usianya, tingkat pendidikannya, lingkungan sosialnya, pelajarannya dan lain-lain.
Secara umum terdapat beberapa tujuan pendidikan orang cukup umur yaitu sebagai berikut:
1) Tujuan POD bagi pengembang kecerdasan atau intelektual warga belajar
Yaitu membuatkan kecerdasan untuk menerima, menyimpan dan mengolah infomasi menjadi fakta. Orang yang kecerdasan intelektualnya baik, baginya tidak ada informasi yang sulit, semuanya sanggup disimpan dan diolah, pada waktu yang sempurna dan pada ketika dibutuhkan diolah dan diinformasikan kembali.
2) Tujuan POD bagi aktualisasi dari indvidu akseptor belajar
Aktualisasi tersebut meliputi pemenuhan diri (self-fulfillment), realisasi seluruh potensi, dan kebutuhan untuk menjadi kreatif. Mereka yang telah mencapai level aktualisasi diri menjadi lebih manusiawi, lebih orisinil dalam mengekspresikan diri, tidak terpengaruh oleh budaya.
3) Tujuan POD bagi pengembangan personal
Pengembangan personal sanggup dilakukan dengan menanamkan mindset atau sikap yang paling positif dan memberdayakan yang bisa Anda tanam, kemudian tanamkan keunggulan skill pada diri Anda, kemudian perluaslah jaringan Anda.
4) Tujuan POD bagi perubahan sosial (masyarakat)
Merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai, sikap-sikap sosial, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
5) Tujuan POD bagi pengembangan SDM dalam organisasi kerja (efektivitas organisasi)
Pengembangan sumber daya insan dalam organisasi kerja adalah suatu proses peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan kapasitas dari semua penduduk suatu masyarakat dalam organisasi kerja.
d. Metode Pendidikan Orang Dewasa
1) Belajar Pasif
Belajar pasif merupakan metode yang paling banyak dan sering digunakan dalam proses pembelajaran pada umumnya. Pada metode berguru aktif, akseptor didik memperoleh informasi hanya dengan cara melihat dan mendengarkan. Contoh metode berguru pasif yaitu:
a) Membacakan
b) Mendengarkan kata-kata
c) Melihat gambar
2) Belajar Aktif
Dalam metode berguru aktif akseptor didik terlibat atau berpartisipasi pribadi dalam proses pembelajaran. Contoh metode berguru aktif yaitu:
a) terlibat dalam diskusi
b) membantu teman belajar
c) bermain kiprah
Metode berguru aktif lebih baik daripada metode berguru pasif, lantaran ingatan dan pemahaman kita tehadap segala sesuatu yang diajarkan lebih usang mengendap di dalam ingatan kita.
3) Kerucut Belajar
3 4 5 |
6 |
2 |
1 |
10 % kita baca |
20 % kita dengar |
30 % kita lihat |
50 % kita dengar dan lihat |
70 % kita ucapkan |
90 % kita ucapkan dan lakukan |
4) Belajar Interaktif
Metode ini merupakan metode yang melibatkan akseptor didik secara aktif dalam pengalaman belajar. Contoh dari berguru interaktif yaitu:
a) Curah pendapat atau brainstorming
b) Peragaan atau demonstration
c) Bermain kiprah atau role playing
d) Studi masalah atau chase studies
e) Permainan atau game
3. Materi/Program Pendidikan bagi Orang Dewasa
Program secara umum diartikan suatu kegiatan bekajar (kurikulum) yang drancang oleh suatu forum (institusi) yang digunaan bagi akseptor didik untuk mengikut kegiatan berguru sesuai dengan tujuan pendidikan (pembelajaran) yang ditetapkan. Misalnya kegiatan khusus menjahit bagi para akseptor sehabis selesai mengikuti kegiatan untuk memasuki dunia kerja di industri konveksi atau mendirikan perjuangan sendiri ibarat butik atau penjahitan.
Institusi atau forum yang menyusun kegiatan Pendidikan Orang Dewasa antara lain :
1. Lembaga kursus
2. Pusat pendidikan & pembinaan ( balai latihan, tenaga kerja, BLK )
3. Pusat kegiatan berguru ( SKB )
4. BPKB ( Badan Pengembangan Kegiatan Belajar )
5. BPPNFI ( Badan Pengembangan Pendidikan Non Formal – Informal )
6. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
7. Perguruan Tinggi ( Program Pendidikan Ekstension)
8. Pendidikan & Pelatihan di Perusahaan / Perkantoran.
B. PENDIDIKAN USIA LANJUT
1. Pengertian Usia Lanjut
Pengertian usia lanjut secara sempurna sangat sulit dan tidak persis satu sama lainnya. Di Jerman pada tahun 1883 ditetapkan 65 tahun sebagai masa usia lanjut, ibarat halnya di Amerika Serikat yang berdasarkan Undang-Undang Jaminan Sosial, seseorang dikatakan berusia lanjut bila telah mencapai usia 65 tahun ke atas. Di Indonesia usia lanjut diidentikkan dengan seseorang yang memasuki masa pensiun. Undang-Undang No. 4 Tahun 1965 Pasal 1 menyatakan bahwa “orang jompo ialah setiap orang yang bekerjasama dengan usia lanjut, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi hidupnya sehari-hari”. Sehubungan dengan itu Keputusan Menteri Sosial RI Nomor: HUK 3-1/50/107 tahun 1971, Pasal 1 menyatakan bahwa seseorang dinyatakan sebagai jompo, setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan mendapatkan nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan mendapatkan nafkah dari orang lain.
2. Pendidikan Usia Lanjut
Pendidikan usia lanjut merupakan sebuah rangkaian proses pembelajaran, latihan, dan bimbingan bagi warga berguru usia lanjut yang meliputi:
a. Pengalaman berguru pada masa kemudian yang dimiliki warga berguru (usia lanjut)
Pengalaman berguru pada masa kemudian yang dimiliki oleh usia lanjut sangat kuat dalam proses berguru pada masa usia lanjut. Kelemahan yang dihadapi pada usia lanjut yaitu sulitnya menghubungkan pelajaran yang telah diterima pada masa kemudian dengan pelajaran yang gres diterimanya. Hal tersebut disebabkan menurunnya daya budi (daya ingat) warga berguru usia lanjut yang semakin menurun. Sehingga waktu berguru bagi usia lanjut memerlukan waktu yang usang dalam menghafal.
b. Penguasaan varian-varian pengalaman berguru yang telah dimiliki
Warga belajar usia lanjut dalam hal mengingat dan menguasai kembali pengalaman belajarnya memerlukan waktu yang usang dan perlu adanya perhatian dari pendidik biar proses mengingat pengalaman berguru menjadi mudah, yaitu sebagai berikut:
1) membantu warga berguru dalam menerapkan prinsip-prinsip pengorganisasian materi belajar
2) Membantu warga berguru dalam penentuan model kegiatan pembelajaran yang akan mereka jalani.
c. Landasan berguru bagi usia lanjut
Landasan berguru bagi usia lanjut menggunakan konsep pendidikan sepanjang hayat (life long education). Dimana pendidikan sepanjang hayat yakni suatu pendidikan yang tidak terbatas usia dan berakhirnya pendidikan tersebut meliputi keseluruhan waktu hidup seseorang atau sekelompok orang (warga belajar).
Pendidikan sepanjang hayat ini sanggup dijabarkan ke dalam program-program pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan motivasi dalam diri warga berguru untuk membiasakan berguru secara continue (terus menerus) sepanjang hayatnya.
d. Gaya berguru dan usia lanjut
Gaya berguru didefinisikan sebagai karakteristik cara seseorang dalam memproses informasi, merasa, dan menyikapi terhadap dan atau dalam situasi belajar. Dengan kata lain, preferensi-preferensi tabiat dan kecenderungan mempengaruhi berguru seseorang. Usia lanjut mempunyai perbedaan dalam hal berpikir dan menuntaskan dilema mereka.
e. Materi yang cocok dipelajari oleh usia lanjut
Materi berguru yang cocok bagi warga berguru usia lanjut yakni sebagai berikut:
1) Perkembangan individu
a) Kesehatan, meliputi:
a. Kesehatan fisik
b. Kesehatan emosional
c. Cara mencegah penyakit
b) Perkembangan intelektual
a. Mengemukakan buah pikiran
b. Memahami pikiran orang lain
c. Bekerja efektif
c) Pilihan moral
a. Kebebasan individu
b. Tanggung jawab atas diri sendiri
c. Tanggung jawab atas orang lain
2) Perkembangan partisipasi sosial
a) Hubungan antarpribadi
(1) Mengusahakan kekerabatan sosial dengan orang lain
(2) Mengusahakan kekerabatan kerja yang baik dengan orang lain
b) Keanggotaan kelompok
(1) Memasuki kelompok
(2) Partisipasi dalam kelompok
(3) Partisipasi kepemimpinan dalam kelompok
c) Hubungan antarkelompok
(1) Kerja sama dengan kelompok rasional
(2) Kerja sama dengan kelompok agama
(3) Kerja sama dengan kelompok nasional (persatuan organisasi)
(4) Kerja sama dalam kelompok sosial ekonomi
3) Perkembangan menghadapi faktor-faktor dan daya-daya lingkungan
a) Alamiah
(1) Mempelajari tanda-tanda fisik (kekeringan, debu, dsb)
(2) Mempelajari tanaman
(3) Mempelajari hewan
(4) Mempelajari imbas kimiawi (sabun, bumbu masakan, gas, minyak tanah, dsb)
b) Teknologi
(1) Pemberian alat-alat rumah tangga
(2) Pemberian alat transportasi
c) Daya sosial ekonomi
(1) Mencari nafkah
(2) Mencari barang dan jasa
(3) Kesejahteraan umum
f. Metode dan taktik pembelajaran bagi usia lanjut
Metode pembelajaran bagi usia lanjut yaitu:
1) Metode pembelajaran yang menggali minat, talenta dan kreativitas para orang tua/manula dengan cara persuasive dan menyenangkan.
2) Metode yang dipilih harus menyeimbangkan kemampuan intelektualitas dengan kemampuan fisik serta kecerdasan spritual dan emosional warga belajar.
3) Tekhnik pembelajarannya yakni dengan tidak membantah, memotong, mencurigai kemampuan individual, dan hal-hal lain yang menjadikan ketidaknyamanan para orang tua/manula.
4) Tekhnik lainnya yaitu, dengan memuji, memperlihatkan aplaus/jempol atas pernyataan maupun pertanyaan, memperlihatkan kesimpulan yang baik dan benar, mengarahkan apabila dibutuhkan dll.
Adapun taktik pembelajaran bagi usia lanjut yakni sebagai berikut:
1. Strateginya yakni dengan memilah kondisi individual sesuai dengan kemampuannya, baik secara intelektualitas serta kemampuan fisik.
2. Para orang tua/manula harus merasa dibutuhkan dari sisi kompetensinya.
3. Melakukan pembelajaran konstektual.
4. Menerima dan memediasi serta memfasilitasi kebutuhan, ide, pemikiran, gagasan serta kreativitas yang mereka miliki.
g. Evaluasi pembelajaran bagi usia lanjut
Hal di atas berangkat dari perkiraan bahwa dalam pendidikan terdapat tiga dimensi pokok, yaitu pembelajaran, latihan, dan bimbingan. Selain itu, dalam pendidikan usia lanjut perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Karakteristik warga belajar
Warga berguru usia lanjut mempunyai karakteristik sebagai berikut yaitu
a) Perbedaan orientasi terhadap pendidikan dan belajar
b) Akumulasi pengalaman
c) Kecenderungan khusus
2) Pendekatan
Srivisasan dalam (Ilmu dan Aplikasi Pendidikan) mengemukakan tiga macam pendekatan orang cukup umur dalam hal ini usia lanjut terhadap berguru yaitu
a) Pendekatan yang berpusat pada masalah
b) Pendekatan proyektif
c) Pendekatan aktualisasi diri
3) Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses pembelajaran
Menurut Syamsu Mappa dan Anisah Basleman (Ilmu dan Aplikasi Pendidikan) proses pembelajaran orang cukup umur (usia lanjut) dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
a) Faktor Fisiologis, meliputi
(1) Pendengaran, mencakup: kejelasan indera pendengaran dan diskriminasi nada.
(2) Penglihatan, mencakup: intensitas penglihat, jarak penglihatan, jarak penglihatan jauh, kemampuan untuk membedakan warna, dan ketelitian penglihatan.
(3) Kondisi fisiologis
b) Faktor Psikologis, meliputi
(1) Kecerdasan/bakat
(2) Motivasi
(3) Perhatian
(4) Berpikir
(5) Ingatan/lupa
(6) Belajar lanjut (Over Learning)
(7) Review/resitasi
c) Faktor Lingkungan Belajar
Faktor lingkungan berguru yang sanggup mempengaruhi orang cukup umur dalam berguru adalah:
(1) Tempat dimana orang cukup umur (usia lanjut) itu belajar
(2) Di luar kawasan dimana orang cukup umur (usia lanjut) itu belajar
d) Faktor Sistem Penyajian
Sistem penyajian dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu:
(1) Kurikulum
Kurikulum sangat kuat dan sangat menentukan dalam pemilihan taktik berguru dan membelajarkan orang cukup umur (usia lanjut). Oleh alasannya yakni itu struktur kurikulum harus diketahui kedudukan dan peranan tiap mata pelajaran dalam pembentukan kompetensi, pribadi, pengetahuan, keterampilan, dan sosial.
(2) Bahan belajar
Beberapa aspek materi berguru yang perlu dipertimbangkan dan diperhatikan dalam menentukan taktik berguru dan membelajarkan orang cukup umur (usia lanjut) meliputi aspek kemampuan yang akan dikembangkan, derajat kesukaran, jenis bahan, luas dan jumlah bahan, serta letak pecahan dalam keseluruhan pelajaran.
(3) Metode penyajian
Beberapa kriteria pemilihan metode penyajian, diantaranya metode penyajian dipilih sesuai dengan hakikat tujuan pembelajaran, metode penyajian dipilih sesuai dengan sifat dan hakikat materi berguru yang disajikan, dan metode penyajian dipilih sesuai dengan tingkat perkembangan belajar.
3. Konsep Pembelajaran bagi usia lanjut
Berikut ini akan dibahas mengenai konsep pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik warga berguru usia lanjut.
Belajar berarti penambahan pengetahuan. Dalam hal ini berguru sering dikaitkan dengan menghafal. Belajar bisa pula diartikan sebagai perubahan tingkah laris berkat pengalaman dan latihan. Berikut ini yakni teori dan konsep berguru yang dianggap relevan dengan masyarakat lanjut usia.
a. Teori Belajar
Teori berguru yang berperan dalam pendidikan usia lanjut yakni sebagai berikut:
a) Teori-teori berguru berdasarkan aliran behavioristik
Para penganut aliran teori berguru behavioristik mulai populer pada paruh abab 20-an, dan berkembang dengan pandangan-pandangan berguru ibarat disiplin mental, developing inind matter, pelatihan, dan lain-lain. Para penganut aliran behavioristik mengartikan berguru sebagai perubahan tingkah laku, perubahan di dalam hal kemampuan dan kecakapan untuk berperilaku dalam cara-cara yang gres pada diri pelajar, tidak menyertakan perubahan yang diakibatkan oleh kematangan, kedewasaan, dan pertumbuhan. Perubahan tingkah laris tersebut diakibatkan oleh imbas lingkungan. Tokoh teori berguru aliran behavioristik meliputi: Thorndike, Pavlov, Watson, dan Skinner.
Adapun teori-teori berguru berdasarkan aliran behavioristik antara lain sebagai berikut:
(1) Teori Classical Conditioning
Telah kita ketahui sebelumnya teori classical conditioning yang populer oleh Ivav Pavlov, yang memuat prinsip dasar. Prinsip dasar tersebut yakni sebuah unconditioned stimulus (US), unconditioned response (UR), dan conditioned stimulus (CS). (Drs. Alex Sobur, 2009:224). Prinsip-prinsip tersebut mengungkapkan bahwa pembentukan tingkah laris sanggup dilakukan melalui proses atau latihan.
Ivav Pavlov menerapkan prinsip tersebut sebagai berikut anjing (US) sanggup keluar air liurnya (UR) ketika hanya mendengar suara lonceng dan pada percobaan berikutnya air liur tidak keluar lagi meskipun lonceng dibunyikan (CS) berulang-ulang. Terbukti bahwa pengulangan kekerabatan dari stimulus terlihat dalam pemindahan sifat-sifat reaksi yang dihasilkan dari rangsangan atau stimulus yang satu (US) ke stimulus yang lain (CS) dalam arti bahwa proses atau latihan terus menerus akan membentuk perubahan tingkah laku.
Peran dalam kegiatan berguru orang cukup umur dan usia lanjut yakni ketika seseorang tidak mengalami kepuasan maka akan berhenti berlatih atau belajar, tatkala mengalami ketidakpuasan, ketakutan atau merasa berat dengan apa yang dihadapinya. Terlihat adanya kekerabatan pembentukan antara “emotional” dan “attitudional”. Contoh : pada orang cukup umur banyak yang tidak suka pada pelajaran Bahasa Inggris disebabkan oleh sulitnya mencerna kata-kata Bahasa Inggris. Namun mulai ketika ini banyak orang cukup umur dan usia lanjut suka berguru Bahasa Inggris lantaran tutor yang menarik dan menyenangkan.
(2) Teori Operant Conditioning
Teori operant conditioning yakni teori yang populer dengan kekerabatan antara stimulus dengan respon. Skinner beropini bahwa sikap insan selalu dikendalikan oleh faktor luar (faktor lingkungan, rangsangan, atau stimulus) juga pada penguatan yang diberikan. Bila penguatan yang diberikan positif, suatu sikap sanggup dikembangkan. Namun jikalau penguatan negatif, maka sikap akan dihambat.
Skinner mengujicobakan eksperimennya dengan memasukan binatang pada ke dalam kotak, yang tidak berisi apa-apa kecuali pengungkit dan baki makanan. Dari percobaan tersebut, mengahsilkan perbedaan perubahan tingkah laris antara hewan-hewan yang dimasukkan yang menunjukkan adanya kekerabatan antara stimulus dengan respon juga adanya penguatan yang diberikan.
Peran teori operant conditioning pada orang cukup umur dan usia lanjut yakni bagi guru atau fasilitator maupun buku-buku pelajaran hendaknya mempunyai kiprah dan fungsi sebagai programmer yang berusaha membentuk sikap warga berguru dengan memperlihatkan urutan stimulus dan respon, sehingga sikap selesai sebagaimana ditetapkan dalam tujuan pembelajaran. Makara jikalau menginginkan sikap yang berkembang maka harus ada penguatan berupa penghargaan atau penguatan positif. Ini berdasarkan teori Operant Conditioning.
b. Prinsip-Prinsip Belajar
Davies (1991:32), mengingatkan beberapa hal yang sanggup menjadikan kerangka dasar bagi penerapan prinsip-prinsip berguru belajar dalam proses pembelajaran, yaitu :
a) Hal apapun yang dipelajari murid, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak seorangpun yang sanggup melaksanakan kegiatan berguru tersebut untuknya.
b) Setiap murid berguru berdasarkan tempo (kecepatannya) sendiri dan untuk setiap kelompok umur, terdapat variasi dalam kecepatan belajar.
c) Seorang murid berguru lebih banyak bilamana setiap langkah segera diberikan penguatan (reinforcement).
d) Penguasaan secara penuh dari setiap langkah-langkah pembelajaran, memungkinkan murid berguru secara lebih berarti.
e) Apabila murid diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar, dan ia akan berguru dan mengingat lebih baik. (http://edukasi.kompasiana.com)
Kemudian pada berguru mempunyai prinsip-prinsip, diantaranya: a) berguru harus mempunyai tujuan, b) tujuan harus bekerjasama dengan kebutuhan hidup, c) dalam berguru harus ada perjuangan dan bersedia mengalami majemuk kesukaran, d) harus ada perubahan tingkah laris sebagai hasil, e) harus ada hasil sambilan di samping tujuan pokok, f) harus berbuat (learning by doing), g) berguru sebagai suatu keseluruhan, h) ada unsur pemberian dan bimbingan orang lain, i) memerlukan insight, j) ada tujuan lain di samping tujuan yang sebenarnya, k) berguru dikatakan berhasil apabila memberi sukses yang menyenangkan, l) pengulangan dan latihan perlu diberikan atas dasar pemahaman, dan m) ada kemauan untuk belajar.
4. Desain Model Pendidikan Usia Lanjut
Metode dan taktik pembelajaran |
Belajar |
Pengalaman Belajar Pada Usia Lanjut |
Penguasaan varian pengalaman belajar |
Materi yang dipelajari |
Landasan Belajar |
Kurikulum Pembelajaran |
Pengelolaan Pembelajaran |
5. Kurikulum Pembelajaran Bagi Usia Lanjut
Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan usia lanjut yaitu Kurikulum persistent life situations, yaitu merupakan pecahan dari kurikulum terpadu yang menganalisis situasi yang dihadapi insan dalam hidupnya, masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
Kurikulum Persistent Life Situations mempunyai karakteristik, fungsi, prinsip dan taktik penerapan sebagai berikut:
a. Karakteristik Kurikulum Persistent Life Situations
Karakteristik kurikulum Persistent Life Situations bagi warga berguru usia lanjut yakni sebagai berikut:
1) Universal artinya pokok bahasannya mempunyai tingkat generalisasi yang tinggi sehingga bisa memperlihatkan kompetensi seluruh spektrum pendidikan bagi warga berguru usia lanjut.
2) Adaptif artinya sanggup memperlihatkan kemampuan kepada warga berguru usia lanjut untuk mengadaptasi perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3) Transferable artinya konsep-konsep yang ada dalam pokok-pokok bahasan sanggup dimanfaatkan atau digunakan bagi kehidupan di masyarakat dan kehidupan sehari-hari.
4) Aplikatif artinya memungkinkan diaplikasikan secara luas pada aneka macam bidang keilmuan dan teknologi.
5) Meaningful artinya layak, bermakna dan bermanfaat untuk diketahui dan dikuasai akseptor didik sebagai landasan untuk tetap survive.
6) Mampu untuk membentuk dan membangun pola pikir melalui kegiatan bernalar.
7) Mampu membuatkan kreativitas untuk mengidentifikasi dan menemukan.
b. Fungsi Kurikulum Persistent Life Situations Bagi Warga Belajar Usia Lanjut
Kurikulum selain mempunyai peranan, juga mempunyai aneka macam fungsi. Pada kurikulum Persistent Life Situations usia lanjut mempunyai fungsi-fungsi yang sama dengan fungsi-fungsi kurikulum pada umumnya.
Secara umum fungsi kurikulum berdasarkan Alexander Inglis (dalam buku memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut:
a) Fungsi Penyesuaian
Fungsi penyesuaian pada kurikulum Persistent Life Situations bagi warga berguru usia lanjut memandang bahwa individu (usia lanjut) hidup dalam lingkungan sehingga setiap individu (usia lanjut) harus bisa mengikuti keadaan terhadap lingkungan secara menyeluruh. Individu (usia lanjut) dituntut selalu bisa mengikuti keadaan disebabkan lingkungan kawasan individu berinteraksi selalu berubah dan bersifat dinamis.
b) Fungsi Pengintegrasian
Fungsi integrasi memandang bahwa kurikulum harus berfungsi mendidik pribadi-pribadi (usia lanjut) yang terintegrasi. Hal tersebut disebabkan individu (usia lanjut) merupakan pecahan integral dari masyarakat (lingkungan). Dengan perkataan lain, individu harus berkonstribusi pada pengintegrasian masyarakat.
c) Fungsi Diferensiasi
Fungsi diferensiasi memandang bahwa kurikulum harus memperlihatkan pelayanan terhadap perbedaan-perbedaan individu dalam masyarakat. Hal ini berangkat dari suatu anggapan bahwa individu (usia lanjut) berbeda dengan individu lainnya. Pembedaan (diferensiasi) di sini dimungkinkan untuk bisa mendorong proses berfikir kritis dan kompetitif diantara individu (usia lanjut).
d) Fungsi Persiapan
Fungsi persiapan memandang bahwa kurikulum harus berfungsi mempersiapkan warga berguru usia lanjut untuk bisa melanjutkan dan atau mendapatkan materi/bahan lebih jauh.
e) Fungsi Pemilihan
Fungsi pemilihan merupakan tindak lanjut dari fungsi perbedaan. Dimana dari perbedaan-perbedaan yang muncul harus bisa menarik dan menentukan pilihan minat individu (usia lanjut).
f) Fungsi Diagnostik
Fungsi diagnostik memandang bahwa kurikulum harus bisa mengarahkan warga berguru memahami dan mendapatkan keadaan dirinya untuk sanggup mendorong dan membuatkan potensi yang dimilikinya.
c. Prinsip Kurikulum Persistent Life Situations Bagi Usia Lanjut
Adapun prinsip kurikulum Persistent Life Situations bagi usia lanjut yakni sebagai berikut:
a) Keimanan, nilai, dan budi pekerti luhur
b) Belajar sepanjang hayat (lifelong education)
c) Pengembangan keterampilan dan kemandirian hidup
d. Strategi Penerapan Kurikulum Persistent Life Situations Bagi Usia Lanjut
Penerapan kurikulum Persistent Life Situations memiliki taktik sebagai berikut, yaitu: a) Penetapan Sosialisasi Kurikulum, b) Penetapan sasaran dan prosedur, c) Penetapan Waktu dan Lama Pelaksanaan Kurikulum, dan d) Penetapan Evaluasi Hasil.
6. Pengelolaan Pembelajaran
Sebagian besar kegiatan pembelajaran dalam kegiatan pembinaan yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah maupun forum swadaya masyarakat khususnya pada kegiatan pembinaan bagi orang usia lanjut, dilakukan di ruangan atau di kelas. Hal ini memperlihatkan bahwa ruangan/ kelas merupakan kawasan kegiatan utama bagi kegiatan pembelajaran dalam program-program pembinaan dan program/kegiatan pendidikan luar sekolah kliennya. Penggunaan ruangan/kelas sebagai kawasan kegiatan pembelajaran didasari oleh beberapa alasan sebagaimana dikemukakan oleh D. Sudjana (dalam buku Ilmu Pendidikan dan Aplikasi Pendidikan) yaitu sebagai berikut:
a) Kegiatan pembelajaran di ruangan/kelas sudah lebih dulu dikenal dibandingkan dengan kawasan kegiatan pembelajaran lainnya.
b) Penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di ruangan/kelas lebih gampang dilakukan dibandingkan dengan penyelenggaraan pada kemudahan lainnya. Pembelajaran di ruangan kelas cukup dengan mencari dan menentukan ruangan yang akan digunakan, adanya sejumlah akseptor didik, adanya materi berguru dan tersedianya alat bantu pembelajaran.
c) Melalui kegiatan pembelajaran di ruangan/kelas memungkinkan semua akseptor didik sanggup mendapatkan informasi pada waktu yang sama. Demikian pula setiap akseptor didik sanggup memulai dan mengakhiri kegiatan berguru secara bersama-sama. Dalam ruangan/kelas mereka sanggup membahas materi berguru yang sama, sanggup melihat alat peraga dan menggunakan media berguru secara bersama, dan sanggup pula berinteraksi dalam ruang dan waktu yang sama.
Hanya saja biar pengelolaan pembelajaran dalam ruangan/kelas sanggup berjalan lebih efektif, maka perlu memperhatikan persyaratan-persyaratan berikut ini:
a) Adanya keterlibatan, tanggung jawab dan umpan balik dari akseptor didik. Keterlibatan akseptor didik merupakan syarat pertama dan utama dalam kegiatan pembelajaran di ruangan/kelas. Untuk terjadinya keterlibatan akseptor didik maka mereka harus memahami dan mempunyai tujuan berguru yang ingin dicapai melalui kegiatan belajar. Keterlibatan akseptor didikpun harus mempunyai arti penting bagi dirinya dan perlu diarahkan secara baik oleh pendidik untuk kepentingan akseptor didik. Bentuk keterlibatan akseptor didik itu banyak bentuknya, salah satu contohnya yakni sekelompok akseptor didik sanggup melaksanakan kegiatan berguru untuk memecahkan dilema yang dihadapi bersama, namun secara terpisah akseptor didik sanggup melaksanakan kegiatan pemecahan dilema secara perseorangan.
b) Tanggung jawab dalam kegiatan pembelajaran. Para akseptor didik perlu disadarkan ihwal sejauh mana tanggung jawab mereka dalam kegiatan belajar. Apabila tujuan berguru telah diketahui dengan baik dan terang oleh akseptor didik, maka mereka perlu meyakini bahwa merekalah yang harus melaksanakan kegiatan berguru guna mencapai tujuan belajar. Tidak sebaliknya, yaitu pendidik yang menyuruh dan memaksakan kehendaknya kepada akseptor didik biar mereka berbuat untuk mencapai tujuan itu. Dalam kegiatan berguru yang dilakukan dalam kelompok kecil, ibarat pekerjaan sehari-hari, akseptor didik perlu mencicipi bahwa merekalah yang mempunyai tanggung jawab untuk menuntaskan kiprah dalam kegiatan berguru sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh mereka, sedangkan pendidik hanya berperan untuk memperlihatkan dorongan atau bimbingan.
c) Adanya umpan balik (feed back) dan akseptor didik. Umpan balik ini mempunyai kegunaan bagi pendidik untuk mengetahui tingkat perubahan yang dialami oleh akseptor didik pada ketika sebelum dan pada ketika kegiatan berguru berlangsung. Dengan adanya umpan balik ini pendidik akan memperoleh citra ihwal perubahan yang telah dan sedang terjadi patuh diri akseptor didik. Makin banyak umpan balik yang disampaikan akseptor didik, maka akan makin diketahui ihwal tingkat keberhasilan pendekatan dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan pendidik. Umpan balik sanggup dilakukan dengan bermacam cara ibarat dengan bertanya, minta tanggapan, menyuruh melaksanakan kegiatan, dan menjelaskan kembali suatu yang telah dipelajari kepada semua akseptor didik. Umpan balik di ruangan/kelas sanggup diperoleh dengan menggunakan alat penghimpun informasi ihwal peristiwa-peristiwa yang terjadi. Alat-alat tersebut antara lain berupa catatan harian, lembaran observasi, lembaran penilaian kegiatan dan penampilan pendidik serta lembaran pesan dari akseptor didik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan cukup umur atau disebut juga andragogi yaitu proses untuk melibatkan akseptor didik cukup umur ke dalam suatu struktur pengalaman belajar. pendidikan orang cukup umur yakni pendidikan yang diperuntukkan bagi orang-orang cukup umur dalam lingkungan masyarakatnya, biar mereka sanggup membuatkan kemampuan, memperkaya pengetahuan, membuatkan keterampilan, meningkatkan kualifikasi teknik dan profesi yang telah dimilikinya, memperoleh cara-cara gres serta merubah sikap dan perilakunya.
Pendidikan usia lanjut merupakan sebuah rangkaian proses pembelajaran, latihan, dan bimbingan bagi warga berguru usia lanjut yang meliputi:
a. Pengalaman berguru pada masa kemudian yang dimiliki warga berguru (usia lanjut)
b. Penguasaan varian-varian pengalaman berguru yang telah dimiliki
c. Landasan berguru bagi usia lanjut
d. Gaya berguru dan usia lanjut
e. Materi yang cocok bagi usia lanjut
f. Metode dan dtrategi pendidikan usia lanjut
g. Evaluasi bagi pendidikan usia lanjut
B. Saran
a. Pendidikan cukup umur hendaknya dilaksankan lebih komprehesif dan diajarkan sesuai dengan materi yang ada pada pendidikan orang cukup umur dan relevan dengan perkembangan zaman.
b. Pendidikan usia lanjut hendaknya dipegang atau dibina oleh orang-orang yang berkompeten dalam bidang-bidang mengurus orang lanjut usia dan kompeten dalam ahlinya.
File Word Dapat diunduh DI SINI
Buat lebih berguna, kongsi: