Waspada Terhadap Kekafiran Pada Era Kini

Tongkronganislami.net - Secara literal, al-kufr (kekafiran) bermakna dladd al-imaan (lawan dari keimanan). Kata kufr juga bermakna juhud al-ni’mah (ingkari terhadap nikmat), atau lawan dari al-syukr (syukur). Allah swt berfirman, artinya,”Innaa bi kulli kaafiruun” [Sesungguhnya kami tidak mempercayai masing-masing mereka itu.”(28:48)]. Arti dari “kaafiruun” pada ayat ini yakni jaahiduun (orang-orang yang ingkar). [Imam Abu Bakr al-Raaziy, Mukhtaar al-Shihaah, potongan kafar]

Pada asalnya, semua hal yang menutupi sesuatu yang lain disebut dengan kekafiran. Sebab, al-kufr juga bermakna “al-lail al-mudzlim” (malam yang gelap gulita). Ibnu Sakiit menyatakan: “Kekafiran yang menempel pada diri seseorang disebabkan lantaran “ni’mat” Allah swt telah tertutup pada diri mereka.”

Secara syar’iy, al-kufr juga bermakna lawan dari keimanan. Keimanan sendiri bermakna ‘ didefinisikan oleh banyak ‘ulama sebagai berikut:

Imam al-Nasafiy, berpendapat, "Îman yakni pembenaran hati hingga pada tingkat kepastian dan ketundukan." [Imam al-Nasafiy, Al-'Aqâid al-Nasafiyyah, hal. 27-43]

Imam Ibnu Katsir menjelaskan,"Îman yang telah ditentukan oleh syara' dan diserukan kepada kaum muslimîn yakni berupa i’tiqâd (keyakinan), ucapan, dan perbuatan. Inilah pendapat sebagian besar Imam-imam madzhab. Bahkan, Imam Syafi'iy, Ahmad bin Hanbal,dan Abu Ubaidah menyatakan, pengertian ini sudah menjadi suatu ijma'. (kesepakatan)". [Ibnu Katsîr, Tafsir Ibnu Katsîr, jilid.I, hal. 40]

Imam Nawawi menyatakan, "Ahli Sunnah dari kalangan hebat hadits, para fuqaha, dan hebat kalam, telah setuju bahwa seseorang dikategorikan muslim apabila orang tersebut tergolong sebagai hebat kiblat (melakukan sholat). Ia tidak abadi di dalam neraka. Ini tidak akan didapati kecuali sehabis orang itu mengimani dienul Islâm di dalamnya hatinya, secara niscaya tanpa keraguan sedikitpun, dan dia mengucapkan dua kalimat syahadat."[ Imam Nawawi, Syarah Shahih Muslim, jilid I, hal. 49]

Berdasarkan definisi di atas, “kufr” lebih bekerjasama dengan “perbuatan hati” (I’tiqad). Seseorang yang mengingkari Allah swt, ayat-ayat Allah dan risalah Mohammad saw secara niscaya dia telah kafir. Allah swt berfirman, artinya, “Sesungguhnya orang-orang kafir itu, sama saja bagi mereka, kau beri peringatan atau tidak kau beri peringatan, mereka tidak beriman.”[2:6] Ali Al-Shabuniy menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut:”Orang-orang kafir yakni orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Allah dan mendustakan risalah Mohammad saw.”[Ali-al-Shabuniy, Shafwaat al-Tafaasir, juz I, hal.22]

Muslim yang melanggar hukum Allah namun tidak disertai dengan i’tiqad (keyakinan) maka dirinya tidak terjatuh kepada kekafiran. Namun, apabila pelanggarannya disertai dengan keyakinan, maka dirinya telah terjatuh dalam kekafiran. Sebagian ‘ulama –misalnya Imam Malik—menyatakan, bahwa orang yang meninggalkan sholat secara sengaja, maka dia telah terjatuh kepada kekafiran. Sedangkan Imam Syafi’iy berpendapat, bahwa orang yang meninggalkan sholat tidak secara otomatis keluar dari Islam (kafir). Jika, tindakan meninggalkan sholat tersebut disertai dengan keyakinan bahwa sholat lima waktu itu tidak wajib, maka, orang semacam ini telah terjatuh ke dalam kekafiran. Akan tetapi, jikalau tindakannya tidak disertai keyakinan, maka dia tidak terjatuh kepada kekafiran, namun hanya disebut maksiyat.

Seseorang sanggup terjatuh ke dalam kekafiran, jikalau : (1) mengingkari pokok-pokok keimanan; yakni ingkar terhadap eksistensi Allah, ayat-ayat Allah (sebagian maupun keseluruhan), dan kenabian Mohammad saw. (2) melanggar perkara-perkara qath’iy yang sudah ditetapkan di dalam Al-Quran dan sunnah, dan dibarengi dengan sebuah keyakinan bahwa dia tidak berdosa tatkala mengerjakan perbuatan tersebut.

Baca Juga: Kriteria Seorang Muslim Keluar dari Agama Islam

Betapa banyak orang yang mengaku muslim menyatakan dengan enteng, semua agama yakni benar. Syari’at Islam sudah ketinggalan zaman dan hanya cocok diberlakukan kepada binatang ternak. Sebagian yang lain menyatakan bahwa, Mohammad saw bias gender. Menerapkan Islam sama dengan romantisme sejarah, dan masih banyak lagi lontaran-lontaran yang ditujukan untuk menikam Islam dan kaum muslim. Jikalau lontaran-lontaran semacam ini dibarengi dengan niat untuk menyakiti dan menginjak-injak kesucian Islam, tidak diragukan lagi bahwa mereka telah keluar dari Islam.

Buat lebih berguna, kongsi: