Ayat - Ayat Ihwal Petunjuk Dan Kesesatan Dalam Al-Qur'an

Makna Ayat wacana Petunjuk dan Kesesatan 
Tongkronganislami.net - Secara literal, al-huda bermakna al-irsyad (tuntunan) dan dalaalah (penunjuk). Bila dikatakan, hadaahu li al-diin (Dia memberinya petunjuk kepada agama), maksudnya adalah, Dia memberinya petunjuk, dan hadaituhu al-thariq wa al-bait hidaayat 'arraftuhu" (Aku memberinya jalan dan kawasan kembali sebagai petunjuk, saya memberitahu kepadanya). Al-dlolaalah (kesesatan) ialah lawan dari al-irsyad.

Menurut terminologi syara', al-huda bermakna, “Petunjuk menuju Islam dan beriman kepada Islam. Al-dlolal (sesat) berdasarkan pengertian syara', bermakna, “Berpaling dari Islam” [al-inhiraaf ‘an al-Islaam]. Definisi ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW, "Umatku tidak bersepakat dalam kesesatan (dlolalah)".

Allah SWT membuat nirwana bagi muhtadin dan menyediakan neraka bagi orang-orang yang sesat. Allah memperlihatkan pahala bagi muhtadin (orang yang mendapat petunjuk) dan mengadzab orang yang sesat. Adanya pahala dan siksa bagi muhtadin dan dlaalin menunjukkan, bahwa hidayah dan dlolalah merupakan akhir pribadi dari perbuatan manusia, bukan semata-mata akhir dari perbuatan Allah SWT. Sebab, jikalau petunjuk dan kesesatan itu dari Allah secara langsung, adanya pahala dan siksa bagi muhtadin dan dloolin, sama artinya telah menisbatkan kedzaliman kepada Allah swt.[1] Hal ini bertentangan dengan firman Allah, artinya,

"Dan tidaklah Tuhanmu mendzolimi hambanya." (As-sajadah:41). dan  "Firman yang lain, "Dan kami tidak akan mendzolimi hambanya".(Al-qaaf:29)

Benar, ada beberapa ayat yang memperlihatkan bahwa nisbah hidayah dan dlolalah itu datangnya dari Allah SWT. Ayat-ayat semacam ini menunjukkan, bahwa hidayah dan dlolalah bukan akhir pribadi dari perbuatan hamba, namun tiba dari Allah SWT. Namun demikian, ada ayat lain yang maknanya berseberangan dengan makna yang ditunjukkan ayat-ayat semacam ini. Di dalam al-Quran ada ayat-ayat yang memperlihatkan bahwa nisbah hidayah dan dlolalah itu datangnya dari seorang hamba bukan dari Allah SWT. 
Makna Ayat wacana Petunjuk dan Kesesatan Ayat - Ayat wacana Petunjuk dan Kesesatan dalam Al-Qur'an
Lalu, bagaimana kita mengkompromikan pertentangan-pertentangan tersebut? Untuk meniadakan kontradiksinya, dua kelompok ayat yang bertentangan tersebut harus dipahami dengan pemahaman syar’iy.

Ada sekelompok ayat yang menisbahkan hidayah dan dlalalah kepada Allah swt. Sekelompok ayat yang lain menisbahkan hidayah dan dlalalah kepada manusia, bukan kepada Allah swt. Adanya pertentangan ini memperlihatkan bahwa makna yang hendak ditonjolkan oleh kedua kelompok ayat tersebut ialah makna syar’iy.

Berikut ini kami ketengahkan beberapa ayat yang menisbahkan hidayah dan dlolalah kepada Allah. Ayat-ayat ini memperlihatkan makna yang sangat jelas, bahwa Allah swt semata yang memberi hidayah dan dlolalah. Allah swt berfirman, artinya:

"Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki dan menunjuki kepada siapa yang bertaubat." (Ar-ra'du:27).

"Maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki dan menunjuki siapa yang dikehendaki." (Al-fathir :8).

"Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki dan menunjuki siapa yang dikehendaki." (Al-Ibrahim:4).

"Akan tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki dan menunjuki siapa yang dikehendaki".(al-Nahl:93)

"Barangsiapa dikehendaki Allah mendapat untuk ditunjukki maka akan dipermudah dadanya kepada Islam, dan barangsiapa dikehendaki untuk disesatkan maka Allah menimbulkan dadanya sempit dan ragu , seakan akan naik ke atas langit." (Al-Nisaa':60).

"Siapa yang dikehendaki Allah tersesat maka sesatlah ia, dan barangsiapa dikehendaki mendapat hidayah maka disediakan bagi mereka jalan yang lurus." (Al-An'am:39).

"Allah-lah yang sanggup memberi kebenaran." (Yunus :35).

"Mereka mengucapkan," Alhamdulillah kita telah dipimpin-Nya ke nirwana ini. Kalau sekiranya Tuhan tidak berkenan memperlihatkan hidayah-Nya, tentu kita tidak akan terpimpin." (Al-A'raf :43).

"Barangsiapa yang disesatkan Allah maka ia orang yang terpimpin, siapa yang tersesat maka tidak akan yang melindunginya dan memimpinya." (Al-Kahfi:17).

"Engkau tidak sanggup memberi petunjuk orng yaang kau senangi , tetapi Tuhanlah yang akan memberi petunjuk kepada orang yang dihekendaki-Nya." (Al-Qashash: 56).

Manthuq (pengertian tekstual) ayat-ayat diatas memperlihatkan dengan terang bahwa yang memperlihatkan hidayah dan dlolalah ialah Allah SWT, bukan manusia. Ayat-ayat di atas seolah-olah memberi makna bahwa insan tidak mempunyai andil sama sekali dalam meraih hidayah dan dlalah. Artinya, seorang hamba tidak sanggup menunjukki dirinya sendiri kecuali jikalau mendapat petunjuk dari Allah. Begitu juga sebaliknya, seorang hamba tidak akan tersesat jikalau tidak disesatkan Allah swt. Akan tetapi, ada qarinah yang memalingkan makna tekstual (manthuq) ayat-ayat di atas. Qarinah ini telah memalingkan makna ‘nisbah hidayah dan dlalah kepada Allah swt semata”, kepada makna lain, yaitu, “Allah-lah Sang Pencipta Hidayah dan Dlalah, sedangkan insan mempunyai andil pribadi dalam menggapai hidayah dan dlalah”.

Qarinah yang memalingkan makna tekstual kelompok ayat yang menisbahkan hidayah dan dlalalah kepada Allah saja, ada dua macam; pertama, qarinah syar’iyyah, kedua, qarinah ‘aqliyyah.

Qarinah syar'iyyah ini sanggup kita maklumi dari ayat-ayat yang menisbahkan hidayah dan dlolalah kepada hamba, bukan kepada Allah. Allah swt berfirman,artinya,"

"Katakanlah hai manusia, sudahkah hingga kepadamu kebenaran dari Tuhanmu? Barangsiapa berjalan berdasarkan petunjuk dari Allah maka laba hidayah itu untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa mengambil jalan sesat, maka hasilnya harus ditanggung sendiri. Sebab bukanlah saya menjadi pemelihara bagi dirimu sekalian." (Yunus :108),

" Hai orang-orang yang beriman jagalah dirimu sendiri! Orang yang tersesat tidak akan sanggup membahayakan dirimu bila kau sudah mendapat hidayah dari Allah. Kelak kau semua akan kembali kepada Allah. Kelak akan diterangkan kepada kau segala amal perbuatanmu." (Al-Maidah: 105),

"Siapa yang mendapat petunjuk maka (petunjuk itu) untuk dirinya sendiri." (al-Zumar:41).

"..dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (al-Baqarah:157)

"Dan orang-orang kafir berkata,"Ya Tuhan kami perlihatkanlah kepada kami dua jenis orang yang telah menyesatkan kami (yaitu) sebagian dari jin dan manusia." (Fushilat:29)

"Katakanlah, "Jika saya sesat maka sesungguhnya saya sesat atas kemudlaratan diriku sendiri." (Saba':50)

"Maka siapakah yang lebih dzalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan insan tanpa pengetahuan?"(al-An'am:144)

"Ya Tuhan kami hasilnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau.."(Yunus:88)

"Dan tiadalah yang menyesatkan kami kecuali orang-orang yang berdosa." (al-Syu'araa':99)

"..dan mereka telah disesatkan oleh Samiri" (Thaha:85)

"..Ya Tuhan kami, mereka telah menyesatkan kami.." (al-A'raaf:38)

"Segolongan dari Ahli Kitab ingin menyesatkan kamu, padahal mereka (sebenarnya) tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak menyadari." (Ali Imran:69)

"Sesungguhnya jikalau Engkau biarkan mereka tinggal, pasti mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu.."(Nuh:27)

"..bahwa barangsiapa yang berkawan dengan dia, tentu ia akan menyesatkannya, dan membawanya ke adzab neraka." (al-Hajj:4)

"Dan syaithan bermaksud menyesatkan mereka (dengan penyesatan) yang sejauh-jauhnya."(al-Nisaa':60).

Makna tekstual (manthuq) ayat-ayat ini memperlihatkan bahwa insan ialah subyek pribadi dari hidayah dan dlolalah, bukan Allah swt. Manusia sanggup menyesatkan dirinya sendiri dan orang lain. Tidak hanya manusia, setan pun juga sanggup menyesatkan manusia. Berdasarkan kelompok ayat ini, kita sanggup menyimpulkan bahwa nisbah hidayah dan dlalalah tidak hanya disandarkan kepada Allah swt semata, akan tetapi kepada insan dan setan. Artinya, insan mendapat petunjuk atau kesesatan lantaran dirinya sendiri, bukan semata-mata akhir pribadi dari ‘Perbuatan’ Allah swt.

Ayat-ayat ini merupakan qarinah yang memperlihatkan bahwa nisbah hidayah dan dlolalah kepada Allah –yang ditunjukkan oleh kelompok ayat pertama-- bukanlah nisbah secara langsung, akan tetapi sekedar nisbah penciptaan saja. Artinya, Allah swt semata yang membuat hidayah dan dlolalah, bukan manusia.

Jika anda membandingkan kelompok ayat pertama dengan kelompok ayat kedua, kemudian memahaminya dengan pemahaman tasyri'iy , maka anda akan melihat dengan sangat jelas, adanya pengalihan arah ma'na satu dengan yang lain.

Kelompok ayat pertama menyebutkan, "Allahlah yang menunjukki kepada yang benar.." (Yunus:35), sedangkan ayat yang lain menyatakan, "Barangsiapa ingin mendapat petunjuk maka ia menunjukki dirinya sendiri" (Yunus:108). Bila dipahami secara sekilas, ayat pertama seolah-olah memperlihatkan makna, bahwa Allahlah yang memberi petunjuk kepada manusia, tanpa keterlibatan dari insan sedikitpun. Sedangkan ayat kedua memperlihatkan bahwa insan mendapat petunjuk lantaran dirinya sendiri. Kelompok ayat kedua ini telah mengalihkan pengertian ayat pertama. Bila kedua kelompok ayat itu dikompromikan, maka pengertian hidayah dalam ayat pertama adalah, Allah membuat hidayah di dalam diri manusia. Dengan kata lain, Allah telah membuat kecenderungan (qabiliyyah) untuk memperoleh hidayah dan kesesatan pada diri manusia. Ayat kedua memperlihatkan bahwa insan ialah subyek pribadi dari kecenderungan yang telah diciptakan Allah swt tersebut. Artinya, insan akan mendapat petunjuk bila ia cenderung kepada hidayah. Sebaliknya, insan akan mendapat kesesatan bila dirinya cenderung kepada kesesatan.

Allah swt telah berfirman di dalam ayat yang lain, "Telah kau beri petunjuk insan dua jalan."(al-Balad:10). Ayat ini mempunyai pengertian, bahwa Allah telah membuat kecenderungan pada diri insan untuk berjalan di jalan kebaikan, atau jalan keburukan. Tafsir ayat tersebut adalah, “Kami telah membuat kecenderungan hidayah di dalam diri manusia. Kemudian, Kami biarkan ia meraih hidayah dengan dirinya sendiri”.

Ayat-ayat yang menisbahkan hidayah dan dlolalah kepada manusia, merupakan qarinah syar'iyyah yang memalingkan makna dari kelompok ayat pertama. Makna kelompok ayat pertama yang menisbahkan hidayah dan dlalalah kepada Allah secara pribadi harus dipahami dengan,”sekedar penciptaan hidayah dan dlalalah oleh Allah swt.” Pemahaman semacam ini didasarkan pada qarinah syari’iyyah --adanya kelompok ayat kedua.

Qarinah 'aqliyyah yang memalingkan makna kelompok ayat pertama ialah adanya hisab dari Allah swt atas orang yang mendapat petunjuk dan orang yang mendapat kesesatan. Allah swt memberi pahala kepada muhtadi (orang yang memperoleh petunjuk), dan mengadzab al-dlaal (orang yang sesat), serta memutuskan hisab atas perbuatan-perbuatan manusia. Allah swt berfirman artinya,

,"Barangsiapa yang mengerjakan amal yang sholeh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa yang berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri, dan sekali-kali tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba-hamba(Nya)." (Fushilat:46).

"Barangsiapa berbuat kebaikan sebesar biji dzarrah akan dibalas, dan barangsiapa berbuat kejelekan sebesar biji dzarrah akan dibalas pula".(al-Zalzalah:7-8).

"Dan barangsiapa mengerjakan amal-amal yang sholeh dan ia dalam keadaan beriman, maka ia tidak khawatir akan perlakuan yang tidak adil (terhadapnya) dan tidak (pula) akan pengurangan haknya," (Thaha:112)

"Allah mengancam orang-orang munafiq pria dan wanita dan orang-orang kafir dengan neraka jahannam, mereka awet di dalamnya." (Taubah:68)

Jika pengertian nisbah hidayah dan dlolalah kepada Allah diartikan menimbulkan Allah swt sebagai subyek pribadi bagi hidayah dan dlolalah tanpa ada tugas serta dari manusia, maka siksa Allah bagi orang kafir, munafiq, ma'shiyyat ialah tindak kedzaliman dari Allah swt. Maha Suci Allah dari hal itu. Sebab, bila hidayah dan dlalalah merupakan akhir pribadi dari “Perbuatan Allah” tanpa tugas serta insan sedikitpun, tentu tidak ada ketersesatan yang diadzab, dan tidak ada ketertunjukkan yang diberi pahala. Jika, ada siksa bagi orang sesat, padahal ketersesatannya bukan atas andil dan perbuatannya dirinya, akan tetapi berasal dari Allah swt, tentu hal ini merupakan tindak kedzaliman.

Inilah qarinah ‘aqliyyah yang mengalihkan makna kelompok ayat pertama, dari makna mubasyarah --Allah swt semata yang menjadi subyek pribadi hidayah dan dlalalah-- kepada makna lain, yakni, Dialah yang membuat hidayah dan taufiq hidayah. Sedangkan, yang menjadi subyek pribadi hidayah dan dlolalah ialah manusia. Atas dasar ini, insan akan dihisab atas pilihannya sendiri. Bila ia menentukan hidayah, ia akan mendapat pahala. Sebaliknya, jikalau ia menentukan dlolalah, dirinya akan mendapat siksa dari Allah swt.

Ayat-ayat yang kita perbincangkan di atas merupakan kelompok ayat yang di dalamnya membicarakan nisbah hidayah dan dlolalah kepada Allah.

Ada juga sekelompok ayat yang menisbatkan hidayah dan dlolalah dengan masyiah (Kehendak Allah). Allah swt berfirman,"menyesatkan siapa yang dikehendaki dan menunjukki siapa yang dihendaki". Pengertian masyiah (kehendak ) di sini ialah iradah. Makna ayat tersebut adalah; seseorang tidak akan mendapat hidayah dan dlalalah lantaran paksaan dari Allah. Akan tetapi, Allah memberi petunjuk manusia, dengan iradah dan masyiah-Nya. Dia menyesatkan insan dengan iradah dan masyiahNya. Kehendak Allah pada ayat-ayat ini dihentikan diartikan, bahwa insan mendapat hidayah dan dlalah lantaran paksaan dari Allah swt. Akan tetapi, memperlihatkan bahwa insan sanggup menentukan untuk mendapat hidayah atau dlalalah, lantaran pilihannya sendiri, dan ini sesuai dengan Kehendak Allah swt.

Ayat-ayat berikut ini memperlihatkan adanya sekelompok insan yang tidak akan mendapat petunjuk dari Allah swt selama-lamanya. Allah swt berfirman,artinya,

"Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kau beri peringatan atau tidak kau beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan telinga mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang pedih." (al-Baqarah:6-7)

"Sekali-kali tidak, sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.."(Al-Muthaffifin:14)

" Dan telah diwahyukan kepada Nuh, bergotong-royong sekali-kali tidak akan beriman diantara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja), lantaran itu janganlah kalian bersedih hati wacana apa yang selalu mereka kerjakan." (al-Huud:36)

Ayat-ayat ini merupakan informasi dari Allah kepada para Nabi-Nya, bergotong-royong ada sekelompok khusus insan yang tidak akan pernah beriman. Ketentuan semacam ini termasuk di dalam Ilmu Allah. Bukan berarti, ada sekelompok insan yang telah ditetapkan oleh Allah swt beriman dan kafir tidak beriman. Akan tetapi, seluruh insan mempunyai kecenderungan untuk beriman. Rasul, dan para pengemban dakwah, diseru untuk mendakwahkan keimanan kepada seluruh manusia. Seorang muslim dihentikan berputus asa terhadap keimanan seseorang. Ada pun orang yang disebutkan di dalam ilmu Allah, bahwa ia tidak akan beriman, Allah telah mengetahuinya, lantaran ilmu Allah mencakup segala sesuatu. Ilmu Allah bukanlah yang faktor yang memaksa seseorang untuk mendapat petunjuk ataupun kesesatan. Akan tetapi, ketentuan bahwa seseorang akan mendapat petunjuk dan kesesatan lantaran hasil usahanya sendiri, merupakan sesuatu yang tercakup dalam Ilmu Allah. Selama Allah tidak mengabarkan kepada kita apa yang Dia ketahui, maka kita dihentikan menjustifikasi ketidakimanan seseorang. Para nabi pun tidak menjustifikasi ketidakimanan seseorang kecuali sehabis Allah mengkabarkan kepada mereka.

Sekelompok ayat lain berbicara wacana taufiq hidayah. Allah SWT berfirman,

" Dan Allah tidak menunjukki kaum yang fasiq" (al-Shaff:5)

"Allah tidak menunjukki kaum yang dzolim" (al-Shaff:7)

"Allah tidak menunjukki kaum yang kafir".(al-Baqarah:264)

"Jika kau mengharapkan semoga mereka sanggup petunjuk, maka sesungguhnya Allah tiada memberi petunjuk kepada orang-orang yang disesatkanNya, dan sekali-kali mereka tiada mempunyai penolong." (al-Nahl:37)

Pada ayat-ayat ini digambarkan, bahwa orang-orang dzalim, fasiq, dan lainnya tidak pernah diberi petunjuk Allah swt. Sebab, Allah swt tidak memberi taufiq hidayah kepada orang-orang tersebut. Taufiq hidayah berasal dari Allah SWT. Orang kafir, fasiq, dzolim, sesat, dan pendusta mempunyai sifat yang bertentangan, bahkan menafikan taufiq hidayah. Allah swt tidak akan memberi taufiq hidayah, kepada orang yang mempunyai sifat-sifat menyerupai itu. Ini didasarkan pada satu kenyataan bahwa, taufiq hidayah merupakan lantaran datangnya hidayah kepada manusia. Sedangan sifat-sifat fasiq, kafir, dzalim, pendusta merupakan sifat yang sanggup menutup taufiq hidayah Allah swt. Barangsiapa disifati dengan sifat-sifat tersebut di atas, maka lantaran hidayah tidak akan tiba kepadanya.

Ayat terakhir yang perlu kita bahas ialah ayat berikut ini;

"Tunjukilah kami ke jalan yang lurus" (al-Fatihah:6), "Tunjukkilah kami kepada jalan yang lurus."(Shaad:22).

Makna ayat ini adalah, “Berilah kami taufiq, semoga kami mendapat petunjuk, atau mudahkan bagi kami sebab-sebab menuju hidayah”. Ayat ini mengajarkan kepada kita untuk selalu memohon kepada Allah swt, semoga kita diberi taufiq oleh Allah swt. Sebab, taufiq itu datangnya dari Allah, sedangkan taufiq merupakan lantaran datangnya hidayah dari Allah swt.

Catatan Kaki

[1]Bila nisbah hidayah dan dlolalah dilekatkan pribadi kepada Allah, maka adanya siksa Allah bagi orang-orang yang sesat ialah tindak kedzaliman. Sebab, bila hidayah dan dlalalah ialah akhir pribadi dari perbuatan Allah (dinisbahkan kepada Allah) tanpa andil manusia, maka tidak ada ketersesatan yang diadzab.
Buat lebih berguna, kongsi: