Bukhari 3084
حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ وَمُوسَى بْنُ حِزَامٍ قَالَا حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ عَنْ زَائِدَةَ عَنْ مَيْسَرَةَ الْأَشْجَعِيِّ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ
“ Saling berpesanlah kalian (bermakna: tawasau) untuk berbuat baik kepada kaum perempuan, alasannya wanita diciptakan dari tulang rusuk dan penggalan tulang rusuk yang paling bengkok yaitu penggalan paling atas. Maka kalau kau berusaha untuk meluruskannya, kau akan mematahkannya, dan kalau kau membiarkan sebagaimana adanya maka ia akan tetap dalam keadaan bengkok. Maka saling berpesanlah kalian untuk berbuat baik kepada kaum perempuan. ”
Muslim 2670
حَدَّثَنَا عَمْرٌو النَّاقِدُ وَابْنُ أَبِي عُمَرَ وَاللَّفْظُ لِابْنِ أَبِي عُمَرَ قَالَا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ لَنْ تَسْتَقِيمَ لَكَ عَلَى طَرِيقَةٍ فَإِنْ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَبِهَا عِوَجٌ وَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهَا كَسَرْتَهَا وَكَسْرُهَا طَلَاقُهَا
Tirmidzi 1109
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي زِيَادٍ حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ سَعْدٍ حَدَّثَنَا ابْنُ أَخِي ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عَمِّهِ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْمَرْأَةَ كَالضِّلَعِ إِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهَا كَسَرْتَهَا وَإِنْ تَرَكْتَهَا اسْتَمْتَعْتَ بِهَا عَلَى عِوَجٍ قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي ذَرٍّ وَسَمُرَةَ وَعَائِشَةَ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ وَإِسْنَادُهُ جَيِّدٌ
Ahmad 9419
حَدَّثَنَا يَزِيدُ قَالَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنِ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَسْتَقِيمُ لَكَ الْمَرْأَةُ عَلَى خَلِيقَةٍ وَاحِدَةٍ إِنَّمَا هِيَ كَالضِّلَعِ إِنْ تُقِمْهَا تَكْسِرْهَا وَإِنْ تَتْرُكْهَا تَسْتَمْتِعْ بِهَا وَفِيهَا عِوَجٌ
Ahmad 10044
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الذِّمَارِيُّ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنِ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ النِّسَاءَ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ لَا يَسْتَقِمْنَ عَلَى خَلِيقَةٍ إِنْ تُقِمْهَا تَكْسِرْهَا وَإِنْ تَتْرُكْهَا تَسْتَمْتِعْ بِهَا وَفِيهَا عِوَجٌ
Ahmad 10436
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حَفْصٍ حَدَّثَنَا وَرْقَاءُ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنِ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَسْتَقِيمُ لَكَ الْمَرْأَةُ عَلَى خَلِيقَةٍ وَاحِدَةٍ وَإِنَّمَا هِيَ كَالضِّلَعِ إِنْ تُقِمْهَا تَكْسِرْهَا وَإِنْ تَتْرُكْهَا تَسْتَمْتِعْ بِهَا وَفِيهَا عِوَجٌ
Al-Darimi 2125
أَخْبَرَنَا خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا الْمَرْأَةُ كَالضِّلَعِ إِنْ تُقِمْهَا تَكْسِرْهَا وَإِنْ تَسْتَمْتِعْ تَسْتَمْتِعْ وَفِيهَا عِوَجٌ
Hadis ini menjadi dalil bagi para fuqaha dan yang lainnya, yang menyatakan bahwasannya Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. Rasul menjelaskan bahwa hadis ini merupakan proposal untuk berlaku lembut, sabar, baik terhadap abjad dan kecenderungan perempuan.
Otentisitas dan Validitas Hadis Hawa diciptakan dari Tulang Rusuk Adam; pro-kontra
Analisis Sanad,- Para mufassir yang yakin bahwasannya Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam membangun keyakinannya tersebut berdasarkan beberapa hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Akan tetapi, contohnya Riffat Hasan (yang menolak), menyatakan bahwa semua hadis-hadis tersebut dinyatakan dla’if alasannya dalam pandangannya, dalam sanad hadis tersebut terdapat beberapa Rawi yang dianggap tidak tsiqah, yaitu Abu Zinad, Maisarah al-Asyja’i, Haramalah dan Zaidah. Riffat mendasarkan penilaiannya itu kepada adz-Zahabi dalam kitabnya Mizan al-I’tidal fi Naqd ar-Rijal.[4]
Menurut hasil penelitian ulang dari penulis, perawi-perawi yang dianggap dla’if oleh Riffat, bergotong-royong sama sekali tidak pernah dinilai dla’if oleh adz-Dzahabi, sebagaimana ratifikasi Riffat. Berikut ini klarifikasi mengenai masing-masing dari mereka:
Pertama, ada tiga nama Zaidah yang dinilai dla’if oleh al-Dzahabi, mereka yaitu (1) Zaidah bin Salim yang meriwayatkan dari ‘Imran bin ‘Umair, (2) Zaidah bin Abi Riqad yang meriwayatkan dari Ziyad an-Numairi, dan (3) Zaidah lain yang meriwayatkan dari Sa’ad. Adapun nama Zaidah yang terakhir ini telah dinilai dla’if oleh al-Bukhari sendiri, ini berarti mustahil Bukhari menggunakan riwayat tersebut yang menurutnya dianggap dla’if. Dengan demikian, nama Zaidah yang dianggap dla’if oleh al-Dzahabi bukanlah Zaidah yang meriwayatkan hadis dari Maisarah sebagaimana yang terdapat dalam riwayat al-Bukhari dan Muslim.
Kedua, Zaidah yang meriwayatkan dari Maisarah yaitu berjulukan Zaidah bin Qudamah al-Tsaqafi Abu al-Shalah al-Kufi, ia yaitu orang yang tsiqah, mempunyai murid Ibnu Mubarak, Abu Usamah dan Husain ibnu Ali. Adapun Maisarah yang dinilai dla’if oleh al-Dzahabi yaitu Maisarah bin ‘Abd Rabbih al-Farisi, seorang pemalsu hadis. Dia meriwaytakan hadis dari Laits bin Abi Sulaim, Ibnu Juraji, Musa bin Ubaidahdan al-Auza’I. sedangkan murid-murid Maisarah bin Abd Rabbih al-Farisi sendiri yaitu Syu’aib bin Harb, Yahya bin Ghilan, dll. Adapun Maisarah yang terdapat dalam riwayat al-Bukhari dan Muslim yaitu berjulukan Maisarah bin ‘Imarah al-Asyja’i al-Kufi, bukan orang yang dianggap dla’if oleh al-Dzahabi.
Ketiga, nama Abu Zinad, yang terdapat dalam sanad Bukhari dan Muslim yaitu Abdullah bin Zakwan yang oleh al-Dzahabi sendiri dinilai sebagai seorang yang tsiqah syahir (orang yang populer terpercaya). Mengapa tsiqah syahir termasuk derajat yang kemudian dipahami oleh Riffat menjadi dla’if? Padahal dalam ilmu Jarh wa at-Ta’dil gelar tsiqah syahir termasuk derajat yang tinggi, dibawah yang tertinngi. Begitupula dengan Harmalah bin Yahya, nama lengkapnya yaitu Haramalah bin Yahya bin Abdillah bin Imran Abu Hafs at-Taji al-Mishri, Harmalah bin Yahya ini, oleh al-Dzahabi tidak dianggap dla’if, bahkan dinilai Ahadu al-A’immah ats-Tsiqat (salah seorang imam yang terpercaya). Mengapa Riffat menilainya sebagai gahiru tsiqah (tidak terpercaya )?[5]
Dengan demikian, sanggup disimpulkan, keempat perawi, yaitu Zaidah , Maisarah al-Asyja’i, Abu Zinad dan Harmalah bin Yahya yang dinilai dla’if oleh Riffat Hassan yaitu tidak terbukti. Riffat telah keliru dan kurang cermat dalam melaksanakan kritik sanad. Berarti, hadis mengenai penciptaan wanita riwayat Bukhari dan Muslim yang bersumber dari Abu Hurairah ditinjau dari segi sanad-nya yaitu tetap shahih.
Baca juga Artikel Hadis Lainnya:
Baca juga Artikel Hadis Lainnya:
Analisis Matan Hadis Hawa diciptakan dari Tulang Rusuk Adam
Hadis perihal penciptaan Hawa dari tulang rusuk mempunyai matan yang berbeda-beda. Secara garis besar, matan hadis yang berbeda-beda mempunyai dua arti kalau dimaknai secara tekstual, yaitu wanita diciptakan dari tulang rusuk, atau wanita mirip tulang rusuk-sulit untuk ditentukan mana yang lebih berpengaruh (rajih) alasannya sanadnya sama-sama sahih dan sama kuatnya.
Bagaimana dengan isi redaksi hadis tersebut? Dalam metodologi kritik matn (an-Naqd al-Dakhili), al-Adlabi, salah seorang tokoh mahir Hadis telah menawarkan kriteria mengenai matn yang dinilai dla’if, yaitu:
(1) bertentangan dengan al-Qur’an
(2) bertentangan dengan rasionalitas nalar sehat
(3) bertentangan dengan sejarah, dan
(4) susunannya tidak memperlihatkan ciri-ciri sebagai sabda kenabian.[6]
Menurut penulis, hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim tidaklah bertentangan dengan al-Qur’an, nalar sehat, bila difahami secara metaforis (majazi).
Secara majazi, hadis tersebut membawa pesan moral biar kaum lelaki sanggup bersikap bijaksana dikala menghadapi perempuan, alasannya ada sifat, karakter, dan kecenderungan wanita yang tidak sama dengan lelaki, dimana kalau hal itu tidak disadari akan sanggup mengantarkan kaum lelaki bersikap tidak wajar. Mereka tidak akan bisa merubah abjad dan sifat bawaan perempuan, kalaupun mereka berusaha kesannya akan fatal, sebagaimana fatalnya meluruskan tulang rusuk yang bengkok.[7]
Pesan utama hadis itu yaitu bagaimana seharusnya dan sebaiknya para suami memperlakukan istrinya, terutama mengenai metode memperbaiki kesalahan-kesalahan yang mungkin dilakukan oleh istri. Kata Rasulullah memesankan, pria (suami) harus mewasiatkan kepada dirinya sendiri untuk selalu berbuat baik kepada istrinya. Apabila ingin meluruskan kesalahan istri, luruskanlah dengan bijaksana, jangan dengan garang dan keras sehingga menjadikan perceraian, atau jangan pula dibiarkan saja istri bersalah. Kemudian Rasulullah memanfaatkan penciptaan wanita (Hawa) dari tulang rusuk yang bengkok untuk menjelaskan bahwa betapa pria (suami) harus hati-hati dan bijaksana meluruskan kesalahan-kesalahan perempuan. Karena meluruskan kesalahan wanita menyerupai meluruskan tulang yang bengkok, kalau tidak hati-hati dan bijaksana bisa menimbulkan tulang itu patah. Menurut Ibnu Hajar, verbal wanita menyerupai penggalan atas tulang rusuk yang paling bengkok. Kalau suami tidak pandai-pandai menghadapi verbal istri (tentu tidak semua istri mirip itu) tentu bisa menimbulkan perceraian. Dalam hadis lain disebutkan secara eksplisit bahwa yang dimaksud dengan patahnya tulang itu yaitu perceraian.[8]
Jika dalam memahami hadis tersebut terlalu tekstualis, akan menimbulkan asumsi-asumsi misogyny terhadap perempuan, seharusnya pun perlu memahami ideal moral dari hadis tersebut, sehingga tidak terjebak dibalik ungkapan legal formalnya yang ada dalam bingkai teks hadis tersebut.
Pandangan Ulama perihal Matan Hadis Hawa diciptakan dari Tulang Rusuk Adam
Mengenai hadis yang menyatakan bahwa wanita diciptakan dari tulang rusuk-karena merupakan hadis Ahad (walaupun sanadnya sahih)-pada ulama dan sarjana masih berbeda pendapat mengenai keotentikan hadis tersebut sebagai sabda Nabi SAW. Apabila dicermati, secara umum mereka terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, kelompok yang menganggap hadis tersebut shahih baik sanad, maupun matannya, sehingga menerimanya sebagai sabda Nabi, dan kedua kelompok yang beropini bahwa matan hadis tersebut tidak sahih sehingga harus ditolak.
kelompok yang mendapatkan hadis, terbagi menjadi dua pandangan. Pandangan pertama, memahami hadis tersebut secara tekstual, sehingga berdasarkan mereka wanita (Hawa) benar-benar diciptakan dari tulang rusuk pria (Adam). Hadis ini bahkan dijadikan sebagai argumen untuk menafsirkan ayat-ayat al-Quran perihal awal penciptaan manusia, khususnya an-Nisa’ ayat 1
Dalam menafsirkan kata nafs wahidah dalam ayat tersebut, mereka mengartikannya dengan Adam, dan kata zaujaha dengan Hawwa. Kemudian sesuai warta hadis diatas yang dipahami secara tekstual, mereka beropini bahwa penciptaan Hawwa tersebut yaitu dari tulang rusuk Adam.[9]
Ketika menafsirkan hadis nabi perihal penciptaan wanita dari tulang rusuk (yang bengkok), misalnya, Syeikh Athiyah Shaqar menyatakan bahwa “ Yang dimaksud dengan tulang penggalan atas yang bengkok yaitu nalar dan pikirannya perempuan.[10]
Berbeda dengan pandangan dominan mufassir, Riffat Hassan memahami bahwa wanita (Hawa) itu diciptakan bukan dari tulang rusuk Adam, melainkan dari nafs wahidah yang oleh Riffat sendiri ditafsirkan dengan a single source (sumber yang satu). Asumsi dasar yang dibangun Riffat adalah, kalau wanita (Hawa) itu berasal dari Adam, berarti secara ontologis maupun filosopis wanita itu hanya derivasi dari pria dan berarti pula wanita tidak setara dengan laki-laki. Sebagai implikasinya, Riffat kemudian menolak argumentasi jumhur ulama dan juga hadis yang dijadikan landasan mereka.[11]
Reinterpretasi Makna Hadis Hawa diciptakan dari Tulang Rusuk Adam; sebuah analisa
Dalam teks hadis yang menyatakan bahwa wanita diciptakan dari tulang rusuk, tidak dijelaskan siapa wanita yang dimaksud dan diciptakan dari tulang rusuk siapa. Namun, teks hadis inilah yang berkembang di masyarakat, bahkan mereka menawarkan penafsiran lebih lanjut bahwa wanita yang dimaksud dalam teks hadis itu yaitu wanita pertama, yaitu Hawa, dan beliau diciptakan dari tulang rusuk Adam, yang merupakan insan pertama. Apalagi ditambah dengan matan hadis yang menggunakan kata “perempuan” dalam bentuk plural “an-nisa”, yang berarti seluruh kaum perempuan, tidak hanya wanita pertama (Hawa) diciptakan dari tulang rusuk. Secara tekstual, hadis ini bertentangan dengan ayat-ayat mengenai proses reproduksi insiden manusia.[12]
Apabila dicermati konteks hadis-hadis ini bergotong-royong berisi anjuran, atau bahkan perintah Nabi kepada pria pada waktu itu supaya saling menasehati satu sama lain untuk berbuat baik kepada istri-istri mereka atau kaum wanita secara umum.
Sabda Nabi tersebut hanya ditujukan kepada kaum laki-laki, ini sesuai dengan konteks masyarakat Arab dikala itu. [13]Sabda Nabi ini secara implisit memperlihatkan bahwa dominasi pria terhadap wanita dikala itu (bahkan hingga dengan sekarang) sangat berpengaruh dan kaum wanita tersubordinasi, bahkan sanggup dikatakan dalam keadaan tertindas sehingga Nabi merasa perlu untuk memerintahkan kaum pria supaya memandang wanita sebagai kawan yang sejajar. Nabi kemudian berusaha merombak budaya semacam itu dan berupaya meningkatkan derajat dan martabat kaum wanita dengan mengibaratkan wanita mirip tulang rusuk yang tidaklah sanggup diubah-ubah seenaknya mengikuti kemauan laki-laki. Dengan tanpa menggunakan kekerasan pria justru akan sanggup saling mengisi dan hidup berdampingan secara baik dengan perempuan.[14]
Pandangan ini diperkuat oleh kenyataan bahwa para penulis kitab hadis menempatkan hadis-hadis ini pada pembahasan mengenai proposal untuk berbuat baik kepada istri, bukan pada pembahasan mengenai awal penciptaan manusia. Al-Bukhari, disamping pada kitab al-hadis al-anbiya’ (yang hanya satu hadis), mnempatkan hadis-hadis ini pada kitab an-nikah, penggalan al-mudarah ma’a an-nisa’ (bab berbuat sopan dan lemah lembut kepada kaum perempuan) dan penggalan al-wusat bi an-nisa (bab wasiat mengenai kaum perempuan), sama halnya dengan An-Nawawi dalam syarah Shahih Muslimnya. Sementara itu asy-Syaukani menempatkan pada penggalan ihsan al-isyrah wa bayan haqq az-zaujain (bab berlaku baik dalam pergaulan (suami isti)[15]
Secara normatif, hadis perihal penciptaan Hawa dari tulang rusuk sama sekali tidak mengandung unsure misoginik. Sekalipun diciptakan secara berbeda, esensi kemanusiaan masing-masing tidak berbeda. Hawa yang diciptakan dari tulang rusuk, Isa yang diciptakan hanya lewat seorang ibu, dan insan lainnya diciptakan dengan proses reproduksi, semuanya berasal dari Adam, dan Adam berasal dari tanah. Dengan demikian secara esensi semua insan berasal dari asal ysang sama. Tapi secara histories, bisa saja hadis ini dipahami lepas dari konteksnya, sehingga terkesan melecehkan kaum wanita atau memojokkan kaum wanita yang diidentikkan dengan kebengkokan.
Kesimpulan
1. Dari segi sanad, hadis perihal penciptaan Hawa dari tulang rusuk bernilai sahih, tetapi dari segi matan, kontroversi pemahaman tidak sanggup dihindari. Khususnya matan yang menyatakan bahwa wanita diciptakan dari tulang rusuk. Diantara mereka ada yang mendapatkan dan ada yang menolak. Yang mendapatkan secara tekstualis bahkan menggunakan hadis tersebut untuk menafsirkan QS. An-Nisa ayat 1 perihal penciptaan awal manusia, sehimgga berdasarkan mereka Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. Yang mendapatkan secara metaforis (majazi), mengartikan bahwa pria harus berlaku baik da bijaksana dalam menghdapi perempuan. Sementara yang menolak berargumen bahwa hadis tersebut harus ditolak alasannya tidak sesuai dengan ayat-ayat al-Qu’an.
2. Hadis tersebut apabila ditempatkan dalam konteksnya secara sempurna dan dipahami secara utuh dari keseluruhan matan yang ada, maka hadis tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan penciptaan aawal perempuan. Hadis-hadis itu berisi pesan Nabi kepada kauma pria waktu itu untuk berlaku baik kepada istri-istri mereka atau kepada kaum wanita secara umum. Pesan Nabi tersebut merupakan salah satu manifestasi dari semangat pedoman Islam yang hendak menempatkan pria dan wanita secara sejajar.
DAFTAR PUSTAKA
An-Nawawi. Shahih Muslim bi Syarh an-Nawawi. Beirut: Dar al-Fikr, 1972.
Muhammad, Hussein. Islam Ramah Perempuan. Yogyakarta: LKiS, 2004.
Ilyas, Hamim. Perempuan Tertindas? Kajian Hadis-Hadis “Misoginis”. Yogyakarta: Elsaq, 2003.
Yunahar Ilyas, Feminisme: Dalam Kajian Tafsir Al-Qur’an Klasik dan Kontemporer, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997
Mustaqim, Abdul. Tafsir Feminis versus Tafsir Patriarki. Yogyakarta: Sabda Persada, 2003.
(ed.), Pemahaman Islam dan Tantangan Keadilan Jender. Yogyakarta: Gama Media, 2002.
Barlas, Asma. Cara Qur’an Membebaskan Perempuan terj. Cecep Lukman Yasin Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. 2005.
Wilcox, Lynn. Wanita dan Al-Qur’an; Dalam Perspektif Sufi. Bandung: Pustaka Hidayah, 2001.
Buat lebih berguna, kongsi: