مَنْ صَامَ رَمَضَانَ، إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Barangsiapa melaksanakan puasa Ramadhan alasannya yaitu keimanan dan mengharapkan pahala di sisi Allah, pasti dosa-dosanya yang telah kemudian akan diampuni. (HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760)
Hadis ini menyerukan untuk melandasi ibadah puasa ramadhan dengan iman dan ihtisab. Iman berarti meyakini dan membenarkan kewajiban ibadah puasa yang diperintahkan serta meyakini pula pahala yang akan diberikan atas pelaksanaan puasa tersebut. Sedang ihtihsab yaitu niat dan kesungguhan untuk meraih pahala puasa yang telah dijanjikan Allah SWT.
Jika seorang Muslim berhasil melaksanakan ibadah puasa dengan landasan iman dan ihtihsab maka ia akan menjadi orang yang berhak mendapatkan ampunan Allah SWT atas dosa-dosa yang telah ia lakukan.
Makna iman yang Melandasi Ibadah Puasa di Bulan Ramadhan
1. Meyakini Kewajiban Puasa Ramadhan
Seorang Muslim tidak cukup hanya melaksanakan ibadah puasa yang diperintahkan, tetapi ia juga harus meyakini dan mengakui kewajiban puasa yang dilaksanakan. Karena mengingkari kewajiban yang telah terperinci yaitu suatu kekufuran, sedang menggalkan kewajiban alasannya yaitu malas yaitu suatu kefasikan, selama ia masih mengakuinya sebagai suatu kewajiban.
2. Meyakini Pahala Puasa Ramadhan
Disamping meyakini kewajiban puasa, seorang muslim hendaknya meyakini pahala puasa yang dilaksanakannya. Karena keimanan atas aspek inilah yang akan mendasari ekstinsensi ihtisab (niat meraih pahala ibadah) dalam setiap ibadah yang dikerjakan.
![]() |
Puasa Jangan Malas-Malasan |
Makna Ihtisab yang Melandasi Amalan Puasa Ramadhan
1. Mengharap Ridha Allah SWT
Puasa yang bertujuan untuk meraih ridha dan cinta Allah SWT yaitu Mutlak diadakan (baca: tujuan puasa). Karena niat meraih cinta dan ridha Allah SWT merupakan prinsip terpenting yang harus melandasi segala ibadah yang dikerjakan.
2. Mengharap Pahala
Mengharapkan pahala merupakan sala satu prinsip dari ketiga prinsip yang harus melandasi ibadah. Sebagian ulama salaf berkata, “Barangsiapa beribadah kepada Allah semata alasannya yaitu mengharap pahala-Nya maka ia adlah mur’ji. Barangsiapa yang beribadah kepada Allah SWT alasannya yaitu taku siksanya maka ia yaitu haruri.
Barangsiapa beribadah kepda Allah SWT semata-mata alasannya yaitu cinta kepada Allah SWT maka ia yaitu zindiq. Barangsiapa beribadah kepada AllahSWT alasannya yaitu mengharap pahala-Nya, takut siksa-Nya, dan ingin meraih cinta-Nya maka ia yaitu mukmin sejati.” (Baca: Al-takhwif min An-Nar/17)
3. Menjauhkan diri dari Riya dan Sum’ah
Salah satu dari rukun ibadah supaya diterima Allah SWT yaitu keikhlasan yng berart higienis dari niat syirik, riya, dan sumah. Allah SWT berfirman:
3. Menjauhkan diri dari Riya dan Sum’ah
Salah satu dari rukun ibadah supaya diterima Allah SWT yaitu keikhlasan yng berart higienis dari niat syirik, riya, dan sumah. Allah SWT berfirman:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Artinya: Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya saya ini hanya seorang insan ibarat kamu, yang telah mendapatkan wahyu, bahwa bahwasanya Tuhan kau itu yaitu Tuhan Yang Maha Esa.” Maka barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” ( QS. Al-Kahfi: 10)
Ibnu katsir berkata, “Inilah kedua rukun amal ibadah yang diterima Allah SWT. Hendaknya amal ibadah itu murni untuk Allah SWT semata dan benar mengikuti tuntunan Rasulullah SAW.” (Baca: Tafsir ibnu Katsir/3/133)
4. Menghilangkan Perasaan Malas dan Berat
Alkhsththsbi berksts, “Ihtisab yaitu mengharap pahala puasa dengan jiwa yang bersih, tidak merasa berat dengan puasa yang dilaksanakannya dan tidak menganggap usang hari-hari ia berpuasa (baca: fathul Bari/6/138)
Bermalas-malasan, merasa berat dan jenuh dalam melaksanakan ibadah bukanlah sifat seorang hamba yang takut kepada siksa dan marah Allah SWT, mengharapkan ridha-Nya dan pahala dari-Nya.
Langkah untuk Membangun Iman dan Ihtisab Agar Dosa-Dosa Kecil Diampuni
Pertama
Memahami bahwa amal ibadah akan di terima Allah SWT kalau memenuhi dua rukun amal. Pertama: Ikhlas, yaitu beribadah hanya alasannya yaitu mengharap pahala dan ridha dari Allah SWT, bukan mengharap puji-pujian dari insan atau kenikmatan dunia. Kedua: Mutaba’ah, yaitu beribadah sesuai dengan tuntunan Nabi SAW, higienis dari unsur-unsur bid’ah dan kejahilan dalam beramal.
إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الأرْضِ زِينَةً لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلا
Artinya: "Sesungguhnya Kami telah menyebabkan apa yang ada di bumi sebagai komplemen baginya, untuk Kami menguji mereka, siapakah di antaranya yang terbaik perbuatannya. (QS. Al-Kahfi: 7)
Sebagian andal tafsir mengatakan:: “siapakah di antara mereka yang terbaik amal perbuatannya; ditafsirkan dengan siapakah di antara mereka yang amal perbuatannya paling nrimo untuk Allah SWT dan paling sesuai tuntunan Nabi SAW.
Kedua
Memahami bahwa amal ibadah akan diterima Allah SWT kalau memenuhi 3 landasan amal (prinsip). Pertama: Raja’, yaitu Beramal alasannya yaitu mengharap pahala dan nirwana Allah SWT; Kedua: Khaud, yaitu berinfak alasannya yaitu takut akan siksa dan neraka Allah SWT; Ketiga: Mahabbah, yaitu berinfak alasannya yaitu mengharap cinta dan ridha Allah SWT.
Ketiga
Senantiasa Berkumpul dengan para andal Ibadah. Berkumpul dengan orang yang rajin beribadah akan menumbuhkan semangat beribadah secara tulus pada diri seorang muslim. Karenanya, Allah SWT memerintahkan Nabi SAW, supaya senantiasa bersama orang-orang shaleh dan rajin beribadah.
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
Artinya: "Dan bersabarlah kau bahu-membahu dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan komplemen kehidupan dunia ini; dan janganlah kau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan yaitu keadaannya itu melewati batas. (QS. Al-kahfi: 28)
Baca Juga:
Buat lebih berguna, kongsi: