Biografi Tokoh Mujtahid 4 Imam Mazhab

 Ada dua gelar sering disandingkan dibelakang nama para imam mujtahid, pertama; Mujtahid Mutlak ( المجتهد المطلق ), artinya ulama mujtahid pendiri madzhab atau peletak pemikiran pertama, biasanya penamaan madzhabnya sesuai nama pendirinya, menyerupai madzhab Imam Syafi’i. Kedua; Mujtahid Madzhab ( المجتهد المذهب ), yaitu murid atau pengikut madzhab yang mengembangkan pola pikir madzhab pendahulunya, pengikutnya dinamakan madzhab al-Syafi’iyah.

Diantara tokoh-tokoh mujtahid mutlak yang terkenal, diantaranya;

1.Madzab Hanafiah. Imamnya Abu Hanifah (80-150 H);
2.Mazhab Malikiyah. Imamnya Malik ibn Anas (93-179 H);
3.Madzhab Syafi’iyah. Imamnya Muhammad ibn Idris al-Syafi’i (150-204);
4.Madzhab Hanabilah. Imamnya Ahmad ibn Hanbal (164-241 H);
5.Madzhab Zhahiri. Imamnya Dawud ibn Ali al-Asbahani (202-270 H)
6.Madzhab Zaidiyah. Imamnya Zaid ibn Ali Zainul Abidin (80-122 H);
7.Madzhab Ja’fariah. Imamnya Ja’far al-Shadiq (80-122 H);

(Dua madzhab yang terakhir, ialah madzhab fiqh dikalangan Syi’ah.)

Ada dua gelar sering disandingkan dibelakang nama para imam mujtahid Biografi Tokoh Mujtahid 4 Imam Mazhab

Diantara ketujuh nama madzhab dan tokoh pendirinya, ada yang mempunyai murid dan pengikut yang mengembangkannya dan menyebar luaskan madzhabnya. Sehingga dikenal hingga kini dan menerima banyak pengikut. Seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Syafi’i, dan Imam Ahmad ibn Hanbal. Namun ada juga imam mujtahid yang tidak mempunyai banyak murid dan pengikut yang mengembangkan dan menyebar luaskan madzhabnya, sehingga lambat bahari madzhab tersebut kurang terkenal dan hingga kini hilang tidak dikenal lagi, pada hal mungkin di masa kemudian merupakan sebuah madzhab yang kuat. Contohnya madzhab Auza’i yang muncul di Syam dengan imamnya Abu Abdul Rahman ibn Muhammad al-Auza’i (lahir 88 H.), dan madzhab Thabari dengan imamnya Abu Ja’far Muhammad ibn Jarir al-Thabari (lahir di Tibrisatan, 224 H.). Berikut biografi beberapa Imam madzhab yang mempunyai efek dimasanya hingga kini ini:

Biografi Abu Hanifah (80-150 H)

Nama lengkapnya ialah Imam Abu Hanifah an-Nu’man bin Tsabit. Ia ialah seorang ulama besar dalam ilmu fiqh di Kufah (Iraq). Lahir tahun 80 H., meninggal tahun 150 H. Beliau dikenal ilmuan, zuhud, taat ibadah, wara’, taqwa, sangat khusyu, dan penuh harap kepada Allah swt., Allah mengaruniakan baginya kecerdasan, kemampuan argumentasi dalil, dan penguasan hukum-hukum hujjah. 

Beliau ialah seorang mujtahid besar dalam hukum, namun ijtihadnya hanya berlandaskan al-Qur’an dan hadis shahih. Ia lebih dikenal sebagai ulama besar yang beraliran rasionalis. Metode ijtihadnya, ia ungkapakan; saya hanya mengambil dari al-Qur’an, sekirannya saya tidak menemukan dalam al-Qur’an, maka saya beralih kepada hadis, sekiranya saya tidak menemukan dalam hadis, saya beralih kepada ucapan sahabat-sahabat Nabi, saya akan memilah-milah ucapan mereka, bila saya oke maka saya ambil, namun bila tidak saya tinggalkan. Namun saya tidak akan mengambil pendapat orang lain selain mereka. Dalam persoalan aturan qiyas, ia tidak akan melangkahi dalil nas al-Qur’an dan hadis, baginya, aturan qiyas hanya dipakai untuk masalah-masalah yang sangat darurat (emergency) saja.[1]      

Biografi Mazhab Malikiyah (93-179 H)

Nama lengkapnya Abu ‘Abdullah Malik bin Anas bin ‘Amir al-Asbahy. Ia ialah ulama besar di Dar al-Hijrah, ilmuan di kota Hijaz, dan pemilik Kitab al-Muatta’ sebagai kitab pertama yang dikumpukan dalam bidang ilmu hadis.

Imam Malik mengembangkan fiqh madzhabnya sesuai dengan al-Qur’an dan hadis Nabi, sesuai pada prinsip ayat dalam surah al-Hasyar: 7: Ambillah apa saja yang tiba dari Rasul, dan cegahlah apa yang ia larang ..., ia juga brpegang pada ucapan para sahabat, sebab mereka ialah orang-oang yang paling erat kehidupannya dengan kehidupan Nabi. Termasuk metodologi madzhabnya memakai aturan ijmak (ijma’) , yaitu ucapan di kalangan ulama-ulama hebat fiqh dan ulama lain. Dalam menentukan pendapat-pendapat mereka, ia lebih mendahulukan pendapat dari kalangan ulama penduduk Madinah sebagai pemilik kota Nabi sebelum mengambil pendapat selain mereka.

Disamping berpegang pada perinsip-prinsip aturan di atas, ia juga berpedoman dengan kias (qiyas), istihsan, ‘urf (kebiasan/adat istiadat), saddu dzarai’, dan mashalih al-mursalah. Namun Imam Malik memperlihatkan syarat penerimaan pada teori-teori aturan ini, bahwa tidak bertentangan dengan pokok-pokok tujuan Islam, sanggup diterima oleh rasio, dan sanggup menuntaskan masalah.[2]

Biografi Muhammad ibn Idris al-Syafi’i (150-204 H)

Nama lengkapnya ialah ‘Abdullah Muhammad bin Idris bin al-‘Abbas bin ‘Utsman bin Syafi’ al-Qurusy. Lahir di Ghazah Palestina. Ia dikaruniahi Allah kecerdasan berilian, kekuatan firasat, dan ketajaman hafalan, sehingga tidak ada sesuatu yang ia dilihat kecuali ia akan hafal. Allah telah memudahkan ilmu baginya, sehingga diusianya tergolong masih gampang belia, diusia 5 tahun, ia telah menghatamkan al-Qur’an. Menimba banyak sekali macam ilmu dari perantauan yang ia lakukan.

Imam Malik ialah salah seorang yang pernah menjadi gurunya. Ia telah mengahafal kitab al-Mu’atta (kitab pertama yang ditulis dalam kumpulan hadis Nabi), kitab Imam Malik yang diajarkan kepadanya. Syaikh Al-Zanji bin Khalid guru selain Imam Malik dalam ilmu hadis, telah mengizinkan Imam Syafi’i mengeluarkan fatwa sendiri, walaupun ketika itu usianya gres menginjak 15 tahun.

Imam Syafi’i merupakan orang pertama yang membahas dalam karyannya tetang ilmu Ushul Fiqh, dan yang pertama mengeluarkan istinbath aturan dari ilmu ini.

Imam Syafi’i kemudian berpindah ke Mesir –setelah melaksanakan perbagai perjalanan penuntutan ilmu dan pengajaran- pada tahun 201. Ditempat ini ia tinggal selama 4 tahun membuatkan madzhab, pendapat, dan ilmu, sehingga ia dipanggil oleh Allah swt., tahun 204 hari Jum’at bulan Rajab dan dikuburkan di kawasan ini.

Imam Syafi’i dalam penulisan kitab fiqhinya menyeimbangkan dua model fiqh yaitu aliran fiqh rasionalis dan aliran fiqh hadis, dengan mengedepankan pendapat peribadinya. Dalam aliran mazhabnya, telah melahirkan banyak karya, tidak kurang dari 140 kitab, dari karya-karya itu yang paling dikenal ialah kitab al-Um dan kitab ar-Risalah.[3]      

Biografi Ahmad ibn Hanbal (164-241 H)
Nama lengkapnya ialah Abu ‘Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris as-Syibani. Lahir di Baqdad Irak pada bulan Rabi’ul Awal.

Pada masanya, ia dikenal sebagai ilmuan dalam ilmu hadis, dari tanganya lahir kitab al-Musna Imam Ahmad. Ia menghimpun banyak hadis, dikatakan tidak kurang dari 100.000 hadis yang ia telah hafal. Dalam hidupnya, ia kenyang dengan pelbagai macam cobaan. Cobaan yang tidak menimpah ulama-ulama sebelumnya. Diantaranya, ia difitnah dengan ucapannya bahwa al-Qur’an ialah mahluk (memisahkan al-Qur’an dari zat qauliah/ucapan Allah dan menyamakan al-Qur’an dengan ciptaan-ciptaan lain Allah). Ia kemudian ditangkap dan dicebloskan kedalam penjara. Dalam penjara ia disiksa dan dipukuli sebab fitnah wacana ucapannya bahwa al-Qur’an ialah mahluk, namun ia tetap disiksa sekalipun ia tidak mengakui pendapat tersebut.

Ia dikenal sebagai orang yang hidup zuhud (merasa cukup dengan reski yang ada) hingga pada batas tingkat tertinggi dalam sifat suhud. Ia menolak duduk diatas tikar sebab lezat dan lebih menentukan duduk di atas tanah, dan menolak proposal khalifah Al-Mutawakkal dimasanya sebagai guru dan pembina khusus anaknya ‘Abdullah.

Ideologi madzhab Imam Ahmad dibangun atas sumber agama yang murni, yaitu al-Qur’an dan Hadis shahih,. Ia tidak mengakui kedudukan kias (qiyas) atau pendapat ulama. Menurutnya, kias (qiyas) dalam agama ialah batil, termasuk argumen yang dipakai memahami aturan agama, sebab baik qiyas atau pendapat, kedua-duanya ialah perkarah bid’ah, sekalipun bersandar kepada pendapat ulama-ulama salaf.

Perkara qiyas hanya sanggup dipakai dalam kondisi darurat saja, bukan selainnya. Ia mencontohkan pada kias (qiyas) pembolehan memakan bangkai sebab tidak adanya masakan halal yang lain, dan pembolehan mengganti air dengan tanah sebab tidak adanya air.[4]

Dikutib dari Buku Abdurrahman al-Jaziriy, Fiqh Madzahib al-‘Arba’ (Cet. 1; Kairo: Dar al-Fajr li al-Turas, 2000), h. 1-2. 
Buat lebih berguna, kongsi: