Bangsa Mongol ialah suku bangsa di wilayah Mongolia, yang berbatasan dengan Cina di selatan, Turkestan di barat, Manchuria di timur, dan Siberia sebelah utara.[4] Daerah ini kalau demam isu dingin, amat cuek dan kalau demam isu panas, amat panas. Angin panas (Samun) sering menimpa mereka.[5]
Mereka mendirikan kemah-kemah dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain dan hidup dari hasil buruan juga dari hasil perdagangan tradisional, yaitu mempertukarkan kulit hewan dengan hewan yang lain, Sebagaimana umumnya bangsa nomad, orang-orang Mongol mempunyai tabiat yang kasar, suka berperang. Mereka menganut agama Syamaniyah (Syamanism), menyembah binatang-binatang, dan sujud kepada matahari yang sedang terbit.[6]
Bangsa ini berasal dari seorang tokoh terkemuka setempat berjulukan Alanja Khan. Ia mempunyai dua orang putra kembar berjulukan Tatar dan Mongol. Kedua putra itu melahirkan dua suku bangsa besar, Tatar dan Mongol. Mongol mempunyai anak berjulukan Ilkhan, yang melahirkan keturunan bangsa Mongol di kemudian hari.[7]
Ilkhan mempunyai putra berjulukan Yasugi Bahadur Khan yang kemudian mempunyai putra berjulukan Temujin, bergelar Jenghis Khan (Raja Yang Perkasa). Putra dari Jenghis Khan berjulukan Toluy/Tuli kemudian mempunyai putra berjulukan Hulagu Khan. Hulagu Khan inilah yang menyerang dan menghancurkan kota Baghdad.[8]
Kemajuan bangsa Mongol secara besar-besaran terjadi pada masa kepemimpinan Yasugi Bahadur Khan.[9] Ia berhasil menyatukan 13 kelompok suku yang ada waktu itu. Setelah Yasugi meninggal, putranya Temujin yang masih berusia 13 tahun tampil sebagai pemimpin. Di ketika Temujin berumur 44 tahun, ia menerima gelar Jengis Khan (Raja Yang Perkasa)[10] oleh sidang kepala-kepala suku Mongol yang mengangkatnya sebagai pemimpin tertinggi bangsa itu pada tahun 1206 M.[11]
Raja-Raja Mongol dan Wilayah Kekuasaannya
Kekaisaran Mongolia didirikan oleh Jenghis Khan pada tahun 1206 setelah mempersatukan Suku-suku Mongolia yang ketika itu sering berselisih di antara sesama.[12]
Penyerangan ke wilayah Islam dimulai melalui tempat Khawarizmi pada tahun 606 H/1209 M. Daerah yang menjadi tujuan utama mereka ialah Turki, Ferghana dan Samarkand, lantaran tempat ini yang berdekatan dan yang berkasus dengan mereka. Sewaktu bangsa Mongol memasuki wilayah Khawarizmi, sultan Alauddin sudah siap untuk memukul mundur pasukan Mongol. Pasukan Mongol kembali ke negeri asal mereka untuk melatih pasukannya dengan intensif.
Sewaktu mereka kembali ke tempat Khawarizmi 10 tahun kemudian, sudah banyak perubahan terhadap pasukannya, sehingga mereka sanggup memasuki Bukhara, Samarkand, Khurasan, Hamadzan, Quzwain dan hingga ke perbatasan Irak. Dari sana pasukan Mongol terus ke Azerbeijan. Penaklukkan Bukhara ini disebutkan oleh Jenghis Khan sebagai peristiwa dari Tuhan yang dikirimkan sebagai eksekusi atas orang-orang yang berdosa.[13]
Di Bukhara, wilayah yang populer lantaran penduduknya yang taat dan berpengetahuan, Orang-orang Mongol menempatkan kuda mereka di sekeliling masjid yang suci dan menyobek-nyobek al-Qur’an untuk dibuang di tempat sampah, penduduk yang tidak dibantai diambil sebagai tawanan. Begitulah nasib kota Samarkand, Balkh dan kota-kota yang lainnya di Asia Tengah, yang merupakan tempat kebudayaan Islam yang tinggi, tempat tinggal orang-orang terkemuka dan sentra ilmu pengetahuan.[14]
Sepulangnya ke Ibu Kota Karaqorun, ia menumpas pemberontakan di wilayah Ala Shan dan Kausu, kemudian meninggal dunia dan dikebumikan di tempat asalnya, Deligun Buldak.[15] Namun, sebelum Jenghis Khan meninggal pada tahun 624 H./1227 M.[16], pada ketika kondisinya mulai lemah, beliau membagi wilayah kekuasaannya menjadi empat serpihan kepada empat orang putranya, yaitu Juchi, Chagatai, Ogotai dan Tuli.[17]
Juchi anaknya yang sulung menerima wilayah Siberia serpihan barat dan stepa Qipchaq yang membentang hingga ke Rusia Selatan, di dalamnya terdapat Khawarizmi. Namun ia meninggal dunia sebelum wafat ayahnya, Jenghis Khan, dan wilayah warisannya itu diberikan kepada anak Juchi yang berjulukan Batu dan Orda. Batu mendirikan Horde (Kelompok) Biru di Rusia Selatan sebagai pilar dasar berkembangnya Horde Keemasan (Golden Horde). Sedangkan Orda mendirikan Horde Putih di Siberia Barat.
Kedua kelompok itu bergabung dalam periode keempatbelas yang kemudian muncul sebagai ke-khan-an yang bermacam ragamnya di Rusia, Siberia dan Turkistan, termasuk di Crimea, Astarakhan, Qazan, Qasimov, Tiumen, Bukhara dan Khiva. Syaibaniyah atau Ozbeg, salah satu cabang keturunan Juchi berkuasa di Khawarazmi dan Transoxania dalam periode ke-15 dan 16.[18]
Golden Horde selanjutnya bermetamorfosis kerajaan Mongol Islam pertama, yaitu pada ketika diperintah oleh Barka Khan (anak dari Batu). Wilayahnya mencakup Eropa Timur (Rusia dan Finlandia) dan Eropa Tengah dan padang-padang stepa yang luas, dan beribukota di Lembah Wolga (Sarai). Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Najmuddin Mukhtar az-Zahidi menyusun risalah untuk Barka Khan. Risalah tersebut mengulas wacana kebenaran pemikiran Islam dan kelemahan pemikiran Nasranai, dengan dalail dan bukti yang logis, sanggup diterima akal.[19] Hal inilah yang menciptakan Barka Khan masuk Islam.
Chagatai ditugasi untuk menguasai tempat Illi, Ergana, Ray, Hamazan dan Azerbeijan. Sultan Khawarizmi, Jalaluddin berusaha keras untuk merebut kembali daerah-daerah yang dikuasai oleh Mongol ini, namun beliau tidak sanggup menghadapi serangan Chagatai. Sultan melarikan diri ke arah pegunungan, tetapi malang padanya, seorang Kurdi membunuhnya.[20]
Ogotai ialah putra Jenghis Khan yang terpilih oleh Dewan Pemimpin Mongol untuk menggantikan ayahnya sebagai Khan Agung yang mempunyai wilayah di Pamirs dan Tien Syan. Tetapi dua generasi kekhanan tertinggi jatuh ke tangan keturunan Tuli.
Tuli (Toluy) anak terakhir Jenghis Khan ini menerima serpihan wilayah Mongolia sendiri. Anak-anaknya, yakni Mongke dan Kubilai menggantikan Ogotai sebagai Khan Agung. Mongke bertahan di Mongolia yang beribukota di Qaraqorun. Sedangkan Kubilai Khan menaklukkan Cina dan berkuasa di sana yang dikenal sebagai dinasti Yuan yang memerintah hingga periode keempat belas, yang kemudian digantikan oleh dinasti Ming. Mereka memeluk agama Budha yang berpusat di Beijing, dan mereka akibatnya bertikai melawan saudara-saudaranya dari khan-khan Mongol yang beragama Islam di Asia Barat dan Rusia (Kerajaan Golden Horde). Adalah Hulagu Khan, saudara Mongke Khan dan Kubilai Khan, yang menyerang wilayah-wilayah Islam hingga ke Baghdad.[21]
Pada tahun 1253, Hulagu Khan bergerak dari Mongol memimpin pasukan berkekuatan besar untuk membasmi kelompok Pembunuh (Hasyasyin) dan menyerang kekhalifahan Abbasiyah. Mereka menyapu higienis semua yang mereka lewati dan yang menghadang perjalanan mereka. Hulagu mengundang Khalifah al-Musta’shim (1242-1258) untuk berhubungan menghancurkan kelompok Hasyasyin Ismailiyah. Tetapi permintaan itu tidak menerima jawaban. Pada 1256, sejumlah besar benteng Hasyasyin, termasuk “puri induk” di Alamut, telah direbut tanpa sedikit pun kesulitan, dan kekuatan kelompok yang ketakutan itu hancur lebur. Bahkan lebih tragis lagi, bayi-bayi disembelih dengan kejam.
Pada bulan September tahun berikutnya, tatkala merangsek menuju jalan raya Khurasan yang termasyhur, Hulagu mengirimkan ultimatum kepada khalifah supaya mengalah dan mendesak supaya tembok kota sebelah luar diruntuhkan. Tetapi khalifah tetap enggan memperlihatkan jawaban. Pada Januari 1258, anak buah Hulagu bergerak dengan efektif untuk meruntuhkan tembok ibukota. Tak usang kemudian upaya mereka membuahkan hasil dengan runtuhnya salah satu menara benteng.[22]
Khalifah al-Musta’shim benar-benar tidak sanggup membendung “topan” tentara Hulagu Khan. Pada ketika yang kritis itu, wazir khalifah Abbasiyah, Ibn al-‘Alqami ingin mengambil kesempatan dengan menipu khalifah.[23] Ia menyampaikan kepada khalifah, “Saya telah menemui mereka untuk perjanjian damai. Raja (Hulagu Khan) ingin mengawinkan anak perempuannya dengan Abu Bakr, putera khalifah. Dengan demikian, Hulagu Khan akan menjamin posisimu. Ia tidak menginginkan sesuatu kecuali kepatuhan, sebagaimana kakek-kakekmu terhadap sultan-sultan Seljuk”.
Khalifah mendapatkan usul itu. Ia keluar bersama beberapa orang pengikut dengan membawa mutiara, permata dan hadiah-hadiah berharga lainnya untuk diserahkan kepada Hulagu Khan. Hadiah-hadiah itu dibagi-bagikan Hulagu kepada para panglimanya. Keberangkatan khalifah disusul oleh para pembesar istana yang terdiri dari andal fikir dan orang-orang terpandang. Tetapi, sambutan Hulagu Khan sungguh di luar dugaan khalifah. Apa yang dikatakan wazirnya ternyata tidak benar.
Mereka semua, termasuk wazir sendiri, dibunuh dengan leher dipancung secara bergiliran. Dengan pembunuhan kejam ini, berakhirlah kekuasaan Abbasiyah di Baghdad. Kota Baghdad sendiri dihancurkan rata dengan tanah, sebagaimana kota-kota lain yang dilalui tentara Mongol tersebut. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 10 Pebruari 1258. Dengan demikian, untuk pertama kalinya dalam sejarah, dunia muslim terbengkalai tanpa khalifah yang namanya biasa disebut dalam salat Jum’at.[24]
Walaupun sudah dihancurkan, Hulagu Khan memantapkan kekuasaannya di Baghdad selama dua tahun, sebelum melanjutkan gerakan ke Syiria dan Mesir. Dari Baghdad pasukan Mongol menyeberangi sungai Euphrat menuju Syiria, kemudian melintasi Sinai, Mesir. Pada tahun 1260 mereka berhasil menduduki Nablus dan Gaza. Panglima tentara Mongol, Kitbugha, mengirim utusan ke Mesir meminta supaya Sultan Qutuz yang menjadi raja kerajaan Mamalik di sana menyerah. Permintaan itu ditolak oleh Qutuz, bahkan utusan Kitbugha dibunuhnya.
Tindakan Qutuz ini menjadikan kemarahan di kalangan tentara Mongol. Kitbugha[25] kemudian melintasi Yordania menuju Galilie. Pasukan ini bertemu dengan pasukan Mamalik yang dipimpin eksklusif oleh Qutuz dan Baybars di ‘Ain Jalut. Pertempuran dahsyat terjadi, pasukan Mamalik berhasil menghancurkan tentara Mongol, 3 September 1260.
Baghdad dan daerah-daerah yang ditaklukkan Hulagu selanjutnya diperintah oleh dinasti Ilkhan. Daerah yang dikuasai dinasti ini ialah tempat yang terletak antara Asia Kecil di barat dan India di timur, dengan ibukotanya Tabriz. Umat Islam, dengan demikian, dipimpin oleh Hulagu Khan. Hulagu meninggal tahun 1265 dan diganti oleh anaknya, Abaga (1265-1282) yang masuk Kristen.[26]
Pada masa Abaga bangsa dinasti Ilkhan bersekutu dengan orang-orang Salib, penguasa Katolik Eropa, Armenia Cicilia untuk melawan Mamluk dan keturunan saudara-saudaranya dari dinasti Horde Keemasan (Golden Horde) yang telah bersekutu dengan Mamluk, penguasa muslim yang berpusat di Mesir.[27] Dari sini tampak bahwa adanya kekerabatan erat antara orang-orang Mongol dengan orang-orang Nasrani yang ingin menghancurkan Islam.
Ahmad Teguder (1282-1284), raja ketiga dinasti Ilkhan yang pertama kali masuk Islam. Karena masuk Islam, Ahmad Teguder ditantang oleh pembesar-pembesar kerajaan yang lain. Akhirnya, ia ditangkap dan dibunuh oleh Arghun yang kemudian menggantikannya menjadi raja (1284-1291). Raja dinasti Ilkhan yang keempat ini sangat kejam terhadap umat Islam. Banyak di antara mereka yang dibunuh dan diusir.
Selain Teguder, Mahmud Ghazan (1295-1304), raja yang ketujuh, dan raja-raja selanjutnya ialah pemeluk agama Islam. Dengan masuk Islamnya Mahmud Ghazan Islam meraih kemenangan yang sangat besar terhadap agama Syamanisme. Sejak itu pula orang-orang Persia mendapatkan kemerdekaannya kembali.[28] Dari sini terlihat bahwa meskipun wilayah Islam secara politis telah ditaklukkan dan dikuasai oleh dinasti Ilkhan, tetapi akibatnya Mongol sendiri terserap ke dalam kultur Islam. Sehingga para raja-raja dinasti Ilkhan akibatnya memeluk agama Islam.[29]
Berbeda dengan raja-raja sebelumnya, Ghazan mulai memperhatikan per-kembangan peradaban. Ia seorang pelindung ilmu pengetahuan dan sastra. Ia amat gemar kepada kesenian terutama arsitektur dan ilmu pengetahuan menyerupai astronomi, kimia, mineralogi, metalurgi dan botani. Ia membangun semacam biara untuk para darwis, sekolah tinggi tinggi untuk mazhab Syafi’i dan Hanafi, sebuah perpustakaan, observatorium, dan gedung-gedung umum lainnya. Ia wafat dalam usia muda, 32 tahun, dan digantikan oleh Muhammad Khubanda Uljeitu (1304-1317), seorang penganut Syi’ah yang ekstrim.
Ia mendirikan kota raja Sultaniyah, akrab Zanjan. Pada masa pemerintahan Abu Sa’id (1317-1335), pengganti Muhammad Khubanda, terjadi peristiwa kelaparan yang sangat menyedihkan dan angin angin puting-beliung dengan hujan es yang mendatangkan malapetaka. Kerajaan Ilkhan yang didirikan Hulagu Khan ini terpecah belah sepeninggal Abu Sa’id. Masing-masing pecahan saling memerangi. Akhirnya, mereka semua ditaklukkan oleh Timur Lenk.[30]
Motivasi Serangan Bangsa Mongol Terhadap Islam
Serangan-serangan yang dilakukan oleh Mongol mempunyai latar belakang yang menjadi motivasi mereka untuk melaksanakan penyerang tersebut. Maidir Harun dan Firdaus memaparkan bahwa ada beberapa hal yang menjadi motivasi bagi Mongol untuk melaksanakan serangan, sebagai berikut:
1. Faktor Politik
Pada tahun 615 H. sekitar 400 orang pedagang bangsa Tartar dibunuh atas persetujuan wali (gubernur) Utrar. Barang dagangan mereka dirampas dan dijual kepada saudagar Bukhara dan Samarkand dengan tuduhan intel Mongol. Tentu saja hal ini menjadikan kemarahan Jenghis Khan. Jenghis Khan mengirimkan pasukan kepada Sultan Khawarizmi untuk meminta supaya wali Utrar diserahkan sebagai ganti rugi kepadanya. Utusan ini juga dibunuh oleh Khawarizmi Syah sehingga Jenghis Khan dengan pasukannya melaksanakan penyerangan terhadap wilayah Khawarizmi.[31]
2. Faktor Ekonomi
Salah satu motif Jenghis Khan melaksanakan serangan ialah untuk memperbaiki nasib bangsanya yang pada mulanya jauh dari peradaban. Hal ini sanggup dilihat dari kebiasaan berburu dan mengembala kambing yang mereka lakukan.
3. Tabiat Bangsa Mongol yang Suka Mengembara
Tabiat mereka yang suka mengembara dengan menjarah dan merampas harta kekayaan penduduk dimana mereka berdiam. Para tawanan perang dimanfaatkan secara paksa untuk memanggul perlengkapan perang dan makanan dan ditempatkan di barisan terdepan.
Dampak Kekuasaan Mongol terhadap Islam
Kekuasaan Mongol terhadap peradaban Islam sangat terasa. Dampak negatif tentunya lebih banyak jikalau dibandingkan dampak positifnya. Mulai dari penghancuran kota-kota dengan bangunan indah dan perpustakaan hingga pembunuhan terhadap umat Islam yang tidak berdosa dan mencopot mereka dari jabatan-jabatan penting negara.
Dalam hal agama, bangsa Mongol yang asal mulanya memeluk agama nenek moyang mereka, beralih memeluk agama Budha dan adanya rasa simpati terhadap orang-orang kristen yang bangun kembali pada masa itu dan menghalangi dakwah Islam dikalangan Mongol. Namun hal tersebut juga berdampak positif setelah para pemimpinnya memeluk agama Islam, antara lain disebabkan mereka berasimilasi dan bergaul dengan masyarakat muslim dalam jangka waktu yang lama. Seperti yang dilakukan oleh Ghazan Khan (1295-1304) yang menjadikan Islam sebagai agama resmi kerajaannya dan Uljaytu Khuda Banda (1305-1326) yang memberlakukan aliran Syi’ah sebagai aturan resmi kerajaannya. [37]
Catatan Kaki
[4]Lihat: Philip K. Hitti, History of The Arabs, terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2005), h. 616.
[5]Muhammad Masyhur Amin, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Indonesia Spirit Foundation, 2004), h. 168.
[6]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Cet. VII; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998),, h. 111-112.
[7]Ibid., h. 111.
[8]Maidir Harun dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam (Padang: IAIN-IB Press, 2002), jld. 2, h.105.
[9]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Cet. VII; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), h. 112.
[10]Baru pada masa Jenghis Khan bangsa Mongol sanggup hidup teratur dan menetap. Jenghis Khan sanggup menyatukan orang-orang Mongol pada tahun itu, sehingga tahun tersebut dinamakan “tahun kesatuan”. Sejak itu Temujin resmi menjadi penguasa Mongol yang bergelar Jenghis Khan dan menjadikan kota Qoraqorun sebagai ibu kota pemerintahannya. Lihat: Maidir Harun dan Firdaus, op.cit., h. 105.
[11]Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Jakarta: Logos, 1997), h. 127.
[12]Pada tahun 607 H./1211 M. Jenghis Khan meluaskan wilayahnya. Ia berhasil merebut Cina Utara dan mendirikan ibu kota Qaraqorun, kemudian menduduki Siangkiang. Lihat: Muhammad Masyhur Amin, op.cit., h. 169.
[13]Maidir Harun dan Firdaus, op.cit, h. 109-110.
[14]Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, terj. Djahdan Hamami (Surabaya: Kota Kembang, 1989), h. 262.
[15]Muhammad Masyhur Amin, op.cit., h. 169.
[16]Ali Mufrodi, op.cit., h. 129.
[17]Badri Yatim, op.cit., h. 113.
[18]Ali Mufrodi, op.cit., h. 129.
[19]Muhammad Masyhur Amin, op.cit., h. 181.
[20]Maidir Harun dan Firdaus, op.cit., h. 111.
[21]Ali Mufrodi, op.cit., h. 130.
[22]Lihat: Philip K. Hitti, op.cit., h. 619.
[23]Ibid.
[24]Badri Yatim, op.cit., h. 114-115.
[25]Kitbugha (seorang Nasrani) ialah panglima perang yang ditunjuk oleh istri Hulagu Khan, yaitu Dokuz Khatun yang beragama Nasrani. Lihat: Muhammad Masyhur Amin, op.cit., h. 179.
[26]Badri Yatim, op.cit., h. 115.
[27]Ali Mufrodi, op.cit., h. 131-132.
[28]Badri Yatim, op.cit., h. 115-117.
[29]Lihat: Ali Mufrodi, op.cit., h. 113.
[30]Badri Yatim, op.cit., h. 117.
[31]Lihat: Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (Cet. IX: jld.3, Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, 2001), h. 242.
[37] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Cet. I; Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009), h. 227,228
[38] Syamsul Munir Amin, Op.Cit., h. 242.
Buat lebih berguna, kongsi: