Makalah Sejarah Dan Ilmu Sosial

Makalah Sejarah dan Ilmu Sosial
Mallingkai Ilyas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan, sejarah sebagai sebuah disiplin ilmu memperlihatkan fungsinya yang sejajar dengan disiplin-disiplin lain bagi kehidupan umat insan sekarang dan masa mendatang. Kecenderungan demikian akan semakin faktual jika penulisan sejarah bukan hanya sebatas dongeng biasa, melainkan di dalamnya terkandung eksplanasi kritis dan kedalaman pengetahuan perihal bagaimana dan mengapa peristiwa-peristiwa masa lampau terjadi. (Abdurrahman 1999, 10)

Sejarah dan ilmu-ilmu sosial mempunyai kekerabatan timbal balik. Sejarah diuntungkan oleh ilmu-ilmu sosial, dan sebaliknya. Dalam sejarah baru, yang memang lahir berkat ilmu-ilmu sosial, klarifikasi sejarah didasarkan atas ilmu-ilmu sosial. Belajar sejarah tidak sanggup dilepaskan dari berguru ilmu sosial. Meskipun demikian perlu diingat bahwa sejarah dan ilmu sosial berbeda tujuannya. (Kuntowijoyo 2005, 108).

 Seiring dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan Makalah Sejarah dan Ilmu Sosial

Dari latar belakang di atas, pemakalah berusaha mengurai sejauh mana kekerabatan antara sejarah dan ilmu-ilmu sosial menyerupai sosiologi, antropologi, ekonomi, dan lain sebagainya.

BAB II
PEMBAHASAN

Bahwasanya ilmu sejarah termasuk dalam lingkungan ilmu sosial, memerlukan sedikit penjelasan. Pertama perlu diketahui bahwa sejarah dikualifikasikan sebagai "ilmu" gres pada masa kala ke-19. Bila pada kala ke-18 sejarah dianggap arts, maka pada kala ke-19 sejarah dianggap lebih bersifat sebagai suatu sistem. Dalam bentuknya sebagai arts sejarah hanyalah merupakan bentuk aliran insan yang disampaikan dalam bentuk narration yang secara literer melukiskan insiden masa lampau, dan bersifat mempersoalkan masalah; apa, kapan, di mana, dan bagaimana suatu insiden itu terjadi. Tekanan lebih banyak diarahkan pada segi-segi literernya, hal-hal yang unik, dan tidak memakai analisis. Maka dari itu dalam studi sejarah yang konvensional ini tidak menerima problem kausalitas sebagai sentra penggarapannya, oleh lantaran itu tidak terdapat pertanyaan "mengapa". Selain tidak mempersoalkan kasus "mengapa", sejarah konvensional tidak mempunyai kerangka konseptual dalam menggarap sasarannya.[1] 

Perkembangan Ilmu Sejarah pasca perang dunia II memperlihatkan kecenderungan berpengaruh untuk mempergunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial dalam kajian Sejarah. Rapproachment atau proses saling mendekati antara ilmu sejarah dan ilmu-ilmu sosial disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: (Kartodirdjo 1988, 130)
Pertama, sejarah deskriptif-naratif sudah tidak memuaskan lagi untuk menjelaskan pelbagai kasus atau tanda-tanda yang serba kompleks dalam insiden Sejarah. Kedua, pendekatan multidimensional yang bertumpu pada penggunaan konsep dan teori ilmu sosial paling sempurna untuk memahami tanda-tanda atau kasus yang kompleks itu. Ketiga, dengan derma teori-teori sosial, yang memperlihatkan kekerabatan antara banyak sekali faktor (inflasi, pendapatan nasional, pengangguran, dan sebagainya), maka pernyataan-pernyataan mengenai masa silam sanggup dirinci, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

Keempat, teori-teori dalam ilmu sosial biasanya berkaitan dengan struktur umum dalam kenyataan sosio-historis. Karena itu, teori-teori tersebut sanggup dipakai untuk menganalisis perubahan-perubahan yang mempunyai jangkauan luas. Bila teori-teori sosial itu diandalkan dan dipercaya, maka dengan memakai teori-teori itu pengkajian sejarah juga sanggup mendapatkan amanah menyerupai halnya ilmu-ilmu sosial yang terbukti kesahihan studinya. Dengan cara ini, pengkajian sejarah yang dihasilkan tidak lagi lebih banyak didominasi dengan subjektifitas, yang sering dialamatkan kepadanya.

Kelima, studi sejarah tidak terbatas pada pengkajian hal-hal informatif perihal “apa”, “siapa”, “kapan”, “dimana”, dan “ bagaimana”, tetapi juga ingin melacak pelbagai struktur masyarakat (sosiologi), Pola kelakuan (antropologi) dan sebagainya. Studi yang memakai pendekatan ini akan melahirkan karya sejarah yang semakin antropologis (anthropological history) dan sejarah yang sosiologis (sosiologycal history ). 

Kegunaan Sejarah untuk Ilmu-ilmu Sosial 

Sejarah mempunyai mempunyai kegunaan untuk ilmu sosial dalam tiga hal: (Kuntowijoyo 2005, 109-112) 

1. Sejarah sebagai kritik terhadap generalisasi ilmu-ilmu sosial. Contohnya: Buku the religion of china yang ditulis oleh Max Weber, Buku Kal Wittfogel, oriental despotism, yang berisi teori perihal hydraulic society.

2. Permasalahan sejarah sanggup menjadi permasalahan ilmu sosial. Contohnya: Soedjito Sosrodihardjo menulis perihal struktur masyarakat Jawa, Buku Barrington Moore, Jr., Social Origins of Dictatorship and Democracy: Lord and Peasant in the Making of the Modern World.

3. Pendekatan sejarah yang bersifat diakronis menambah dimensi gres pada ilmu-ilmu sosial yang sinkronis. Contohnya: Buku Clifford Geertz, yang berjudul Agricultural Involution: The Process of Ecological Change in Indonesia dan The Social History of an Indonesian Town

Kegunaan Ilmu-Ilmu Sosial untuk Sejarah

Sejarah gres yang memang lahir dari adanya perkembangan ilmu-ilmu sosial menjadi bukti bagaimana efek ilmu-ilmu sosial pada sejarah. Pengaruh ilmu-ilmu sosial pada sejarah sanggup kita golongkan ke dalam empat macam, yaitu (1) konsep, (2) teori, (3) permasalahan, dan (4) pendekatan. (Kuntowijoyo 2005, 113) 

Walaupun demikian, penggunaan ilmu sosial dalam sejarah itu bervariasi. Variasi itu ialah (1) yang menolak sama sekali, (2) yang memakai secara implicit, (3) yang memakai secara eksplisit, dan (4) yang adonan dan kekaburan batas. (Kuntowijoyo, Ibid)

Hubungan Sejarah dengan Ilmu-ilmu Sosial

Kemudian, bagaimana kekerabatan timbal balik antara sejarah dengan ilmu-ilmu sosial lainnya? Hal ini sanggup dijelaskan sebagai berikut:

Hubungan antara sejarah dengan sosiologi, tercermin dalam ungkapan yang berbunyi "sejarah yaitu sosiologi dengan pekerjaan berat. Sosiologi yaitu sejarah tanpa pekerjaan berat". Dalam perkembangan kedua disiplin saling bekerjasama erat, sehingga timbul jenis-jenis pendekatan interdisipliner antara keduanya. Sebagai pola sanggup ditunjukkan perihal karya-karya yang sifatnya sosiologis dalam konsep-konsepnya dan historis dalam penggarapannya. Misalnya: Penulis yang memakai pendekatan sosiologis bahan-bahan sejarah (sociological history) antara lain: Caulanges, Giots, Pirenne, Maunier, Maitland, Stephenson, Marc Bloch. Ada pula yang memusatkan pada kasus case-study perihal tempat kebudayaan. Contohnya: Howard Beeker, Jacob Burchard, Max Weber, Toynbee, dan lain-lain.

Hubungan antara sejarah dengan ilmu politik. Secara konvensional sejarah politik dalam hal ini banyak menampilkan segi politik secara menonjol. Dalam hubungannya dengan kedua disiplin ini melahirkan apa yang disebut pendekatan ilmu politik, dan pendekatan institusional, pendekatan legalistis, pendekatan kekuasaan, pendekatan nilai dan pengaruh, pendekatan kelompok, dan sebagainya.

Hubungan antara sejarah dan antropologi juga erat terutama bagi sejarah lantaran menerima manfaat dengan pendekatan kulturalnya. Antropologi lazim mengkaji suatu komunitas dengan pendekatan sinkronis, yaitu menyerupai menciptakan suatu pemotretan pada momentum tertentu mengenai pelbagai bidang atas aspek kehidupan komunitas, sebagai belahan dari satu kesatuan atau sistem serta kekerabatan satu sama lain sebagai subsistem dalam suatu sistem. Rasanya citra sinkronis ini tidak memperlihatkan pertumbuhan atau perubahan. Justru dalam studi anthropologi diharapkan pula klarifikasi perihal struktur-struktur sosial yang berupa lembaga-lembaga, pranata, sistem-sistem, kesemuanya akan sanggup diterangkan secara lebih terang apabila diungkapkan pula bahwa struktur itu yaitu produk dari perkembangan di masa lampau. Hal ini akan sanggup dijelaskan eksistensinya dengan melacak perkembangan sejarahnya. (Kartodirdjo 1988, 165)

Hubungan antara sejarah dengan ekonomi. Sepanjang sejarah modern telah muncul kekuatan-kekuatan ekonomi pasar internasional maupun nasional. Dengan demikan, juga menyangkut soal metodologis untuk memahami perkembangan itu. Hubungan antara keduanya memungkinkan sejarah memperoleh hipotesa-hipotesa dan model-model yang bekerjasama dengan tindakan sosial dalam hubungannya dengan alokasi sumber kehidupan dan pemilihan alternatifnya. (Suryo 1980, 7)

BAB III
PENUTUP

Dari beberapa uraian di atas dibentuk kesimpulan bahwa kekerabatan antara sejarah dan ilmu-ilmu sosial sangat erat dan tidak sanggup dipisahkan. Sejarah membutuhkan ilmu sosial dalam perkembangannya begitu juga sebaliknya. 

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Dudung, Metode Penelitian Sejarah, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.
Hariyono, Mempelajarai Sejarah Secara Efektif, Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1995. 
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Cet. V, Yogyakarta: Bentang, 2005
Tamburaka, Rustam E., Pengantar Ilmu Sejarah, Teori FIlsafat Sejarah, Sejarah Filsafat dan Iptek, Cet. I, Jakarta: Rineka CIpta, 2002
Kartodirdjo, Sartono, “Metodologi Max Weber dan Wilhelm Dilthey”, dalam Lembaran Sejarah No. 6 Tahun 1970. Yogyakarta: Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Budaya UGM.
-----------, 1988, Pendekatan Ilmu-ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Yogyakarta: P.AU. Universitas Gajahmada.
Suryo, Djoko, “Sekitar Masalah Sejarah dengan Ilmu-ilmu Sosial: Sebuah Catatan”, dalam Bacaan Sejarah No. 4 Tahun 1980. Yogyakarta: Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Budaya Universitas Gajahmada.


[1]Dalam keadaan yang sedemikian itu sejarah kurang mempunyai arti lantaran tidak sanggup memperlihatkan klarifikasi mengenai kasus yang terjadi dalam kehidupan manusia, lihat Hubungan antara sejarah dan Ilmu Sosial, https://mataseluruhdunia101.blogspot.com//search?q=hubungan-antara-sejarah-dengan-ilmu/ kanal 16 Oktober 2013 pukul 16.30 WITA. 

Buat lebih berguna, kongsi:

Trending Kini: