Hukum Marah Ketika Berpuasa - Selain menahan diri dari makan, minum, dan hubungan suami istri, seorang yang berpuasa juga dituntut untuk menahan diri dari budpekerti yang tercela. Bahkan inilah inti dari puasa; untuk mencetak dan menghasilkan insan unggul dan bertaqwa kepada Allah swt (Q.S. al-Baqarah: 183). Mengingat tujuan yang mulia ini, maka sudah selayaknya setiap Muslim menjaga puasanya dari hal-hal yang bisa mengurangi dan bahkan merusak kualitas puasanya.
Namun terkadang ada saja insiden yang menciptakan seorang hamba tidak lagi bisa menahan diri, sehingga ia mengungkapkan amarahnya. Yang menjadi pertanyaan ialah bagaimana jikalau seseorang murka dikala sedang berpuasa (terutama di bulan Ramadhan)? Apakah kemarahan seseorang sanggup membatalkan puasa? Untuk menjawabnya mari kita simak uraian berikut.
Asy-Syabakah Al-Islamiyyah mengeluarkan pedoman terkait problem ini sebagai berikut:
“Orang yang berpuasa apabila murka atau bertengkar dengan orang lain puasanya tetap sah dan ia tidak mengulangi (mengganti) puasanya (di hari yang lain), baik ia bertindak sebagai pelaku yg zalim atau dalam posisi dizalimi. Namun orang yang berpuasa semestinya berlaku lemah lembut dan menjauhi (hal-hal) yang (menyebabkan) kemarahan dan pertengkaran dengan orang lain, bahkan berlaku lemah lembut terhadap orang yang tidak tahu (bahwa dirinya puasa) dan tidak membalas celaannya.”
Meskipun puasa orang yang murka tidak batal, namun sudah selayaknya ia bisa menjaga diri dari hal-hal yang menjadi penyebab datangnya murka dan pertengkaran. Sebab hal ini -dikhawatirkan- sanggup mengurangi pahala puasa, baik puasa sunnah maupun wajib. Rasulallah saw bersabda:
“Puasa ialah perisai. Jika salah seorang dari kalian berpuasa, janganlah berkata kotor dan jangan pula bertindak bodoh. Jika ia dicela oleh seseorang atau diajak berkelahi, maka hendaklah ia menyampaikan ‘Aku sedang puasa’ (H.R. al-Bukhari no. 1904 dan Muslim no. 1151).”
Selain itu, orang yang bisa menahan murka mempunyai keutamaan dan keunggulan tersendiri. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam hadits:
“Dari Sahl bin Mu’adz, dari bapaknya, bahwa Rasulallah saw bersabda: ‘Siapa yang sanggup menahan marahnya padahal ia bisa untuk meluapkannya, maka Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluk pada hari simpulan zaman sehingga orang itu menentukan bidadari anggun sesuka hatinya [H.R. Abu Dawud (4777), at-Tirmidzi (2021, 2493), Ahmad (15637), dan Ibnu Majah (4186). Hadits ini dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Jaami’ ash-Shaghir (6522)].”
Dalam riwayat yang lain, Rasulallah saw bersabda:
“Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulallah saw bersabda: ‘Orang yang berpengaruh bukanlah ia yang berakal bergulat. Namun orang yang berpengaruh ialah yang sanggup menguasai dirinya dikala marah (HR. Bukhari no. 6114 dan Muslim no. 2609).”
Orang yang bisa menguasai syahwat dan amarahnya -hingga seakan-akan ia (mampu) mengalahkannya- lebih berhak untuk menerima pujian, baik secara syar’i maupun hakiki dari pada orang yang bisa mengalahkan manusia. Sebab hal itu (mampu mengendalikan syahwat dan amarah) ialah tanda bagusnya budpekerti dan sempurnanya nalar dan ketakwaan (Mathali’ al-Anwar ‘Ala Shihaah al-Atsar, IV: 274).”
Sebagai umat yang mengikuti apa yang dibawa oleh Rasulallah saw, sudah sepatutnya kita berusaha dengan maksimal untuk menerapkan petuah dan pesan yang tersirat dia yang termaktub dalam Sunnahnya, termasuk dalam hal menahan amarah. Bahkan Allah mensifati orang yang bisa menahan amarahnya sebagai golongan muhsinin (lihat Q.S. Ali Imran, II: 134).
Baca Juga:
Oleh alasannya ialah itu, sebelum amarah terjadi, ada baiknya kita menghindari hal-hal yang menjadi penyebab datangnya amarah, terutama bagi orang yang sedang melakukan puasa, baik sunnah maupun wajib. Wallahu ‘alam bi ash-shawab.
Namun terkadang ada saja insiden yang menciptakan seorang hamba tidak lagi bisa menahan diri, sehingga ia mengungkapkan amarahnya. Yang menjadi pertanyaan ialah bagaimana jikalau seseorang murka dikala sedang berpuasa (terutama di bulan Ramadhan)? Apakah kemarahan seseorang sanggup membatalkan puasa? Untuk menjawabnya mari kita simak uraian berikut.
![]() |
Hukum Marah Ketika Puasa |
Asy-Syabakah Al-Islamiyyah mengeluarkan pedoman terkait problem ini sebagai berikut:
فالصائم إذا غضب وتشاجر مع بعض الناس فصومه صحيح ولا إعادة عليه سواء كان ظالما أو مظلوما ومبطلات الصيام. لكن ينبغي للصائم الاتصاف بالحلم والبعد عن الغضب والمشاجرة مع الناس بل يحلم عمن جهل عليه ولا يرد على السِّباب
“Orang yang berpuasa apabila murka atau bertengkar dengan orang lain puasanya tetap sah dan ia tidak mengulangi (mengganti) puasanya (di hari yang lain), baik ia bertindak sebagai pelaku yg zalim atau dalam posisi dizalimi. Namun orang yang berpuasa semestinya berlaku lemah lembut dan menjauhi (hal-hal) yang (menyebabkan) kemarahan dan pertengkaran dengan orang lain, bahkan berlaku lemah lembut terhadap orang yang tidak tahu (bahwa dirinya puasa) dan tidak membalas celaannya.”
Meskipun puasa orang yang murka tidak batal, namun sudah selayaknya ia bisa menjaga diri dari hal-hal yang menjadi penyebab datangnya murka dan pertengkaran. Sebab hal ini -dikhawatirkan- sanggup mengurangi pahala puasa, baik puasa sunnah maupun wajib. Rasulallah saw bersabda:
وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ
“Puasa ialah perisai. Jika salah seorang dari kalian berpuasa, janganlah berkata kotor dan jangan pula bertindak bodoh. Jika ia dicela oleh seseorang atau diajak berkelahi, maka hendaklah ia menyampaikan ‘Aku sedang puasa’ (H.R. al-Bukhari no. 1904 dan Muslim no. 1151).”
Selain itu, orang yang bisa menahan murka mempunyai keutamaan dan keunggulan tersendiri. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam hadits:
عَنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنْ أَيِّ الْحُورِ شَاءَ
“Dari Sahl bin Mu’adz, dari bapaknya, bahwa Rasulallah saw bersabda: ‘Siapa yang sanggup menahan marahnya padahal ia bisa untuk meluapkannya, maka Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluk pada hari simpulan zaman sehingga orang itu menentukan bidadari anggun sesuka hatinya [H.R. Abu Dawud (4777), at-Tirmidzi (2021, 2493), Ahmad (15637), dan Ibnu Majah (4186). Hadits ini dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Jaami’ ash-Shaghir (6522)].”
Dalam riwayat yang lain, Rasulallah saw bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الغَضَبِ
“Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulallah saw bersabda: ‘Orang yang berpengaruh bukanlah ia yang berakal bergulat. Namun orang yang berpengaruh ialah yang sanggup menguasai dirinya dikala marah (HR. Bukhari no. 6114 dan Muslim no. 2609).”
Orang yang bisa menguasai syahwat dan amarahnya -hingga seakan-akan ia (mampu) mengalahkannya- lebih berhak untuk menerima pujian, baik secara syar’i maupun hakiki dari pada orang yang bisa mengalahkan manusia. Sebab hal itu (mampu mengendalikan syahwat dan amarah) ialah tanda bagusnya budpekerti dan sempurnanya nalar dan ketakwaan (Mathali’ al-Anwar ‘Ala Shihaah al-Atsar, IV: 274).”
Sebagai umat yang mengikuti apa yang dibawa oleh Rasulallah saw, sudah sepatutnya kita berusaha dengan maksimal untuk menerapkan petuah dan pesan yang tersirat dia yang termaktub dalam Sunnahnya, termasuk dalam hal menahan amarah. Bahkan Allah mensifati orang yang bisa menahan amarahnya sebagai golongan muhsinin (lihat Q.S. Ali Imran, II: 134).
Baca Juga:
- Hukum Menggunakan Obat Tetes Mata, Telinga, dan Hidung Saat Puasa Ramadhan
- Hukum Menelan Ludah dan Dahak Saat Puasa Ramadhan
- Hukum Mengeluarkan Mani dengan Tangan Sendiri
Oleh alasannya ialah itu, sebelum amarah terjadi, ada baiknya kita menghindari hal-hal yang menjadi penyebab datangnya amarah, terutama bagi orang yang sedang melakukan puasa, baik sunnah maupun wajib. Wallahu ‘alam bi ash-shawab.
Buat lebih berguna, kongsi: