Kajian Kosmologi dalam Buku Quranic Sience Karya Afzalur Rahman
(Ensiklopedi Ilmu dalam Al-Qur’an: Rujukan Terlengkap Isyarat-Isyarat Ilmiah dalam Alqur’an)
A. Gambaran Umum Tentang Isi Buku
Mengawali buku ini, Afzalur Rahman menyebutkan bahwa kekayaan yang terkandung dalam Al-Qur’an telah mendorong pertumbuhan ilmu pengetahuan dan penemuan-penemuan ilmiah dunia Islam era ke-7 hingga era ke-14 M, hal tersebut memperlihatkan derma yang tidak sedikit terhadap renainsans Eropa dan juga memperkenalkan bangsa eropa perihal unsur-unsur pokok kehidupan dan kebudayaan (antara lain pengetahuan, penelitian, kecerdikan sehat dan kebebasan) sehingga memungkinkan penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern.
Pendapat Afzalur Rahman ini disandarkan kepada wahyu pertama Al-Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. yaitu perintah menuntut ilmu pengetahuan serta penitikberatan arti berguru dalam kehidupan umat insan (QS. Al-Alaq [96]: 1-5). Selain itu, ia juga mengutip (QS Thaha [20]: 114) sebagai penakanan terhadap ajuan kepada insan untuk selalu berdoa, semoga Allah SWT menambah ilmu pengetahuan yang insan miliki.
Afzalur Rahman juga menambahkan bahwa orang terpelajar mempunyai perbadaan derajat ketakwaan dengan insan yang tidak mempunyai pengetahuan (QS Fathi [35]: 28). Hal ini akan berdampak pada pemahaman gejala kebesaran dan keagungan Allah SWT, baik yang tertulis dalam Al-Qur’an maupun yang terhampar di semesta Alam. Mereka yang mempunyai pengetahuan sanggup merenungkan, memikirkan dan pada jadinya memahami tamsil-tamsi yang diuraikan oleh Al-Qur’an serta menemukan manifestasi Tuhan yang hadir dalam semua ciptaan-Nya. Dari hasil renungan ini, insan bisa menarik kesimpulan yang benar dan akan berkhasiat untuk kehidupan insan kelak.
Al-Qur’an menjelaskan secara gamblang bahwa seluruh struktur bahan yang ada di alam semesta dipenuhi dengan gejala kekuasaan Pencipta. Tanda-tanda tersirat ini mengajak insan untuk merenung (QS An-Nisa [4]: 82) dan memahami segala isinya (QS Al-Ghasyiyah [88]: 17-20). Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta, bagaimana ia diciptakan, dan langit bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan. Akan tetapi, kesadaran ini hanya dimiliki oleh insan berilmu, mereka yang mencurahkan perhatian dengan seksama akan semua fenomena semesta alam akan melahirkan sebuah sumbangsih pemikiran dalam kehidupan Manusia.
Al-Qur’an memerkenalkan sebuah dimensi gres dalam studi perihal agama serta berusaha mengajak ilmuan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui studi perihal sifat-sifat-Nya dan Manifestasi-Nya yang hadir dalam dunia material.
Pentingnya memahami gejala keagungan Yang Maha Kuasa memicu Afzalur Rahman membuat sebuah buku untuk mempermudah dalam memahami maksud ayat-ayat kauniyah yang disinggung secara tersirat dalam Al-Qur’an. Buku ini diperuntukkan kepada generasi muda muslim khususnya, dan umat insan pada umumnya, untuk lebih mendalami perihal khazanah sains yang bersumber dari Al-Qur’an yang telah memperlihatkan imbas yang sangat besar pada studi dan kebudayaan manusia.
Buku ini dikarang oleh Afzalur Rahman dengan judul Quranic Sience yang diterbitkan oleh The Muslim School Trust pada tahun 1981. Telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Taufik Rahman dengan judul Ensiklopedi Ilmu dalam Al-Qur’an: Rujukan Terlengkap Isyarat-Isyarat Ilmiah dalam Alqur’an terbitan Mizan Pustaka tahun 2007. Buku ini terdiri dari 7 Bagian yang dibagi ke dalam 7 kepingan dengan jumlah halaman sebanyak 385.
![]() |
Belajar Agama Islam mealui Al-Qur'an (Foto: Ummi-online.com) |
B. Kajian Kosmologi dalam Buku Quranic Science
Kosmologi merupakan titik awal dari semua ilmu pengetahuan dalam Islam. Ilmu ini berafiliasi dengan penciptaan dunia yang indah oleh Allah SWT Yang Maha Esa, yang transenden sekaligus imanen. Kalimat tiada dewa selain Allah dan Muhammad ialah utusan Allah merupakan doktrin pokok dari semua pengetahuan ilmiah alasannya ialah semua kosmos diciptakan oleh Tuhan Yang Esa. Meskipun semesta raya sedemikian luas dan mempunyai struktur yang hierarkis, kesemuanya merefleksikan keesaan Allah SWT. Al-Qur’an juga menyebutkan bahwa realitas teragung dari alam semesta ini ialah Allah SWT. Sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya:
ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلۡحَيُّ ٱلۡقَيُّومُۚ لَا تَأۡخُذُهُۥ سِنَةٞ وَلَا نَوۡمٞۚ لَّهُۥ مَا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِي ٱلۡأَرۡضِۗ مَن ذَا ٱلَّذِي يَشۡفَعُ عِندَهُۥٓ إِلَّا بِإِذۡنِهِۦۚ يَعۡلَمُ مَا بَيۡنَ أَيۡدِيهِمۡ وَمَا خَلۡفَهُمۡۖ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيۡءٖ مِّنۡ عِلۡمِهِۦٓ إِلَّا بِمَا شَآءَۚ وَسِعَ كُرۡسِيُّهُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَۖ وَلَا ئَُودُهُۥ حِفۡظُهُمَاۚ وَهُوَ ٱلۡعَلِيُّ ٱلۡعَظِيمُ ٢٥٥
Artinya: “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang sanggup memberi syafa´at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah mencakup langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (QS Al-Baqarah [2]: 255)
Dalam pandangan Afzalur Rahman, ayat di atas memperlihatkan bahwa Allah ialah satu-satunya otoritas yang mengendalikan semesta raya, menjadi titik sentra kosmos, dan kosmos ini berafiliasi pribadi dengan prinsip wahyu Islam, disamping berafiliasi dengan metafisika yang terpancar dari pesan-pesan esoteris Al-Qur’an serta ajaran-ajaran nabi sebagai pelengkapnya. Studi perihal kosmos akan membawa insan kembali ke titik tolak semula, yakni pengetahuan perihal keesaan Allah SWT dan seluruh alam semesta ini secara pribadi berada di bawah perintah dan kendali-Nya, serta keniscayaan bahwa Dia Maha mengetahui apa pun yang terjadi di bumi dan di langit.
Untuk memperkuat argumen ini, Afzalur Rahman mengutip terjemahan QS Al-Hadid [57]: 4-5, “Dialah yang membuat langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas ´Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kau di mana saja kau berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kau kerjakan. Kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi. Dan kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan”
Selain itu, ia juga menyebutkan bahwa segala hal di dunia ini tidak ada yang terembunyi dari sang pencipta, yang membuktikan bahwa Allah-lah yang Maha kuasa atas semua yang ada di dunia, mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, QS al-Naml [27]: 74-75; QS Yunus [10]: 61; QS Al-Mujadilah [58]:7.
Menurut Afzalur Rahman mempelajari Al-Qur’an akan meningkatkan pengetahuan dan penelitian yang mengakibatkan tumbuhnya aneka macam cabang ilmu pengetahuan, dengan cari ini akan terungkap aneka macam aspek dari tata kosmos, dengan catatan bahwa semua pengetahuan perihal alam semesta menyatu dengan kesadaran dan persepsi akan keniscayaan bahwa semua itu diciptakan serta dikendalikan oleh Yang Maha Esa. Hasil dari penyingkapan pengetahuan dan kesadaran ini tergambar pada kosmologi dan kosmografi Islam berfungsi sebagai latar belakang, matriks, dan prinsip bagi aneka macam macam sains dalam Islam, mulai dari geografi hingga dengan ilmu kimia.
Ilmu-ilmu tersebut membuka kemungkinan hubugan antara sejumlah sains dan prinsip wahyu Islam. Hal ini pula yang mengakibatkan terjadinya sebuah kekerabatan integral antara perkembangan sains dan bangunan perdaban Islam, sehingga perkembangan aneka macam macam sains dalam Islam tidak akan menggangu makna keesaan Tuhan. Sungguh, sebuah penciptaan bangunan peradaban yang membuatkan sebuah tradisi penelitian perihal alam semesta tidak akan merusak kekerabatan serasi antara manusia, kecenderungan alamiah, dan lingkungan kosmiknya.
Afzalur Rahman mengutip sebuah ayat Al-Qur’an yang memperlihatkan proses yang mendasari deretan alam semesta yang menghasilkan komposisi planet yang terhampar di jagat raya ini sebagai berikut:
ثُمَّ ٱسۡتَوَىٰٓ إِلَى ٱلسَّمَآءِ وَهِيَ دُخَانٞ فَقَالَ لَهَا وَلِلۡأَرۡضِ ٱئۡتِيَا طَوۡعًا أَوۡ كَرۡهٗا قَالَتَآ أَتَيۡنَا طَآئِعِينَ ١١ فَقَضَىٰهُنَّ سَبۡعَ سَمَٰوَاتٖ فِي يَوۡمَيۡنِ وَأَوۡحَىٰ فِي كُلِّ سَمَآءٍ أَمۡرَهَاۚ وَزَيَّنَّا ٱلسَّمَآءَ ٱلدُّنۡيَا بِمَصَٰبِيحَ وَحِفۡظٗاۚ ذَٰلِكَ تَقۡدِيرُ ٱلۡعَزِيزِ ٱلۡعَلِيمِ ١٢
Artinya: “Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, kemudian Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kau keduanya berdasarkan perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". Keduanya menjawab: "Kami tiba dengan suka hati. Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang bersahabat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui” (QS Fushshilat [41]: 11-12)
Selain itu, ia juga melengkapi argumennya dengan menyebutkan proses penciptaan alam semesta dalam firman Allah SWT berikut:
وَجَعَلۡنَا فِي ٱلۡأَرۡضِ رَوَٰسِيَ أَن تَمِيدَ بِهِمۡ وَجَعَلۡنَا فِيهَا فِجَاجٗا سُبُلٗا لَّعَلَّهُمۡ يَهۡتَدُونَ ٣١
Artinya: “Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas, semoga mereka menerima petunjuk” (QS Al-Anbiya [21]: 31)
Lebih lanjut, ia juga menyebutkan bahwa Al-Qur’an telah menyinggung penciptaan tujuh lapis langit dalam aneka macam konteks dan peristiwa. Hanya saja kita belum mengerti apa arti sesungguhnya dari kata “tujuh langit”, apakah angka “tujuh” memperlihatkan fakta perihal jumlah numerik “langit” ataukah angka itu merujuk pada kenyataan banyaknya langit. Kenyataanya Al-Qur’an memakai angka-angka untuk memperlihatkan banyaknya jumlah sesuatu. Lalu, apakah pengertian yang terkandung di dalam kata “langit”? Apakah kata tersebut memperlihatkan adanya “tujuh alam semesta” atau “tujuh galaksi”? bagaimana pun juga, angka tujuh menggambarkan sebuah gagasan perihal kemajemukan, kemahaluasan, dan ketakterbatasan ciptaan Allah SWT. Hal ini juga dikemukakan dalam QS Albaqarah [2]: 29; QS At-Thalaq [65]: 12; QS Nuh [71]: 15-16; QS Al-mu’minun [23]: 17; dan QS Al-Mulk [67]: 3-4.
Sisi lain yang sanggup kita amati dalam ciptaan Allah menyerupai dikemukakan dalam ayat-ayat di atas ialah sebuah proporsi dan keseimbangan yang demikian jago yang amat terperinci tampak dalam kesuluruhan alam semesta. Di sana terdapat makna kesatuan, ketunggalan, dan keseimbanngan dalam kesuluruhan (keanekaragaman) semesta raya, semuanya memperlihatkan ketunggalan aturan Allah yang dipatuhi seluruh alam. Selain itu, tersirat juga relitas yang mendasar dan kebenaran yang universal di alam semesta, yakni bekerjsama dalam semua citaan-Nya, besar atau kecil, beryawa atau tidak, kelihatan atau tidak kelihatan, semuanya tunduk kepada aturan Allah yan Maha Pencipta, yang Maha Kuasa, dan yang Maha Tunggal.
Selain menyebutkan bahwa Allah ialah satu-satunya otoritas yang mengendalikan semesta raya, menjadi titik sentra kosmos, ia juga menyebutkan bahwa di dalam Al-Qur’an ada Observasi Umum perihal Alam Semesta yang ia masukkan ke dalam sub bahasan khusus. Di antara ayat yang berkaitan dengan observasi Al-Qur’an perihal kosmos ini sanggup dilihat dari QS Luqman [31]: 10; QS AL-Rad [13]: 2; QS Qaf [50]: 6; QSS Al-Baqarah [2]: 29.
Selanjutnya, Afzalur Rahman juga membuat sub bahasa khusus perihal Alam semesta yang tunduk kepada kepentingan Manusia. Yang diuraikan sebagai berikut:
1. Benda langit diciptakan untuk penentingan manusia, QS AN-Nahl [16]: 12; QS al-An’am [6]: 97.
2. Sifat yang dimiliki benda langit dalam Al-Qur’an, QS Al-Furqan [25]: 61; QS Nuh [71]: 15-16; QS Al-Naba [78]: 12-13.
3. Penyebutan Al-Qur’an perihal pergantian malam dan siang serta pertukaran hari, QS Al-A’raf [7]: 54; QS Az-Zumar [39]: 5; QS Yasin [36]: 37; dan QS Haj [22]: 61.
4. Penyebutan Al-Qur’an perihal bintang-bintang mempunyai contoh yang khas, QS Al-A’raf [7]: 54; QS At-Thur [52]: 49; QS al-Thariq [86]: 1-3; QS As-Shaffat [37]: 10.
5. Penyebutan tujuh benda langit dalam konteks yang berbeda-beda, QS Al-Baqarah [2]: 29; QS Al-Mu’minun [23]: 17; QS Fushshilat [41]: 12; QS Al-Mulk [67]: 3 dan QS Al-Mulk [67]: 5.
6. Penyebutan Atmosfer dalam Al-Qur’an, QS Fushshilat [41]: 12; QS Al-Hijr [15]: 16-17; QS Al-Shaffat [37]: 6-7)
7. Penyebutan Orbit Matahari dalam Al-Qur’an, QS Al-Anbiya [21]: 33; QS Yasin [36]: 40; QS Al-Rad [13]: 2; dan QS Luqman [31]: 2.
Pembahasan terakkhir Afzalur Rahman dalam kajian kosmologi terkait dengan Evolusi dan perluasan Langit. Ia mendeskripsikan bahwa banyak ayat al-Qur’an yang menyebutkan waktu yang telah ditentukan dan “tempat yang tetap” untuk benda-benda langit menyerupai matahari dan bulan. Yaitu QS Al-Rad [13]: 2; QS Luqman [31]: 29; QS Fathir [35]: 13). Selain itu, beberapa ayat al-Qur’an memperlihatkan kesan bahwa alam semesta ini terus menerus melaksanakan perluasan sepanjang masa QS Ad-Dzariyat [51]: 47.
Meskipun demikian, ia juga menyebutkan bahwa di dalam al-Qur’an ada instruksi bagi insan sanggup menembus bata-batas langit. Artinya: “Hai jama´ah jin dan manusia, jikalau kau sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kau tidak sanggup menembusnya kecuali dengan kekuatan”. (QS Ar-Rahman [55]: 33)
Benda-benda samawi yang sedemikian banyak serta beragam, dikontrol dan telah beroperasi secara disiplin dalam sebuah aturan yang sedimikian rapi. Hal tersebut membuktikan bahwa ada susunan yang begitu tepat yang mempunyai satu tujuan, yang memperlihatkan bagaimana dewa mengendalikan, memerintah, dan mengelola alam ini sepanjang masa.
Menurut Afzalur Rahman, model klarifikasi yang dipakai Al-Qur’an mengajak insan untuk memasuki sebuah sistem yang awet dan sistem ibadah kepada dewa serta mengikuti sunnah Rasul-nya, seraya memperlihatkan petunjuk dan isu sekilas di sana sini perihal alam semesta dalam rangka memperlihatkan panduan bagi insan guna menjalankan kehidupan di dunia. Akan tetapi, sifat dan tujuan dari pengetahuan yang informatif ini merupakan sebuah nasihat sehingga insan akan senantiasa ingat bahwa ilmu pengetahuan dalam Islam tidak sepenting kesimpulan yang dihasilkannya, yakni kesimpulan yang menuntut insan kepada ketaatan terhadap pencipta dan pemeliharaan alam semesta ini.
C. Tanggapan Terhadap Isi Buku Quranic Sience
Mempelajari Islam sanggup dilakukan dengan aneka macam macam metode serta melalu tata cara yang bermacam-macam selama hal tersebut tidak menentang hal-hal yang berlaku dalam fatwa agama. Hal ini juga yang telah disebutkan dalam buka Quranic Science. Namun penitikberatan dalam buku ini yaitu menimbulkan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam mempelajari Islam. Penekanan ini terdapat pada ungkapan Afzalur Rahman yang menyatakan bahwa semua insan intinya mempunyai pemikiran, namun membedakan yaitu bagaimana insan tersebut memakai akalnya.
Buku ini cocok dikonsumi bagi seluruh umat muslim dari aneka macam elemen lapisan masyarakat, termasuk masyarakt awam pada umumnya. Namun ada beberapa istilah-istilah sains yang sanggup memberatkan bagi pembaca, sehingga dibutkan pemahaman dasar terhadap istlah tersebut. Karena yang kami telaah lebih lanjut terkait dengan kajian kosmologi dalam Islam berdasarkan buku Qur’anic Science, sehingga kami akan mengomentari kepingan tersebut.
Secara umum, kepingan yang membahas kosmologi ialah bahasan yang sangat penting dalam kajian Islam. Terlebih lagi, pada kepingan ini diutarakan beberapa ayat Al-Qur’an terkait kosmologi dalam Islam. Namun ada beberapa kelemahan dalam kepingan ini, dimana tidak ditemukan beberapa klarifikasi lebih lanjut mengenai hal apa saja yang telah dibuktikan secara ilmiah berkaitan dengan ayat-ayat yang menyinggung kajian kosmologi.
Artikel telah dipresentasikan pada sidang seminar kuliah Pendekatan dalam Pengkajian Islam Pascasarjana Universitas UIN Sunan Kalijaga.
Buat lebih berguna, kongsi: