Konsep Negara Dan Teori Aturan Islam Berdasarkan Faooq Hassan

Konsep Negara dan Hukum Islam Menurut Faooq Hassan
Ringkasan Buku The concept Of State and Law In Islam Karya Faooq Hassan

Ada tiga cara pandang dalam membangun teori perihal negara. Pandangan: pertama, Sains Politik, yaitu memandang negara dengan mengkaji fungsi bekerjsama dari negara. Kedua, Filsafat Politik, yaitu melihat negara itu sebaiknya menyerupai apa. Ketiga, Teori Juristik yaitu pendekatan ahli-ahli aturan dalam melihat negara. pada sudut pandang teori yuristik ini, menyajikan tiga konsep mengenai kekerabatan negara dan hukum; Pertama negara lebih dahulu dari hukum, dan negara berhak membuat hukum. Kedua aturan mendahului negara dan negara harus tunduk dan patuh atas kekuatan hukum. Ketiga aturan dan negara itu sama, dilihat dari sudut pandang yang berbeda.

Teori pertama merupakan teori yang ditemukan oleh Jhon Austin, ia menyatakan bahwa aturan ialah perintah dari penguasa yang berwenanng. Untuk itu, ia menawarkan ukuran-ukuran mudah dalam bangunan teori itu; pertama harus ada masyarakat politik dengan jumlah yang cukup , kedua harus ada satu penguasa tertinggi yang paling dipatuhi. 

Teori ini juga membangun kekerabatan antara rakyat dan penguasanya dengan kekerabatan kekuasaan bukan kekerabatan hukum, alasannya ialah kekerabatan aturan dapat ada diantara satu kelompok kalau ada penguasa yang mengatur aturan diantara keduannya, padahal implikasi dari teori ini menjadikan negara tidak dapat diikat oleh hukum. Berdasarkan ini, maka aturan dapat mengikat selama orang itu tidak pada sebagai forum yang membuat hukum, namun aturan hanya menjadi kaidah-kaidah etika kalau diperhadapkan dengan forum hukum.
Konsep Negara dan Hukum Islam Menurut Faooq Hassan Konsep Negara dan Teori Hukum Islam Menurut Faooq Hassan

Teori pertama ini, meski membawa manfaat tapi juga tidak lepas dari kritika, lantaran ukuran Jhon Austin dalam mendefenisikan istilah kekuasaan akan melahirkan banyak pengertian yang berselisih sehingga mengakibatkan konflik. Teori yang lebih baik yang ditawarkan penulis lain sebagai solusi dari celah teori pertama ini yaitu; sebaiknya menggunakan konsep "premis dasar" yaitu dasar dari aturan ialah anggapan dasar yang diterima oleh masyarakat sebagai cara-cara dalam membuat hukum. Namun demikian, konsep ini juga tidak dapat menunjukan hakikat sesungguhnya dari aturan tersebut lantaran "premis dasar" pada masyarakat akan berbeda satu sama lain.

Disudut lain, teori kedua dalam pandangan beberapa penulis telah menemukan bentuk formalnya, lantaran pada hakikatnya kekuasaan memang menjadi kebutuhan moral, sebagaiman yang diungkapkan oleh pengikut fatwa hegel, bahwa aturan merupakan etika tertinggi, di mana negara dapat menjadi alat dalam mewujudkan kebutuhan dan harapan seseorang. Untuk itu negara harus dapat meliputi segala kebutuhan sosial. 

Implikasi teori pertama juga membawa pembenaran terhadap negara yang absolute semisal pada Nazi dan Fasis yang meyakini bahwa aturan hanyalah wujud harapan pemimpin. Secara teori tentu pandangan Jhon Austin ini tidak akan cocok diterapkan pada negara islam, lantaran mengaplikasikan teori ini berarti mengingkari kemerdekaan seseorang yang berakibat merusak kesejahteraan, sedangkan islam menjunjung tinggi kebebasan dan kesejahteraan.

Teori kedua, meyakini bahwa aturan lebih dahulu dan lebih penting dari negara, sehingga negara dapat diikat oleh hukum. Beberapa penulis memandang teori ini dipakai pada abaf pertengahan, dimana memang kekuasaan itu di atas aturan positif, namun kekuasaan ini dibatasi oleh aturan alam. Namun untuk mewujudkan teori atau konsep ini hanya dapat dilakukan dengan revolusi. 

Sebagai perpanjangan dari teori ini, ialah teori konstitusi moderen yang berusaha mengikat negara dengan aturan yang lebih tinggi dengan amandemen melalui referendum, sehingga dengan cara ini, maka deklarasi atas penegakan hak dapat menjauhkan campur tangan lebih banyak didominasi orang yang berkesempatan untuk berlaku sewenang-wenang. 

Secara teori, teori kedua ini menyerupai dengna konsepsi islam mengenai asal ketuhanan sebagai dasar dari kebanyakan qath'i dan zhanni. Ayat dengan jenis kedua dimungkinkan ada interpretasi dalamnya, sedangkan ayat-ayat jenis pertama merupakan dasar al-Qur'an dan mengandung prinsip-prinsip dalam agama. Jadi, penafsiran apapun terhadap ayat jenis kedua, tidak akan mempengaruhi ayat-ayat jenis pertama.

Sumber kedua ialah sunnah, yaitu rekaman dari perbuatan, perkataan dan persetujuan dari Nabi, dalam pengertiannya sunnah lebih indentik pada historisitas nabi dalam arti isi, sedangkan hadis lebih menekankan pada segi periwayatan sunnah tersebut. Fungsi sunnah yang paling pokok ialah menjelaskan secara detail nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur'an sehingga dapat diaplikasikan, misalnya saja perincian sunnah dan zakat. Sehingga meski sunnah menjadi sumber kedua, namun pentingnya sunnah tidak kalah dibanding al-Qur'an.

Pentingnya sunnah atas perhatian muslim juga dapat dilihat dari dedikasi ulama-ulama terdahulu dalam mengumpulkan, menyusun dan menyeleksi sunnah yang bertebaran, untuk itu umat islam harus merujuk pad sunnah dengan mengetahui karya-karya ulam terdahulu dalam mengumpulkan sunnah, menyerupai kita shahih Bukhari dan Shahih Muslim. 

Untuk menghukumi hadis tertentu palsu atau asli, mukharrij tidak hanya membuat penyelidikan menyeluruh mengenai ke-tsiqah-an para rawi, tetapi juga mengaplikasikan cara lain untuk diterimanya hadis.karena Tidak ada hadis yang dapat diterima kalau menentang atau berlawanan dengan anjaran yang terang dalam qur'an.

Diajukan sebagai Tugas Mata Kuliah Fiqih Siyasah yang diampu Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, Ma.

Buat lebih berguna, kongsi: