Sejarah Isra’ Miraj Rasulullah SAW: Kajian Tematis Berbasis Sunnah, Menjawab Pertanyaan yang bermunculan Seputar Perjalanan Nabi Muhammad SAW
Oleh: Muhammad Makmun (07530064)
Oleh: Muhammad Makmun (07530064)
Hadis sangatlah bermacam-macam bentuknya, dari sisi kuantitas perawinya muncul istilah mutawatir dan ahad, dari kualitasnya muncul istilah shahih, hasan dan dlaif, dari penisbatannya kepada rasul muncul istilah marfu’, mauquf dan maqthu’. Di samping itu apabila diperhatikan lebih luas lagi ternyata matn hadis mengandung tema yang beragam, mulai dari bidang aqidah, ilmu, mu’amalah, akhlak, sirah dan lain-lain.
Di antara sekian bidang garapan hadis, hadis seputar isra’ mi’raj merupakan hadis yang sangat menarik untuk dibahas. Di samping isra’ mi’raj merupakan salah satu bentuk mukjizat yang unik dan penuh perdebatan, fenomena tersebut juga menerima legitimasi dari Al Qur’an.
Beramgkat dari sedikit ulasan di atas, goresan pena ini mencoba mengungkap kembali pemahaman yang ideal terhadap tema isra’ miraj dengan mendasarkan aspek pembahasannya pada sunnah Nabi SAW.
Makna Isra’ Dan Miraj Nabi SAW
Isra’ berasal dari akar kata bahasa arab : Asra – Yusri – Isra’ yang bermakna berjalan di waktu malam, sedang Mi’raj berasal dari kata : A’raja – Yu’riju – Mi’raj yang bermakna naik ke atas, maka makna Mi’raj ialah alat atau masa untuk naik.[1]
Dengan memperhatikan makna bahasa kata Isra’ dan Mi’raj tersebut diatas Isra’ dan Mi’raj diartikan sebagai perjalanan Nabi Muhammad SAW pada malam duapuluh tujuh rajab tahun kesebelas dari kenabian (sekitar tahun 622 masehi) dari masjidil haram ke masjidil aqsha, kemudian naik ke langit hingga kepada langit ke tujuh, dan terus berjumpa dengan Allah di shidratul muntaha untuk mendapatkan perintah shalat dan kemudian kembali pada malam yang sama, sebelum waktu subuh.[2]
Hadis Peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW
حدثنا شيبان بن فروخ حدثنا حماد بن سلمة حدثنا ثابت البناني عن أنس بن مالك أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال أتيت بالبراق وهو دابة أبيض طويل فوق الحمار ودون البغل يضع حافره عند منتهى طرفه قال فركبته حتى أتيت بيت المقدس قال فربطته بالحلقة التي يربط به الأنبياء قال ثم دخلت المسجد فصليت فيه ركعتين ثم خرجت فجاءني جبريل عليه السلام بإناء من خمر وإناء من لبن فاخترت اللبن فقال جبريل صلى الله عليه وسلم اخترت الفطرة ثم عرج بنا إلى السماء فاستفتح جبريل فقيل من أنت قال جبريل قيل ومن معك قال محمد قيل وقد بعث إليه قال قد بعث إليه ففتح لنا فإذا أنا بآدم فرحب بي ودعا لي بخير ثم عرج بنا إلى السماء الثانية فاستفتح جبريل عليه السلام فقيل من أنت قال جبريل قيل ومن معك قال محمد قيل وقد بعث إليه قال قد بعث إليه ففتح لنا فإذا أنا بابني الخالة عيسى ابن مريم ويحيى بن زكرياء صلوات الله عليهما فرحبا ودعوا لي بخير ثم عرج بي إلى السماء الثالثة فاستفتح جبريل فقيل من أنت قال جبريل قيل ومن معك قال محمد صلى الله عليه وسلم قيل وقد بعث إليه قال قد بعث إليه ففتح لنا فإذا أنا بيوسف صلى الله عليه وسلم إذا هو قد أعطي شطر الحسن فرحب ودعا لي بخير ثم عرج بنا إلى السماء الرابعة فاستفتح جبريل عليه السلام قيل من هذا قال جبريل قيل ومن معك قال محمد قال وقد بعث إليه قال قد بعث إليه ففتح لنا فإذا أنا بإدريس فرحب ودعا لي بخير قال الله عز وجل ورفعناه مكانا عليا ثم عرج بنا إلى السماء الخامسة فاستفتح جبريل قيل من هذا قال جبريل قيل ومن معك قال محمد قيل وقد بعث إليه قال قد بعث إليه ففتح لنا فإذا أنا بهارون صلى الله عليه وسلم فرحب ودعا لي بخير ثم عرج بنا إلى السماء السادسة فاستفتح جبريل عليه السلام قيل من هذا قال جبريل قيل ومن معك قال محمد قيل وقد بعث إليه قال قد بعث إليه ففتح لنا فإذا أنا بموسى صلى الله عليه وسلم فرحب ودعا لي بخير ثم عرج إلى السماء السابعة فاستفتح جبريل فقيل من هذا قال جبريل قيل ومن معك قال محمد صلى الله عليه وسلم قيل وقد بعث إليه قال قد بعث إليه ففتح لنا فإذا أنا بإبراهيم صلى الله عليه وسلم مسندا ظهره إلى البيت المعمور وإذا هو يدخله كل يوم سبعون ألف ملك لا يعودون إليه ثم ذهب بي إلى السدرة المنتهى وإذا ورقها كآذان الفيلة وإذا ثمرها كالقلال قال فلما غشيها من أمر الله ما غشي تغيرت فما أحد من خلق الله يستطيع أن ينعتها من حسنها فأوحى الله إلي ما أوحى ففرض علي خمسين صلاة في كل يوم وليلة فنزلت إلى موسى صلى الله عليه وسلم فقال ما فرض ربك على أمتك قلت خمسين صلاة قال ارجع إلى ربك فاسأله التخفيف فإن أمتك لا يطيقون ذلك فإني قد بلوت بني إسرائيل وخبرتهم قال فرجعت إلى ربي فقلت يا رب خفف على أمتي فحط عني خمسا فرجعت إلى موسى فقلت حط عني خمسا قال إن أمتك لا يطيقون ذلك فارجع إلى ربك فاسأله التخفيف قال فلم أزل أرجع بين ربي تبارك وتعالى وبين موسى عليه السلام حتى قال يا محمد إنهن خمس صلوات كل يوم وليلة لكل صلاة عشر فذلك خمسون صلاة ومن هم بحسنة فلم يعملها كتبت له حسنة فإن عملها كتبت له عشرا ومن هم بسيئة فلم يعملها لم تكتب شيئا فإن عملها كتبت سيئة واحدة قال فنزلت حتى انتهيت إلى موسى صلى الله عليه وسلم فأخبرته فقال ارجع إلى ربك فاسأله التخفيف فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم فقلت قد رجعت إلى ربي حتى استحييت منه. [3]
Artinya: Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Aku didatangi buraq, yaitu jenis binatang melata (dabbat) yang putih tingginya melebihi himar dan di bawah bighal (keledai) rawi berkata : kemudian Aku (Rasul) menaikinya hingga hingga di Baitul Maqdis, rawi berkata: maka kemudian Aku (Rasul) mengikatnya dengan tali sebagiamana yang dilakukan para nabi, kemudian saya shalat dua rakaat di baitul maqdis kemudian saya keluar dan datanglah jibril A.S. dengan membawa sewadah khamr dan madu tapi saya menentukan madu sehingga berkatalah jibril: kau telah menentukan kesucian kemudian kami (rasul dan jibril) naik ke langit dan Jibril memohon untuk dibukakan (pintunya), kemudian ditanya: siapa kamu? Jibril menjawab saya Jibril, kemudian ditanya lagi: siapa orang yang bersamamu? Jibril menjawab: Muhammad, kemudian ditanya lagi: apakah ia sudah diutus? Dijawab oleh Jibril: ya ia sudah diutus, kemudian dibukalah pintu untuk kita, dan akupun eksklusif bertemu dengan adam kemudian ia menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku, kemudian kami naik lagi ke langit kedua dan Jibril memohon untuk dibukakan pintunya, kemudian ditanya: siapa kau ia menjawab: saya jibril, kemudian ditanya: siapa orang yang bersamamu? Jibril menjawab: Muhammad, kemudian ditanya lagi: apakah ia sudah diutus? Jibril menjawab: ya ia sudah diutus, dan kemudian dibukalah pintu untuk kami, dan tiba-tiba saya bertemu dengan Ibnail Khalat Isa Bin Maryam dan zakariya A.S. mereka menyambut ku dan mendoakan kebaikan untukku, kemudian saya naik ke langit ke tiga, dan Jibril memohon untuk dibukakan pintunya, kemudian ditanya: siapa kau ia menjawab: saya Jibril, kemudian ditanya: siapa orang yang bersamamu? Jibril menjawab: Muhammad SAW, kemudian ditanya lagi: apakah ia sudah diutus? Jibril menjawab: ya ia sudah diutus, dan kemudian dibukalah pintu untuk kami, dan tiba-tiba saya bertemu dengan Yusuf SAW kemudian ia menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku, kemudian saya naik ke langit ke empat, dan jibril memohon untuk dibukakan pintunya, kemudian ditanya: siapa ini ia menjawab: saya jibril, kemudian ditanya: siapa orang yang bersamamu? Jibril menjawab: Muhammad, kemudian ditanya lagi: apakah ia sudah diutus? Jibril menjawab: ya ia sudah diutus, dan kemudian dibukalah pintu untuk kami, dan tiba-tiba saya bertemu dengan idris kemudian iamenyambutku dan mendoakan kebaikan untukku, Allah telah berfirman berkenaan dengan Idris, “dan Aku (Allah) sudah mengangkatnya dalam temapat yang mulia (surga)” kemudian kami naik ke langit ke lima dan Jibril memohon untuk dibukakan pintunya, kemudian ditanya: siapa ini ia menjawab: saya Jibril, kemudian ditanya: siapa orang yang bersamamu? Jibril menjawab: Muhammad, kemudian ditanya lagi: apakah ia sudah diutus? Jibril menjawab: ya ia sudah diutus, dan kemudian dibukalah pintu untuk kami, dan tiba-tiba saya bertemu dengan Harun SAW. Kemudian ia menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku, kemudian kami naik lagi menuju langit ke enam, dan Jibril memohon untuk dibukakan pintunya, kemudian ditanya: siapa ini ia menjawab: saya Jibril, kemudian ditanya: siapa orang yang bersamamu? Jibril menjawab: Muhammad SAW, kemudian ditanya lagi: apakah ia sudah diutus? Jibril menjawab: ya ia sudah diutus, dan kemudian dibukalah pintu untuk kami, dan tiba-tiba saya bertemu dengan Musa, kemudian ia menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku, kemudian naik menuju langit ke tujuh, dan jibril memohon untuk dibukakan pintunya, kemudian ditanya: siapa ini ia menjawab: saya Jibril, kemudian ditanya: siapa orang yang bersamamu? Jibril menjawab: Muhammad, kemudian ditanya lagi: apakah ia sudah diutus? Jibril menjawab: ya ia sudah diutus, dan kemudian dibukalah pintu untuk kami, dan tiba-tiba saya bertemu dengan Ibrahim SAW. Seraya lagi menyandarkan tubuhnya di Baitul Makmur, dimana setiap harinya dimasuki tujuh puluh malaikat yang tidak pernah kembali kepadanya, kemudian saya naik ke Sidratul Muntaha yang tidak seorangpun dari makhluk Allah bisa menyifatinya kerna betapa indahnya. Kemudian Allah memperlihatkan wahyu kepadaku maka diwajibkan bagiku shalat lima puluh kali setiap sehari semalam, balasannya saya turun menemui Nabi Musa, ia bertanya: apa yang diwajibkan tuhanmu pada umatmu? Aku menjawab: lima puluh kali (rakaat) shalat, musa berkata: kembalilah kepada tuhanmu dan mintalah dispensasi lantaran umatmu tidak bisa menjalankan itu, sungguh saya telah mencoba Bani Israil dan telah mengambil ikhtibar, rawi berkata: kemudian Aku kembali kepada tuhanku dan dan saya berkata: wahai tuhanku, ringankanlah umatku, sehingga ditetapkanlah lima kali shalat, kemudian saya kembali kepada Musa dan saya berkata: ditetapkan bagiku lima kali shalat, Musa berkata sesungguhnya umatmu belum bisa (menjalankan) itu maka kembalilah kepada tuhanmu dan mintalah dispensasi keringanan padanya, nabi berkata: saya selalu kembali diantara tuhanku tabaraka wa ta’ala dan Musa a.s. sehingga yang kuasa berkata: wahai Muhammad, sesungguhnya (lima kali shalat) itu ialah shalat lima kali setiap sehari semalam, masing-masing shalat mempunyai sepuluh pahala/keutamaan. Dan itu sama artinya dengan shalat lima puluh kali, barang siapa yang mereka (dalam kondisi, berniat mengerjakan, penulis) satu kebaikan dan tidak ditunaikan maka ia menerima satu kebaikan, namun bila ia melaksanakannya maka baginya sepuluh kebaikan/pahala. Dan barang siapa yang mereka (dalam kondisi, berniat mengerjakan, penulis) suatu kejelekan dan tidak dilakukan maka tidak ditulis baginya suatu apapun, kemudian apabila ia melaksanakan maka di ditetapkan baginya satu kejelekan, Rawi berkata: kemudian saya turun sehingga saya hingga kepada musa saw. Dan akupun mengabarinya (apa yang telah ku sanggup dari tuhanku) maka berkatalah musa: kembalilah kau kepada tuhanmu dan mintalah dispensasi kepadanya, maka berkatalah rasulullah saw. Maka saya berkata : sungguh saya telah kembali kepada tuhanku sehingga saya merasa malu kepadanya.
Artinya: Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya semoga Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari gejala (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia ialah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (Q.S. Al Isra’: 1)
Beberapa Kontoversi yang Sering Muncul Terkait Peristiwa Sejarah Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW
Kontroversi Dibersihkannya Dada (Hati) Nabi Sebelum Isra’
Ulama’ berbeda pendapat perihal dibelah dan dibersihkannya dada Nabi Muhammad sebelum insiden isra’ dan mi’raj, mereka yang menolak pendapat berargumen bahwa intinya pembelahan tersebut sudah dilakukan ketika Nabi Muhammad masih kecil yang hidup di kabilah Bani Sa’ad atas buaian Dewi Halimatussa’diyyah. Mereka mendasarkan argumennya pada riwayat berikut:
كما قال أحمد: حدثني حيوة ويزيد بن عبد ربه، قالا: حدثنا بقية، حدثني بحير بن سعد عن خالد بن معدان، عن ابن عمرو السلمي، عن عتبة بن عبد السملى، أنه حدثهم، أن رجلا سأل رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم: كيف كان أول شأنك يا رسول الله؟ قال: " كانت حاضنتي من بني سعد بن بكر فانطلقت أنا وابن لها في بهم لنا ولم نأخذ معنا زادا فقلت: يا أخي اذهب فأتنا بزاد من عند امنا فانطلق أخي ومكثت عند البهم، فأقبل طيران أبيضان، كأنهما نسران، فقال أحدهما لصاحبه: أهذا هو؟ قال: نعم، فأقبلا يبتدراني فأخذاني فبطحاني الى القفا، فشقا بطني ثم استخرجا قلبي فشقاه فأخرجا منه علقتين سوداوين. فقال أحدهما لصاحبه (قال يزيد في حديثه): ائتني بماء ثلج فغسلا به جوفي، ثم قال أحدهما لصاحبه: خطه، فخاطه وختم عليه بخاتم النبوة.. الحديث".[4]
Adapun ulama’ yang sepekat dengan dibelahnya dada Nabi Muhammad mendasarkan pendapatnya pada beberapa riwayat berikut:
حدثنا هدبة بن خالد حدثنا همام بن يحيى حدثنا قتادة عن أنس بن مالك عن مالك بن صعصعة رضي الله عنهما أن نبي الله صلى الله عليه وسلم حدثهم عن ليلة أسري به بينما أنا في الحطيم وربما قال في الحجر مضطجعا إذ أتاني آت فقد قال وسمعته يقول فشق ما بين هذه إلى هذه فقلت للجارود وهو إلى جنبي ما يعني به قال من ثغرة نحره إلى شعرته وسمعته يقول من قصه إلى شعرته فاستخرج قلبي ثم أتيت بطست من ذهب مملوءة إيمانا فغسل قلبي ثم حشي ثم أعيد ثم أتيت بدابة دون البغل وفوق الحمار أبيض فقال له الجارود هو البراق يا أبا حمزة قال أنس نعم يضع خطوه عند أقصى طرفه فحملت عليه فانطلق بي جبريل حتى أتى السماء الدنيا فاستفتح فقيل من هذا قال جبريل قيل ومن معك قال محمد قيل وقد أرسل إليه قال نعم قيل مرحبا به فنعم المجيء جاء ففتح فلما خلصت فإذا فيها آدم ......................الخ,[5]
Di antara ulama’ yang sependapat dengan hadis di atas ialah Ibnu Dahiyyah dan Ibnul Munir, berdasarkan mereka pembelahan dada Nabi itu dilaksanakan dua kali yakni ketika Nabi masih kecil dan ketika insiden isra’dan mi’raj. Lebih dari itu Jalaluddin Al Suyuthi menyetir pendapat Syaikhul Islam Ibnu Hajar yang menyampaikan pembelahan dada Nabi itu dilaksanakan tiga kali, yaitu pada sa’at Nabi masih kecil, pada ketika pengangkatan Nabi menjadi rasul dan pada ketika insiden isra’ dan mi’raj. Namun pembedahan tersebut mempunyai nasihat yang berbeda-beda. Pertama, pembedahan yang dilakukan di usia kecil Nabi berfungsi untuk menumbuhkan sikap-sikap yang tepat dan jauh dari adanya gangguan setan. Kedua, dibelahnya dada Nabi pada ketika diangkatnya ia menjadi nabi ditujukan untuk memuliakannya semoga Nabi bisa mendapatkan wahyu Allah dengan hati yang berpengaruh dan dalam sebaik-baik kondisi kondisi yaitu batin yang suci. Sedangkan yang Ketiga, pada ketika isra’ dan mi’raj untuk tercapainya mubalaghah dengan tercapainya pencucian ketiga sebagaimana disyari’atkan Nabi SAW dalam bersuci (thaharah) membersihkan anggota dzahir.[6]
Sebenarnya mengenai pembedahan dan pencucian hati nabi termasuk salah satu aspek theologies yang harus diterima, diimani lantaran disukung oleh hadis-hadis yang shahih bahwa mereka (para sahabat) menyaksikan adanya tanda “sejenis jahitan yang melingkar”. Ibnu Hajar sangat menyayangkan pendapat orang-orang kurang berilmu yang mengingkari pembedahan dada nabi, mencoba memahaminya secara “simbolik” dan mengecam adanya kenyataan-kenyataan yang tidak mungkin. Mereka ialah orang yang sangat kurang berilmu dan tidak mempercayai kuasa yang kuasa dan jauh dari kedalaman cakrawala sunnah.[7]
Teknologi Ilahiy; Buraq pada Peristiwa Isra’ Dan Miraj Nabi SAW
Buraq ialah salah satu jenis binatang melata, dalam terminology hadis disebut dabbat, beberapa kamus menyebutnya dengan farasun mujannahun, yaitu kuda yang bersayap.[8] Namun, beberapa hadis menyebutnya dengan:
الْبُرَاقُ دَابَّة أَبْيَض دُونَ الْبَغْلِ وَفَوْقَ الْحِمَارِ
Artinya: buraq yaitu dabbat yang putih lebih pendek dari bighal (keledai) dan lebih tinggi dari pada himar. Pengertian ini didasarkan atas sabda rasul yang terdapat dalam kitab shahih bukhari:
حَدَّثَنَا هُدْبَةُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ عَنْ قَتَادَةَ ح و قَالَ لِي خَلِيفَةُ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ وَهِشَامٌ قَالَا حَدَّثَنَا قَتَادَةُ حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ عَنْ مَالِكِ بْنِ صَعْصَعَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَا أَنَا عِنْدَ الْبَيْتِ بَيْنَ النَّائِمِ وَالْيَقْظَانِ وَذَكَرَ يَعْنِي رَجُلًا بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ فَأُتِيتُ بِطَسْتٍ مِنْ ذَهَبٍ مُلِئَ حِكْمَةً وَإِيمَانًا فَشُقَّ مِنْ النَّحْرِ إِلَى مَرَاقِّ الْبَطْنِ ثُمَّ غُسِلَ الْبَطْنُ بِمَاءِ زَمْزَمَ ثُمَّ مُلِئَ حِكْمَةً وَإِيمَانًا وَأُتِيتُ بِدَابَّةٍ أَبْيَضَ دُونَ الْبَغْلِ وَفَوْقَ الْحِمَارِ الْبُرَاقُ فَانْطَلَقْتُ مَعَ جِبْرِيلَ حَتَّى أَتَيْنَا السَّمَاءَ الدُّنْيَا قِيلَ مَنْ هَذَا قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ مَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ قِيلَ وَقَدْ أُرْسِلَ إِلَيْهِ قَالَ نَعَمْ قِيلَ مَرْحَبًا بِهِ وَلَنِعْمَ الْمَجِيءُ جَاءَ فَأَتَيْتُ عَلَى آدَمَ فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَقَالَ مَرْحَبًا بِكَ مِنْ ابْنٍ وَنَبِيٍّ فَأَتَيْنَا السَّمَاءَ الثَّانِيَةَ................الخ[9].
Terdapat definisi yang lebih spesifik sebagaimana terangkum dalam riwayat imam muslim:
الْبُرَاقُ دَابَّة أَبْيَض فَوْقَ الْحِمَارِ وَدُونَ الْبَغْلِ يَقَعُ خَطْوُهُ عِنْدَ أَقْصَى طَرْفِهِ
Artinya: Dabbat yang putih kulitnya, tingginya melebihi himar tapi lebih pendek dari bighal (keledai) yang langkahnya sejauh ujungnya.
Pengertian di atas didasrkan kepada hadis nabi yangh diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya, Al Jami’ Al Shahih:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدِيٍّ عَنْ سَعِيدٍ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ لَعَلَّهُ قَالَ عَنْ مَالِكِ بْنِ صَعْصَعَةَ رَجُلٍ مِنْ قَوْمِهِ قَالَ قَالَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَا أَنَا عِنْدَ الْبَيْتِ بَيْنَ النَّائِمِ وَالْيَقْظَانِ إِذْ سَمِعْتُ قَائِلًا يَقُولُ أَحَدُ الثَّلَاثَةِ بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ فَأُتِيتُ فَانْطُلِقَ بِي فَأُتِيتُ بِطَسْتٍ مِنْ ذَهَبٍ فِيهَا مِنْ مَاءِ زَمْزَمَ فَشُرِحَ صَدْرِي إِلَى كَذَا وَكَذَا قَالَ قَتَادَةُ فَقُلْتُ لِلَّذِي مَعِي مَا يَعْنِي قَالَ إِلَى أَسْفَلِ بَطْنِهِ فَاسْتُخْرِجَ قَلْبِي فَغُسِلَ بِمَاءِ زَمْزَمَ ثُمَّ أُعِيدَ مَكَانَهُ ثُمَّ حُشِيَ إِيمَانًا وَحِكْمَةً ثُمَّ أُتِيتُ بِدَابَّةٍ أَبْيَضَ يُقَالُ لَهُ الْبُرَاقُ فَوْقَ الْحِمَارِ وَدُونَ الْبَغْلِ يَقَعُ خَطْوُهُ عِنْدَ أَقْصَى طَرْفِهِ فَحُمِلْتُ عَلَيْهِ ثُمَّ انْطَلَقْنَا حَتَّى أَتَيْنَا السَّمَاءَ الدُّنْيَا فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقِيلَ مَنْ هَذَا قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ وَمَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قِيلَ وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ.........الخ.[10]
Hakikat Isra’ Miraj Nabi SAW
Ulama berbeda pendapat “apakah isra’ dan mi’raj dilakukan di satu malam atau tidak; apakah dilakukan dalam kedaan berdiri atau tidur; dan apakah isra’ dan mi’raj itu dilakukan sekali, dua kali atau beberapa kali“?. Mayoritas jago tafsir dan jago hadis beropini bahwa isra’ dan mi’raj dilakukan dalam satu malam dan dalam keadaan bangun, tidak tidur. Pendapat tersebut didasarkan pada hadis-hadis yang shahih juga firman Allah:
{سبحان الذي أسرى بعبده ليلا} الاسراء: 1
Pada dasarnya Allah SWT bertasbih dalam perkara-perkara yang agung sedangkan tidur itu bukanlah sesuatu yang agung. Meski orang quraiys inkar terhadap kenyataan insiden isra’ dan mi’raj yang dilakukan dalam kondisi tidak tidur atau bangun. Namun, pengungkapan kata ‘abd (hamba) dalam ayat di atas memperlihatkan kumpulan ruh dan jasad dan andaikan isra’ dan mi’raj dilakukan dalam kondisi tidur pasti Allah tidak menggunakan kata ‘Abd (hamba) melainkan bi ruhi ‘abdidhi (dengan ruh hambanya). Abu na’im menguatkan pendapat tersebut dalam kitabnya “al Dalail” dengan mengutip hadisnya Muhammad bin ka’b al quradziy terkait Abu Sufyan bersama harqal (baca: kitab Bad’ul wahyi dalam shahih bukhariy),
Berbeda dengan kelompok di atas, ada beberapa ulama’ yang beropini bahwa isra’ dan mi’raj itu hanya dilampui Rasulullah saw di dalam mimpinya. Maka tidak aneh kiranya jika mu’awiyah berkata ketika suatu ketika ditanya perihal isra’: “melihat Allah (dalam mimpi, penulis) itu benar ”. bahkkan dalam suatu riwayat siti aisyah pernah berkata: (di ketika isra’) jasad rasul SAW masih tetap (di bumi, penerjemah), sesungguhnya rasul diisra’kan hanya dengan ruhnya saja. Hal ini juga senada dengan sejarah yang diriwayatkan oleh ibnu ishaq dalam kitabnya “sirah nabawiyyah”. Juga sesuai dengan firman Allah:
{وما جعلنا الرؤيا التي أريناك إلا فتنة للناس} الاسراء 60.
Kata ru’yah tidak lain hanyalah dipakai untuk mimpi. Pendapat tersebut juga didasarkan atas wurudnya hadis:
"حدثنا هدبة بن خالد حدثنا همام عن قتادة ح و قال لي خليفة حدثنا يزيد بن زريع حدثنا سعيد وهشام قالا حدثنا قتادة حدثنا أنس بن مالك عن مالك بن صعصعة رضي الله عنهما قال قال النبي صلى الله عليه وسلم بينا أنا عند البيت بين النائم واليقظان................الخ"،[11]
Dan dalam riwayat yang lain terdapat redaksi:
"حدثنا عبد العزيز بن عبد الله حدثني سليمان عن شريك بن عبد الله أنه قال سمعت أنس بن مالك يقول ليلة أسري برسول الله صلى الله عليه وسلم من مسجد الكعبة أنه جاءه ثلاثة نفر قبل أن يوحى إليه وهو نائم في المسجد الحرام فقال أولهم أيهم هو فقال أوسطهم هو خيرهم فقال آخرهم خذوا خيرهم فكانت تلك الليلة فلم يرهم حتى أتوه ليلة أخرى فيما يرى قلبه وتنام عينه ولا ينام قلبه وكذلك الأنبياء تنام أعينهم ولا تنام قلوبهم .................الخ"[12]
Berbeda dengan kedua pendapat sebelumnya, terdapat pendapat yang menyampaikan bahwa isra’ itu dilakukan dalam keadaan berdiri sedangkan mi’raj dilakukan dalam keadaan tidur. Oleh lantaran itu ketika Nabi Muhammad SAW meberitakan soal isra’ dan mi’raj mereka mendustakan insiden isra’nya saja dan mereka tidak menghiraukan akan mi’raj. Di samping itu di dalam Al Qur’an hanya terdapat kata isra’, andaikan mi’raj dilakukan dalam keadaan berdiri pastinya ayat tersebut tidak hanya putus pada kata “Al Masjid Al Aqsha” padahal sebetulnya insiden mi’raj justru lebih seru dan mengagumkan.
Sebagian ulama’ lebih condong memahami bahwa isra’ itu dilakukan dalam suatu malam dan mi’raj dilakukan di malam yang lain. Pendapat ini mendasarkan argumennya pada beberapa hadis yang tertolak lantaran sebagian rawinya lemah, salah satu misalnya yaitu hadis berikut:
أنه كان عليه السلام يسأل ربه أن يريه الجنة والنار، فلما كانت ليلة السبت لسبع عشر من رمضان قبل الهجرة بثمانية عشر شهرا ورسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم نائم في بيته أتاه ميكائيل وجبريل فقالا: انطلق الى ما سألت الله فانطلقا به الى ما بين المقام وزمزم فأتى بالمعراج فإذا هو أحسن شيء منظرا فعرجا به الى السموات. الحديث. وهذا قد ضعفوه بأبي بكر بن محمد بن أبي سبرة.[13]
Di samping beberapa pendapat tersebut di atas, ternyata masih ada golongan ulama’ yang menyatakan bahwa isra’ mi’raj terjadi dua kali. Pertama terjadi dalam keadaan tidur dan kedua terjadi dalam keadaan bangun. Fungsi isra’-mi’raj yang pertama untuk memudahkan, mengenalkan dan mempersiapkan isra’ kedua yang dilakukan dengan dalam keadaan bangun. Hal ini sebetulnya bukanlah hal yang aneh, lantaran hal serupa juga terjadi di awal kenabian Muhammad SAW yaitu ketika ia mendapatkan mimpi (al ru’ya al shadiqah) yang tujuannya untuk memudahkan urusan kenabian. Salah satu sarjana yang sejalan dengan pendapat ini ialah Abu Nashr Al Qusyairy, Ibnu Arabiy dan Al Suhailiy.
Ibnu Hajar menambahi bahwa isra’-mi’raj yang di dalamnya terdapat fardlunya shalat itu terjadi di makkah dalam keadaan bangun, tidur. Dan seyogyanya ditambahkan bahwa isra’-mi’raj yang terjadi di dalam mimpi itu terulang di madinah.[14]
2 Bagian besar Sejarah Perjalan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW
Pada dasarnya Historitas isra’ dan mi’raj sanggup dibagi menjadi dua serpihan besar, yakni ditinjau dari dimensi waktu dan tempatnya.
1. Dimensi Waktu[15] Isra’ Mi’raj
Ada pendapat yang menyampaikan bahwa isra’ mi’raj itu sebelum nabi diangkat menjadi rasul. Namun pendapat ini banyak menuai perlawanan lantaran pendapat tersebut ialah pendapat yang syadz. Kemingkinan pandapat ini diusung dengan mengutip pendapat imam Al Thabraniy yang menyampaikan bahwa insiden isra’ dan mi’raj terjadi sebelum lahirnya Fathimah. Sedangkan Fathimah lahir Sembilan tahun sebelum kenabian. Meski demikian hadis tersebut dinilai dlaif.
Sahabat Ibnu Mas’ud yakin bahwa insiden isra’ dan mi’raj itu tepat satu tahun sebelum hijrah, pendapat ini dipastikan oleh Imam Al Nawawi bahwa isra’ dan mi’raj terjadi delapan belas bulan sebelum hijrah ke madinah sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Al Jauziy. Sementara itu ulama’ lain ada yang beropini terpaut enam bulan, sebelas bulan, lima belas bulan, tujuh belas bulan, delapan belas bulan, dua puluh bulan, tiga tahun,lima tahun dengan dalih khadijah pernah shalat bareng nabi sehabis difardukan shalat, sedangkan khadijah wafat tiga tahun atau lima tahun sebelum hijrah.[16]
Pendapat yang masyhur menyampaikan insiden isra’ dan mi’raj itu terjadi pada tanggal dua puluh tujuh bulan rajab.
2. Dimensi Tempat [17] Isra’ Mi’raj
Dilihat dari Negara (tempat) terjadinya isra’ dan mi’raj, pendapat yang masyhur menyampaikan isra’ dan mi’raj terjadi di Makkah, dan sebagian pendapat menyampaikan terjadi di madinah lantaran ada pengulangan, adanya mimpi. Dan apabila ditinjau dari kawasan khusus terjadinya isra’ dan mi’raj maka berdasarkan hadis-hadis yang ada terdapat beberapa pendapat: yaitu di masjid, kawasan di antara maqam (Ibrahim) dan zam-zam, hajar aswad, di rumah Nabi, di rumah ummi hani’ dan lain-lain.
Apakah Nabi Melihat Tuhan Di Dalam Mi’raj?
Ada dua pendapat berkenaan dengan cara (proses) Nabi melihat Tuhan. Yaitu, Pendapat pertama meyakini nabi melihat yang kuasa dan pendapat kedua menolak. Salah satu sobat yang masuk di golongan pertama yaitu Ibnu Abbas dan Thaifah. Sedangkan sobat yang masuk di golongan kedua yaitu siti A’isyah. Namun pendapat pertama lebih berpengaruh lantaran didasarkan kepada beberapa riwayat berikut:
قال أحمد: حدثنا الأسود بن عامر، حدثنا حمّاد بن سلمة عن قتادة عن عكرمة عن ابن عباس قال: قال رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم: "رأيت ربي تبارك وتعالى" أخرجه الامام أحمد في مسنده 4/201 وصححه شاكر برقم 2580.[18]
وقال الطبراني: حدثنا الهيثم بن خلف. حدثنا يزيد بن عمر بن البراء القنوي، حدثنا حفص ابن عمر العدني، حدثنا موسى بن سعد، عن ميمون العباد، عن عكرمة، عن ابن عباس قال: نظر محمد صلى الله عليه وعلى آله وسلم الى ربه تبارك وتعالى: قال عكرمة لابن عباس: نظر محمد الى ربه؟ قال: نعم، جعل الكلام لموسى والخلة لابراهيم، والنظر لمحمد صلى الله عليه وعلى آله وسلم. أخرجهما الحاكم في المستدرك. 2/316ـ469.[19]
وقال الطبراني: حدثنا الهيثم بن خلف. حدثنا يزيد بن عمر بن البراء القنوي، حدثنا حفص ابن عمر العدني، حدثنا موسى بن سعد، عن ميمون العباد، عن عكرمة، عن ابن عباس قال: نظر محمد صلى الله عليه وعلى آله وسلم الى ربه تبارك وتعالى: قال عكرمة لابن عباس: نظر محمد الى ربه؟ قال: نعم، جعل الكلام لموسى والخلة لابراهيم، والنظر لمحمد صلى الله عليه وعلى آله وسلم. أخرجهما الحاكم في المستدرك. 2/316ـ469.[19]
Hasil Peristiwa Isra’ Dan Miraj Perjalanan Nabi Muhammad SAW
Rihlah internasional yang dilakukan nabi dalam isra’ dan mi’raj tidaklah sia-sia, mubadzir dan pencipta kontroversi. Namun, insiden agung yang merupakan salah satu mu’jizat tersebut menghasilkan pesan suci yang tiada tanding. Karena wahyu tersebut menjadi sebuah ritual yang menentukan baik-buruknya seluruh dimensi ke”ubudiahan” ummat nabi Muhammad saw. Wahyu yang dimaksud ialah difardlukannya shalat lima waktu, sebagaimana tertuang dalam riwayat imam Ahmad berikut:
حَدَّثَنَا عَفَّانُ قَالَ حَدَّثَنَا هَمَّامُ بْنُ يَحْيَى قَالَ سَمِعْتُ قَتَادَةَ يُحَدِّثُ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ مَالِكَ بْنَ صَعْصَعَةَ حَدَّثَهُ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدَّثَهُمْ عَنْ لَيْلَةِ أُسْرِيَ بِهِ قَالَ بَيْنَا أَنَا فِي الْحَطِيمِ وَرُبَّمَا قَالَ قَتَادَةُ فِي الْحِجْرِ مُضْطَجِعٌ إِذْ أَتَانِي آتٍ فَجَعَلَ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ الْأَوْسَطِ بَيْنَ الثَّلَاثَةِ قَالَ فَأَتَانِي............ أُمِرْتُ بِخَمْسِينَ صَلَاةً كُلَّ يَوْمٍ قَالَ إِنَّ أُمَّتَكَ لَا تَسْتَطِيعُ لِخَمْسِينَ صَلَاةً وَإِنِّي قَدْ خَبَرْتُ النَّاسَ قَبْلَكَ وَعَالَجْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَشَدَّ الْمُعَالَجَةِ فَارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ لِأُمَّتِكَ قَالَ فَرَجَعْتُ فَوَضَعَ عَنِّي عَشْرًا قَالَ فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى فَقَالَ بِمَا أُمِرْتَ قُلْتُ بِأَرْبَعِينَ صَلَاةً كُلَّ يَوْمٍ قَالَ إِنَّ أُمَّتَكَ لَا تَسْتَطِيعُ أَرْبَعِينَ صَلَاةً كُلَّ يَوْمٍ وَإِنِّي قَدْ خَبَرْتُ النَّاسَ قَبْلَكَ وَعَالَجْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَشَدَّ الْمُعَالَجَةِ فَارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ لِأُمَّتِكَ قَالَ فَرَجَعْتُ فَوَضَعَ عَنِّي عَشْرًا أُخْرَى فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى فَقَالَ لِي بِمَا أُمِرْتَ قُلْتُ أُمِرْتُ بِثَلَاثِينَ صَلَاةً كُلَّ يَوْمٍ قَالَ إِنَّ أُمَّتَكَ لَا تَسْتَطِيعُ لِثَلَاثِينَ صَلَاةً كُلَّ يَوْمٍ وَإِنِّي قَدْ خَبَرْتُ النَّاسَ قَبْلَكَ وَعَالَجْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَشَدَّ الْمُعَالَجَةِ فَارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ لِأُمَّتِكَ قَالَ فَرَجَعْتُ فَوَضَعَ عَنِّي عَشْرًا أُخْرَى فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى فَقَالَ لِي بِمَا أُمِرْتَ قُلْتُ بِعِشْرِينَ صَلَاةً كُلَّ يَوْمٍ فَقَالَ إِنَّ أُمَّتَكَ لَا تَسْتَطِيعُ لِعِشْرِينَ صَلَاةً كُلَّ يَوْمٍ وَإِنِّي قَدْ خَبَرْتُ النَّاسَ قَبْلَكَ وَعَالَجْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَشَدَّ الْمُعَالَجَةِ فَارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ لِأُمَّتِكَ قَالَ فَرَجَعْتُ فَأُمِرْتُ بِعَشْرِ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى فَقَالَ بِمَا أُمِرْتَ قُلْتُ بِعَشْرِ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ فَقَالَ إِنَّ أُمَّتَكَ لَا تَسْتَطِيعُ لِعَشْرِ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ فَإِنِّي قَدْ خَبَرْتُ النَّاسَ قَبْلَكَ وَعَالَجْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَشَدَّ الْمُعَالَجَةِ فَارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ لِأُمَّتِكَ قَالَ فَرَجَعْتُ فَأُمِرْتُ بِخَمْسِ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى فَقَالَ بِمَا أُمِرْتَ قُلْتُ أُمِرْتُ بِخَمْسِ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ فَقَالَ إِنَّ أُمَّتَكَ لَا تَسْتَطِيعُ لِخَمْسِ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ وَإِنِّي قَدْ خَبَرْتُ النَّاسَ قَبْلَكَ وَعَالَجْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَشَدَّ الْمُعَالَجَةِ فَارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ لِأُمَّتِكَ قَالَ قُلْتُ قَدْ سَأَلْتُ رَبِّي حَتَّى اسْتَحْيَيْتُ مِنْهُ وَلَكِنْ أَرْضَى وَأُسَلِّمُ فَلَمَّا نَفَذْتُ نَادَى مُنَادٍ قَدْ أَمْضَيْتُ فَرِيضَتِي وَخَفَّفْتُ عَنْ عِبَادِي.[20]
Hikmah Perjalanan Isra’ Dan Mi’raj Nabi SAW
1. Pengakuan Kebesaran Tuhan
Peristiwa isra’ dan mi’raj mengambarkan bahwa insan dengan kekuasaan Alah dan kebesaran dan pertolonganNya sanggup melaksanakan sesuatu yang tidak mungkin, lantaran Allah Maha Kuasa, sebagaimana perjalanan nabi Muhammad saw dari Makkah ke bumi palestina, dan naik ke langit ke tujuh dan kembali lagi hanya dilakukan dalam masa yang sangat singkat.
2. Tugas Manusia Sebagai Khalifah Allah.
Isra’-Mi’raj ialah perjalanan di bumi dari Masjidil Haram ke Masjid Al Aqsha, ini menggambarkan kiprah insan sebagai khalifah untuk sanggup menguasai dunia, dari kawasan berdirinya yang suci (Masjidil Haram) hingga ke kawasan yang terjauh di muka bumi (Masji Al Aqsha). Al Aqsha maksudnya ialah yang terjauh. Al haram ialah yang suci. Pada waktu itu di bumi hanya ada dua masjid, masjidil haram dan masjdil aqsha, maka insan harus sanggup menimbulkan semua bumi manjadi masjid, dari kawasan yang terdekat hingga kawasan yang terjauh dengan penuh kesucian dan kemuliaan.
3. Penguasaan Sumber Daya Alam
Baitul maqdis ialah kawasan bumi nabi-nabi diantaranya ialah nabi daud, nabi yang mempunyai kekuasaan dan mempunyai kepandaian dalam industry besi, dan juga nabi Sulaiman, nabi yang mempunyai kekayaan dan mempunyai kepandaian dalam komunikasi (bahasa ). Baitul maqdis ialah lambing kekuasaan dan kekayaan, sedangkan Masjidil haram ialah lambing kesucian. Dengan isra mikraj berarti seorang muslim harus sanggup menguasai dunia dan seluruh permukaan bumi sehingga mempunyai kekuasaan dan kekayaan sebagaimana nabi daud dan nabi Sulaiman, tetapi semuanya itu dilakukan dengan penuh kesucian dan untuk menghambakan diri kepada Allah subhana wataala.
4. Kesucian Diri Dan Kekuatan Iman, Dan Ilmu.
Sebelum nabi Muhammad berangkat, maka hati ia dibasuh dan diisi dengan iman, ini memperlihatkan pelajaran kepada umat insan semoga sebelum melaksanakan perjalanan di muka bumi, sebelum berikhtiar untuk menguasai dunia, perlu pencucian hati dan pengisian hati dengan iman, dengan doktrin dan kesucian hati inilah insan sanggup berjalan menuju tuhan, menjadi khalifah Allah.
5. Penguasaan Teknologi.
Setelah nabi berilmu memilih, dan higienis hatinya, maka nabi naik kenderaan buraq menuju ke Baitul maqdis. Buraq ialah lambing teknologi, alat untuk menguasai dunia, menjadi khalifah Allah. Untuk berjalan yang jauh diharapkan kenderaan yang cepat menyerupai kilat, maka makna bouraq ialah kilat, dan untuk naik ke langit diharapkan tangga, maka nabi naik dengan mikraj (secara bahasa mikraj berarti tangga ). Penguasaan alam, penjelajahan bumi mustahil tercapai tanpa dengan menggunakan alat lantaran itu merupakan sunnatullah. Kejayaan di atas bumi dengan alat dan teknologi, dan kejayaan darul abadi juga dengan amal ibadah, menyerupai shalat maka shalat ialah mikraj bagi seorang mukmin.
6. Memimpin Dalam Segala Bidang.
Dalam isra mikraj nabi Muhammad diangkat sebagai imam shalat dengan seluruh nabi yang lain menjadi makmum. Ini menggambarkan seorang muslim sepatutnya dengan isra mikraj sanggup menjadi pemimpin dalam segala bidang, pemimpin segala zaman, dan pemimpin dunia akhirat. Seorang muslim harus sanggup mengambarkan dirinya lebih baik dan lebih cemerlang dari yang lain. Setiap muslim sepatutnya menjadi imam baik dalam bidang spiritual, imam dalam ekonomi, imam dalam ilmu pengetahuan, imam dalam teknologi, imam dalam seluruh bidang kehidupan.
7. Konsultasi Dengan Yang Berpengalaman.
Nabi Muhammad sehabis mendapatkan perintah shalat berkonsultasi dengan nmabi Musa lantaran nabi Musa lebih dahulu berpengalaman dengan umatnya, dan nabi Muhammad mendapatkan isyarat dan nasehat dari nabi Musa. Beliau tidak berkomunikasid engan nabi Ibrahim yang berada di langit ke tujuh atetapi dengan nabi Musa lantaran nabi Musa lebih banyak beropengalaman dengan masyarakat yang lebih degil menyerupai bani Israel.
8. Menjadikan Shalat Sebagai Inti Kehidupan.
Dalam isra mikraj nabi diwajibkan shalat dalam sehari semalam, sehingga segala kesibukan dunia, harus sanggup ditujukan untuk penyembahan dan ibadah kepada Allah, sebabg itu shalat diwajibkandari pagi hingga malam dalam waktu yang berlainan, sehingga setiap ketika insan harus tetap berhubungan, berkonsultasi, memnita perlindungan, petunjuk daripada Allah. Kesibukan kerja, kehidupan dunia, dilarang melupoakan kewajiban kepada Allah, dan seluruh kekuasaan, kekayaan, harus sanggup dapat menjadui ibadah kepada Allah, sebagaimana dicontohkan oleh nabi Daud, walaupundia menguasai dunia dengan teknologi besi, tetapi ia meninggal dalam keadaan sujud kepada Allah subhana wataala. Dengan shalat , maka insan akan mencapai derajat tertinggi, sebagaimana disebutkan oleh hadis nabi “ shalat itu ialah mikraj bagi seorang mukmin “.
Kesimpulan
Isra’ dan mi’raj merupakan mukjizat agung nabi muhammad saw. Meski ia merupkan mukjizat yang agung dan sakral namun di dalam memahaminya ternyata terdapat perbedaan pemahaman yang sangat berarti. Perbedaan tersebut merupakan sebuah kelaziman lantaran perbedaan tersebut muncul dari bali teks al quran dan khususnya hadis yang sangat beragam.
Isra’ dan mi’raj ialah pintu utama diwajibkannya shalat fardlu. Tidak hanya itu adanya insiden tersebut juga sanggup mencerminkan adanya legalisasi Kebesaran Tuhan, Tugas Manusia Sebagai Khalifah Allah, penguasaan Sumber Daya Alam, kesucian Diri Dan Kekuatan Iman, dan Ilmu, Penguasaan Teknologi, memimpin dalam segala bidang, Konsultasi Dengan Yang Berpengalaman, dan Menjadikan Shalat Sebagai Inti Kehidupan.
Daftar Pustaka
Awwaluddin, M. Khoirul. 1995. Seputar Mukjizat Nabi . Semarang: Dakwah Press.
CD Mausu’atu Al Hadits Al Syaif
Al Suyuthi, Jalaluddin. Al Isra’ Wa Al Mi’raj dalam Al Maktabah Al Syamilah.
Munawwir, Warshon. 2002. Al Munawwir, Surabaya: Pustaka Progresif.
Al Asqallaniy, Ibnu Hajar . Fathul Bari dalam Al Maktabah Al Syamilah
Muhammad Bin Rizqin Bin Thurhuniy, Al Isra’ Wa Al Mi’raj; Al Riwayat Al Mutakamilah Al Shahihat Al Wahidah dalam Al Maktabat Al Syamilah.
[1] M. Khoirul Awwaluddin, Seputar Mukjizat Nabi (Semarang: Dakwah Press, 1995) hal 34
[2] M. Khoirul Awwaluddin, Seputar Mukjizat Nabi (Semarang: Dakwah Press, 1995) hal 34
[3] CD Mausu’atu Al Hadits Al Syaif, Shahih Muslim hadis ke 234
[4] Jalaluddin Al Suyuthi, Al Isra’ Wa Al Mi’raj dalam Al Maktabah Al Syamilah.
[5] CD Mausu’atu Al Hadits Al Syaif, Shahih Bukhari hadis ke 3598
[6] Jalaluddin Al Suyuthi, Al Isra’ Wa Al Mi’raj dalam Al Maktabah Al Syamilah.
[7] Jalaluddin Al Suyuthi, Al Isra’ Wa Al Mi’raj dalam Al Maktabah Al Syamilah.
[8] Baca: Warshon Munawwir, Al Munawwir (Surabaya: Pustaka progresif, 2002) hal. 77
[9] CD Mausu’atu Al Hadits Al Syaif, Shahih Bukhari hadis ke 2968
[10] CD Mausu’atu Al Hadits Al Syaif, Shahih Bukhari hadis ke 238
[11] CD Mausu’atu Al Hadits Al Syaif, Shahih Bukhari hadis ke 2968
[12] CD Mausu’atu Al Hadits Al Syaif, Shahih Bukhari hadis ke 6963
[13] Jalaluddin Al Suyuthi, Al Isra’ Wa Al Mi’raj dalam Al Maktabah Al Syamilah.
[14] Ibnu Hajar Al Asqallaniy, Fathul Bari dalam Al Maktabah Al Syamilah
[15] Muhammad Bin Rizqin Bin Thurhuniy, Al Isra’ Wa Al Mi’raj; Al Riwayat Al Mutakamilah Al Shahihat Al Wahidah dalam Al Maktabat Al Syamilah.
[16] Jalaluddin Al Suyuthi, Al Isra’ Wa Al Mi’raj dalam Al Maktabah Al Syamilah.
[17] Muhammad Bin Rizqin Bin Thurhuniy, Al Isra’ Wa Al Mi’raj; Al Riwayat Al Mutakamilah Al Shahihat Al Wahidah dalam Al Maktabat Al Syamilah.
[18] Jalaluddin Al Suyuthi, Al Isra’ Wa Al Mi’raj dalam Al Maktabah Al Syamilah.
[19] Jalaluddin Al Suyuthi, Al Isra’ Wa Al Mi’raj dalam Al Maktabah Al Syamilah.
[20] CD Mausu’atu Al Hadits Al Syaif, Musnad Ahmad hadis ke 17165
Buat lebih berguna, kongsi: